Monday 21 May 2018

Mengkeker IMAN

Iman adalah urusan hati/kalbu, tak ada orang lain yg tau iman seseorang. Barangkali diri sendiripun ndak tau persis kadar iman didirinya. Iman ini kadarnya fluktiatif, adakalanya naik ada saatnya turun.
Abu ad-Darda` Uwaimir al-Anshaari rahimahullah berkata,
الإِيْمِانُ يَزْدَادُ وَ يَنْقُصُ
“Iman itu bertambah dan berkurang.” Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam kitab as-Sunnah 1/314.
Yg kita tau rukun iman itu ada 6: Percaya: Allah, malaikat, Nabi-nabi Rasul Allah, kitab suci yg diturunkan Allah, hari kiamat, kadar baik dan kadar buruk.
Nah yg turun naik atau bertambah berkurang iman itu apanya? Tentu kepercayaannya itu. Lantas bgm "mengkeker" iman itu sdg pasang naik atau sdg pasang surut; padahal iman itu abstrak, iman adanya di dlm kalbu.
Ekstrimnya kita ndak tau persis seorang ustadz yg menggebu berceramah ttg keimanan apakah iman si ustadz sdg naik. Nganjurkan sadakah, ternyata umpamanya dianya keseharian pelitnya ya ampiun,
Bgt juga penulis artikel ini apakah iman tengah bertambah atau berkurang pembaca tentu tdk tau.
Dmkn pula pembaca artikel ini tak terkecuali, dpt saja ketika membaca tulisan ini imannya sedikit merangkak naik, atau malah turun, misalnya stlh membaca artijel ini lantas dlm angan komentar "ini tulisan apaaa" usil ngeker iman.
Iman yg bersifat abstrak itu akan "terkeker" bila si pemilik iman sanggup melakukan perbuatan nyata mewujudkan dorongan iman itu sehingga beribdah tekun, bersedah rutin, bersosialisasi di masyarat baik, rendah hati, tak mau menang sendiri, tak gampang emosi. Pokoknya berahlak mulia dan terus menerus merajut kebaikan.
Ramadhan begini saat yg tepat "mengkeker" turun naiknya iman. Hari pertama Ramadhan, saya Shalat Isya di masjid dimana saya sbg ketua pembina masjid tersebut. Bukan main masjid yg berdaya tampung 2000 jamaah itu penuh sesak. Agaknya kini indikasi iman para jamaah sdg naik. Kebiasaan tiap taun, bgt pekan kedua, ketiga Ramadhan terlihatlah sdh penurunan iman. Jangankan di lantai 2 lantai satu masjid saja berisi kurang dari separo.
Banyak ayat indikator iman dlm Al-Qur'an, kiranya baik kita tengok dua di antaranya y.i.:
لَيْسَ الْبِرَّ اَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ وَلٰـكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَالْمَلٰٓئِکَةِ وَالْكِتٰبِ وَالنَّبِيّٖنَ ۚ وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ ۙ وَالسَّآئِلِيْنَ وَفِى الرِّقَابِ ۚ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّکٰوةَ ۚ وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عٰهَدُوْا ۚ وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَآءِ وَالضَّرَّآءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِ ۗ اُولٰٓئِكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا ۗ وَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ
"Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari Akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 177)
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰٓئِكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ
"Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar."
(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 15)
Dmkn "pengkekeran" kita terhadap iman kita dihari ke dua Ramadhan 1439 H.
Smg banyak pembaca dpt ambil maksud positip artikel ini selanjutnya menyebarkan kepda sanak family handai dan kerabat, dg dmkn menjadi ihtiar kita bersama dlm berdakwah.
Jika baik dtg dari Allah dan RasulNya, bila tak mutu, karena kekurangan ilmu dan pengalaman penulis.
Mhn dimaklumi sklgus dimaafkan. Barakallahu fikum. Wslm M. Syarif Arbi.

No comments:

Post a Comment