Thursday 16 December 2010

TUJUH SYARAT DIAMPUNI DAN DITERIMA AMAL

Ketika usia sudah mulai senja, organ tubuh sebagian sudah menua, persendian dan otot sudah sakit sangat terasa. Dikondisi itu manusia sudah mulai merenung masa depan, masa di akherat sudah semakin dekat. Tiada pegangan harus diraih selain agama, selain Tuhan. Selain memohon ampunan atas segala dosa. mohon diterima amal yang telah dilakukan untuk bekal di akherat.

Bagi kita beragama Islam, Allah memberikan informasi di dalam Al-Qur’an bahwa bagi hamba Allah yang sudah masuk usia 40 tahun dan memenuhi 7 syarat yang ditegaskan Allah dalam surat Al-Ahqaf 15 dan 16, Allah akan mengampuni dosanya, menerima semua amal kebaikannya kemudian memasukkannya ke dalam sorga.

Adapun tujuh syarat tersebut adalah:

1. Berbuat baik kepada kedua orang tua.

Ibu Bapak adalah media kelahiran setiap manusia ke atas dunia ini. Ibu telah mengandung dengan menderita kepayahan, kemudian melahirkan anaknya dengan pertaruhan jiwa menderita kesakitan. Merawat sedari kita tidak berdaya serta menyusui selama 30 bulan. Mendidik sampai menjadi dewasa. Ayah mencarikan nafkah untuk keluarganya dengan segala macam pengorbanan. Kadang seorang ayah rela harga dirinya sedikit tersinggung demi mempertahankan pekerjaannya untuk mendapatkan nafkah. Contoh seorang ayah pekerja diperkantoran kadang menelan saja bila kebetulan mendapat umpatan, teguran dari atasannya walaupun sebenarnya ia tidak salah. Ia takut kalau membantah kehilangan pekerjaan. terbayang wajah anaknya jika ia diberhentikan dari pekerjaannya bagaimana membelikan susu anaknya, paling tidak untuk sementara waktu dalam mencari pekerjaan baru. Beda orang yang belum punya anak isteri di rumah alias masih lajang, mungkin dalam case seperti itu tidak berpikir panjang. Itulah sebabnya antara lain kenapa anak harus berbuat baik kepada kedua orang tuannya. Walau sudah berbuat baik demikian banyaknya, namun budi baik kedua orang tua tidak akan dapat terbalas, jadi minimal berbuat baik dalam arti tidak mendurhaka kepada orang tua. Maha benar Allah dalam ayat ke 17 dari surat ini diantaranya menyebutkan bahwa termasuk durhaka seorang anak yang berucap “Uffin” atau “CIS” kepada kedua orang tuanya. Kira-kira dalam pengertian kita membentak.

2. Berdo’a mohon petunjuk untuk mensyukuri nikmat

Pemeluk agama Islam ialah hamba Allah yang berserah diri secara total kepad Allah dalam seluruh hidup dan matinya, di segala amal perbuatannya, karena sudah bulat keyakinannya bahwa segala apa saja yang terjadi hanya dapat terjadi se izin Allah SWT. Untuk melakukan shalat saja, ketika dipanggil dengan azan “haiyaa alas shalah” = “marilah shalat”. diajarkan untuk menjawab “La haula wala quwata illa billah” = “tiada kekuatan selain Allah”, maknanya panggilan shalat tersebut hanya dapat dipenuhi jika Allah memberikan izin dengan memberikan kekuatan. sejalan dengan itu maka dalam hal mensyukuri nikmat Allah juga harus mendapatkan petunjuk Allah. Itulah sebabnya berdo’a mohon petunjuk untuk mensyukuri nikmat Allah harus dilakukan. Ada dua sebab kenapa untuk mensyukuri nikmat Allah itu harus memohon juga petunjuk Allah yaitu:

  1. Apa saja yang harus disyukuri.

Pada hakikatmya apa saja yang diberikan Allah kepada kita harus disyukuri, baik berwujud musibah apalagi anugerah. Orang beriman tetap berprasangka baik terhadap Allah, karena semua yang diciptakan Allah tidak sia-sia, “maa halaqta haza bathila”, (Alqur’an 3:191). Dalam pada itu orang beriman introspeksi diri, apakah suatu musibah merupakan peringatan dari Allah, apakah musibah suatu cobaan dari Allah dan apakah musibah tersebut bermakna untuk terhindar dari musibah yang lebih besar. Demikian juga halnya anugerah, dapat berupa cobaan, dapat berupa fitnah dan dapat juga awal dari suatu musibah. Kecerdasan untuk menilai musibah dan anugerah adalah merupakan kearifan yang diberikan oleh Allah kepada hambanya yang beriman dan bertaqwa. Kecerdasan tersebut harus senantiasa kita mohon kepada Allah agar kita tidak merugi dunia dan akherat.

  1. Bagaimana cara bersyukur yang benar

Setelah dapat menilai suatu musibah, dapat ditentukan cara bersyukurnya yaitu:

· Bertobat bila dapat musibah yang disadari merupakan peringatan dari Allah.

· Bersabar jika musibah ditenggarai sebagai cobaan dari Allah

· Bersyukur jika dibalik musibah yang kecil terselamatkan dari musibah yang lebih besar.

· Berhati-hati bila mendapat anugerah yang dipahami sebagai cobaan, atau awal dari suatu musibah. Misalnya mendapat amanah akan suatu jabatan penting dalam masyarakat. Mengemban amanah tersebut dengan sebaik-baiknya agar terhindar dari kemungkinan mencelakakan diri sendiri maupun orang lain.

· Memelihara anugerah yang berpotensi menjadi fitnah, misalnya diperoleh banyaknya harta atau anak keturunan, supaya harta dan anak keturunan tersebut bukan justru menurunkan martabat diri disisi Allah. Misalnya harta tidak dibelanjakan di jalan Allah, anak keturunan tidak menjadi hamba Allah yang beriman dan bertaqwa, padahal kita berkewajiban memelihara diri dan keluarga dari azab neraka.

Pelaksanaan bersyukur haruslah memenuhi dua syarat yaitu:

· Pertama, harus sesuai dengan petunjuk Allah dan contoh tuntunan Rasulullah. Banyak kita bersyukur dengan cara yang justru dimurkai Allah, bersyukur dengan cara seolah-olah ritual agama (Islam) tetapi sebenarnya tidak ada contoh yang pernah diberikan Rasulullah.

· Kedua, harus dengan niat yang ikhlas hanya dalam rangka mensyukuri nikmat Allah, bukan lantaran kebiasaan yang berlaku di masyarakat, tidak enak dengan tetangga mendapat nikmat tidak melaksanakan upaca syukuran.

Begitulah seorang beriman dan bertaqwa segalanya memohon petunjuk dari Allah agar tidak tersesat jalan, termasuk bersyukur atas nikmat Allah. Sebab jika salah bersyukur terhadap nikmat Allah kadang justru mendapat kemurkaan Allah. Petunjuk diberikan Allah keperasaan hati nurani setiap insan yang hatinya bersih sehingga siap menerima petunjuk tersebut. Hati seseorang akan bersih dan siap menerima petunjuk tersebut apabila yang bersangkutan mengikuti petunjuk konkrit Allah dan Rasul-Nya berupa Alqur’an dan sunnah Rasul.

3. Mendo’akan orang tua

Selama kedua orang tua masih hidup bersama kita, perbuatan baik diperintahkan Allah seperti butir 1, masih dapat kita lakukan. Saya pernah melihat sorang anak setelah kehidupannya mapan, ingin membahagiakan orang tuanya. Orang tersebut yang saya sebut anak berkehidupan mapan setelah usia empatpuluhan. Orang tuanya sudah begitu tuanya, saya lihat dipasangkannya arloji yang paling mahal kepergelangan orang tuanya, tapi nampaknya lengan yang sudah mulai kerisut itu tidak begitu pas lagi buat arloji mahal tersebut. Suatu ketika orang tua itu dibawa ke restoran yang paling mahal, apa dikata beliau sudah tidak begitu selera lagi dengan makanan bagaimanapun enak cita rasanya. Di kesempatan lain orang yang sudah renta itu diajak si anak rekreasi ke tempat wisata, si orang tua tidak lagi bersedia, karena menurut beliau bahwa badannya sudah sakit-sakitan, kalaupun ikut, mungkin hanya tidur-tiduran saja di hotel, tidak dapat lagi ikut serta menikmati panorama keindahan tempat wisata. Jadi bagaimanapun keinginan seorang anak membahagiakan orang tua, tak akan pernah berkesampaian. Apalagi tidak sedikit anak yang kurang dapat berbuat baik kepada kedua orang tuanya selama mereka masih hidup. Dapat karena memang tidak punya kemampuan, atau memang kurang perhatian. Kesempatan berbuat baik kepada kedua orang tua tidak terputus selagi masih hidup sampaipun yang bersangkutan telah berpulang ke ramahmatullah. Kalau anda kebetulan tidak mempunyai kesempatan untuk berbuat baik dengan membahagiakan berupa kesenangan karena anda tidak berkelebihan sedang beliau masih hidup, do’akanlah kesehatan beliau, agar beliau senantiasa dalam rahmat Allah. Demikian juga bila beliau telah meninggal, do’a anak yang saleh akan mengalir terus untuk orang tua mereka yang telah berada di alam barzah. Insya Allah bahwa Allah akan membalaskan apa yang kita perbuat itu, dengan anak cucu keturunan kita kelak setelah kita meninggal dunia juga akan berbuat yang sama mendo’akan kita. Betapapun banyak perbuatan baik kita insya Allah belum cukup untuk membahagiakan kita di akherat kalau bukan karena rahmat Allah. Rahmat Allah mungkin bukan karena amal baik kita selama hidup tetapi dapat saja dianugerahkan Allah setelah kita berada di “alam sana” karena do’a anak dan cucu kita.

4. Mendo’akan dapat beramal shaleh

Beramal saleh, adalah berbuat baik dari waktu ke waktu semakin baik. Apa yang dibuat hari ini lebih baik dari apa yang diperbuat di hari kemarin dan apa yang dilakukan esok hari lebih baik dari apa yang telah dilakukan hari ini. Beramal saleh bukan saja dalam artian ibadah menyembah Allah secara langsung, tetapi beramal saleh adalah membuat sesuatu yang dapat bermanfaat untuk memaslahatkan diri sendiri dan masyarakat, kemaslahatan manusia dan mahluk-mahluk Allah. Dunia ini diwariskan Allah kepada manusia yang beramal saleh seperti tersurat dalam Alqur’an surat Al-Anbiya 105. Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh. Selama hayat dikandung badan, senantiasa kita memohon kepada Allah agar dapat hidup bermanfaat bagi orang lain. Orang yang motivasi hidupnya untuk berbuat saleh dijanjikan Allah menguasai dunia. terbukti bahwa bangsa-bangsa yang mampu berbuat saleh dengan pengertian kita di atas yaitu berbuat sesuatu untuk kemaslahatan manusia dan mahluk Allah lainnya, mereka mengusasi dunia. Bangsa yang sanggup menciptakan gagasan, penemuan yang berguna buat manusia seperti antara lain menguasai teknologi, mereka mengusasi dunia. Maha benar Allah dengan segala firmannya dimana di dalam ayat itu tidak dikhususkan bagi orang yang beriman, biarpun bukan orang yang beriman asal beramal saleh akan mewarisi dunia ini. Alangkah indahnya bila beriman dan beramal saleh yang akan diwarisi bukan saja dunia tetapi juga akherat.

5. Berdo’a untuk keturunan

Bahwa tidak semua orang berkeluarga, dikaruniai Allah keturunan. Orang yang beriman memandang bahwa keturunan adalah amanah titipan Allah yang harus dijaga, dibina dengan sebaik-baiknya agar mereka menjadi hamba Allah yang beriman dan bertaqwa. Allah mewajibkan kepada setiap orang untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari azab neraka. Karena itu setiap waktu harus berdo’a agar anak cucu keturunannya untuk maksud tersebut. Kadang seorang taat beribadat ayah bundanya giliran anak mereka ada diantaranya yang tersesat jalan. Tersesat mereka disebabkan faktor lingkungan diluar rumah. Diantara penyebabnya kesalahan orang tua sendiri memasukkan anaknya ke lingkungan yang berbeda akidahnya dengan dirinya. Misalnya anak disekolahkan ke sekolah yang sudah jelas beragama lain dari agama yang dianut dirinya. Tidak jarang juga terjadi orang tua sudah berupaya sedemikian rupa memagari kemungkinan masuknya pengaruh di luar lingkungan keluarganya, entah bagaimana ada juga diantara anaknya yang tersesat jalan. Kalau sudah demikian berarti sudah diluar kemampuan, ikhtiar sudah dijalankan tetapi kenyataan berbicara lain. Oleh sebab itulah disamping berusaha sekuat tenaga memberikan nilai-nilai akidah kepada anak dan mendidingi mereka dari hal-hal yang akan mempengaruhi anak untuk tersesat, Di era sekarang ini pergaulan sudah semakin bebasnya, cakrawala control orang tua terhadap anaknya sudah tidak menjangkau karena luasnya perkotaan dan pergaulan. Tidak gampang lagi terdengar peristiwa yang terjadi atas anaknya diluar sana karena hiruk pikuk keramaian pergaluan. Sesama anggota masyarakat hampir tidak lagi ambil peduli dengan amalan orang lain. itulah sebabnya sangat penting berdo’a untuk keturunan diantaranya diajarkan dalam agama Islam populer do’a “rabbana hablana min azwajina wajuriatina kurrrata a’yunin lil muttaqina imama”. Terjemahan bebasnya: “Ya Allah jadikanlah isteri dan anak-anakku perbuatannya menyenangkan hati dan elok dipandang mata dan jadikan mereka pemimpin orang-orang yang taqwa”.

6. Bertaubat

Tidak ada manusia yang luput dari perbuatan dosa. Bagi orang yang telah mencapai usia lanjut, sangat terasa bila ia memutar kembali seri kehidupan pernah dijalaninya selama ia masih muda sampai ke hari tuanya. Bagi orang yang insyaf ia akan merenung kembali dosa yang pernah dilakukannya. Memang Allah sangat menyenangi orang yang bertaubat dan mensucikan dirinya ”innallaha yuhibbuttawa bina wa yuhibbul mutathahhirin” . Sementara itu jarum jam kehidupan tidak mungkin untuk diputar mundur, ke kehidupan dimasa muda. Andaikan dapat jarum jam itu diputar balik ke masa muda, bagi orang yang insyaf mau rasanya hidup kembali kemasa muda, lantas mengurungkan/tidak jadi melaksanakan perbuatan dosa yang pernah ia lakukan. Akan tetapi apa boleh buat semua sudah kadung, sudah terlanjur, sudah terjadi, tak mungkin untuk di tip ex. Karena itulah satu-satunya jalan keluar adalah memohon ampun dengan bertobat kepada Allah dengan tobat nasuha, sungguh- sungguh tobat. Menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan, dengan sungguh-sungguh, tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut dan mengiringi dengan perbuatan baik. Insya Allah dosa akan diampuni dan diganti Allah dengan kebaikan dan yang bersangkutan akan menjalani sisa hidupnya menjadi orang yang beriman dan bertaqwa serta beramal saleh selanjutnya bila ajal datang menjemput yang bersangkutan dalam keadaan berakhir dalam kebaikan atau khusnul khatimah.

7. Berserah diri.

Upaya untuk mendapatkan redha Allah sesuai tuntunan Allah sendiri di dalam surat Al_Ahqah 15 dan 16 tadi telah dilakukan dari 1 sampai 6 di atas, selanjutnya langkah ke 7 kesemuanya serahkan kepada Allah. Allah tempat berserah diri semua apa yang dilangit dan dibumi serta seluruh jagat ini baik secara sukarela maupun secara terpaksa. Orang yang beriman berserah diri dengan sukarela menyambut seruan Allah dan petunjukNya kita kutipkan bunyi ayat tersebut:

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri."

*

16. Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.



Saturday 4 December 2010

DELAPAN VIRUS IBADAH

Dalam beribadah, manusia telah mengorbankan tenaga, hartanya dan waktunya. Tetapi kadang tidak disadari semua ibadahnya itu hapus begitu saja terkena virus ibadah.

Perumpamaan virus ini saya ungkapkan karena cukup relevan dengan keadaan teknologi sekarang ini di era komputerisasi. Ibaratnya seorang melakukan ibadah melakukan posting/input data dalam komputernya. Tetapi alangkah kaget dan kecewanya, setelah dibuka kembali komputer, semua postingan dalam komputer tersebut sudah hapus tidak terbaca lagi. Kenapa rupanya. Persoalannya terkena virus.

Saya pernah meminjamkan flash disk ketempat mencetak photo, kemudian flash disk yang sama saya masukkan ke PC yang ada dirumah. Tenyata flash disk tersebut telah terkontaminasi virus dan habislah semua data yang ada di PC termakan virus yang dibawa oleh flash disk tersebut.

Begitulah perumpamaan yang akan saya angkat, tentang catatan amal dan ibadah kita bila telah terkena visrus, ia akan hapus, padahal sudah ber masa-masa kita menampung amal ibadah kita tersebut, dengan pengorbanan waktu, tenaga dan harta.

Adapun virus perusak ibadah tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 8 (delapan) macam yaitu:

  1. Riya.

Adalah suatu sifat manusia yang didorong oleh perasaan bathinnya, ingin agar setiap perbuatan kebaikan yang dilakukannya mendapat perhatian dari orang, bukan mengharapkan ridha Allah. Ingin mendapatkan pujian, penghargaan, salutasi dan sekurang-kurangnya terimakasih dari manusia. Didalam Alqur’an masalah ini beberapa kali disinggung diantaranya di dalam sebagian surat Al Baqarah 264 (karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian).

  1. Summ’ah

Suatu sifat manusia juga didorong oleh perasaan bathinnya, ingin agar dinilai baik, oleh sesama manusia atau masyarakat. Kalau perlu melakukan suatu perbuatan keji/tercela sekalipun, dilakukannya asal mendapat penilaian baik dari masyarakat. Contohnya, seseorang bersikap mengikuti saja adat kebiasaan masyarakat lingkungannya/kebiasaan nenek moyang walaupun perbuatan yang diikuti itu tidak sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasulnya, bahkan menjadikan dirinya syirik. Padahal begitu seseorang menjadi syirik habislah segala amal perbuatannya, karena dosa syirik tidak mendapat pengampunan Allah. Dalam Alqur’an hal ini diingatkan Allah antara lain surat Al- A’raf 28 (Mereka berkata: Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu dan Allah menyuruh kami mengerjakannya)

  1. Ujub

Kagum terhadap diri sendiri, bahkan kekaguman itu kadang diproklamirkan kepada orang lain. virus ini biasa menyerang orang-orang yang sukses dalam masyarakat, orang yang sukses dalam hidup. Ia menyatakan bahwa sukses dirinya lantaran kerja kerasnya, lantaran usahanya yang sungguh-sungguh dan lantaran kepiawaiannya, lantaran kecerdasannya, lantaran kekuatannya. Tak jarang orang seperti ini memberikan nasihat kepada pihak lain dengan kata-kata misalnya: “Kalau ingin sukses seperti saya ikuti langkah saya, saya bangun setiap hari sebelum pukul 4 pagi dan langsung membaca buku…….” dan seterusnya contoh-contoh lain diberikannya. Pokoknya dalam pernyatannya semua keberhasilannya adalah karena usahanya, sebagaimana apa yang diungkapkan Karun diabadikan di dalam Al-Qur’an surat Al Qashash 78 (Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.") padahal ia lupa segala yang terjadi di alam ini tak mungkin terjadi tanpa izin Allah Swt. Ditegaskan Allah dalam Al Qur’an diantaranya surat Al Hadid 22 dan 23.

22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

23. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,

  1. Takabur

Sering diterjemahkan “sombong”. suatu sifat menganggap diri lebih tinggi lebih mampu dari orang lain. Sering menganggap jika tidak karena dirinya sesuatu kegiatan tidak akan terjadi. Orang seperti ini tidak berkenan mendengarkan paham orang lain. Menganggap remeh orang lain, merendahkan orang lain. Juga yang bersangkutan tidak mau disaingi orang lain, sampai pakaiannyapun kalau boleh orang lain tidak boleh menyamainya. Manusia terserang virus ini lazimnya bila mempunyai kedudukan yang tinggi di masyarakat. Sifat inilah merupakan dosa pertama mahluk ciptaan Allah seperti yang dikisahkan di dalam Alqur’an iblis menganggap dirinya lebih mulia dari Adam lantaran diciptakan dari Api sedangkan Adam tercipta dari tanah.

  1. Berbangga Diri

Sifat ini lahir bagi orang yang berpunya atau berkedukan sosial tinggi, ia berjalan diatas muka bumi sambil membanggakan dirinya, bisa bangga dengan hartanya, bisa bangga akan keturunannya bisa bangga akan keadaan phisik dirinya. Hal ini dinasihatkan oleh Lukman kepada anaknya, diabadikan dalam Alqur’an surat Lukman 18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

  1. Dengki

Senang bila orang susah, susah hatinya bila orang senang, harapannya bahwa orang lain tidak boleh menyamai dirinya. Kalau boleh kebahagian orang lain diperuntukkan kepadanya. Tidak jarang tega berbuat sesuatu untuk menyusahkan orang lain. Sifat dengki membuat hidup jadi susah. Hanya ada tiga sifat dengki yang dibenarkan dalam Islam yaitu:

a) Dengki kepada orang yang banyak beribadah

b) Dengki kepada orang banyak bersedekah

c) Dengki kepada orang yang memiliki ilmu yang tinggi

Selain dari itu dengki adalah merupakan virus ibadah, karena dengan dengki kita kadang sibuk mengurusi orang lain ketimbang mengurusi diri sendiri.

  1. Dendam

Keinginan diri untuk membalas, perbuatan yang tidak baik yang pernah diterima dari orang lain, pembalasan ingin ditujukan kepada orangnya langsung, kalau tidak dapat kepada anak keturunan orang tersebut. Pebuatan ini, membatalkan ibadah yang telah dilakukan, karena tidak segan-segan yang bersangkutan berbuat apa saja agar dapat memuaskan pembalasan dendam tersebut. Di dalam Islam sikap yang terbaik adalah memaafkan. Seperti yang diartikan petunjuk oleh Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 263 Perkataan yang baik dan pemberian maaf[167] lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.

  1. Pemarah

Orang kalau lagi marah, cara berbicaranya, cara berfikirnya sudah diluar kontrol. Dalam keadaan diluar kontrol ini, bisa saja keluar kata-kata yang menyakiti hati orang lain. Padahal bila hati orang disakiti, sulit bagi yang disakiti untuk melupakannya, walau sesudahnya meminta maaf. Bila belum meminta maaf, maka kelak di hari perhitungan pihak yang disakiti akan mengklaim dihadapan mahkamah Allah. Kemudian Allah akan mengurangi nilai kebajikan yang kita bawa untuk ditransfer ke pihak yang disakiti. Hal itu seperti yang diingatkan oleh Nabi Muhammad dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim mengenai orang yang “muflis”.

Tuesday 26 October 2010

SIAPA DIBALIK SEPIRING NASI

Salah satu syarat agar hidup ini dijalani dengan ihlas, adalah melihat segala sesuatu secara cerdas. Suatu keadaan, kenyataan, kehadiran apa saja dihadapan kita jika dilihat secara cerdas sampai ke hakikatnya akan didapat nilai yang terkandung didalamnya begitu dalam.

Contoh, sepiring nasi, kadang ada orang yang sehari menghadapinya 3 kali, ada yang 2 kali dan juga ada diantaranya untuk mendapatkan 1 kali saja sehari setelah dengan berikhtiar begitu susah payah.

Pengkajian dari frekuensi perolehan sepiring nasi tersebut dapat membuat pihak kita orang berkecukupan umumnya mengkonsumsi 2 sampai 3 kali sehari, membaca secara hakiki fenomena ini dapat menarik kesimpulan:

· Pertama, bahwa kita bersyukur di beri Allah rezeki yang cukup, sehingga sanggup mendapatkan 2 atau 3 kali sepiring nasi dalam sehari. Karena ada orang lain yang tidak mendapatkan sepiringpun seperti isi piring kita walau sudah membanting tulang memeras keringat.

· Kedua, perlengkapan nasi sepiring itupun tiap orang berbeda-beda sesuai tingkat kekuatan ekonominya, tergantung kondisi kesehatannya. Bedanya mulai dari kualitas nasinya sampai keanekaan lauk pauknya. Sementara ada kelompok orang kualitas dan lauk pauk tidak begitu penting, pokoknya kenyang. Ada kelompok orang yang jumlah nasinya sedikit, sedangkan lauk pauknya memenuhi kandungan gizi dengan perhitungan yang cermat guna menjaga kebugaran. Kelompok terakhir umumnya hidup di atas berkecukupan atau oleh dokter dianjurkan mengurangi mengkonsumsi nasi karena sakit tertentu.

· Ketiga, di dalam seperangkat nasi sepiring berikut lauk pauk dan perlengkapannya yang hadir kehadapan kita, baik mewah maupun sederhana, semuanya itu tidak akan hadir dengan sendirinya, banyak pihak yang terlibat sehingga terkemas separangkat nasi sepiring tersebut. Mari kita lihat secara hakiki yaitu:

o Materi nasi, terbuat dari beras, beras dari padi, padi ditanam di sawah, sawah diolah petani, diberi pupuk. Setelah padi menguning dituai dan diolah menjadi beras di penggilingan gabah, beras diangkut ke pengecer, debeli oleh ibu rumah tangga, di tanak oleh ibu rumah tangga atau pembantu rumah tangga, barulah dihidangkan ke dalam piring. Dari materi nasi ini bila kita lihat begitu banyak pihak yang terlibat yaitu: Petani, Buruh pabrik pupuk, Buruh penggilingan gabah, Buruh angkutan, Pedagang pengecer, Juru masak. Buruh pembuat pabrik pupuk, Buruh pembuat pabrik penggilingan gabah, Buruh pembuat sarana pengangkut, Buruh pembuat karung dan seterusnya, demikian banyak manusia ciptaan Allah yang berperan serta dalam pengadaan “nasi” yang kita konsumsi setiap hari itu.

o Materi lauk pauk, seperti ikan, daging, sayur, buah-buahan. Semuanya hadir mengiringi nasi adalah hasil dari aktivitas manusia ciptaan Allah yang berpropfesi sebagai nelayan, peternak petani sayur dan buah-buahan, pedagang ikan dan sayur, tukang pembuat perahu, insinyur pembuat mesin kapal, buruh pabrik alat-alat penangkap ikan dan seterusnya.

o Materi perlengkapan pendukung, seperti peralatan makan. mulai dari piringnya, sendok garpu, meja makan dan segala perlengkapannya, pengadaan material itu semuanya melibatkan banyak pihak hamba ciptaan Allah ditaqdirkan dengan masing-masing peran.

· Keempat, bahwa segala upaya itu semua adalah dapat terlaksana dengan izin Allah semata, walau kadang tidak kita sadari bahkan sering ada yang berpendapat itu terjadi secara alami. Ketahuilah bahwa tidak ada yang terjadi secara kebetulan di alam ini kecuali dengan izin Allah swt. Banyak petani gagal panen, walau padi sudah hampir siap dituai, karena tiba-tiba terjedi bencana alam, kadang banyak sawah yang sudah gagal sejak awal karena terserang hama. Bukan hanya padi yang kadang tidak menjadi bila oleh Allah izin tidak diberi, begitu pula nelayan penangkan ikan kedang pulang dengan kosong lantaran laut sedang bergolak, peternak bukan sedikit yang gagal karena hewan terserang penyakit, sayur dan buah tidak dapat dipanen terkena berbagai musibah.

Dari renungan siapa dibalik sepiring nasi inilah maka kita semakin insaf bahwa nasi yang kita konsumsi setiap hari itu tidak akan terjelma dengan sendirinya tanpa kehendak Allah swt, melalui tangan-tangan hamba ciptaan_Nya yaitu manusia. Belum lagi jika direnung bahwa siapa yang menumbuhkan bibit tumbuhan padi dan buah-buahan serta sayur-sayuran yang tadinya mati. Siapa yang menciptakan ikan yang sekali bertelor jutaan butir, ada yang hidup terus sampai bertelor lagi, ada ikan yang belum sempat besar disantap ikan lainnya untuk meneruskan hidup ikan penyantap dan sebagian ada hidup cukup besar disediakan untuk manusia. Oleh karena itulah sangat layak sebelum menyantap hidangan makan untuk membaca do’a: “Allahuma Bariqlana fima razaqtana wakina azaban naar”.

Seperangkat nasi itupun setelah kita konsumsi, berikutnya diproses mulai dari rongga mulut masuk pencernaan dan akhirnya menjadi energy dan sisa-sisanya dikeluarkan melalui pembuangan. Pencernaan bekerja sepenuhnya atas kuasa Allah, tidak seorangpun yang dapat memerintah pencernaannya sebagaimana halnya tidak seorangpun dapat menentukan jantungnya berdenyut. Kedua organ tubuh ini yaitu pencernaan dan jantung mutlak atas kauasa Allah.

Ibn Samak seorang da’i kondang di era Harun Alrasyid memerintah Bagdad. Pernah berceramah dihadapan pembesar istana, ketika itu musim panas. Sultan kehausan kemudian minta segelas air. Syang da’i, menyela ceramahnya untuk bertanya kepada sultan. “Bagaimana kalau ketika tuan dalam keadaan haus seperti ini, pelayan tuan melaporkan bahwa diseluruh kerajaan tuan tidak tersedia segelas air yang tuan berhahajad atas air itu” Sultan menjawab: “Akan kukerahkan seluruh aparatku untuk mendapatkannya walau harus dengan risiko habisnya seluruh kekayaanku”. Selanjutnya Ibn Samak bertanya lagi: “Bagaimana kalau segelas air yang tuan minum yang seharusnya sebagian dikeluarkan menjadi kencing ternyata tidak dapat dikeluarkan”. Jawab Sultan: “Akan kuundang tabib untuk mengobatiku, sampai sembuh penyakit itu (dapat kencing) walau harus dengan biaya separoh dari hartaku”. Disimpulkan bahwa harta kekayaan Sultan seluruhnya hanya senilai dengan segelas air. (riwayat ini dikutip dan disarikan dari tafsir Al-Azhar ditulis Prof. Dr. HAMKA).

Jadi bila dikaji secara hakiki, apalagi seperangkat sepiring nasi dengan aneka lauk pauknya, lebih bernilai dari segelas air. Jika tidak tercerna dengan baik dan pada saatnya tidak dapat di keluarkan sisa-sisanya, maka akan menimbulkan mara bahaya buat kesehatan tubuh. Saya pernah mengalami sakit, diantaranya susah BAB kadang sampai 2 hari. Menurut dokter yang merawat saya, toleransi untuk tidak BAB adalah 3 hari. Bila hari ke tiga yang ditunggu itu tidak datang juga, segera ke Unit Gawat Darurat (UGD) untuk dibantu mengeluarkannya. Bukan kepalang pentingnya BAB itu. Makanya ada suku bangsa di negeri tercinta ini bersemboyan bahwa hidup bahagia apabila sekurangnya terpenuhi 3 keadaan yaitu: Pertama, makan batambuah. Kedua, laluk bakaruah, Ketiga, taciri’ lasuah. Ketiga keadaan ini bila dikaji mendalam, sangat dalam kebenarannya. Orang sehat tidak terganggu makannya, biar bertambah juga tidak masalah, kerena tidak akan menimbulkan penyakit bahkah dalam kadar kenyang tertentu menjadikan ia sehat dapat bekerja dengan kuat dan bersemangat, sehingga berprestasi tinggi. Sebaliknya orang sakit deabites misalnya, makan sudah dengan sukatan, badan tidak bisa bugar karena terbatas asupan gizi yang diperolehnya. Orang sehat dan tidak banyak pemikiran, akan tidur nyenyak. Tidur nyenyak atau pulas akan membuat yang bersangkutan sehat, sehingga berpikir jernih dan dapat menyelesaikan setiap permasalahan hidup dengan baik. Sedangkan orang, bagaimanapun kayanya jika kekayaan itu diperoleh dengan jalan yang bathil misalnya, nurani tidak tenang akan mengganggu ketika tidur dimalam hari, bawaannya resah dan gelisah, berujung kepada mudahnya datang beberapa macam penyakit. Keresahan tidur bukan hanya disebabkan oleh perolehan harta dari jalan bathil saja, kadang ada juga yang karena kurang mensyukuri nikmat Allah, sering memandang ke atas sehingga hidupnya tanpa batas dan selalu tidak puas. Bahagialah orang yang selalu bersyukur, paling kurang ia akan enak tidur. Urusan BAP tadi sudah dibahas, bahwa bagaimanpun nikmatnya makanan yang disantap bila tidak berhasil dikeluarkan kembali akan bermuara timbulnya aneka macam penyakit, sehingga harus ditolong oleh para medis bila sudah melewati batas waktu tolerasi seperti diungkap di atas. Kesimpulan kita bahwa “siapa yang berada di balik sepiring nasi” tiada lain adalah Allah swt. Karena itu ketika memulai memakannya hendaklah ingat Allah dengan sekurang-kurang membaca do’a: “Allahuma Bariqlana fima razaqtana wakina azaban naar”. Kitapun paham bahwa nasi itu dicerna dan seterusnya, kemudian sisa nya harus dikeluarkan kalau tidak membawa mudharat untuk tubuh kita dan proses itu sepenuhnya atas kuasa Allah swt, sehingga wajar kiranya sesudah makan kita berdo’a: “Alhamdulillahillazi ata’mu wasyaka’ wasyauwarahu wajaa’la lahu makharaja” sekurang-kurangnya Alhamdulillah atau do’a lainnya yang diajarkan oleh Rasulullah.