Tuesday 25 April 2017

Ngaji KUPING



Ketika seorang Professor sedang berceramah di sebuah masjid, jamaah tertua sebagai audience dari kursinya dia mengajukan pertanyaan. Begitu siriusnya kakek yang usianya sudah di atas 80 tahun ini bertanya kepada penceramah. Yang menarik buat ku selain materi pertanyaannya begitu didasari ingin minta kejelasan, tetapi yang sangat terkesan istilah yang beliau kemukakan “SAYA INI HANYA NGAJI KUPING”. Jamaah shalat Magrib dan sekaligus Isya itu, bermaksud bahwa dirinya bukanlah orang berasal dari sekolah agama. Pengetahuan agama yang diperoleh beliau, sampai usia begitu sepuh  didapat dari hanya mendengar, makanya beliau mengistilahkan dianya “NGAJI KUPING”.
Mungkin bukan hanya Kakek ini; yang NGAJI KUPING, sebab tidak semua pemeluk agama. sedari kecil sekolah agama. Tidak semua kita masuk pesantren. Sebagian besar kita sekolah umum mulai SD (dulu SR), SMP, SLA perguruan tinggi (S1, S2 dan S3). Tidak heran maka pengetahuan dasar agama sebagian besar kita, sekali lagi sebagian besar (bukan semua) kita adalah NGAJI KUPING. Sebagian lagi ada juga disamping Ngaji Kuping, ditambah dengan ngaji mandiri, melalui mendalami sendiri buku-buku agama. Atau ada juga masa kecil oleh ORTU dimasukkan Madrasah. Dua kelompok disebut terakhir, kadang mempunyai pemahaman mengenai agama mendekati orang yang secara formal sekolah sedari kecil di sekolah agama. Tidak jarang orang NGAJI MANDIRI + NGAJI KUPING ini berprofessi sebagai dokter, sebagai insinyur, ahli Enonomi ahli Manajemen dan berbagai ahli lainnya, tetapi mereka bukan saja “sedangan” pengetahuan agamanya sehingga juga sanggup menularkan pemahamannya kepada jamaah dengan berceramah mengenai agama. Khusus agama Islam tidak ada pembatasan yang boleh ber-khutbah hanya Kiayi atau ustadz, tidak juga ada larangan seorang Muslimah atau Muslim memberikan tauziah atau pengertian agama, asalkan yang bersangkutan dapat menyampaikan sesuai dengan acuan utama agama Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist (yang dapat diurutkan keasliannya). Tentu saja kalau sekedar NGAJI KUPING dan tidak menemukan konfirmasi dengan referensi Al-Qur’an dan hadist dimaksud janganlah ikut dulu men share kepada pihak lain. Namun demikian sesama PENGAJI KUPING ini juga jangan cepat-cepat mendebat, seseorang yang berceramah atau membaca tulisan seseorang, dengan mengemukakan hasil dari NGAJI KUPING juga. Terima dulu kalau sedang mendengar informasi dari penceramah atau tulisan, baru kemudian mencari referensinya, sebab kalau diibaratkan ilmu agama ini seluas lautan, jangan-jangan ilmu  yang kita miliki barulah seperti sisa air di dasar gelas yang sudah habis diminum.
Nabi Muhammad s.a.w. berpesan sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat.
Sementara Allah dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran (surat 3) ayat 104.
Ngaji  KUPING
Ketika seorang Professor sedang berceramah di sebuah masjid, jamaah tertua sebagai audience dari kursinya dia mengajukan pertanyaan. Begitu siriusnya kakek yang usianya sudah di atas 80 tahun ini bertanya kepada penceramah. Yang menarik buat ku selain materi pertanyaannya begitu didasari ingin minta kejelasan, tetapi yang sangat terkesan istilah yang beliau kemukakan “SAYA INI HANYA NGAJI KUPING”. Jamaah shalat Magrib dan sekaligus Isya itu, bermaksud bahwa dirinya bukanlah orang berasal dari sekolah agama. Pengetahuan agama yang diperoleh beliau, sampai usia begitu sepuh  didapat dari hanya mendengar, makanya beliau mengistilahkan dianya “NGAJI KUPING”.
Mungkin bukan hanya Kakek ini; yang NGAJI KUPING, sebab tidak semua pemeluk agama. sedari kecil sekolah agama. Tidak semua kita masuk pesantren. Sebagian besar kita sekolah umum mulai SD (dulu SR), SMP, SLA perguruan tinggi (S1, S2 dan S3). Tidak heran maka pengetahuan dasar agama sebagian besar kita, sekali lagi sebagian besar (bukan semua) kita adalah NGAJI KUPING. Sebagian lagi ada juga disamping Ngaji Kuping, ditambah dengan ngaji mandiri, melalui mendalami sendiri buku-buku agama. Atau ada juga masa kecil oleh ORTU dimasukkan Madrasah. Dua kelompok disebut terakhir, kadang mempunyai pemahaman mengenai agama mendekati orang yang secara formal sekolah sedari kecil di sekolah agama. Tidak jarang orang NGAJI MANDIRI + NGAJI KUPING ini berprofessi sebagai dokter, sebagai insinyur, ahli Enonomi ahli Manajemen dan berbagai ahli lainnya, tetapi mereka bukan saja “sedangan” pengetahuan agamanya sehingga juga sanggup menularkan pemahamannya kepada jamaah dengan berceramah mengenai agama. Khusus agama Islam tidak ada pembatasan yang boleh ber-khutbah hanya Kiayi atau ustadz, tidak juga ada larangan seorang Muslimah atau Muslim memberikan tauziah atau pengertian agama, asalkan yang bersangkutan dapat menyampaikan sesuai dengan acuan utama agama Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist (yang dapat diurutkan keasliannya). Tentu saja kalau sekedar NGAJI KUPING dan tidak menemukan konfirmasi dengan referensi Al-Qur’an dan hadist dimaksud janganlah ikut dulu men share kepada pihak lain. Namun demikian sesama PENGAJI KUPING ini juga jangan cepat-cepat mendebat, seseorang yang berceramah atau membaca tulisan seseorang, dengan mengemukakan hasil dari NGAJI KUPING juga. Terima dulu kalau sedang mendengar informasi dari penceramah atau tulisan, baru kemudian mencari referensinya, sebab kalau diibaratkan ilmu agama ini seluas lautan, jangan-jangan ilmu  yang kita miliki barulah seperti sisa air di dasar gelas yang sudah habis diminum.
Nabi Muhammad s.a.w. berpesan sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat.
Sementara Allah dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran (surat 3) ayat 104.

 

Waltakumminkum ummatuyyad’una ilalkhairi wayakmuruu nabilma’rufi wayanhauna ‘anilmunkari wa ulaa ika humul muflihuna.
DAN HENDALAH  ADA DI ANTARA KAMU SEGOLONGAN UMAT YANG MENYERU KEPADA KEBAJIKAN, MENYURUH KEPADA YANG MA'RUF DAN MENCEGAH DARI YANG MUNKAR (SEGALA PERBUATAN YANG MENDEKATKAN KITA KEPADA ALLAH; SEDANGKAN MUNKAR IALAH SEGALA PERBUATAN YANG MENJAUHKAN KITA DARI PADA-NYA). MEREKALAH ORANG-ORANG YANG BERUNTUNG.
oleh karena itu, setiap orang berhak untuk masuk ke golongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf mencegah dari yang munkar. Golongan itu adalah orang yang siap memberikan keterangan, memberikan tauziah tentu menurut kadar kemampuannya.
Sementara itu ulama panutan Imam Syafi’i   saja pernah mengatakan.
Jika terdapat hadits yang shahih, maka lemparlah pendapatku ke dinding. Jika engkau melihat hujjah diletakkan di atas jalan, maka itulah pendapatku.”
Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku –dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan– maka ikutilah sunnah tadi dan jangan pedulikan ucapan orang.”
Setiap masalah yang di sana ada hadits shahihnya menurut para ahli hadits, lalu hadits tersebut bertentangan dengan pendapatku, maka aku menyatakan rujuk (meralat) dari pendapatku tadi baik semasa hidupku maupun sesudah matiku.”
Kalau ada hadits shahih, maka itulah mazhabku, dan kalau ada hadits shahih maka campakkanlah pendapatku ke (balik) tembok.”
Kalau begitu, konon lagi kita yang hanya NGAJI KUPING dan ditambah pengetahuan secara mandiri, kalaulah masih disana sini ada kekurangan itu wajar, sedangkan Iman Syafi’i yang demikian hebat kajiannya masih mengatakan seperti hal dikutipkan di atas. Tapi kita harus berni berbuat atas perintah surat Ali-Imran ayat 104 “supaya ada segolongan umat yang menyeru………….”. Menjalankan juga pesan Nabi “Sampaikan dariku walau hanya seayat”. semoga Allah senantiasa membimbing kita semua kejalan yang di redhai-Nya. Amien.
 

Sunday 9 April 2017

JANGAN tinggalkan shalat di SAJADAH



Kata-kata bijak almarhumah ibuku tentang dampak shalat, sepertinya layak untuk di share kehadapan para pembaca. “MESKIPUN SAMPAI CEKUNG TUJUH BATU KARENA SUJUD tapi sesudah shalat  MEMBELAKANGI LANGIT tak nemukan bahagia dunia akhirat walau kerja sampai PATAH TULANG EMPAT KERAT”. kata bijak almarhumah ibu ku itu merupakan kata kiasan yang dapat diterjemahkan sebagai berikut:
Begitu taatnya seorang ber ibadah (shalat) sampai bila sajadah tempat berdiri dan sujud  untuk shalat tersebut dibuat dari batu, lantaran banyak di sujud-ti, lantaran rajinnya shalat wajib dan shalat sunnah, sehingga itu batu tempat sujud sampai cekung, hampir bolong karena terkena jidad lantaran terus menerus disebabkan sujud. Setelah hampir bolong satu “sajadah batu” diganti dan diganti lagi membuat sajadah baru dari batu lagi, akhirnya tujuh lembaran batu dibuat sajadah itu cekung semua terkena dahi lantaran sujud. Ini merupakan gambaran begitu rajinnya orang tersebut shalat menyembah kepada Allah.
Namun hidup orang ini, sesudah menunaikan shalat membelakangi langit dalam berhubungan dengan sasama manusia, ibadah taat tetapi dalam hal aturan agama yang lainnya selain shalat tidak dipatuhi itu yang bundaku maksudkan dengan membelakangi langit yaitu menafikan aturan yang diturunkan dari langit (maksudnya aturan yang  digariskan oleh Allah). Hubungan dengan orang tua kurang baik, suka membantah, tidak menurut dan cenderung durhaka. Dalam mencari nafkah tidak mengindahkan koridor yang ditetapkan Allah. Rezeki yang halal, dan haram semuanya di hantam. Prinsip cari rezeki dengan 3H (Haram, Halal, Hantam). Tercampur semua rezeki yang diperolehnya yang halal, yang haram, yang mubah dan yang makruh secara sengaja. Pergaulan sesama manusia tidak baik, hubungan dengan keluarga, suami isteri jauh dari tuntunan agama. Dari mulutnya sering meluncur kata-kata yang menyakitkan perasaan orang, lidahnya tak kering dari bergunjing, matanya tak terkendali menampak hal yang maksiat, langkah kakinya selalu menuju ke tempat tak senonoh. Kalau dia diberi amanah untuk mengurus keperluan orang banyak menggunakan kesempatan menguntungkan diri sendiri atau keluarga dan kelompok. Karena dianya selalu berfikir, urasan shalat, urusan agama kan terpisah dari urusan dunia. Urusan agama, urusan shalat kan urusan akhirat, urusan memegang amanah, mengurus orang banyak kan urusan dunia, dia selalu berfikir urusan dunia dan akhirat tak bercampur. Semboyan orang ini bahwa “Minyak dengan Air tak kan bercampur” Dianya lupa bahwa minyak kalau tercampur dengan air, bila dimasukkan ke tangki kendaraan, tunggu saatnya kendaraan akan mogok dan bahkan mesinnya akan rusak. Dalam pada itu air kalau sudah tercampur minyak, kalau juga terlanjur terminum karena demikian haus, maka akan berbahaya buat tubuh si yang meminum campuran cairan tersebut. Al hasil minyak bila bercampur air maka manfaatnya kurang bahkan mungkin menimbulkan mudharat.
Demikian inilah profil seorang manusia yang MENINGGALKAN SHALAT DI SAJADAH, Kelompok ummat yang MENINGGALKAN AGAMA DI MASJID.  Shalat semata-mata hanya di sajadah, boleh jadi dianya khusuk- se khusuk khusuknya. Tetapi selesai shalat diapun merajut urusan dunia seperti secara singkat sekedarnya terpapar di atas. Padahal ketika kita berdiri shalat, yang pertama diucapkan adalah kebesaran Allah, dengan demikian kitapun menafikan segala kepentingan dunia dan segala kekuasaan yang ada selain Allah, hanyalah kecil belaka. Berjanjilah kita kepada Allah bahwa hidup dan mati ini, artinya dunia dan akhirat digabung menjadi satu, dirajut untuk semua sebagai perwujudan pengabdian kepada Allah. Tidak memisahkan dunia dan akhirat, tidak memisahkan agama dengan urusan dunia dan kemasyarakatan. Tujuh ayatpun dibaca wajib setiap rakaat shalat dengan komitment hanya kepada Allah yang maha pemurah, maha pengasih penyayang dan nanti di hari kemudian tiada kekuasaan lain selain Dari DIRI NYA, kita meminta petunjuk jalan yang lurus, tentu yang dimaksud jalan lurus itu menata hidup di dunia. Kalau di akhirat nanti kita tak dapat berkehendak lagi minta jalan lurus, hanya menerima apa yang ditentukan Allah, namun di dunia kita minta petunjuk jalan yang lurus untuk dilalui dalam menata hidup.  Bagi masyarakat awam, untuk mencari rezeki, untuk berhubungan dengan masyarakat, pokoknya mengatur kehidupan. Bagi pejabat atau orang yang mendapat amanah untuk mengatur pemerintahan dan masyarakat, bagaimana membuat kebijakan mengatur rakyat yang dipimpinnya. Akhir shalat kita sebarkan salam ke penduduk dunia ini dilambangkan dengan ucapan salam ke kanan dan ke kiri. Tentu maknanya, shalat telah kita tunaikan, selanjutnya kita akan hidup di luar shalat, bermasyarakat. Dalam bermasyarakat haruslah terkondisi keselamatan. Tidak luka hati orang karena lisan kita. Tidak rugi orang lain karena ulah kita. Orang lain tidak terdzalimi, lantaran perbuatan kita. Jika jadi pedagang menjadi pedagang yang jujur, jika jadi pegawai, pegawai yang disiplin memenuhi kewajiban dan tidak melanggar janji/sumpah ketika menerima pekerjaaan ataupun jabatan. Manakala menjadi guru, jadi guru yang patut ditiru.  Ketika jadi pemimpin menjadi pemimpin yang adil, ketika bepolitik-berpolitik dengan tetap bermoral sebagai seorang yang setiap hari shalat, tidak menghalalkan segala cara. Jadi, orang politik harus tetap membawa agamanya dalam politik, agama apapun yang dianutnya, sebab kita yakin bahwa setiap agama musti mengajarkan ummatnya untuk taat kepada pencipta Alam semesta dan berbuat baik sesama ummat manusia. Jadi kalau kelak orang-orang politik tersebut diberi amanah mengatur negara, maka dianya menjadi pengatur negara yang tidak memisahkan agama dalam membuat kebijakan mengatur negara. Sebab jelas bahwa agama adalah aturan hidup yang ditentukan oleh yang menciptakan Alam ini. Sedangkan ketatanegaraan, pengaturan masyarakat adalah aturan yang ditetapkan bersama oleh kelompok masyarakat dengan anutan bermacam agama itu, untuk mengatur kehidupan bersama. Apa boleh buat karena kita ini hidup dengan berbagai agama menjadi satu bangsa, maka tak akan dapat dipergunakan satu aturan agama tertentu untuk mengatur kelompok yang terdiri dari berbagai agama itu, maka diaturlah dengan aturan yang di sepakati bersama, namun semua kelompok agama yang bergabung menjadi satu bangsa ini, akan merangkum hal-hal persamaan dalam agama mereka yaitu pada prinsipnya adalah KETAATAN KEPADA SANG PENCIPTA dan BERBUAT BAIK KEPADA SESAMA  dalam terminology Islam dikenal HABLUM MINALLAH dan HAMBLUM MINANNAS. Demi kesejahteraan bersama.
Dengan demikian bekas shalatnya membekas pada diri setiap insan shalat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu JANGAN tinggalkan shalat di SAJADAH” , bawa bekas shalat itu dalam posisi apapun anda berada. Jangan tinggalkan agama di Masjid. Benarlah apa yang dinukilkan Allah dalam ayat Al-Qur’an. Dalam surat Al-Fath (surat ke 48) ayat 29. “SIIMAAHUM FII WUJUHIHIM MIN ASYARISSYUJUD” (Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud)
Maksudnya bukan bekas sujud yang menghitam pada jidad, tetapi bekas shalat itu terbawa, dalam gerak-gerik, dalam tingkah laku, dalam tutur kata. Pokoknya dalam perilaku dan perbuatan. Semuanya masih nampak bekas-bekas sujud yang bersangkutan yaitu dengan menepati janji kepada Allah bahwa hidup dan mati hanya untuk mengabdi kepada Allah dan menepati janji kepada Allah akan menebarkan keselamatan dan rahmad, kebaikan bagi ummat manusia dan seluruh alam.
Kalau tidak berlaku demikian lanjut ibuku maka PATAH TULANG EMPAT KERAT tak kan menemukan kebahagiaan dunia dan akhirat. Ini juga kata kiasan maksudnya bahwa tulang yang utama manusia adalah empat potong yaitu di tangan kiri dua potong dari ujung jari sampai siku, dari siku sampai bahu dan juga di tangan kanan, total empat potong, bahasa ibuku potong=kerat. Jadi biar bekerja rajin berusaha giat, sampai copot tu tulang empat kerat, kalau tidak shalat DIIKUTI DENGAN membawa bekas shalat itu di kehidupan di masyarakat maka tak akan menemukan kebahagiaan, baik di dunia apalagi di akhirat.
Almarhumah Ibuku orang angkatan dulu, banyak kata-kata hikmah nan bijak dan singkat beliau tuturkan padaku, tapi penuh makna yang masih tersimpan apik di perbendaharaan kalbuku dan terpatri kuat di dalam bathinku, selalu terngiang ditelangaku dan terhunjam kuat di ingatanku. Semoga Allah menaungi beliau di alam kubur dengan Rahmad-Nya dan mengampuni semua dosa serta menerima amal ibadah beliau. Aamiin.  Buat adikku Iqbal yang sedang sakit semoga Allah mengangkat penyakitmu. Barakallahu fikum.