Thursday 29 December 2016

RAHASIA sabagian MANULA



Baik dibaca oleh para “manula”
Boleh juga dibaca calon “Lansia”
Tidak dilarang membacanya “para pemuda”
Seorang temanku limabelasan tahun lalu, kini sudah tiada, sering mengeluhkan, kalau malam sekitar pukul dua atau tiga dini hari terbangun dan tak dapat tidur kembali. Keluhan temanku yang usianya 10 tahunan lebih tua dariku itu kukomentari “abang patut bersyukur berarti Allah memberi kesempatan abang untuk lebih banyak shalat malam, agar abang banyak berzikir”. Jawabanku itu dijawab senyum serta mengatakan: “mulai,……., mulai masuk sindirannya”. Memang sobatku ini kurang aktif shalat, namun do’aku semoga Allah mengampuni segala dosanya, menerima amal kebaikannya yang lain. Banyak kebaikan lainnya dalam hubungan kemasyarakatan dan persahabatan, utamanya dengan ku. Allah tentu akan memperhitungkan semuanya dengan baik, sebab Allah akan memperhitungkan segala kebaikan kendati hanya sebesar atom sekalipun.
Orang dengan usia manula, sebagian besar telah berkurang kelelapannya tidur di malam hari, ku tak punya data konkrit, berapa persen manula sering terbangun malam seperti sohibku itu. Tetapi banyak cerita rekan-rekan di usia enampuluhan mempunyai kebiasaan terbangun tinggal sepertiga malam terakhir itu, termasuk tetanggaku yang kebetulan bukan seagama. Ada juga temanku (enampuluhan-manula), dengan bangga menceritakan, bahwa dianya memanfaatkan terbangunnya tengah malam, membaca buku-buku dan juga menyusun tulisan buku.
Banyak sudah karya tulis temanku itu terpublikasi, berkat sering terbangun diujung malam. Sayangnya itu teman tidak menggunakan untuk shalat malam dan berzikir seperti saranku buat salah seorang sahabatku. Namun tentu saja apapun kegiatan yang dilakukan seperti menulis buku layaknya temanku yang satu ini, semoga bila diniatkan untuk ibadah, Insya Allah mendapatkan nilai kebaikan dari Allah s.w.t. Aamien. Walaupun belasan judul buku temanku ini bukan buku-buku agama seperti karya Imam Ghazali.
Andaikanlah buku-buku agama, tentu merupakan amalan jariah yang manfaatnya dinikmati penulis terus menerus walau telah berpulang kerahmatullah. Lagi pula buku-buku ilmu pengetahuan duniawi, menurut teman-teman yang sedang nyusun Skripsi, Tesis dan Disertasi, buku-buku yang dapat diajadikan acuan harus terbaru, sekurangnya terbit 5 tahun sebelum tanggal karya ilmiah yang akan disusun. Jadi besar kemungkinan buku-buku temanku itu tak lama lagi tak akan ikut dalam pusaran buku beredar di khasanah perbukuan. Sementara temanku itu tak mungkin merevisinya karena telah lama wafat. Beda dengan buku-buku agama, setua apapun buku itu akan masih relevan untuk dijadikan referensi.
Satu lagi rahasia manula ialah soal penyakit.  Hampir setiap manula punya penyakit kronis, ada yang sekaligus empat penyakit, misalnya buat kaum lelaki, terkena Diebates, Prostat, Darah tinggi, gangguan pencernaan. Begitu pula kaum nenek-nenek, kena penyakit persendian, kolesterol, migrain, pencernaan dan macam-macam lagi penyakit kronis lainnya. Walau tak sedikit juga manula berusia di atas 70, di atas 80 masih sanggup nyetir mobil sendiri, sehat afiat. Tapi ini hanya sebagian kecil.
Ternyata bagi yang berpenyakit kronis itu ada rahasia hikmah yang terkandung di dalamnya. Karena selalu dirundung sakit, dirinya tak henti-hentinya berzikir, tak henti hentinya mengingat Allah siang dan malam. Tentu hal itu akan membawa kebaikan bagi kehidupan akhirat yang bersangkutan. Sedangkan manusia mau tidak mau, suka tidak suka, pasti akan memasuki kehidupan akhirat melalui pintu gerbang maut, baik yang sakit-sakitan akhirnya juga meninggal, juga yang sehat-sehat dapat saja langsung tiba-tiba meninggal.  Ada teman yang sering sakit-sakitan, lantas dianya sebagai manusia juga, kadang mempertanyakan, kenapa do’anya untuk minta kesembuhan belum juga terijabah.
Guna menjawab pertanyaan teman di atas, bagus dijadikan acuan contoh cerita seorang yang sadang makan di sebuah rumah makan ketamuan pengamen. Sedang asik, menikmanti makanan yang dipesan, apalagi dengan pasangan, datang seorang pengamen membawa alat pengiring nyanyian ala kadarnya berupa botol Aqua diisi pasir. Meluncurlah dari mulutnya tembang yang tak tentu karuan bait dan syairnya dibalut oleh suara yang sember/sumbang tak enak mendarat di telinga. Mungkin bila seorang itu adalah anda, anda akan segera merogoh kantong mengambil recehan ala kadarnya, agar si pengamen lekas pergi, atau berguman “maaf-maaf”, supaya pengamen cepat berlalu. Bagaimana kalau yang datang ngamen, seorang lelaki tampan berpakaian sopan di dampingi pula seorang perempuan cantik berpakaian rapi. Si lelaki memain kan alat musik yang  enak didengar suaranya, sementara pengamen putri menembangkan lagu, kebetulan lagu nostalgia anda yang sangat anda gandrungi. Tentu anda tidak segera merogoh kantong untuk mengabulkan tujuan dari si pengamen untuk mendapatkan upah atas jasanya yang tak dipesan itu. Anda mungkin akan menunggu sampai lagu itu sampai syair terakhir. Dapat juga terjadi jika benar-benar anda menikmati lantunan suara dan iringan musiknya, anda akan pesan lagi satu lagu lain yang juga nostalgia anda. Itulah perumpaan bagi do’a seorang manula yang mungkin belum dikabulkan dengan kesembuhan. Allah yang mempunyai hak mutlak mengabulkan do’a, menyenangi do’a anda yang sakit-sakitan itu. Allah yang mempuyai kuasa mutlak mengijabah do’a menyenangi zikir-zikir anda setiap saat menjelang berakhirnya usia anda, agar nanti terkumpul do’a anda itu untuk dikabulkan nanti di akhirat kelak.
Bukankah ada hadits nabi “tidak seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daunnya” (HR Bukhari No.5660 dan Muslim No.2571).
Tidaklah sesorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanaan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapus sebagian dari kesalahan-kesalahannya” (HR Bukhari No. 5641)
Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya (HR Muslim No, 2573)

Dengan diketahuinya RAHASIA sebagian MANULA seperti sedikit dikemukakan di atas, kiranya menjadikan semangat kesabaran kita para manula yang mungkin tengah mengalami sakit-sakitan. Ketahuilah bahwa bagaimana juga semuanya akan berakhir, yang penting berakhir dengan keadaan baik, bahasa agama “khusnul khatimah”. Semoga manula yang diberikan kesempatan terbangun sepertiga ujung malam, tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Allah tersebut untuk shalat malam dan berzikir. Semoga diberikan usia yang berkah. Aamien. Barakallahu fikum.

Sunday 25 December 2016

MELURUSKAN NIAT



Lurus, adalah jarak yang terpendek dari satu titik ke titik lain. Jadi kalau kita mohon dalam berdo’a minta jalan yang lurus, tentu maksudnya agar diperoleh jalan yang paling dekat kepada tujuan, karena dibandingkan dengan jalan yang berliku, akan lambat sampai ke tujuan karena jauh, bahkan mungkin saking berlikunya ndak kunjung sampai ke tujuan alias “gagal sampai”. Jalan “yang lurus” yaitu jalan yang terdekat dari tempat berangkat ke tempat tujuan.
Bigitulah kira-kira setiap perbuatan kita, hendaknya diluruskan niat, agar sampai apa yang dimaksud dengan waktu yang singkat karena dengan jarak paling dekat. Giliran Ibadah kepada Allah, tujuannya jelas mengharapkan balasan dari Allah, mengharapkan keridhaan Allah. Jadi garis lurus yang harus di tempuh adalah niatnya hanya mengharapkan keredhaan Allah, mengharapkan apresiasi hanya dari Allah, tidak dari yang lain selain Allah. Jika sedikit saja ada maksud lain selain mengharapkan redha Allah, dari suatu perbuatan ibadah, maka nilai ibadahnya terkikislah sudah, hanya didapat seperti yang diharapkan itu. Ngeri juga yaa, udah capek-capek, kadang bukan tenaga saja tetapi juga dana dikeluarkan tidak sedikit, dari sisi Allah ndak dapat apa-apa, kecuali yang didapat hanya maksud tersisip selain “karena Allah” itu.
Sebagai contoh, tulisan ini dimaksudkan/diniatkan, agar menjadikan pembaca memperbaiki niat dalam ibadah, sehingga Allah menghargai usaha penulis ini, diharapkan mungkin dengan sebab tulisan ini Allah menganugrahkan pembaca dari diri yang semula kurang focus niatnya menjadi meluruskan niat dalam ibadah. Bila terkandung niat dari penulis ini, untuk mendapatkan apresiasi dari pembaca, bahwa “tulisan ini baik”, misalnya. Mengharapkan banyak pembaca yang memberikan “jempol” umpamanya, maka yang didapat hanyalah “jempol” itu saja, yang didapat hanya “apresiasi” dari pembaca saja. Jadi harus diluruskan niat, hanya mengharapkan Allah saja yang mengapresiasi. Biar pembaca tidak mengapresiasi, biar pembaca tidak memberikan “jempol”, tetap saja menulis untuk hal-hal yang mengajak untuk lebih baik, untuk kebaikan. Harapan, semoga banyak pembaca yang dapat diingatkan baik yang menandai dengan “jempol” atau tidak memberikan “jempol” walau ikut membaca. Karena mengingatkan sesama dalam hal kebaikan dan takwa adalah perintah Allah.
Contoh lain; disuatu subuh sebelum azan subuh, seorang lelaki muslim yang taat, telah bersiap diri untuk berangkat ke masjid. Begitu melangkah dari rumah dianya harus meluruskan niat, untuk datang ke masjid yang di tuju hanya karena Allah. Jangan sampai terbetik niat di dalam hati, berangkat ke masjid misalnya lantaran ndak enak ama tetangga, disebabkan hal-hal lain, umpamanya subuh esok mau ke masjid “A” disana nanti ada ceramah subuh dari ustadz kondang yang enak ceramahnya. Pokoknya berangkat saja menuju masjid dengan niat shalat subuh berjamaah, karena shalat berjemaaah lebih baik dari shalat sendirian di rumah, hanya kerena Allah, bukan karena imam, bukan karena ustazd, bukan karena ada sedikit perbedaan “hilafiah” yang diselenggarakan di masjid tersebut.
Menyoal kerugian ibadah karena  “bengkoknya niat”  ini, bukan pula hanya tersandung kepada para jemaah biasa, orang awam,  tetapi tak jarang juga terkena kepada para ustadz  yang memberikan ceramah, ustadz yang menjadi khatib, ustadz yang menjadi imam.
Perangkap membuat niat menjadi kurang lurus bagi Ustazd:
1.       Memberi ceramah dan menjadi khatib; bila terbetik niat untuk mengharapkan besaran honor dari panitia atau pengurus masjid. Maka besar kemungkinan yang didapatnya dari ceramahnya hanyalah besaran honor tersebut. indikator buat ustadz kelompok ini agaknya, tak terlalu sulit. Di lingkungan kami terdapat beberapa masjid. Honor tiap-tiap masjid itu tidak sama, tergantung pemasukan masjid yang terkait erat dengan lokasi dan luas masjid berhubungan dengan Jumlah banyaknya jamaah. Ada masjid yang memberikan honor khatib; 650 ribu, 300 ribu dan 200 ribu. Khatib dapat mengukur dirinya, ketika berangkat menuju masjid-masjid tersebut apa yang terasa dalam hati. Bukan mustahil terjadi ketika satu hari Jum’at, terjadwal menjadi khatib di masjid 200 ribu, sementara itu hari kamis siang dapat telepon, khatib seharusnya terjadwal Jum’at besok di masjid 650 ribu, akan berhalangan hadir. Pengurus masjid 650 ribu minta menggantikan. Disini ujian bagi sang khatib. Masjid 200 ribu dianya adalah khatib utama yang sudah terjadwal, disusun jadwal sejak awal tahun lalu. Sedangkan di masjid 650 ribu betul nama si ustadz juga terdaftar sebagai khatib, tapi untuk Jum’at itu bukan gilirannya. Kini si khatib apa akan mengirimkan pengganti di masjid 200 ribu dan mengisi di 650 ribu, atau dengan bijak menolak masjid 650 ribu, misalnya menyarankan pengurus masjid mencari pengganti ustadz yang berhalangan, karena dirinya sudah terjadwal sebagai khatib di masjid 200 ribu. Bagi jamaah juga, jangan sampai siapa yang jadi khatib, itu yang menjadi sebab ikut shalat jum’at di suatu masjid. Jadikanlah niat keberangkatan anda  menuju ke masjid shalat jum’at hanya karena Allah semata.
2.       Ketika menjadi imam, bila terbetik di dalam hati, merasa bahwa dianya imam yang paling baik dari imam-imam yang biasa menjadi imam di masjid itu, ini si ustadz sudah masuk dalam perangkap salah niat. Ada yang juga menilai dirinya yang paling benar, paling bagus bacaannya, dengan terbesit di dalam hati agar imam lain mencontoh cara dirinya membaca, ketika memimpin menjadi imam. Niat ini bukan lagi Lillahi ta’ala, melainkan seperti yang terbetik di hati, terbersit di hati. Yang namanya syaitan mengganggu manusia sesuai stratanya, makin tinggi kedudukan orang, makin tinggi pula kedudukan syaitan penggodanya, begitupun makin tinggi ilmu sesorang, makin tinggi pula ilmu syaitan yang  menggodanya. Itulah sebabnya berhati-hatilah kita menjaga ke lurusan niat, agar ibadah/amal kita mendapat apresiasi, kerdehaan Allah.  Sedangkan makmum juga, luruskan niat ikut berjamaah, bukan lantaran imam yang memimpin shalatnya merdu suaranya, bagus bacaannya tapi niatkanlah hanya karena Allah.
3.       Menjadi pengajar tetap di masjid; Juga bila si ustadz pengajar tetap itu selalu mengungkapkan bahwa, si ustadz lain kurang benar memberikan pelajaran, dengan konotasi merendahkan, bukan memberi informasi bagaimana sebenarnya. Disini nampak bahwa ingin mengkondisikan kepada jamaah bahwa dirinya paling benar. Ini juga membuat terkembarnya niat ketika berangkat menuju majelis jamaah, niat sudah tidak semata-mata karena Allah lagi, sudah masuk niat lain. Sudah masuk ingin dihargakan sebagai ustadz top, sudah terkontaminiasi keinginan untuk merendahkan ustadz lain. Sudah ada niatan agar jamaah lebih banyak menyukainya. Bagi para jamaah juga, bila datang ke masjid lantaran ingin jumpa, ingin mendengar ustadz paporit, bukan karena Allah, maka niat inipun sudah tidak lurus lagi.
Seorang yang keluar dari rumahnya untuk ibadah dengan niat yang lurus hanya karena Allah, sejak dari depan pintu sudah diiringkan malaikat untuk memohonkan ampunan bagi yang bersangkutan. Orang tersebut dalam perjalan pergi dan pulang dalam curahan rahmat Allah dan sukses mendapatkan apresiasi dari Allah atas amal kebaikannya atas ibadahnya tersebut. Sebaliknya bila niatnya, bukan karena Allah atau sudah tercampur, maka keberangkatannya diiringi oleh syaitan dalam perjalanan pulang dan pergi jauh dari rahmat Allah, sedangkan yang didapatkannya sebatas apa yang diharapkannya selain Allah tersebut.
Inilah makanya nabi memberitahukan untuk beramal, “Innamal a’malu binniyat, wa innamaa likulimri in maa nawa” (“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya”)
Berat memang, meluruskan niat untuk beribadah ini, kadang bila seseorang mengucapkan “saya lakukan ini ikhlas karena Allah”, justru inipun pertanda ada kerusakan pada naitnya, ucapan ini juga justru sebagai tanda tidak ikhlas. Paling tidak dengan ucapan itu, si penutur ingin diketahui pendengarnya bahwa dirinya melakukan ibadah tersebut karena Allah. Niat ini bisa terkabul bisa tidak. Terkabul, orang yang mendengar yakin se yakin-yakinnya bahwa si yang beramal itu benar-benar ikhlas. Dapat juga tidak, setelah selesai acara beramal, penyerahan sumbangan itu misalnya, orang dibelakangnya bergumam, mencibir tidak percaya akan keihlasan si penyumbang. Sementara dari sisi Allah, wallahu a’lam bishawab.

Friday 23 December 2016

TAFAKUR merenungi diri guna BERSYUKUR



Jika direnung bahwa diri ini tercipta dari persaingan ribuan sel sperma yang bersaing, berkompetisi, akhirnya bagi kita yang terlahir sebagai anak seorang (bukan anak kembar), berarti satu sel sprema yang menjadikan diri kita ini adalah sebagai pemenang. Satu sel sperma yang menjadi kita ini dilindungi oleh Allah dalam perjuangan pertama menjadi anak manusia. Kalau bukan karena karunia Allah kita sudah musnah dalam proses persaingan antar jutaan sel sperma tersebut.
Kitapun diproses menjadi janin, dalam proses ini belum tentu semua berjalan lancar, banyak terjadi ibu kita karena sesuatu dan lain sebab, mengeluarkan calon janin atau janin sebelum waktunya dan belum dapat menjadi anak manusia, kitapun terlahir disebut keguguran. Kalau bukan karena pemeliharaan Allah tidak ada calon janin menjadi bayi.
Setelah berbilang bulan dalam kandungan ibu, tanpa makan, tanpa minum tidak bernafas dengan cara seperti kita sekarang, kita hidup, begitu hebat hal itu, tapi jarang kita merenungkan betapa besar perlindungan Yang Maha Kuasa untuk kita. kitapun dilahirkan ke dunia.
Sekarang ini dengan kemajuan pelayanan kesehatan, sudang jarang kita dengar utamanya di kota-kota besar, terdengar ibu meninggal ketika melahirkan anaknya. Ketika kulahir bilangan 60-70 tahun silam, lahir masih dibantu dukun beranak sering disebut “mak jujut”. Predikat ini melekat kepada si nenek dukun, karena kepiawaiannya menarik (menjujut) si bayi dari tempat di mana si bayi dilahirkan. Bila si bayi terlalu besar misalnya, si bayi melintang misalnya, si bayi sungsang umpamanya “mak jujut” tidak berdaya. Peristiwa inilah kadang ibu meninggal dan anaknyapun gagal menghirup udara dunia. Belum ada operasi Caesar yang sekarang menjadi solusi, kalau terjadi kasus kesulitan melahirkan normal itu. Betapa bersyukurnya kita yang kini umur sebaya, masih sempat sampai umur hampir tujuh puluhan ini, bila kita ingat bagaimana kita dilahirkan dulu. Kalau bukan karena perlindungan Allah niscaya kita tidak sampai seperti sekarang ini.
Kitapun lahir ke  dunia menjadi anak manusia, kembali lagi kalau bukanlah karena perlindungan Allah kita tak akan menjadi anak-anak, kuulangi lagi, karena perawatan kesehatan belum seperti sekarang ini. Penyakit untuk bayi begitu banyak di masa silam , sementara pengobatanpun masih sangat-sangat sederhana, misalnya diare sering mendera si bayi, belum lagi gerumut, cacar, campak dan banyak lagi. Seingatku waktu ku masih kecil di kampung dulu, bila terjadi musim kemarau panjang, terpapar wabah kolera, orang, anak-anak, bayi hampir tiap hari ada yang meninggal. Ketika itu yang namanya Muntah Berak, belum ada model infus pengganti cairan tubuh, belum dikenal oralit. Jadi hanya kita yang diselamatkan Allah saja masih bertahan hidup sampai sekarang ini.
Renungan dilanjutkan, ketika kita menjadi anak-anak sebelum sekolah. Tidak seperti anak-anak sekarang ini ada Baby Sister mendampingi, sehingga kini jarang anak-anak salah makan sesuatu yang tak boleh dimakan, Tak ada seorang anak sekarang salah menyedot biji-bijian ke dalam hidungnya. Misalnya si anak bermain bija Saga, dimasukkannya ke hidungnya, betapa sulitnya mengeluarkannya. Juga sekarang ini mainan anak bukan lagi dari biji-bijian, bukan lagi dari bekas potongan kulit jeruk bali, bukan lagi dari kulit luar sabut kelapa. Sudah banyak mobil-mobilan sudah banyak kereta-keretaan, robot dan banyak lagi mainan yang di desain cocok sesuai umur si anak. Kembali lagi kalaulah bukan karena perlindungan Allah kita tak akan sempat menjadi anak sekolah.
Sekolahpun di mulai setelah tangan kanan dinaikkan ke atas kepala untuk dapat mencapai telinga kiri. Umur ketika itu sekitar tujuh tahun, kitapun di terima di Sekolah Rakyat (SR). Ke sekolah berjalan sendiri beriringan dengan teman sebaya, kalaulah diantar Ortu mungkin hanya di awal-awal saja, tidak ada antar jemput (ini kisah di kampung). Ortu rata-rata punya momongan banyak, jadi wajar kalau kurang dapat mengontrol anak-anak mereka. Kesibukan mencari rezeki untuk menghidupi banyak jawab menjadi tanggungannya membuat kurang kontrol terhadap aktivitas anaknya sesudah jam-jam sekolah. Anak-anak sesudah jam sekolah bermain, sesama rekan selingkungannya, dengan permainan-permainan kadang tak kurang membahayakan keselamatan jiwa. Bermain/berenang disungai ber air deras, memanjat pohon yang dahannya gampang patah, mencari mainan atau buah-buahan di hutan sekitar kampung. Kalaulah bukan ada perlindungan Allah mungkin ada diantara kita hanyut disungai, atau jatuh dari atas pohon atau digigit ular di semak belukar hutan.
Setamat sekolah, kegiatan selanjutnya meneruskan estafet kehidupan mencari nafkah, berkeluarga, membina rumah tangga membesarkan, mendidik anak anak, sebagaimana siklus hidup yang harus dilakukan. Kembali kita renungkan kalaulah bukan karena karunia Allah mungkin kita yang kini pensiun, tidak dapat menikmati pensiun. Ada diantara kita yang sama-sama dulu masuk kerja, berhenti ditengah jalan, ada yang berhenti karena tidak tahan dengan suasana kerja, kemudian memilih pekerjaan lain. Kadang pilihannya tepat, kadang pula pilihannya keliru dan berujung ke kehidupan yang kurang nyaman di hari tua. Ada pula yang berhenti di tengah jalan, disebabkan salah bertindak, salah menyikapi kesempatan tak tahan godaan berujung di pecat. Ada juga orang yang dipecat itu bernasib baik malah dapat merintis usaha lebih baik, tapi tak kurang yang hidupnya susah. Sekali lagi kalaulah bukan karena karunia Allah banyak kita diujung hayat berkehidupan memprihatinkan.
Setelah kita tafakur merenungi diri, tiada lain seharusnyalah kita bersyukur kepada Allah diwujudkan paling tidak dengan empat bentuk syukur:
1.      Dengan lisan dan hati; ucapan yang keluar dari ayunan lidah diikuti oleh hati berterimakasih kepada Allah, dengan ucapan Alhamdulillah dan zikir yang diajarkan dan dianjurkan oleh tuntunan Rasulullah. merupakan wujud rasa syukur dan berterimakasih kepada Allah atas semuanya yang direnungi di atas yang sebagian mampu direnungkan sejak mulai kejadian kita dari satu sel sperma menjadi janin, anak  manusia sejak bayi, pemuda, dewasa dan tua.
2.      Dengan raga; melaksanakan ibadah dengan raga yang dikaruniakan Allah, berupa shalat (ibadah hubungan dengan Allah dikenal dengan hablumminallah). Juga bersyukur dalam wujud raga membantu sesama meringankan beban orang lain (ibadah hubungan dengan sesama manusia, ibadah sosial dikenal dengan hablumminannas)
3.      Dengan harta; wujud syukur atas karunia limpahan rezeki yang diperoleh dari Allah sebagain disalurkan untuk menjalankan perintah Allah berupa zakat dan sada.ah/infak berderma membantu orang lain dalam kesusahan.
4.      Dengan Akhlak; menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela, meresahkan, menyusahkan masyarakat. Jika kita menjadi orang bersyukur terjauh dari lisan kita dari tutur kata kita, dari tulisan kita dan dari ungkapan kita yang membuat hati orang terluka. Jika kita menjadi orang bersyukur terjauh orang lain merugi lantaran kelancangan tangan kita. Jika kita orang bersyukur orang terbebas dari kerugian dikarenakan perbuatan, kebijakan, keputusan kita.
Kalaulah bukan karena karunia Allah, maka diri ini tidak jadi begini. benar apa yang diingatkan Al-Qur’an di beberapa surat “walau laa fadhlullahi a’laikum…………….” (“Jika bukan karena karunia Allah terhadap kalian…………………” ) dalam berbagai konteks.
Demikian patut kita renungkan keberadaan diri kita ini dari satu sel sperma yang bertarung dengan juataan sel lainnya dan kita jadi pemenang. Kemudian menjadi janin, menjadi bayi, anak-anak, pemuda dan kini sudah menjadi manula, semua itu dapat terjadi sampai kita tua ini hanya karena perlindungan Allah. Semoga lindungan Allah sampai kita ke/dalam pusara. Aamiin. Barakallu fikum.  

Wednesday 14 December 2016

Sanksi TAK TAWAR karena KEKERABATAN



Perang Badar adalah perang yang pertama dalam menegakkan Islam yang ketika itu baru mulai tumbuh. Perang diakhiri dengan kemenangan ummat Islam, dengan terbunuhnya 70 penentang Islam dan 70 orang tertawan. Keputusan yang diambil bagi tawanan, telah kutulis di blog dalam judul “Logika dan Wahyu”, tgl 26-09-2016.
Beberapa cerita mengharukan pada peristiwa itu diantaranya seperti ditulis Prof Dr. Hamka dalam tafsir Al-Azhar Juzu’ 10 ketika menafsirkan surat Al-Anfal 67-75,  dapat disarikan peristiwa mengharukan tersebut sebagai berikut:
Pertama;  Abbas paman baginda Nabi Muhammad, termasuk tawanan. Untuk pembebasan dirinya Abbas harus menebus dengan membayar 100 uqiyah emas, sedang tawanan lainnya ditetapkan 40 uqiyah emas. Selain itu si paman nabi itu diwajibkan lagi membayar tebusan kemenakannya Aqil dan Naufal, serta sahabat akrabnya Utbah bin Rabi’ah. Dalam dialog dengan Rasulullah yang nota bene adalah kemenakannya itu; Abbas mengatakan: bahwa persediaan uangnya sudah habis. Dengan senyum Rasulullah bertanya: “Bukankah ada lagi uang paman, yaitu yang paman tanamkan di bawah tanah bersama Ummul Fadhal (nama isteri beliau=Abbas). Bukankah paman berkata kepada  tante  waktu itu: ”Kalau aku ditimpa celaka dalam perang itu, maka uang yang aku sembunyikan ini untuk anakku”. Dia menjawab dengan penuh keharuan dan tercengang: “Demi Allah, ya Rasul Allah! Tidak seorang jua yang mengetahui rahasia itu selain aku dan dia”.
Akan hal paman nabi Muhammad yang satu ini, Abbas, sebenarnya sangat bersimpati terhadap perjuangan Islam, beliau ini bahkan ikut hadir seketika “bai’at Aqabah”, tatkala kaum Anshar membuat janji setia kepada Rasulullah. Sampai Rasulullah hijrah ke Madinah pertemuan ini tetap dirahasiakannya. Beliau belum menyatakan ke Islaman-nya, lantaran menjaga kedudukan keluarga dan menjaga hubungan dengan pembesar-pembesar Quraisy. Rasulullah hijrah, Abbas tetap di Mekkah, ketika perang Badar beliau dipaksa ikut dan rupanya tertawan.
Kedua; Salah seorang tawanan bernama Abul ‘Ash, adalah suami dari putri nabi Muhammad, bernama Zainab, jadi tawanan ini adalah anak mantu beliau sendiri. Akan tetapi hukuman tidak dibedakan dengan tawanan lain, juga harus menebus diri. Putri beliau  yang waktu itu masih tinggal di Makkah, untuk memenuhi tebusan itu mengirimkan emas untuk suaminya, berupa seuntai kalung. Kalung tersebut adalah kalung pusaka dari ibundanya Siti Khadijah (isteri Rasulullah) orang pertama yang sangat berjasa dalam pengembangan Islam.  Walaupun akhirnya, setelah Rasulullah memusyawarahkannya dengan para sahabat, kalung bersejarah itu dikembalikan ke pemiliknya. Atas Izin Allah setelah kembali ke Makkah si mantu tak lama kemudian datang ke Madinah bersama isterinya langsung memeluk Islam.
Kejadian-demi kejadian dan peristiwa demi peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah kehidupan manusia ini, demikianpun sejarah perkembangan Islam tidak lah sia-sia. Peristiwa/kejadian apapun hanya terjadi dengan izin Allah. Kejadian tersebut bermakna untuk kehidupan selanjutnya. Sebab Allah memberitahukan kepada kita di dalam firman-Nya; lihat surat Ali Imran ayat 191
“Rabbana maa khalaqta hadza batila” (“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia”)
Sahabat nabi sekaligus pemuda pertama yang masuk Islam, sebagai khalifah ke empat pengganti Rasul, memberikan teladan tentang ketundukan kepada hukum, pernah pula kutulis di blog dengan judul “Hidayah 212” tentang ketundukkan seorang khalifah yang sedang berkuasa terhadap putusan pengadilan yang mengalahkannya dalam suatu sengketa dengan seorang warga rakyat biasa yang kebetulan berlainan agama. Walau sebenarnya barang yang disengketakan benar-benar miliknya, tetapi proses pengadilan memutuskan lain. Walaupun mungkin bagi dirinya putusan itu tidak mencerminkan keadilan, karena yakin se yakin-yakinnya bahwa barang sengketa itu miliknya, tetapi karena keputusan diambil pemutus perkara sesuai dengan prosedur peradilan yang berlaku, maka sang khalifah menerima keputusan itu. Justru ketundukan kepada putusan inilah membuktikan kebesaran Islam. Dan karena kemuliaan si khalifah yang dijiwai semangat Islam didirinya ini pula membuat orang yang berlainan agama itu mendapat hidayah dan memeluk agama si lawan perkara.
Berbahagialah kita semua, bahwa Allah telah memberikan panduan kepada kita di dalam hidup ini, dalam segala masalah kehidupan di dunia ini, tentulah maksud Allah agar kita selamat di kehidupan dunia yang merupakan jalan menuju akhirat yang bahagia.
Dari peristiwa yang coba kita nukilkan di atas dapat kiranya diambil I’tibar:
1.       Bahwa dalam hal penegakan ketentuan yang telah diberlakukan; kekerabatan, kekeluargaan tidak dapat menjadi alasan untuk menjadikan TAWAR sanksi yang harus dijatuhkan. Kurang apa lagi hubungan kekerabatan Nabi Muhammad dengan “Abbas” dengan “Aqil” dan “Naufal”.  Bahkan Abbas sangat bersimpati terhadap Islam. Mereka ada hubungan darah, bukan sekedar saudara yang dibuat karena sumpah atau perjanjian. Kurang apa lagi hubungan pertalian keluarga Nabi Muhammad dengan “Abul Ash” suami anaknya, jadi adalah menantunya. Sekali lagi, sanksi telah diputuskan, sanksi itu tidak menjadi TAWAR karena pertalian darah dan kekerabatan.
2.       Jika sudah dilaksanakan suatu keputusan, dimana keputusan diambil telah sesuai dengan prosedur dan norma yang telah diterima, telah sesuai aturan main yang telah disepakati, maka semua pihak harus tunduk dengan keputusan itu, walau mungkin tersisa perasaan bahwa putusan itu tidak mencerminkan keadilan. Patut dicermati serta diteladani, teladan dari Ali bin Abi Thalib.  Biarlah nanti Allah yang akan menunjukkan kebenaran itu; insya Allah kebenaran itu akan ditampakkan Allah di dunia ini juga, diperlihatkan cepat atau lambat. Apalagi di akhirat nanti, suatu mahkamah yang bukan saja hanya dapat membaca “niat” dan “detak hati” tetapi semua anggota tubuh, tangan dan kaki akan angkat bicara menjadi saksi.
Wallahu a’lam bishawab. Barakallu fikum.