Tuesday 8 December 2015

KESAKSIAN ATID



Dua malaikat, oleh agama diyakini tetap ikut bersama kita dalam keadaan apapun, ditempat manapun, sedang berbicara dengan siapa saja dan melakukan perbuatan apapun. Kedua malaikat itu dikenal Atid dan Raqib. Si Atid tugas mencatat, merekam segala perbuatan kejahatan, sedangkan Raqib tugasnya adalah mencatat segala perbuatan kebaikan.
Soal kebaikan tidaklah jadi masalah kalau tercatat dan terungkap, baik di dunia apalagi di akhirat. Paling-paling kalau seseorang diungkapkan kebaikannya, hanya senyum atau tersipu malu. Oleh karena itu maka sepertinya  tak terlalu perlu dibicarakan dalam ruang tulisan ini.
Soal perbuatan kejelekan atau keburukan, bila terungkap banyak orang akan menyanggah misalnya mengaku tidak pernah berbuat seperti yang diungkap rekaman dan catatan itu. Bahkan mungkin kalau nanti yang dihadapkan ke mahkamah  Tuhan itu, warga negara yang di negaranya ada undang-undang melarang orang merekam pembicaraan, dia mungkin akan mempersoalkan legal standing dari malaikat Atid yang merekam perbuatannya.
Itulah sebabnya mungkin Allah telah mengantisipasi  keberatan dari warga negara yang dinegaranya ada undang-undang melarang merekam, dengan menegaskan di banyak ayat dalam kitab suci bahwa kelak di pengadilan Tuhan, banyak alat bukti lain yang telah dipersiapkan. Alat bukti lain itu ialah: tangan, kaki, lidah dan seluruh anggota badan kita akan menjadi saksi. Sehingga percuma saja membatah, sebab tangan yang pernah melakukan maksiat langsung bersaksi bahwa dianya diperintahkan oleh yang punya tangan melakukan perbuatan tersebut. Demikian juga kaki, dan anggota tubuh lainnya, termasuk lidah yang pernah berbica seperti rekaman si Atid, juga mengakui secara jujur apa yang diucapkannnya.
Mungkin perlu agaknya kita merenungkan, bahwa sesungguhnya kehidupan kita di dunia ini hanya mampir sebentar, benar-benar sebentar. Tak mungkin seorang akan hidup duaratus tahun, untuk hidup sampai seratus tahun saja, agaknya sudah serba repot. Repot buat si kakek/nenek yang hidup lebih seratus tahun itu, juga buat kelaurga, anak dan cucu.
Oleh karena untuk apalah berbuat yang tidak baik, mencari kekayaan dan kesenangan hidup dengan jalan tidak baik. Yakinlah berapapun banyaknya harta anda, berapa tinggipun pangkat anda dan berapa muliapun jabatan anda, sama saja hidup di dunia ini hanya mampir kurang dari seratus tahun. Bahkan kadang dalam usia enam puluh, tujuh puluh tahun sudah di panggil kepabali ke tempat asalnya. Dalam perantauan mampir sebentar di dunia ini, dapat saja mendadak anda dipanggil pulang.
Ambil contoh perumpamaan anda merantau ke dunia, misalnya dipersamakan dengan anda merantau ke Jakarta. Tempat asal anda misalnya di suatu provensi di ujung timur atau barat Indonesia. Suatu ketika Ibunda anda memanggil pulang. Begitu penting kepulangan anda itu diharapkan oleh Ibunda anda, tak sekali-kalinya ia memanggil pulang setelah anda merantau sejak tahun 60 an. Misalnya anda orangnya tak sukses-sukses amat di Jakarta, hidup pas pasan, barangkali ATM pun tak banyak isinya, tapi berkat anda punya hubungan baik dengan handai tolan se pekerjaan dan tetangga kampung tempat bermukim. Mungkin untuk biaya pulang tersebut dapatlah usaha cari pinjaman sana-sini,  al hasil ongkos pulangpun tersedia.
Segera anda ke bandara setelah mengantongi tiket ke kampung halaman. Sakin lamanya di rantau, suasana di kampung sudah banyak berubah. Tidak saja alat transportasi, tetapi jalan-jalanpun sudah banyak di bangun oleh Bupati daerah kelahiran anda itu. Begitu banyaknya jalan, maka perjalanan dari bandara menuju rumah andapun, anda sudah tidak faham lagi. Lagian ketika anda meninggalkan kampung halaman dulu belum pakai pesawat terbang, numpang kapal dagang lewat laut berhari hari ber malam-malam baru sampai ke pelabuhan Pasar Ikan Jakarta. Bukan soal jalan saja, generasi seangkatan andapun sudah dapat dihitung dengan jari, sehingga anda betul-betul asing di kampung anda sendiri. Oleh karena itu untuk sampai kerumah tempat “Plasenta” anda dikuburpun anda harus tanya sana tanya sini. Ketika anda  minta antar ke jalan yang anda sebut,  orang juga sudah banyak yang tidak mengetahui nama jalan itu. Rupanya sepeninggal anda nama jalan ke rumah anda telah dirubah melalui sidang DPR setempat, diganti dengan nama-nama pahlawan, padahal dulu nama jalan-jalan adalah nama raja-raja di kerjaan di daerah anda.
Bagaimanapun ribetnya, anda akhirnya sampai juga duduk bersimpuh dihadapan ibunda tercinta yang memanggil anda pulang, karena ada sesuatu yang penting yang ingin diwasiatkannya. Untuk ongkos pulang, walau sedang tak punya uang, dapat ihtiar pinjam sana pinjam sini. Sesampai dikampung halaman meskipun sudah banyak berubah akhirnya sampai jua dengan tanya sana-tanya sini.
Bagaimana kalau anda dipanggil mendadak untuk pulang ke akhirat, kalau tak cukup ongkos/amal anda. anda tak dapat meminjam, walau ke orang yang terdekat dengan anda sekalipun, misalnya istri atau anak anda. Anda tak dapat meminjam shalat istri anda, tak dapat meminjam puasa anak anda untuk ongkos pulang, tak dapat minjam infak tetangga anda, pokoknya ibadah orang lain tak dapat dipinjam. Sedangkan pulang ke akhirat, sangat-sangat mendadak tak dapat digeser dan ditunda sekejap saja, seperti di tundanya pulang kampung, tunggu jadwal penerbangan atau jadwal kereta api.
Sesampainya di alam sana (akhirat) anda tak mungkin dapat bertanya kepada orang-orang telah mendahului anda. Misalnya anda mencari jalan peristerahatan dekat surga. Almarhum dan almarhumah yang anda tanya juga, sama-sama ndak tau, jangankan ngurus orang lain, ngurus diri sendiripun sudah cukup berat.
Semua orang yakin bahwa dipanggil pulang ke kampung akhirat itu pasti tidak dapat tidak, tetapi banyak kita lihat, banyak orang sepertinya tidak menyadari hal tersebut. Bahkan dengan mudahnya menutupi kecurangannya dengan berbagai dalil dan upaya berlindung dibalik aturan-aturan yang dibuat sendiri, dengan ditafsirkan sesuai kepentingan sendiri.
Kelak di akhirat, hanya ada satu tafsir penafsirnya  adalah Allah swt, Tuhan yang Maha Kuasa. Ketika anda menyanggah bahwa rekaman si Atid tidak legal, langsung semua anggota badan anda bertindak sebagai saksi. Dimahkamah Tuhan itu tak dapat lagi berkelit dengan menterjemahkan ketentuan-ketentuan kitab suci sesuai dengan kepentingan sendiri.

Friday 20 November 2015

KISARAN



Makan di kepala berak di pinggang, begitu tebakan populer sekitar limapuluh tahun lalu di kampungku. Jawabannya adalah KISARAN. Alat pengupas kulit padi tradisional. Sudah kucari di Google belum ketemu gambar Kisaran itu, sehingga kucoba membuat gambarnya, sebab sudah kutanyakan ke kampungku, sekarang alat disebut Kisaran ini tidak ada lagi. Gambar oretanku seperti di bawah ini:

  1.  Bagian atas potongan balog kayu bulat, dilobangi ditenaghnya untuk dapat masuk AS dari kayu dan dibuat cekung ke atas dengan pahatan jalur-jalur dari pinggir ke lobang di tengah
  2. Bagian bawah balog kayu bulat dibuat cembung ke atas, ditengahnya tertancap AS dari kayu dan dari pinggir dipahat berjalur ke tengah sampai di AS  Kayu.
  3.  As Dari kayu dibuat sedemikian rupa sehingga klop masuk ke balog kayu di bagian satu sampai ke atas berfungsi juga untuk menstabilkan gandengan kedua bagian balog kayu. 
  4.   Stang untuk operatornya nanti memutar kisaran ke kiri dan ke kanan, setelah padi dimasukkan ke mulut kisaran di bagian atas (5). Operatornya sering dilakukan berdua, dengan gerak bagaikan orang sedang bergoyang.
  5.  Tempat memasukkan padi yang akan di kupas dari kulitnya melalui kisaran. 
  6.   Tempat keluarnya padi yang sudah terkelupas dari kulit kasarnya, tetapi masih ada kulit ari beras. Hasil kupasan padi keluar di pinggang atau bagian tengah
  7. Tikar, wadah hasil proses kisaran, masih bercampur dengan sekam padi kasar. nanti dipisahkan dengan ditampi menggunakan “Capan” atau “Nyiru”. Capan alat penampi persegi empat sedang nyiru alat penampi berbentuk lingkaran, dibuat dari anyaman rotan.
Ku tertarik mengangkat kembali kisaran ditulisan ini, lantaran beberapa tahun terakhir ini ku mengkonsumsi nasi beras berasal dari beras merah. Semula kukira beras merah adalah beras berasal dari beras hasil kisaran. Ternyata beras merah merupakan species padi sendiri yang sejak asalnya memang merah, biar diproses melalui penggilingan padi sekalipun. Beras merah konon berserat tinggi dan cocok buat penderita deabites.  Beras hasil kisaran memang warnanya tidak putih sebab masih ada kulit ari beras, untuk memproses menjadi beras putih harus lebih dahulu di tumbuk di lesung (bahasa setempat di SOSOH).

Proses pengisaran Padi/Gabah
  1. Padi lebih dahulu di jemur di sinar matahari, dengan di balik setidaknya sekali dalam durasi penjemuran dari sekitar pukul sepuluh pagi sampai pukul 3 sore
  2. Padi kering jemur ini dimasukkan ke lubang atas Kisaran sampai hampir penuh.
  3. Kisaran digoyang ke kiri dan kekanan sekitar seperempat lingkaran. Lazimnya oleh dua orang yang memegang stang kisaran.
  4. Padi di lobang atas perlahan lahan masuk ke pertemuan bagian atas dan bawah kisaran melalui AS dari kayu yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memungkinkan turunya butiran padi ke pertemuan antara bagian atas dan bawah kisaran. Pada permukaan bagian atas yang cekung dan bagian bawah yang cembung, terdapat alur pahatan menuju ke sisi-sisi lingkaran pertemuan kedua bagian tersebut. Padi yang masuk ke alur pahatan, tergigit oleg bagian atas dan bagian bawah yang sama sama ber alur pahatan, sehingga kulitnya terkelupas dan terus jalan meluncur melalui sisi sambungan
  5. Beras yang dari padi yang sudah terkelupas, tinggal kulit arainya tadi jatuh ke tikar penampung, kemudian dikumpulkan untuk ditampi guna memisahkan antara beras dan sekam menggunakan Nyiru atau Capan.
  6. Selanjjutnya hasil kisaran ditampung di dalam wadah kemudian untuk mendapatkan beras putih harus ditumbuk di dalam lesung (istilah setempat di sosoh). Hasil sosohan ditampi lagi menggunakan Nyiru atau Capan, untuk memisahkan dedak halus dengan beras putih. Bila masih ada bagian padi yang tak ikut ter sosoh atau terkisar, dilakukan “pengitaran”, dengan gerakan khusus pada Nyiru, padi terkumpul ke tengah tinggal dijemput untuk dipisahkan dengan beras yang sudah siap di masak.
  7. Beras hasil kisaran juga layak dimasak, tetapi nasinya agak keras karena masih terdapat kulit ari.
Itulah salah satu alat, hasil karya manusia yang sedikit demi sedikit ditinggalkan bahkan dilupakan, seiring dengan kemajuan teknologi. Seperti halnya banyak teknologi lain yang kini perlahan tetapi pasti ditinggalkan, mungkin dilupakan. Misalnya di bidang tulis menulis, mesin ketik sudah dilupakan orang. Di bidang berhitung, mesin tel manual sudah ditinggal.  Di bidang telekomunikasi, telegram sudah dilupakan orang, sebentar lagi ada harapan orang tidak lagi menggunakan kantor pos untuk berkirim surat.