Friday 30 June 2023

Tergantung Tersedia Di Lapak

Buah Salak setidaknya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis cita rasa. Salak sepet, Salak kecut, dan Salak manis. Tiga lapak penjual Salak dapat kulakan dari berbagai daerah. Penjual “A” kulakan dapat jenis Salak yang kecut, sementara partnernya penjual “B”, lapak ke empat disebelah kiri pintu masuk pasar sebelah barat kulakannya mendapat jenis salak yang sepet (kelat). Sedang penjual “C” lokasi lapak di pintu masuk sebelah timur pasar, kulakan mendapat salak yang manis berpasir. Sebenarnya bila masing2 penjual salak sanggup menahan diri untuk menerapkan “kode etik sesama penjual salak”, tentu tidak akan selisih paham. Kode etiknya adalah; “Masing2 penjual salak dipersilakan memuji-muji hal2 yang positif dari salak yang dijualnya, tetapi dipantangkan mencela hal2 yang negatif dari salak yang di jual pedagang salak yang lain”. Penjual salak “A” memasarkan salaknya dengan mengatakan: Kali ini tersedia di lapak saya salak yang kecut, dapat menambah selera makan, sangat serasi buat tambahan bahan rujak, tak perlu banyak makannya sudah sangat terasa, mengandung vitamin C tinggi, terhindar dari sariawan dan penyakit gusi………… dengan segala macam pujian buat salak kecut. Tapi tidak baik kalau menyinggung tentang salak Sepet yang didagangkan lapak “B”, serta mencela salak manis yang dijual oleh lapak “C”. Penjual salak “B” memprogandakan salaknya dengan mengatakan: Salak saya ini sepet (kelat), cocok sekali buat menstabilkan pencernaan, melancarkan peredaran darah, mencerahkan penglihatan mata, kulit tipis – isi tebal – berbiji kecil ….., mencegah diare…. dengan segala keunggulan salak sepet. Adalah pantang menyebutkan hal2 yang negatif dari salak yang dijual oleh pedagang “A” dan “C”. Apalagi misalnya mengatakan, “salak kecut membuat anda diare”. Salak manis akan meningkatkan gula darah, lagian bibitnya bukan asli dari dalam negeri”. Kata2 mencacat salak jenis lain seperti ini mengundang “berantem”. Salak “C” biarpun bibit dari luar negeri, tapi kan di tanamnya di Indonesia, yaaa sudah merupakan salak hasil dari daerah mana salak itu ditanam. Penjual salak “C” karena salaknya memang manis, promosi untuk pembeli jauh lebih mudah, namun tetap pelihara “kode etik sesama penjual salak di atas”. Penjual salak “C” dapat berpromosi dengan mempersilahkan pembeli untuk mencoba mencicipi salaknya dengan memilih secara acak. Umumnya orang yang sudah mencicipi, malu kalau tidak membeli walau hanya seperempat takaran. Masing2 penjual salak harus menyadari, dirinya sebagai pedagang, belum tentu dilain kesempatan mendapatkan salak yang manis, tergantung kulakannya, dapatnya salak jenis manis, salak jenis kecut atau salak sepet. Naaah kalau sudah terbiasa memasarkan salak jenis apapun dan tetap memelihara kode etik penjual, tidak boleh mencela produk selain yang dijualnya, namun bebas memuji apa yang dijualnya setinggi langitpun. Ini adalah model: "Promosi Pemasaran Tergantung Kulakan". (PPTK). Analog dengan PPTK itu, dapat terjadi di berbagai ceruk dan relung kehidupan. Misalnya mengidolakan sesuatu atau dapat juga mendukung seseorang calon pemimpin. Umpamanya semula di pemilihan yang lalu tidak mengidolakan, semula tidak mendukung, di waktu yang lain jadi sebaliknya. Dalam case Salak di atas, pembeli yang sering ke pasar melewati abang penjual Salak, paling lewat sambil senyum; “dulu ngomongnya gimana, sekarang lain lagi” Atau kalau juga mau beli tinggal pilih mau yang “Sepet” apa yang “kecut” atau yang “manis”. Toh ketiga-tiganya ada plus - minusnya. Konsep berfikir orang beragama, tidak se-mata2 mengharapkan keuntungan dunia. Oleh karena itu dalam aktivitas apapun termasuk berdagang, bermasyarakat, menentukan dukungan kepada seseorang hendaklah "dunia diraih, akhirat diperoleh". Model berdagang yang penting laris, walau harus menjelekkan dagangan orang lain, ini hanya mengejar keuntungan dunia. مَنْ كَا نَ يُرِيْدُ حَرْثَ الْاٰ خِرَةِ نَزِدْ لَهٗ فِيْ حَرْثِهٖ ۚ وَمَنْ كَا نَ يُرِيْدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَا وَمَا لَهٗ فِى الْاٰ خِرَةِ مِنْ نَّصِيْبٍ "Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barang siapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat." (Asy-Syura ayat 20). Menjelekkan orang lain dan memuji diri sendiri, menjelekkan dagangan orang lain dan membanding dengan kebaikan dagangan sendiri adalah Perilaku yg tidak terpuji. Dari permisalan "Promosi Pemasaran Tergantung Kulakan", “tergantung isi lapak” di atas mudah2an hidup ini "jangan begitu2 amat", hendaklah "Dunia diraih akhirat diperoleh". وَا بْتَغِ فِيْمَاۤ اٰتٰٮكَ اللّٰهُ الدَّا رَ الْاٰ خِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا .........................." "Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia .................…" (Al-Qasas ayat 77). Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam aktivitas apapun di dunia ini, agar mendapatkan keridhaan Allah baik di dunia maupun akhirat. اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، وَلَا تَجْعَلْهُ مُلْتَبِسًا عَلَيْنَا فَنَضِلَّ، وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 13 DzulHijjah 1444 H. 1 Juli 2023. (1.164.07.2023).

Sunday 25 June 2023

Sifat Bawaan MANUSIA Ingin KEKAL Kedudukan

Rupanya keinginan untuk kekal dalam suatu keadaan yang menyenangkan, kedudukan (jabatan), adalah merupakan sifat bawaan manusia, sejak dari nenek moyang manusia Adam dan Hawa. Rupanya iblis memanfaatkan kecenderungan Adam dan Hawa dimaksud lantas merayunya, dengan dalih menasihati seperti termaktub dalam surat Taha ayat 120: فَوَسْوَسَ اِلَيْهِ الشَّيْطٰنُ قَالَ يٰٓاٰدَمُ هَلْ اَدُلُّكَ عَلٰى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلٰى "Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya. Ia berkata, "Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi (keabadian) dan kerajaan yang tidak akan binasa?" Keinginan untuk keadaan menyenangkan di Surga agar kekal, tidak binasa, ibarat punya jabatan ndak turun2 jabatan, membuat Adam dan Hawa lupa dengan larangan Allah untuk tidak mendekati suatu pohon yang ada di surga, seperti diabadikan dalam al-Qur’an: وَقُلْنَا يٰٓئَادَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَ زَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظّٰلِمِينَ "Dan Kami berfirman, "Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim!"" (Al-Baqarah ayat 35). وَيٰٓئَادَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَ زَ وْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلَا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظّٰلِمِينَ "Dan (Allah berfirman), "Wahai Adam! Tinggallah engkau bersama istrimu dalam surga dan makanlah apa saja yang kamu berdua sukai. Tetapi janganlah kamu berdua dekati pohon yang satu ini. (Apabila didekati) kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim."" (Al-A'raf ayat 19) فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطٰنُ لِيُبْدِىَ لَهُمَا مَا وُۥرِىَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْءٰتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهٰىكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هٰذِهِ الشَّجَرَةِ إِلَّآ أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخٰلِدِينَ "Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepada mereka agar menampakkan aurat mereka (yang selama ini) tertutup. Dan (setan) berkata, "Tuhanmu hanya melarang kamu berdua mendekati pohon ini, agar kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)."" (Al-A'raf ayat 20). Dasar manusia memang dilengkapi Allah dengan sifat “Taqwaha & Fujuraha”, (Asy-Syams ayat 8) فَأَلْهَمَهَا فُجُو رَهَا وَتَقْوَىٰهَا “maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya”. Termasuk para nabi juga dilengkapi Allah dangan sifat “taqwaha” dan “Fujuraha”, Adam dan Hawa pun terpengaruh, ditambah lagi oleh iming2 Iblis “hidup yang kekal”, kerajaan yang tidak akan binasa. Namun bagi para Nabi dan Rasul ketika tak sengaja lalai, tak sengaja mengambil keputusan yang keliru, tak sengaja melanggar larangan Allah; langsung Allah tegur dan bahkan diberi petujuk untuk bertaubat. Nabi Adam dan Istrinya terperdaya Iblis mencicipi buah terlarang, diajari Allah do'a: قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَـٰسِرِينَ Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (Surat Al-A'raf ayat 23). Iblis, Adam-Hawa sama-sama berbuat salah. Kesalahan Iblis adalah tidak mentaati perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam. Sedangkan kesalahan Adam-Hawa adalah melanggar perintah Allah untuk tidak memakan buah Khuldi. Keduanya dihukum oleh Allah. Iblis dihukum untuk menjadi penghuni neraka kelak. Sedangkan Adam-Hawa dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke dunia. Kenapa hukuman keduanya berbeda? Walaupun sama-sama berbuat salah, namun terdapat perbedaan yang fundamental antara dosa Iblis dengan dosa Adam-Hawa. Pertama; motif Iblis melakukan dosa adalah kesombongan. Iblis meyakini dirinya lebih baik dari Adam. Dalam QS. Al A'raf: 12, Allah berfirman: قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ  ۖ قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِى مِنْ نَّارٍ وَخَلَقْتَهُۥ مِنْ طِينٍ "(Allah) berfirman, "Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?" (Iblis) menjawab, "Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah."" Sedangkan motif Adam-Hawa melakukan dosa adalah kelengahan dan ketergelinciran yang disebabkan oleh gagalnya Adam menolak rayuan Iblis yang juga merayu istrinya Hawa. Adam-Hawa memakan buah Khuldi bukan sengaja sombong atau menentang Allah, melainkan karena dia tergoda oleh bujuk rayu Iblis. Satu dan lain adanya sifat melekat di diri manusia “Fujur” dan “Taqwa”, serta kecenderungan untuk keinginan kekal dalam keadaan kesenangan, supaya tidak berakhir di dalam Surga. Kedua; setelah berbuat kesalahan Iblis tidak bertaubat dan tetap merasa benar dengan perbuatannya. Sebaliknya, setelah berbuat kesalahan Adam-Hawa segera sadar akan kekhilafannya dan bertaubat kepada Allah. Adam-Hawa juga memohon ampun (lihat surat Al-A'raf ayat 23 dikutip di atas). Walaupun Allah tetap memberikan hukuman, namun hukuman yang diterima Adam-Hawa tidak seberat Iblis. Bahkan Allah mengajari berdo’a untuk bertaubat dan sekaligus menerima taubat Adam dan Hawa (Surat Al Baqarah ayat 37), Allah berfirman: فَتَلَقّٰىٓ ءَادَمُ مِنْ رَّبِّهِۦ كَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ  ۚ إِنَّهُۥ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ "Kemudian, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang." lihat (Surat Al-A'raf ayat 23) dikutip di atas. Berdasarkan hukuman Allah kepada Iblis dan Adam-Hawa diatas, kita dapat mengambil sekurangnya dua kesimpulan yang bermanfaat: Pertama; bahwa kesalahan yang disebabkan oleh kesombongan lebih berbahaya dibanding kesalahan yang disebabkan kelalaian. Seorang yang sombong akan lebih sulit dinasehati ketimbang yang lalai. Sebab orang sombong merasa dirinya sudah benar. Sementara orang lalai merasa dirinya salah, namun tidak mampu melawan hawa nafsu. Kedua; kesalahan yang dilakukan Adam - Hawa adalah manusiawi, namun harus segera diiringi dengan taubat. Sebaliknya alih-alih bertaubat, Iblis malah tetap ngotot mempertahankan kesalahannya dengan berbagai alasan. Karena itu Allah menerima taubat Adam-Hawa dan menghukum berat Iblis. Sebagai anak cucu Adam, tentu kita harus meneladani nenek moyang kita Adam-Hawa, yakni segera bertaubat saat melakukan salah dan jangan sombong. Kita juga harus menjauhi sifat Iblis yakni sombong dan membantah saat diberi nasihat. Sebagai manusia disadari memiliki sifat “Fujuraha” dan “Taqwaha”, serta “Ingin Kekal…...” kiranya dapat menjadi bahan renungan: Pertama; berbuat salah adalah tabiat manusia. Terjerumusnya Adam dan Hawa dalam menerjang larangan Allah dengan memakan buah Khuldi adalah bukti bahwa kesalahan sudah menjadi tabiat manusia. Kesalahan itu tidak lepas dari godaan setan sebagaimana Adam dan Hawa dijerumuskan Iblis. Kedua; sifat manusia menyukai jabatan dan keabadian. Kesalahan yang diberbuat Adam dan Hawa adalah karena godaan Iblis dengan iming-iming jabatan menjadi malaikat dan keabadian di surga. Jangan heran, jika sampai hari ini perebutan kursi jabatan, selanjutnya mempertahankan jabatan menjadi hal lumrah. Selain itu, manusia juga menyukai keabadian. Buktinya, banyak manusia yang lebih memilih berumur panjang daripada umur pendek. Ketiga; kesalahan Adam dan Hawa mendorong manusia untuk selalu bertawakal kepada Allah swt. Setelah tahu bahwa manusia tidak bisa lepas dari godaan setan untuk terjerumus dalam lembah maksiat, maka jalan satu-satunya adalah tetap bertawakal kepada Allah dan meminta perlindungan-Nya. Keempat; menyegerakan diri untuk bertaubat. Begitu Adam dan Hawa sadar bahwa dirinya berdosa, segera mereka mengakui kesalahan dan meminta ampunan kepada Allah swt. Karena itu, Rasulullah saw pernah bersabda, bahwa setiap manusia berpotensi salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat. Semoga Allah selalu membimbing kita agar terhindar dari bujuk rayu setan dan sanggup meniti jalan sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 6 DzulHijjah 1444 H. 25 Juni 2023. (1.163.06.23)

Tuesday 13 June 2023

JANGAN hanya liat CASING

Menarik kisah dipetik dari catatan harian Sultan Murad IV, seorang Sultan Turki Utsmani yang lahir pada tanggal 27 Juli 1612. Ia mulai memerintah pada 10 September tahun 1623 hingga 9 Februari 1640. Sang Sultan hobby nya blusukan, mungkin lantaran jamannya, belum musim blusukan diiringi wartawan dan divideokan untuk tayangan TV. Ketika sang Sultan melakukan penyamaran, blusukan guna melihat kondisi rakyatnya di malam pekat bersama pengawal setianya. Didapatinya sesosok tubuh agaknya sudah lama menjadi mayat tergeletak di lorong pinggir jalan. Sang Sultan dalam penyamaran itu membangunkan warga sekitar, menanyakan; kenapa tidak diurus mayat orang ini. Memperoleh jawaban "Orang ini ahli maksiat, suka menenggak minuman keras dan berzina”. Walau mendapat jawaban yang kurang menyenangkan itu, Sultan ajak orang mengantarkan jenazah ke rumahnya. Istri ybs. sambil menangis melihat jenazah suaminya, seraya berucap: "Semoga Allah merahmatimu wahai wali Allah. Aku bersaksi bahwa engkau termasuk orang yang shaleh”. Mendengar ucapan itu Sultan Murad kaget……. Sultan yang belum membuka penyamarannya itu bertanya kepada si istri: “Bagaimana mungkin dia termasuk wali Allah sementara orang-orang membicarakan tentang dia begini dan begitu, perihal kemaksiatan si mayit. sampai-sampai mereka tidak peduli dengan kematiannya”. Sang istri menjawab: “Sudah kuduga pasti akan begini, tuan: Lebih jauh si istri menjelaskan kepada beberapa orang yang mengantar jenazah termasuk sultan dalam penyamaran itu: “Setiap malam suamiku keluar rumah pergi ke toko-toko minuman keras, dia membeli minuman keras dari para penjual sejauh yang ia mampu. Kemudian minuman-minuman itu di bawa ke rumah lalu ditumpahkannya ke dalam toilet, sambil berkata: “Aku telah meringankan dosa kaum muslimin”. “Dia juga selalu pergi menemui para pelacur, memberi mereka uang dan berkata: “Malam ini kalian sudah dalam bayaranku, jadi tutup pintu rumahmu sampai pagi”. “Kemudian ia pulang ke rumah, dan berkata kepadaku: “Alhamdulillah, malam ini aku telah meringankan dosa para pelacur itu dan pemuda-pemuda Islam”. ” Orang-orangpun hanya menyaksikan bahwa ia selalu membeli khamar dan menemui pelacur, lalu mereka menuduhnya dengan berbagai tuduhan dan menjadikannya buah bibir. Memang kenyataannya begitu………, jadi bukan berita hoak, bukan fitnah. Suatu kali aku pernah berkata kepada suamiku: “Kalau kamu mati nanti, tidak akan ada kaum muslimin yang mau memandikan jenazahmu, menshalatimu dan menguburkan jenazahmu”. Suami saya hanya tertawa, dan berkata: “Jangan takut, bila aku mati, aku akan dishalati oleh Sultannya kaum muslimin, para Ulama dan para Auliya”. Maka, Sultan Murad pun menangis, dan berkata: “Benar! Demi Allah, akulah Sultan Murad, dan besok pagi kita akan memandikannya, menshalatkannya dan menguburkannya”. Banyak ayat2 dlm Al-Qur'an yang memerintahkan untuk mencegah kemungkaran tidak kurang dari 8 ayat dengan berbagai konteks. Pembaca dapat periksa dalam surat Ali Imran 104, 110, 114, surat Al-A’raf 157, surat At-Taubah , 71, 112, surat Al-Hajj 41, surat Lukman 17. Baik dipetik salah satu ayat tersebut: وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌۭ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Surat Ali-Imran ayat 104) Agaknya si mayit dalam kisah ini, berupaya untuk mencegah kemungkaran dengan caranya sendri semampunya. Dengan tidak mem publish pencegahan kemunkaran yang dilakukannya ke masyarakat, hanya Allah dan istrinya saja yang tau. Akhirnya justru penilaian masyarakat terbalik, namun "do'anya" di ijabah Allah jenazahnya di urus oleh Sultan. Nah dari kisah ini, belum tentu apa yang tampak jelek dibuat orang, merupakan ketidak berimanannya. Sebaliknya, perbuatan baik seseorangpun bukan jaminan wujud dari kuatnya iman ybs. Penampilan dan Casing tidak selalu merupakan refleksi iman. Zaman now juga tidak kurang orang2 yang menyembunyikan amalnya, baru diketahui orang setelah ybs meninggal. Iman adalah variabel yang abstrak, tak berwujud. Beda dengan harta dapat diukur satuannya. Tahta juga dapat disebut jabatannya, misalnya kepala kantor, direktur perusahaan, Raja, Perdana Menteri, dll. Sedangkan iman tak tampak, oleh karena itu orang lain tak dapat menerka persis kadar iman seseorang. Iman kadang (tidak mutlak) diketahui dari indikator misalnya dari amal perbuatan lahir ybs. Tegasnya Penampilan, CASING belum tentu cerminan iman. Harta dan Tahta dapat diberikan Allah kepada siapa saja tergantung ikhtiar dan usahanya. Untuk memperoleh Harta dan Tahta ikhtiar dapat dilakukan dengan 3 jalan y.i.: 1. Jalan halal. 2. Jalan haram. 3. Jalan subhat. Tetapi iman hanya diberikan Allah kepada orang yang dicintaiNya. Untuk IMAN tidak mungkin diperoleh dengan jalan HARAM, melainkan hanya dengan jalan mendekatkan diri kepada-Nya. Sarana mendekatkan diri kapada Allah di era kini terbentang luas melalui mempelajari agama dan menekuni ibadah. Selanjutnya serahkan diri kapada Allah, sebab iman adalah hidayah. Iman dapat dicari dan dimotivasi namun kekuasaan Allah jua yang memberi. Semoga harta kita dapat berguna untuk memudahkan ibadah. Bagi yang sekarang sedang bertahta juga semoga dengan kewenangannya dapat mengamankan pelaksanaan ibadah seluruh ummat. Semoga yang berilmu selain dapat menularkan ilmunya juga dapat mengamalkan ilmu itu. Semoga harta, tahta dan ilmu yang kita miliki masing2 berguna untuk menyeru berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 25 DzulKaidah 1444 H. 14 Juni 2023. (1.162.06.23)

Monday 12 June 2023

SEPERANGKAT NAFSU

Terdapat 7 jenis nafsu dimiliki manusia yaitu: (1) Nafsu Amarah. Nafsu ini mengajak untuk berbuat jahat, jelas pemilik utamanya adalah penjahat. Tetapi bukan mustahil dimiliki orang baik-baik termasuk ustadz/ustadzah apabila memenuhi tanda-tanda a.l.: (a) Iri hati, susah hati bila orang senang. Senang hati bila mendengar orang susah, biasa orang yg di iri adalah: selevel, tetangga, keluarga dekat, seprofesi. (b) Dengki; tak suka orang lain sukses, ingin kesuksesan orang itu pindah untuknya atau hilang dari orang itu. (c) Loba; ingin memiliki lebih, tak rela kalau orang lain memiliki yg sama dg dirinya. Jangan diharap orang ini adil bila disuruh ngatur pembagian. (d) Takabur, bangga diri, anggap diri hebat ketimbang orang lain, orang lain ilmunya dibawah dirinya. Orang lain belum sampai kajiannya. Dan lain-lain kehebatan dirinya ditonjolkan. (e) Mengumbar amarah, gampang marah, soal sedikit saja sdh cukup buat pemicu marahnya. Seharusnya hal sepele jadi besar. Ybs tak dpt menahan amarah. (f) Bermewah mewah. Ini masuk dlm nafsu amaarah, karena bermewah ini menjurus kpd berlebih lebihan, pemborosan, mubadzir. Biasanya si empunya nafsu ingin dinilai hebat oleh orang lain. Nafsu amaarah ini kadang ada yang harus dipelihara, makanya istilah yang cocok "pengendalian amarah". Iri dan dengki serta loba (tamak) dalam berbuat kebaikan perlu dipertahankan. Jangan mau kalah dalam berbuat kebaikan. Juga dalam hal tertentu marah perlu dilakukan, jika sudah menyangkut terhinanya bangsa, terhina agama, kita harus mengingatkan pihak yang menghina agama kita, kita harus ingatkan bangsa yg menghina kalau perlu dengan marah kepada penghina, tapi akhlaknya tidak balas menghina. Terancamnya keamanan negara, sebagai anak bangsa siap bela negara sesuai kemampuan yang dipunya. Terhinanya agama yang kita anut, wajar marah selanjutnya mengingatkan penghina, mendorong negara melaksanakan hukum yang berlaku. Akhlaknya juga tidak melakukan penghinaan balik. Tentang nafsu Amarah Nabi Yusuf berujar diabadikan dlm Al-Qur'an: وَمَاۤ اُبَرِّئُ نَفْسِيْ ۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌۢ بِالسُّوْٓءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْ ۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ "Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Surat Yusuf, ayat 53) (2) Nafsu Lawwamah. Perilaku; kadang baik, rajin ibadah, santun, pemurah, ramah. Dilain waktu berubah sebaliknya, Tak berapa lama, sesudah berbuat dosa, menyesal. Lain kali berbuat dosa lagi, padahal baru saja menyesal. Pemilik perilaku demikian ini mempunyai "nafsu labil". "Nafsu labil"; padanannya dalam terminology Al-Qur'an sepertinya cocok dengan "nafsu lawwamah", tersurat pada ayat 2 surat 75 (Al-Qiyamah) وَلَآ أُقْسِمُ بِٱلنَّفْسِ ٱللَّوَّامَةِ "dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)". Ciri2 Nafsu Lawwamah. a.l: (a) Hati suka perbuatan baik, kadang perbuatan baik itu direalisasikannya, tapi dihati masih bersarang keinginan untuk berbuat maksiat, jika ada kesempatan perbuatan maksiat itupun dilakukannya. Ketika melaksanakan maksiat dari dalam hatipun berbisik, “lakukan saja, nanti kan masih ada kesempatan bertaubat”. (b) Gemar membantah nilai-nilai kebenaran. Ketika menerima nilai2 kebenaran terutama “kebenaran ilahiayah” bersumber dari ayat2 suci, dihati membantah “apa iya”, “mana buktinya”, “siapa yang pernah kesana”. (c) Suka menceritakan kebaikan diri agar dikagumi orang. Hati masih condong untuk mendapatkan apresiasi dari manusia atas prestasi ibadah, atas perbuatan baik yang dilakukannya. Kalaulah orang tidak menilai dirinya hebat, paling tidak pemilik nafsu lawwamah ini, tidak mau dianggap sebagai orang kebanyakan. (3) Nafsu Mulhamah. Tanda-tanda Nafsu ini a.l.: (a) Tenang, tidak mudah terprovokasi, tabayun bila menerima kabar sll mengeceknya shg tidak gampang bertindak, agar tdk bertindak gegabah dan salah. (b) Sabar, kalaupun mendapat musibah sekalipun mendapat fitnah. (c) Bersyukur, atas apa yang diberikan Allah untuknya. (d) Pemurah, sanggup bersedekah walau dengan keadaan sempit, apalagi dalam kelapangan rezeki. (e) Mengajak, memberi contoh berbuat kebaikan. (4) Nafsu Muthmainnah. Sama dengan nafsu Mulhamah plus Tawakkal kepada Allah begitu tinggi. (5) Nafsu Raadliyyah. Manusia pemilik nafsu ini, Allah dilihatnya dari sudut Rahman dan Rahim. Sama sekali tidak dilihat dari siksaNYA amat pedih. Dampaknya tentu ybs. tidak punya lagi nafsu Amaraah, kecuali mungkin nafsu amarah yang positif. Semua benda duniawi ini tidak bernilai lagi bagi pemilik nafsu Raadliyyah, baginya hanya Allah satu-satunya yang bernilai. (6) Nafsu Mardliyyah. Penyandang nafsu ini semua tutur katanya tingkah lakunya mencerminkan kebaikan dan keridhaan Allah. Hatinya diliputi kesucian dan kemuliaan. (7) Nafsu Kaamilah. Nafsu ini hanya dimiliki para nabi dan rasul. Jiwanya sdh dekat sekali kpd Allah. Terbatasnya ruang di tulisan ini, keruang baca anda saya hanya ketengahkan bertitik berat pada dua nafsu: “nafsu amarah” dan “nafsu lawwamah”. Secara singkat nafsu amarah adalah nafsu yang dimiliki setiap orang, mendorong untuk bersaing dan tidak menerima jika dihina atau dilecehkan. Dalam hal bersaing yang positif dan mempertahankan harga diri, agama dan martabat bangsa, nafsu amarah ini perlu dipertahankan. Secara singkat Nafsu lawwamah adalah nafsu yang tidak stabil, yang tidak diam dalam satu keadaan. Ia terkadang berubah dan beralih dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Terkadang dzikir, terkadang lalai. Terkadang menghadap, terkadang menentang. Terkadang mencinta, terkadang membenci. Terkadang bahagia, terkadang sedih. Terkadang ridha, terkadang murka. Terkadang taat, terkadang membangkang. Ibarat nafsu itu bagaikan seekor Kuda, untuk sampai ke tujuan si Kuda harus di kendalikan. Pengendalinya adalah diri kita masing-masing. Salah satu sarana yang paling ampuh untuk mengendalikan nafsu-nafsu tsb. adalah taat menjalankan segala perintah Allah dan Rasul-Nya, karena dengan demikian segala sikap dan perbuatan senantiasa terkontrol. Semoga Allah senantiasa menolong, agar kita semua memiliki nafsu yang membawa kepada keridhaan Allah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 23 DzulKaidah 1444 H. 12 Juni 2023. (1.161.06.23)

Tuesday 6 June 2023

KHAWATIR pertanda amal DITERIMA

Khawatir adalah perasaan yang dimiliki manusia, mungkin juga sebagian hewan. Khawatir menyangkut peristiwa yang akan datang, akan terjadi detik2 mendatang, hari2 mendatang, yang dihadapi, populer disebut hari esok. Peristiwa mendatang bagi menusia (orang beriman) ada dua yaitu: masa mendatang di dunia dan masa mendatang di akhirat. Masalah hari esok oleh Allah memang harus menjadi perhatian manusia, utamanya manusia yang beriman melalui firman Allah: وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَد ………………….” “…….. dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok……..” (Al-Hasyr ayat 18) Kekhawatiran di dunia: Adalah wajar, bagi manusia mengkhawatirkan masa mendatang baginya, tentang antara lain yang paling utama; perekonomiannya, pendidikan, kesehatan. Didasari kekhawatiran tersebut dilakukan berbagai upaya maksimal. Bekerja dengan giat untuk mengumpulkan harta agar dapat digunakan dimasa depan. Menempuh pendidikan setinggi mungkin untuk bekal kehidupan, memelihara kesehatan, bila sakit berobat. Kekhawatiran di akhirat: Setiap muslim diwajibkan untuk beramal shaleh sebelum datangnya hari penyesalan, yaitu di hari akhirat. Oleh karena itu setiap diri perlu mewaspadai agar dalam beramal tidak jatuh ke dalam sifat riya’ atau merasa bangga dengan amalan. ٱلَّذِی خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَیَوٰةَ لِیَبۡلُوَكُمۡ أَیُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلࣰاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡغَفُورُ. "(Allah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (Al Mulk ayat 2) Amal terkatagori baik bila dilakukan dengan ikhlas dan sesuai tuntunan Rasululullah. Amalan walaupun ikhlas namun tidak sesuai ajaran Rasulullah Muhammad s.a.w., maka amalan itu tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad, namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga akan sia-sia. Tentulah setiap diri yang telah beramal dengan memenuhi kedua syarat tersebut senantiasa berharap agar amalan diterima oleh Allah dan khawatir jika tertolak. Dalam pada itu tak seorangpun tau bahwa amal ibadah yang telah dia laksanakan semasa di dunia diterima Allah. Mungkin terlalu berlebihan jika ada statement judul buku tuntunan beribadah, semisal “tuntunan Shalat yang benar dan diterima Allah”, karena soal diterima atau ditolak suatu ibadah bukan hak manusia bukan hak ustadz/ustadzah. Diterima atau ditolak suatu ibadah adalah hak Allah, kita hanya sebatas berusaha untuk memenuhi syarat dan rukun suatu ibadah, ikhlas dan ittiba’ kepada petunjuk Rasulullah seperti disebut di atas. Makanya sehabis suatu ibadah dilaksanakan senantiasa diiringi do’a, semoga ibadah tersebut diterima Allah. Tidak sepatutnya berbangga diri telah beribadah, dan merasa telah diterima Allah. Justru salah satu tanda bahwa amal yang dilakukan diterima oleh Allah adalah "perasaan khawatir" kalau2 amal tidak diterima. Karena dengan kekhawatiran itulah kita berdo’a, dengan kekhawatiran itulah kita berusaha se ikhlas mungkin melakukan ibadah, disebabkan kekhawatiran itulah pula maka kita berusaha mencari ilmu agar dapat melaksanakan ibadah apapun sesuai dengan ketentuan yang dicontohkan oleh Rasulullah. Kepada Rasulullah kita hidup berbilang abad berbeda, karena itu maka ilmu dihimpun melalui Ustadz/Ustadzah, itupun hendaklah disaring dengan teliti, “rujukan mereka”, agar jangan malah terikut ke yang tidak “sesuai”. Lantaran kekhawatiran itu, kita beribadah menghindari riya’ (pamer) dan taqabur (sombong telah banyak beribadah). Allah menyebutkan sifat-sifat orang yang selalu menjaga amalannya dan takut jika tidak diterima. Di dalam Al-Qur’an (Al-Mu'minun: 60) وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ "Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut." Berkenaan dengan ayat itu, Ummul Mukminin 'Aisyah RA mengatakan: يَا رَسُولَ اللَّهِ (وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ) أَهُوَ الرَّجُلُ الَّذِى يَزْنِى وَيَسْرِقُ وَيَشْرَبُ الْخَمْرَ قَالَ : لاَ يَا بِنْتَ أَبِى بَكْرٍ – أَوْ يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ – وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ يَصُومُ وَيَتَصَدَّقُ وَيُصَلِّى وَهُوَ يَخَافُ أَنْ لاَ يُتَقَبَّلَ مِنْهُ. "Wahai Rasulullah! Apakah yang dimaksudkan dalam ayat 'Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut', adalah orang yang berzina, mencuri dan meminum khomr?" Rasulullah SAW lantas menjawab, "Wahai putri Ash-Shidiq! Yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah seperti itu. Bahkan yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah orang yang yang berpuasa, yang bersedekah dan yang shalat, namun ia khawatir amalannya tidak diterima." (HR At-Turmidzi No 3175 dan Ibnu Majah No 4198) Kekhawatiran kalau2 ibadah tidak diterima oleh Allah itu diwujudkan dengan: (1) Maksimal mencari ilmu tentang ibadah agar sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasulnya. (2) Mengusahakan agar setiap ibadah yang dilakukan se iklhas mungkin, terbebas dari riya’ (pamer), taqabur (sombong membanggakan diri) bahwa diri telah banyak beribadah. (3) Melupakan amal baik yang telah dilakukan agar tidak sampai terungkap kepada orang, atau mengungkit-ungkit kebaikan itu yang menyebabkan batal ibadah tersebut. (4) Berdo’a, dan berserah diri kepada Allah agar ibadah yang telah dilakukan dapat diterima oleh Allah, kalau didalamnya ada kekurangan, karena tercampur tidak ikhlas, karena belum tau tentang ilmunya yang benar, mohon agar Allah menutupi kekurangan itu. Semoga Allah menerima seluruh amal ibadah, amal kebaikan kita setidaknya melalui salah satu pintu yaitu “Ke KHAWATIRAN atas amal kita tidak DITERIMA, sehingga lebih ber-hati2 selanjutnya dengan mewujudkan hal2 tersebut di atas. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 17 DzulKaidah 1444 H. 6 Juni 2023. (1.160.06.23)

Thursday 1 June 2023

KUNCI Bahagia LIMA UR

Kebahagian itu milik pribadi, sebab kadang orang lain menilai seseorang bahagia, padahal ybs merasa menderita. Sebaliknya seseorang terlihat orang lain hidupnya susah, tapi ybs merasa cukup bahagia. Terkenal istilah “Sawang si nawang”. Bahagia dikehendaki setiap orang, ukuran kebahagianpun beda agaknya setiap orang. Bahagia adalah urusan perasaan, sedangkan perasaan merupakan wilayah hati dalam arti abstrak. Makanya diri sendirilah yang paling tau bahagia atau tidak menjalani hidup ini. Pernah kucoba menyusun faktor yang kiranya dapat mengkondisikan kehidupan ini menjadi bahagia. Demi mudahkan mengingatnya kubuatkan singkatan 5 (lima) "UR". Kata “UR” kuambil dari ujung kalimat setiap faktor yaitu: Selalu bersyukur. Sering tafakur. Hidup teratur. Jangan suka mengukur. Dan tak mudah tergiur. 1) SELALU BERSYUKUR. Selalu bersyukur adlh kunci utama kebahagiaan. Menerima apa adanya, soal perolehan rezeki biarpun sedikit disyukuri sehingga tidak resah, tidak keluh kesah, tidak kesal. Apa yg didapat dinikmati. Dg demikian akan selalu mendapatkan kebaikan. (An-Naml ayat 40) "...........وَمَنْ شَكَرَ فَاِ نَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖ.........." "......Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri,.........:" dan Surat Ibrahim Ayat 7: وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌۭ Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". 2) SERING TAFAKUR. Tafakur, mengingat Allah menjadikan diri kurang kesempatan untuk berfikir yang tidak baik. Fikiran kusut membuat tidak bahagia. Sering mengingat Allah membuat hati tenang. اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَ لَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ ۗ "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (Ar-Ra'd ayat 28). Pantun melayu: Pisang Nipah tumbuh subur. Buahnya tua pohon ditebang. Hati gelisah bawalah tafakur. Membuat hati menjadi tenang. 3) HIDUP TERATUR. Keteraturan menentukan ke arah kebahagiaan, mulai dari ibadah, kita diajarkan teratur. Setiap tahun sekali puasa sebulan. Setiap pekan sekali shalat seragam berjamaah di hari Jum'at. Setiap hari shalat subuh sebelum beraktivitas, shalat diusahakan berjamaah di masjid dekat kediaman, karenanya dapat bersosialisasi dengan warga setempat, tetangga dan jiran. Bahagialah bermasyarakat. Dzuhur dan Ashar mungkin sampai Maghrib teratur shalat bersama rekan sekerja atau kantor2, komunitas di tempat usaha. Berbahagia bersama komunitas sekerja. Isya' teratur kumpul kembali shalat berjamaah bersama warga dekat kediaman. Kembali lagi bersosialisasi dengan jiran tetangga, ini wujud kebahagiaan. Kebahagiaan bersosialisasi dengan masyarakat ini tidak diperoleh oleh orang yang tidak ikutan melaksanakan kegiatan berjamaah subuh dan isya' di lokasi tempat tinggal. Begitu juga infak dan shadaqah teratur dapat dilakukan saban hari misal ketika masuk masjid di waktu subuh, walau tak besar tapi teratur, rutin. Ibadah yang teratur dalam terminologi agama mungkin disebut istiqamah. Jaminan buat orang istiqamah: اِنَّ الَّذِيْنَ قَا لُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَا مُوْا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ ۚ اُولٰٓئِكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا ۚ جَزَآءً بِۢمَا كَا نُوْا يَعْمَلُوْنَ "Sesungguhnya orang-orang yang berkata, Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka tetap istiqamah, tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati." "Mereka itulah para penghuni surga, kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan." (Al-Ahqaf ayat 13-14). Keteraturan ini sampai ke pola makan dan kegiatan2 lainnya diusahakan teratur, dengan demikian membahagiakan sebab berjalan otomatis, tidak lagi terasa beban. 4) JANGAN SUKA MENGUKUR. Yang dimaksud tak suka mengukur atau membanding keadaan diri dengan keberhasilan orang lain. Membuat ukuran perbandingan dengan rezeki, keberhasilan orang lain, sisi negatifnya membuat iri hati berlanjut kepada membuat tidak bahagia. Walau ada sisi positipnya memotivasi usaha lebih giat. Namun perlu diingat rezeki sudah tertakar tak tertukar. An-Nahl 71: وَا للّٰهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ فِى الرِّزْقِ "Dan Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam hal rezeki, ..........…" 5) TAK MUDAH TERGIUR. Hidup ini penuh godaan, bermacam iming2 mendapatkan harta denga cara instan, tidak pandang strata sosial ataupun jabatan. Orang yang tak punya diiming-imingi, a.l. perolehan harta dengan jalan uang dapat digandakan, taunya tertipu. Ikut judi bukannya uang bertambah, malah tambah miskin. Orang berjabatan, tergiur oleh kesempatan...... akhirnya tersangkut korupsi atau salah gunakan jabatan. Begitu terbongkar, jadinya terkapar dalam jeruji besi. Orang biasapun tak luput dari ketergiuran melihat teman selevel atau tetangga yang makmur. Ingin menyamai kalau dapat melebihi. Pokoknya soal ketergiuran ini salah satu arah setan menggelincirkan manusia sebagaimana pernyataannya dalam surat Al-A'raf ayat 17: ثُمَّ لَاٰ تِيَنَّهُمْ مِّنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمَا نِهِمْ وَعَنْ شَمَآئِلِهِمْ ۗ وَلَا تَجِدُ اَكْثَرَهُمْ شٰكِرِيْنَ "kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur." Pernyataan setan ini oleh Allah dilegitimasi قَا لَ اِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِيْنَ "(Allah) berfirman, Benar, kamu termasuk yang diberi penangguhan waktu." (Shad 80). Semoga kita dapat menjalani dengan istiqamah, mengkondisikan diri selalu mengamalkan 5 (lima) "UR" tsb diatas, sehingga dapat mencapai kebahagian dunia dan akhirat. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 12 DzulKaidah 1444 H. 1 Juni 2023. (1.159.06.23)