Wednesday 27 September 2023

Keberhasilan di Akhirat

Oleh : M. Syarif Arbi. Keberhasilan, kesuksesan, keunggulan dunia telah ditulis artikel lalu (N0:1.190.09.23). Pada pokoknya keunggulan, keberhasilan di dunia dapat diraih tak jarang dengan "tujuan menghalalkan cara". Beda dengan "keunggulan, keberhasilan di Akhirat". Adapun keberhasilan di akhirat ditentukan oleh ibadah langsung kepada Allah dan amal kebaikan sesama manusia. Ibadah dan amal kebaikan itu, harus dilakukan melalui proses, prosedur serta cara yang benar. Walaupun sudah dilaksanakan dengan cara yang benar, hasilnya nanti mutlak wewenang Allah (diterima atau ditolak), dimana manusia tidak persis mengetahuinya. Akan tetapi oleh Alah, manusia diberikan acuan tata cara meliputi syarat dan kondisi agar suatu ibadah tercatat sebagai amal kebaikan untuk kebahagiaan akhirat nanti. Syarat dan kondisi tersebut terbagi dalam dua besaran yaitu; acuan “lahir” dan nuansa “bathin”. Acuan lahir berupa; “teknis pelaksanaan”, “waktu pelaksanaan” dan “tempat pelaksanaan”. Nuansa bathin adalah: , “Iman”, “Niat” dan “Ikhlas”. Acuan lahir “teknis pelaksanaan” Tunduk, mengacu pada contoh Rasulullah. melaksanakan suatu ibadah haruslah seperti yang pernah dicontohkan Rasulullah. Salah satu hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”(HR.Bukhari/Muslim No.20/1218). Acuan lahir; “waktu pelaksanaan”: 1. Shalat ditentukan waktu2 tertentu, tidak sah kalau belum masuk waktu, kecuali shalat jamak/qashar, disebabkan keadaan tertentu. Shalat Jum'at ya dilaksanakan hari Jum'at. Bahkan ada waktu2 yang dilarang shalat, kecuali sebab tertentu. 2. Shaum wajib, waktunya siang hari bulan Ramadhan, bahkan ada hari2 yang dilarang shaum. 3. Zakat mal, bila terpenuhi haul dan nisab. Zakat fitrah sejak awal puluhan ketiga bulan Ramadhan selambatnya di ujung bulan Ramadhan batas sampai sebelum shalat Idul fitri. 4. Haji ditentukan pada tanggal tertentu bulan Dzulhijjah. Acuan lahir; “tempat pelaksanaan” 1. Tempat shalat wajib, bagi laki2 diutamakan berjamaah di masjid. Ada pula tempat2 yang dilarang shalat. 2. Tempat menyalurkan zakat ditentukan siapa yang berhak. 3. Tempat berhaji hanya satu, yaitu di kota Makkah, bahkan sampai detil: lokasi miqat dimana, tawaf dimana, wukuf dimana, mabid di mana, melempar jumrah dimana, sa'ie dimana. Semua tempat2 telah ditentukan. Kata kunci acuan “lahir” beramal ialah harus ada ilmunya. Nuansa bathin; “Iman”. Beribadah kepada Allah dan berbuat baik sesama manusia, haruslah dilandasi oleh iman bahwa apapun yang dikerjakan, hanya karena iman kepada Allah demi melaksanakan perintah agama, bukan karena mengharapkan apresiasi dari manusia. وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَّا كَانُوا يَعْمَلُون ………………..” “…………..Sekiranya mereka menyekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan." (Al-An'am ayat 88). Nuansa bathin; “Niat” Setiap amalan sangat tergantung pada niat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى “Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim) Nuansa bathin; “Ikhlas” “……….. وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّين ………….” “…...Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap sholat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. …...” (Al-A'raf ayat 29). Kunci ibadah adalah keikhlasan, tanpa keikhlasan ibadah akan sia-sia. Supaya lebih mantab guna memperbanyak bekal untuk akhirat hendaklah semua ibadah; setelah memenuhi syarat dan kondisi di atas di tambah lagi dengan beribadah “terus-menerus”, (bahasa agamanya “Istiqamah”), walaupun setiap kali beribadah tidak banyak. Sehubungan dengan pentingnya beramal dengan 4 (empat “i”) yaitu: “iman”, “ilmu”, dan “ikhlas” serta “Istiqamah”. Agar dalam beribadah tidak melenceng dari keikhlasan kepada Allah, mari kita berdo’a: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ “Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــال اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 12 Rabiul Awal 1445 H. 28 September 2023. (1.191.09.23).

Monday 25 September 2023

Ke UNGGUL an Versi DUNIA

Oleh: M.Syarif Arbi. Unggul merupakan tujuan setiap suatu kompetisi tidak terkecuali ketika sekolah dulu. Di sekolah, ukuran unggul ditentukan ujian. Tingkat SLA sampai S.1., umumnya setiap ujian (UTS-UAS) masih bermuatan kemampuan menghafal setiap materi pelajaran, kemudian kemampuan menyerap ilmu yang diperoleh dibuktikan dari jawaban ujian. Pada musim ujian ada istilah "posisi menentukan prestasi". Lokasi duduk ketika ujian, misalnya berdekatan dengan teman yang pintar; dapat tanya atau nyontek. Lokasi duduk jauh dari pengawas; dimungkinkan "ngerpek". Hasil tentu diharapkan jadi baik, bernilai B+ atau bahkan A. Bila menggunakan trik “ngerpek” ini terkelompok perbuatan curang. Di dunia olahraga pun agaknya demikian juga, walau di-dengung2kan “sportif”, tetap saja sering terlihat adanya permainan curang, kadang masing2 pihak yang bertanding berusaha berlaku curang, yang penting menang. Tak jarang kecurangan2 itu dimuluskan oleh wasit yang memimpin pertandingan. Sebentar lagi bangsa ini akan menjalani pesta demokrasi, harapan kita semua, semoga dapat berjalan dengan jujur dan adil dan tidak ada kecurangan. Dalam hal keunggulan disekolahan demi menjamin agar hasil lulusan berkualitas, kemampuan pengawas ujian sangat menentukan. Tentu saja kemampuan untuk mengeliminir kecurangan tersebut didukung oleh pengalaman pengawas ujian dan juga system serta kondisi ruang ujian. Dalam kompetisi olahraga, peran wasit cukup besar pengaruhnya. Dalam hal pesta demokrasi nanti sangat besar perannya adalah penyelenggara pemilu sebagai wasit, para peserta sebagai kontestan, serta seluruh rakyat ikut berpartisipasi. Kembali ke UTS – UAS di dunia sekolahan, mungkin anda tidak termasuk pernah menjalani proses "prestasi tergantung lokasi" di atas. Tapi anda barangkali pernah menyaksikan teman seangkatan anda. Ada teman yang nulis kerpe'an di paha. Ada teman buat kerpe'an gulungan kertas diselipkan di pinggang supaya mudah mencabutnya. Suatu institusi sekolah sebelum ujian pengawas umumkan "siapa yang mau kencing silahkan, ditunggu. Kalau ada peserta keluar ruangan sesudah ujian dimulai, dianggap selesai". Teman yang satu ini kebelet kencing, langsung acung telunjuk selanjutnya ke toilet. Begitu ujian pun mulai, pas jawaban sebagian ada di kerpe'an. Dicari di sekeliling pinggang tu gulungan menghilang. Rupanya jatuh di toilet ketika kencing tadi. Jadinya ini teman tolah toleh. Teman group belajar yang tau rencana kerpe’an, dengan bahasa bibir: "maenkan kerpe'annya". Dijawab dengan isyarat tangan terbuka menuju lantai diikuti telunjuk diacungkan kedepan tunduk kebawah, maksudnya "Kerpe'an jatuh di toilet ketika kencing”. Setelah tamat sekolah, peristiwa itu jadi kenangan indah selama sekolah. Kini usai sekolah jadi bahan candaan pengakrab persahatan diketemuan alumni. Di arena sepak bola: "diving" di kotak penalty, wasit kebetulan ndak tau itu "diving", lalu nunjuk titik putih dan gool............... menang. ...... Konon di piala dunia pernah terjadi "gool pakai tangan". Begitulah dunia: kadang yang penting hasil, tak perduli proses atau cara. Ada yang mengistilahkan keberhasilan dengan proses yang tak benar itu dengan istilah: "tujuan menghalalkan cara". Di dunia tujuan menghalalkan cara ini banyak terjadi, dalam kancah apapun.......... silahkan pembaca meng-analog-kan dengan peristiwa lain, apa saja, selain yang diungkap sedikit di atas. Mungkin pernah terjadi, sedang terjadi dan/atau akan terjadi lagi. Padahal Allah dan Rasul-Nya me-wanti2 agar orang beriman berlaku adil: يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِالْقِسْطِ  ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَئَانُ قَوْمٍ عَلٰىٓ أَلَّا تَعْدِلُوا  ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوٰى  ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ  ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُونَ "Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (Al-Ma'idah ayat 8). مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ Siapa yang diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, maka Allah mengharamkan surga untuknya (HR. Muslim no. 142) Beda dengan parameter "keunggulan, keberhasilan versi Akhirat". Keberhasilan akhirat harus ditentukan oleh proses atau cara yang benar. Sedangkan keunggulan di dunia kadang tak terlalu peduli proses atau cara yang benar. Keunggulan akhirat mutlak wewenang Allah yang menentukan. Sebab biarpun sudah dilaksanakan dengan proses yang benar, diterimanya suatu ibadah adalah hak Allah. Namun demikian, diberikan acuan tata cara agar keberhasilan suatu ibadah untuk akhirat, yaitu: Pertama; mengacu kepada ketentuan Allah dan Rasul-Nya, kedua; tunduk kepada waktu pelaksanaan ibadah, ketiga; tunduk kepada tempat dimana melaksanakan ibadah. Terbatasnya ruang baca anda, keunggulan akhirat tidak di bahas pada artikel ini, insya Allah akan disusun dikesempatan mendatang. Semoga Allah menjadikan keadilan dan kejujuran menjadi prinsip hidup bagi semua kita terutama para pihak yang memimpin bangsa ini. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــال اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 10 Rabiul Awal 1445 H. 26 September 2023. (1.190.09.23).

Sunday 24 September 2023

PENYEBAB & PERISAI KEMUNGKARAN

Disusun : M. Syarif Arbi Kecenderungan manusia untuk melakukan kemungkaran adalah disebabkan oleh empat hal: Pertama; manusia diciptakan lemah, kedua; hati manusia terdapat dua kutub, ketiga; setan diijinkan Allah senantiasa menggoda manusia, keempat; Allah sengaja menguji manusia. Dalam pada itu Allah pun melengkapi manusia dengan empat perisai menangkal kemungkaran: Pertama; Akal, kedua; Agama, ketiga; Rasa malu dan ke empat; Beramal shaleh. PENYEBAB KEMUNGKARAN: Pertama; Manusia diciptakan lemah: وَخُلِقَ الْاِ نْسَا نُ ضَعِيْفًا “dan manusia diciptakan (bersifat) lemah." (An-Nisa' ayat 28). Kedua; Hati manusia terdapat dua kutub: Diilhamkan Allah dalam qalbu manusia dengan dua kecenderungan keinginan yaitu “jalan kejahatan” dan “jalan ketaqwaan”: فَأَلْهَمَهَا فُجُو رَهَا وَتَقْوٰىهَا "maka Allah mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya," (Asy-Syams ayat 8). Kebanyakan manusia tergelincir ke jalan kejahatan lantaran dipengaruhi oleh setan, bilamana manusia telah tergelincir melakukan kemungkaran setanpun berkata: قَالَ إِنِّى بَرِىٓ ءٌ مِّنْكَ إِنِّىٓ أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعٰلَمِين ……………….” “……………….ia berkata, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam”. (Al-Hasyr ayat 16). Ketiga; Setan diijinkan Allah menggoda manusia: Ketika Iblis diputuskan Allah diusir dari surga, Iblis mengajukan permintaan untuk menggoda manusia: قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ "(Iblis) menjawab, "Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya," (Shad, ayat 82) permintaan iblis itu dikabulkan Allah: قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ "(Allah) berfirman, "Maka sesungguhnya kamu termasuk golongan yang diberi penangguhan," (Shad, ayat 80) Konkrit teknik penjerumusan manusia yang dimohon Iblis kepada Allah yaitu: ثُمَّ لَءَاتِيَنَّهُمْ مِّنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمٰنِهِمْ وَعَنْ شَمَآئِلِهِمْ  ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شٰكِرِينَ "kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur."" (Al-A'raf ayat 17). Keempat; Allah sengaja menguji manusia: karena manusia mesti diuji, agar Allah dapat memilah siapakah yang benar imannya: أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوٓا أَنْ يَقُولُوٓا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ "Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman" dan mereka tidak diuji?" (Al-'Ankabut ayat 2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ  ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكٰذِبِينَ "Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta."(Al-'Ankabut ayat 3). PERISAI KEMUNGKARAN. Pertama; Akal. Dengan akal, manusia dapat membedakan yang baik dan yang buruk. يُؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَآءُ  ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِىَ خَيْرًا كَثِيرًا  ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُولُوا الْأَلْبٰبِ "Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat." (Al-Baqarah ayat 269) Kedua; Agama, merupakan perisai kemungkaran yang sangat canggih, walaupun misalnya dengan perisai “akal” masih sulit menentukan yang hak dan yang bathil. Menggunakan agama dengan jelas dituntunkan yang mana yang baik yang mana yang buruk, yang mana yang mungkar yang mana yang merupakan kezaliman. الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَ  ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ "Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu." (Al-Baqarah ayat 147). Ketiga; Rasa Malu, dimiliki semua manusia, tergantung sensitifitas individu masing2 menggunakan rasa malu itu untuk membatasi diri dari berbuat kemungkaran, atau kezaliman. Terbukti pencuri, koruptor, pelaku mesum, akan sembunyi2 melakukan aktivitasnya, berusaha agar tidak diketahui orang agar tidak memalukan diri dan keluarga. الْـحَيَاءُ مِنَ الإيْمَـانِ “Malu sebagian dari keimanan”.HR Bukhari, Muslim, dll). Malu terbagi menjadi tiga macam, yaitu: Malu Kepada Allah SWT: Orang yang mempunya rasa malu kepada Allah SWT, maka akan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Rasulullah SAW bersabda: "Malulah kalian kepada Allah dengan sungguh-sungguh rasa malu, yaitu dengan menjaga kepala dan isinya; perut dan makanannya; meninggalkan kesenangan dunia; dan mengingat mati." Malu Kepada Manusia: Orang yang malu kepada manusia maka akan menjaga pandangannya dan tidak memiliki keberanian melakukan dosa di hadapan orang lain. Malu Kepada Diri Sendiri: Ketika orang memiliki rasa malu kepada dirinya sendiri, maka ia tidak akan sanggup melakukan perbuatan dosa walaupun sedang sendirian. Keempat; Amal shaleh berupa ibadah kepada Allah dan berbuat kebaikan sesama manusia. Ibadah kepada Allah mencegah kemungkaran seperti tersurat pada Al-Ankabut ayat 45: ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَـٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Amal shaleh berupa berbuat baik kepada sasama: مَنْ عَمِلَ صٰلِحًا مِّنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيٰوةً طَيِّبَةً  ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ "Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl ayat 97) Demikian besar karunia Allah kepada manusia, diberitahukan “penyebab terjadi kemungkaran, diikuti dengan perisai menghindari kemungkaran itu. Semoga kita semua terhindar setidaknya berkurang diri kita dari terjerembab dalam kemungkaran, selanjutnya disisa usia ini sanggup beribadah sebanyak mungkin dan berbuat semaksimal mungkin kebaikan kepada sesama. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 9 Rabiul Awal 1445 H. 24 September 2023. (1.189.09.23).

Wednesday 20 September 2023

SAKIT tak mesti karena DOSA

Dirangkum: M. Syarif Arbi. Ndak biasanya dokter mata baru pukul satu tigapuluh siang baru layani pasien. Rupanya hari ini ada tindakan operasi di rumah sakit lain. Sambil nunggu giliran 27 pasien dimana aku nomor 21. Kulihat sejumlah pasien itu, ada yang tua, muda dan bahkan anak2. Kuteringat pertanyaan seorang nenek kepada suaminya yang sudah lanjut usia tengah terbaring sakit begitu payah dan lama tak kunjung sembuh; "dosa apa yang membuat abang sakit seperti ini?" Ketahuilah bahwa menderita penyakit, tidak selamanya dapat dikaitkan karena dosa, tidak pula mesti disebabkan usia lanjut, tidak pula mutlak berhubungan dengan pola hidup. Banyak pula orang sampai tua tak juga insyaf2, tetap bermaksiat bergelimang dosa, makan minum tak terkontrol tak peduli halal-haram, kurang istrahat karena sibuk urusan dunia, nampaknya malah sehat2 saja. Semakin jelas bahwa bukanlah lantaran dosa penyebab sakit. Tidak pula mutlak karena pola hidup seseorang kini menderita sakit. Tidak pula usia tua faktor dominan membuat orang sakit2an. Orang beriman harus senantiasa berprasangka baik terhadap Allah, karena ancaman orang yang berprasangka buruk kepada Allah: وَّيُعَذِّبَ الْمُنٰفِقِيْنَ وَا لْمُنٰفِقٰتِ وَا لْمُشْرِكِيْنَ وَ الْمُشْرِكٰتِ الظَّآنِّيْنَ بِا للّٰهِ ظَنَّ السَّوْءِ ۗ عَلَيْهِمْ دَآئِرَةُ السَّوْءِ ۚ وَ غَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ وَلَعَنَهُمْ وَاَ عَدَّ لَهُمْ جَهَنَّمَ ۗ وَسَآءَتْ مَصِيْرًا "dan Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, dan (juga) orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (azab) yang buruk, dan Allah murka kepada mereka dan mengutuk mereka, serta menyediakan Neraka Jahanam bagi mereka. Dan (Neraka Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali." (Al-Fath ayat 6). Andaikanlah sakit yang diderita merupakan ujian atau cobaan misalnya lantaran masih terdapat sisa2 dosa yang belum terampuni, agar segera bertobat, kembali kepada Allah. كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ  ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً  ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami." (Al-Anbiya ayat 35) Sikap seharusnya bagi penderita sakit hendaklah berprasangka baik terhadap Allah. Melalui sakit, diri ini semakin dekat kepada Allah. Karena jadinya selalu mengingat Allah. Juga penyakit menggugurkan dosa: مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللَّهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya”. (HR. Bukhari no. 5660). Memang sih sangat perlu instrospeksi diri tentang dosa masa lalu dengan terus menerus setiap saat dan tempat beristighfar mohon ampunan. Tapi jangan sampai berprasangka buruk kepada Allah bahwa cobaan sakit ini dikarenakan Allah belum ampuni dosa2 kita. Yakinlah bahwa bila telah bertobat, telah minta ampun, Allah telah ampuni. وَهُوَ الَّذِيْ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَا دِهٖ وَيَعْفُوْا عَنِ السَّيِّاٰتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ "Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan," (Asy-Syura ayat 25) Berprasangka baiklah kepada Allah bahwa dosa2 kita mesti diampuni: قُلْ يٰعِبَا دِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰۤى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ "Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Az-Zumar ayat 53) Semoga Allah mengampuni dosa2 kita semuanya. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن M. Syarif Arbi. Jakarta, 6 Rabiul Awal 1445 H. 20 September 2023. (1.188.09.23).

Monday 18 September 2023

PENYAKITAN belum tentu karena TUA

Disusun : M. Syarif Arbi Prof. diatas 70 tahunan, tetap bugar. Ke kampus nyetir sendiri. Berseloroh si Prof padaku: "saya tak pernah sakit". "Bgmn resepnya Prof tanyaku", sambil kami duduk di ruang tunggu dosen. "Saya ndak mau periksa ke dokter atau ke laboratorium pak, karena bila diperiksa ada aja penyakitnya, kita tua nih"....... Jawab si Prof yang punya beberapa anak dan mantu berprofesi sebagai dokter itu. Naaah ini adalah salah satu fakta, usia tua tidak selalu berbanding lurus dengan "penyakitan". Kesimpulanku; kalau itu Prof merasa sakit, tentu tak kan tahan dia, akan ke RS juga, mungkin sampai dirawat inap. Ternyata memang tak pernah rawat inap di RS. Nyebrang dikit pembicaraan ke pola hidup,....... .... juga tidak mesti penyebab sakit2an karena pola hidup. Contoh Tuna wisma, "manusia gerobak", padahal mereka diterpa sembarang cuaca......... Sepertinya mereka tak berlangganan POLI - RS. Segala keadaan termasuklah terkena penyakit; bukan karena tua, bukan pula karena pola hidup, dalam kaidah iman hendaklah dipulangkan kepada kehendak Allah, karena: مَاۤ اَصَا بَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَضِ وَلَا فِيْۤ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْـرَاَ هَا ۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ "Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah" (Al-Hadid ayat 22). Namun demikian usia tua tak dapat dihindari adalah penurunan fungsi fisik dan mental: 1. Penurunan Kemampuan Sensorik dan kemampuan kognitif; Tak jarang terjadi nenek – kakek yang hanya tinggal berdua menghuni rumah mereka, setelah anak2 berumah tangga sendiri2. Si kakek memanggil nenek dari dalam kamar, namun si nenek yang ada di dapur tidak menggubris karena sudah tak kedengaran. Sering kali si nenek dan kakek berpapasan (tidak nyambung) dalam berdialog. Banyak kali ingin mengemukakan sesuatu kemudian dalam sekejap apa yang ingin dikemukakan tak jadi, karena betul2 lupa. 2. Perubahan Emosi: tak jarang orang usia tua mudah tersinggung. Makanya jarang sekali Nenek-Kakek (yang punya rumah sendiri), berkenan diboyong tinggal berdiam di rumah anak2 mereka, meskipun sudah ditinggal pasangan hidup mereka. Pendirian mereka “anak lah anakku, tapi manantuku tetap orang lain”. Walau dalam budaya daerah tertentu ketika acara menerima menantu diadakan timbangan sencara simbolis lalu terucaplah kata “anak dan mantu sama beratnya”. Antara lain perlu diingat bagi pasangan suami istri muda, suatu hal yang kurang bijak kalau pas ayah atau bunda nginap dirumah, lalu berdialog suami istri “sekarang beras harganya naik atau ucapan yang dapat dipersamakan dengan itu”. Ayah atau bunda yang diajak nginap akan tersinggung segera minta diantar pulang. Si kakek atau nenek itu akan tersinggung, seolah2 kehadirannya membuat beras rumah tangga anaknya jadi cepat habis. 3. Kesepian: Teman handai sabahat karib, satu demi satu berpulang ke rakhmatulah. Diiringi lagi anak2 yang tadinya mengisi rumah, satu demi satu membentuk rumah tangga sendiri, tinggallah kakek dan nenek penghuni rumah mereka. Apalagi bila si nenek atau si kakek lebih dulu dipanggil sang Khaliq, kesepian makin bertambah. Oleh karena itu maka bagi anak2 yang sudah berumah tangga sendiri, atur jadual untuk bersilaturahim ke rumah ayah dan bunda. 4. Keterbatasan Mobilitas: misalnya nyetir mobil atau mengendarai kendaraan bermotor sudah terkendala. Sehingga keterbatasan untuk dapat berekresasi, bersilaturahim ke sahabat handai yang masih hidup. Anak2 yang bijak, hendaklah sesekali meluangkan waktu memfasilitasi ayah-bunda mereka yang sudah sepuh itu, untuk rekreasi dan bersilaturahim ke sahabat2 mereka. 5. Pikun; suatu keadaan yang sedapat mungkin harus dihindari oleh banyak orang tua tapi kalau dia datang apa mau dikata karena memang Allah sudah memberi kabar dalam surat An-Nahl ayat 70: وَا للّٰهُ خَلَقَكُمْ ثُمَّ يَتَوَفّٰٮكُمْ وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّرَدُّ اِلٰۤى اَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْ لَا يَعْلَمَ بَعْدَ عِلْمٍ شَيْـئًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ قَدِيْرٌ "Dan Allah telah menciptakan kamu, kemudian mewafatkanmu, di antara kamu ada yang dikembalikan kepada usia yang tua renta (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang pernah diketahuinya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Kuasa. Sebagai ikhtiar untuk menghindari pikun antara lain perhatikan masalah: Makanan/minuman (halalan thayyiban) ,………...وَّكُلُوْا وَا شْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْا ۚ ……...dan tidak berlebihan (Al-A’raf 31) Istirahat yang cukup, hindari stress, hubungan sosial di masyarakat yang baik (salah satunya shalat berjamaah), terus menerus menambah ilmu pengetahuan (ikuti majelis2 ilmu), taat kepada agama, berdo’a seperti yang diajarkan Rasulullah: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ1ذَابِ الْقَبْر Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut, dan aku berlindung kepada-Mu kepada serendah-rendahnya usia (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia, dan aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur (HR Bukhori) آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِ زَّةِ عَمَّا يَصِفُون وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 4 Rabiul Awal 1445 H. 19 September 2023. (1.187.09.23).

Wednesday 13 September 2023

KETAR – KETIR

Disusun : M. Syarif Abi. Dilihat di layar TV Laga kualifikasi Grup K Piala Asia U-23 Indonesia vs Turkmenistan, tanggal 12 Agustus malam, saat laga belum lagi memasuki menit 10, Timnas sudah mencetak gol lewat sontekan dari dalam kotak penalti oleh Hokky Caraka. Wasit garis mengangkat bendera, karena menilai Arhan Pratama yang memberi assist sudah dalam posisi offside saat menerima umpan dari lini tengah. Tetapi jika melihat tayangan ulang masih di siaran langsung itu, tampak Arhan Pratama berdiri di belakang dua bek Turkmenistan - atau dalam posisi onside - saat bola dikirim dari lini tengah Indonesia. Waaah, kekhawatiran wasit tak adil seperti lawan Vietnam 26 Agustus, muncul lagi. Detik demi dietik jalannya pertandingan diikuti dengan "ketar-ketir". Dalam hati berkata; kalau begini caranya Timnas kita yaaa kalah. Ingatan kembali ketika menonton sepak bola final 26 Agustus 2023 Garuda Muda vs Vietnam, dengan harap2 cemas mengikuti jalannya pertandingan. Timbul komentar di dalam hati, waaah itu wasit….. kok……., berat sebelah. Vietnam vs Garuda Muda Agustus lalu itu, akhirnya sampai perpanjangan waktu 2 x 15 menit juga tetap kosong-kosong. Harapan menggantung pada kepiawaian penjaga gawang Ernando Ari berhasil menggagalkan tendangan penalti. Diharapkan Ernando Ari berhasil lagi menggagalkan beberapa penalti, sementara diharapkan semua eksekutor Garuda Muda berhasil menaklukkan keeper Vietnam. Ketika menonton siaran langsung, keadaan belum terjadi, tapi mesti terjadi, diduga kejadiannya nanti kurang menyenangkan atau menggembirakan, kondisi hati seperti itu kira2 cocok dinamakan “ketar-ketir”. Merasa kurang puas, pengen lihat detail pertandingan, lantas nonton sepak bola siaran ulangan Indonesia vs Vietnam dimana kesebelasan Inidonesia banyak dirugikan wasit itu, sudah ndak ketar-ketir lagi, karena sudah tau pasti kalah. Sebab sudah tau score nya waktu lihat siaran langsung. Begitu juga ketika nonton siaran ulangan Timnas U23 vs Turkminestan, sudah tidak ketar-ketir lagi, karena sudah tau menang, score 2 – kosong. Andaikanlah setiap wasit sepak bola memiliki “ketar-ketir”, akan perlakuannya bakal diadili kelak di kemudian hari, sebab dianya merupakan hakim yang harusnya berlaku adil di dalam pertandingan. Begitu pula para pihak yang dipercaya menjadi wasit pertandingan olah raga apa saja, termasuk pihak yang dipercaya menjadi wasit dalam pemilihan pemimpin negara. Harusnya mereka “ketar-ketir”, karena pertanggungjawaban bakal diminta di hari akhir nanti. Kecurangan umumnya terjadi karena pihak yang diuntungkan dalam putusan memberikan suap, sedangkan suap dilaknat Allah: عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قاَلَ رَسُو لُ اللهِ – صَلَى اللهُ عَلَيْهِ ؤَسلَّمَ لَعَنْ اللهُ الرّاشِىَ وَالْمُرْ تَسِىَ فى الْحُكْمِ (رَوَاهُ اَحْمَدُ) Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasul SAW bersabda: Allah SWT melaknat penyuap dan yang di suap (HR. Imam Ahmad). Hadits ini dinyatakan shahih oleh syaikh Al-Banani di dalam shahih At-targhib wa At-Tarhibll/261 no.2212) Seiring dengan kemajuan teknologi sekarang ini, keadilan wasit dapat dinilai orang banyak melalui siaran ulang, detil2 keputusan wasit dengan mudah dapat dilihat, apalagi tayangan ulang di akhirat nanti sangat akurat. Bersyukur belakangan ini ada kemajuan perwasitan sepak bola melalui teknologi VAR (video assistan referee), sayangnya di beberapa pertandingan Timnas vs beberapa negara akhir2 ini belum digunakan. Soal “ketar-ketir” ini masuk dalam semua sudut kehidupan, bukan saja ketika nonton pertandingan sepak bola di atas, termasuk “ketar-ketir” kehidupan di masa tua nanti. Lebih2 kehidupan sesudah hidup ini (tentu bagi yang percaya kehidupan sesudah mati). Jangankan terhadap dosa menerima suap, curang. Sedangkan ibadahpun buat orang2 beriman selalu “ketar-ketir”; mengkhawatirkan ibadah yang telah ditekuni, tak diterima. “Ketar-ketir” amal buruk lebih besar dari amal baik, dll. Sehingga berhati hati dalam ibadah takut ndak keterima. Waspada dalam menjalani hidup takut terlanjur berbuat tak baik, semisal menjadi wasit yang curang, menjadi “panitia pemilihan yang memihak ke salah satu kontestan”. “Ketar-ketir” menuntun sikap ber-hati2 menyusun ucapan, takut melukai hati pendengar. Ber-hati2 kalau menulis, sebelum di publish dibaca ulang ditimbang adakah manfaatnya, takut malah jadi mudharrat. Akan hal “ketar-ketir” dalam hal ibadah, Ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang ayat 60 surat al-Mu’minun yang berbunyi: وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآ ءَاتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلٰى رَبِّهِمْ رٰجِعُونَ "dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya," Tanya Aisyah r.a. tentang ayat di atas “Apakah mereka adalah orang-orang yang meminum khamr (minuman keras) dan mencuri? ”Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Bukan, wahai anak perempuan ash-Shiddiq (Abu Bakar). Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat dan sedekah, dan mereka khawatir amalan mereka tidak diterima. Mereka itulah orang-orang yang bersegera dalam kebaikan.” (HR. Imam at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi (3/287)). Berkenaan dengan moment kita sering tersuguhkan tanyangan sepak bola, pertandingan2, kompetisi2 dan kontestan calon2 pemimpin yang sering membuat “ketar-ketir”, adanya kecurangan. Hendaklah kitapun “ketar-ketir” juga atas amal baik dan amal buruk kita untuk persiapan hidup sesudah mati, untuk itu Allah telah ingatkan untuk mempersiapkan diri kita masing2 di surat Al-Hasyar 18: يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَـنْظُرْ نَـفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ; وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ; اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ "Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan" Semoga Allah menjadikan semua kita menjadi hamba2 Allah yang selalu “ketar-ketir” berbuat dosa dan kesalahan dalam posisi apapun kita berperan, sehingga menjadi sangat hati2. Semoga dengan “ketar-ketir” nya kita apakah ibadah dan amal baik kita diterima Allah, membuat kita lebih sungguh2 ikhlas sebagai kunci ibadah dan amal baik. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 28 Safar 1445.H 14 September 2023 (1.186.09.23)

Monday 11 September 2023

LAIN di lidah LAIN di hati

Manusia tercipta delengkapi dengan lidah dan hati, dengan kelengkapan itu dapat berkomunikasi satu dengan lainnya. Seseorang yang tidak satunya kata dengan perbuatan, sering diungkapkan dengan istilah “lain di mulut lain di hati”, mulut berbicara dengan sarana lidah, karena itu maka di artikel ini kusebut dengan “Lain di lidah lain di hati”. Perkara “lain di lidah lain di hati ini”, erat hubungannya dengan interaksi satu individu dengan orang lain, boleh jadi orang lain ini adalah seseorang, atau sekelompok orang. Titik berat persoalan “lain di lidah lain dihati”, sebagian besar adalah masalah janji. Wujud lain perihal “lain di lidah lain dihati” adalah pernyataan berwujud apresiasi. JANJI: Bila janji dijanjikan hanya kepada seseorang, lalu diingkari dampaknya tidak begitu luas. Akan berdampak yang sangat luas bila dijanjikan kepada orang banyak, akan tetapi diingkari. Janji kepada orang banyak, pihak yang memungkinkan untuk membuat janji2 itu diantaranya adalah dilakukan orang yang menghendaki dukungan orang2 banyak guna meraih kedudukan dalam masyarakat. Tebaran janji kepada masyarakat belakangan ini kian merebak, semoga saja pihak yang berjanji paham betul bahwa janji itu: Pertama; janji akan dimintai pertanggungan jawab: وَلَا تَقْرَبُوْا مَا لَ الْيَتِيْمِ اِلَّا بِا لَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ حَتّٰى يَبْلُغَ اَشُدَّهٗ ………….” “…….dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya." (Al-Isra' ayat 34) Kedua; bahwa janji adalah hutang: عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ وَعَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْعِدَةُ دَيْنٌ Dari ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu dan ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhuma, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janji adalah utang.” Hadits ini dikeluarkan oleh Imam ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath (no. 3513 dan 3514) Ketiga; bahwa ingkar janji itu salah satu ciri orang munafik. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ Tanda-tanda orang munafik ada tiga; kalau berbicara dia berdusta, kalau berjanji dia ingkar, dan kalau diberi amanah (kepercayaan) dia berkhianat. (HR. Buhari/Muslim, 33/59) Keempat; bahwa mengatakan sesuatu tetapi tidak dikerjakan, dimurkai Allah, sebagaimana firman-Allah dalam surat Shaff ayat 2 dan 3. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ “Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (As-Shaff: 2-3) APRESIASI: Lain di lidah lain dihati, bentuk lainnya adalah “apresiasi” kebanyakan berbentuk “pujian”, menciptakan keadaan agar seseorang menjadi senang, pada hal tidak datang dari hati yang tulus. Salah satu bentuk konkrit model “apresiasi” ini sering diistilahkan ABS (asal bapak senang). Suatu ketika seorang pejabat tinggi, berkunjung ke suatu daerah. Salah satu hoby pejabat tersebut berburu. Benar juga setibanya di daerah yang masih banyak hutannya itu, setelah beristerahat sejenak oleh protokol setempat langsung disiapkan perlengkapan untuk pergi masuk hutan untuk berburu. Tak sampai dua jam masuk hutan, terlihat seekor Menjangan (Rusa), sedang merumput tak jauh diantara beberapa pohon, kira2 kurang dari dua ratus meter dari rombongan. Anak buah langsung berbisik ke si pejabat “itu sepertinya Rusa”. Dengan sigap seorang anak buah menyerahkan bedil kepada bosnya, beberapa detik kemudian dor,dor,dor. Rusa pun jatuh terkulai. Segera seorang anak buah berlari sekencang-kencangnya ke arah Rusa yang sudah rebah ketanah itu. Rupanya si anak buah yang berlari tersebut agar segera dapat memotong tali tambatan di kaki si Rusa. Rusa itu adalah rusa peliharaan penduduk yang dibeli dengan harga tinggi oleh anak buah si bos untuk menyenangkan atasannya yang hoby berburu itu. Si bos bukan main senangnya, apalagi ada yang komentar bahwa tembakannya begitu tepat. Beginilah salah satu bentuk “lain di lidah lain di hati”, anak buah yang merekayasa untuk menyenangkan bos ini, kalaulah hati nya bisa ketawa, hatinya akan terbahak-bahak mentertawakan bosnya terlihat bangga akan kemujurannya hari itu, baru saja sebentar masuk hutan sudah ketemu Rusa. Tembakannya sangat jitu tidak meleset. Padahal semua itu hanya rekayasa menyenangkan hati atasan, apresiasi yang disampaikan hanya semu “lain di lidah lain di hati”. Semoga penebar janji tidak berjanji terlalu muluk susah ditepati, pemberi apresiasi tidak berlebihan, ketika memuji. Penerima janji dan penerima apresiasi sama sama memahami bahwa belum tentu janji dapat terpenuhi dan pujian atau apresiasi belum tentu apa adanya. Ketika diberi janji jangan terlalu dimasukkan kedalam hati, sehingga kalau tak ditepati tak terlalu sakit hati. Kalau dipuji jangan sampai melonjak, jika di cela tak usah merasa diinjak. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. 26 Safar 1445.H 12 September 2023 (1.185.09.23)

Sunday 10 September 2023

Ke-AJAIB-an diri

Mulai dari diri kita sendiri, alam sekitar kita semuanya penuh keajaiban. Namun karena kejadiannya sudah saban hari, sehingga tidak terasa dan tidak diperhatikan. Padahal sesungguhnya di diri sendiri ini banyak keajaiban dan perubahan. Wajah kita di cermin pagi ini, sebenarnya bukan lagi wajah kita yang kemarin, begitu juga wajah kita besok sudah berubah menua dari paras kita hari ini. Tapi lantaran kondisi ini berjalan perlahan tiap hari, tak disadari. Tiap hari kita bercermin, sepertinya biasa saja. Contohnya istri kita yang tiap hari sepembaringan, tau-tau sudah jadi nenek-nenek yang wajahnya tak secantik dulu lagi, tidak lagi seperti ketika kita membuat pass foto untuk dilekatkan di buku nikah. Dulu lansing, padat belum banyak kerutan dan lipatan di wajah. Diri kita sendiripun demikian adanya, akan tetapi untuk diri kita sendiri, untuk orang2 yang dekat dengan kita seperti istri, anak2, karena berjumpa tiap hari tidak kentara. Hakikatnya kita yang kemarin manakala kita tidur, kita yang kemarin itu sudah mati. Ketika kita bangun keesokan hari, sebetulnya kita adalah dihidupkan kembali dalam wujud sudah berubah lebih menua dari yang kemarin, oleh sebab itulah maka do’a bangun tidur: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَ إِلَيْهِ النُّشُوْرُ Alhamdulillahil ladzi ahyana ba’da ma amatana wa ilaihin nusyur. “Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menghidupkan kami setelah ia mematikan kami. Kepada-Nyalah kebangkitan hari kiamat”. Proses penuaan itu barulah dengan jelas dapat diketahui bilamana dengan seseorang yang lama tidak berjumpa. Suatu hari ada pertemuan keluarga lantaran acara pernikahan di Jakarta. Banyak sanak family dari kampung halaman ikut hadir. Seorang keluarga dekat yang sudah puluhan tahun tak pernah bersua, kulihat sudah begitu tua. Disuatu kesepatan komunikasi per telepon dengan adik di kampung, sempat kusisipkan kabar bahwa ketemu dengan kerabat tsb “bang ……. ini sudah tua sekali” begitu ungkapku di telepon. Adikku di kampung membalas di telepon itu “bang …….. ada mampir ke rumah beberapa hari lalu; dia bilang ketemu abang, alangkah kagetnya dia melihat abang katanya kok sudah tua sekali”. Rupanya saya sendiri tak menyadari bahwa sudah tua, kiranya kerabatku itupun tak menyadari dianya sudah begitu tua. Karena kami lama ndak jumpa sangat kontras terlihat perubahan ke menuaan itu. Demikianlah proses kehidupan manusia, tiap hari hidup dan mati saban hari, sampai akhirnya mati permanen. Setiap hari berubah, perubahan dari bayi menjadi anak2, menjadi dewasa, menjadi tua. Perubahan tersebut tidak terasa, karena berjalan perlahan tetapi terus menerus sampai dengan kadar tertentu. Bayangkan kalau berubah tidak dengan kadar tertentu, misalkan tinggi badan bertambah 1 mm saja sehari kalau terus menerus tidak berhenti di kadar tertentu, seorang manusia akan sangat tinggi sekali. Riwayat sebelumnya; kita dari alam Ruh, alam Rahim dengan waktu tertentu dan selanjutnya alam dunia ini: وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْــئًا ۙ وَّ جَعَلَ لَـكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصٰرَ وَالْاَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur." (QS. An-Nahl: Ayat 78) Semula awak ini tak ngerti apapun. Pertama diberi pendengaran, kedua diberi penglihatan, barulah yang ketiga diberi hati nurani. Coba pikirkan bagaimana kala pemberian itu dibalik misalnya, apa jadinya. Hati nurani dulu disusul penglihatan kemudian pendengaran. Selanjutnya diri kita semua akan masuk ke alam berikutnya, yaitu alam kubur setelah mati permanen. Renungkan andaikan diri ini tidak mengalami mati permanen, hidup terus sampai ratusan tahun padahal secara alami tiap hari terus menerus menua, kekuatan, kesegaran makin lama makin berkurang…… Semua keajaiban di dalam diri kita ini saja, bila maulah sejenak merenungkannya maka terucaplah kekaguman kepada penciptaan diri ini dan alam semesta ini: رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بٰطِلًا سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّار "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka." Semoga Allah senantiasa menambah iman dan taqwa kita dengan merenungkan penciptaan alam semesta ini, paling kecil dan paling dekat melihat kepada keajaiban diri kita sendiri. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. 24 Safar 1445.H 10 September 2023 (1.184.09.23)

Sunday 3 September 2023

Teraihkah ? Husnul Khatimah

Manusia menjalani kehidupan di dunia ini dari sejak muda sampai tua, sampai tutup usia kadang menapaki kehidupannya berbagai cara yaitu: (1) Ketika muda banyak melakukan hal2 yang dilarang oleh agama, hanya sesekali beribadah bahkan kadang sama sekali tidak beribadah. Ada yang bersemboyan mumpung masih muda puas2lah menikmati dunia, entar setelah tua baru bertaubat dan giat beribadat. Padahal ybs. tidak mengetahui apakah hidupnya akan sampai tua, sedangkan maut akan tiba tak pandang tua atau muda. (2) Ada pula yang pertengahan, ketika muda sampai tua perintah agama dilanggar, sementara itu ibadahpun dilaksanakan. Kelompok ini berkilah bahwa “minyak dengan air tak akan bercampur”. Benar; bahwa minyak dan air tak akan bercampur, tetapi jika air dan minyak sudah dimasukkan dalam satu wadah, maka kedua2nya akan kurang manfaatnya. Air tercampur minyak sudah tak layak minum lagi, minyak tercampur air jika dimasukkan kendaraan bermotor tunggu saja akan mogoknya. (3) Kelompok berikutnya adalah sejak semula ahli ibadah dan menjauhi semua larangan agama dari muda sampai tua menjelang maut. Mereka berpandangan kehidupan ini akan bahagia dunia dan akhirat apabila mengikuti perintah2 agama dan menjauhi larangan2 agama. Keberadaan kelompok2 tsb di atas memang merupakan kecenderungan manusia seperti telah di informasikan Allah di surat Fathir 32 berikut: ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَا دِنَا ۚ فَمِنْهُمْ ظَا لِمٌ لِّنَفْسِهٖ ۚ وَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ  ۚ وَمِنْهُمْ سَا بِقٌ بِۢا لْخَيْرٰتِ بِاِ ذْنِ اللّٰهِ ۗ ذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُ  "Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar." Sehubungan dengan kelompok manusia menapaki hidup di atas, utamanya bagi kelompok (1) dan kelompok (2). Kadang mereka bertanya dalam hatinya, apakah diriku masih diampuni Allah, padahal dosaku sudah bejibun. Masa mudaku penuh diisi kemaksiatan, kini masa tuaku dimana semua sudah terasa serba ndak nyaman. Untuk beribadah juga sudah ndak dapat maksimal, shalat untuk ruku’, sujud dan berdiri sudah tak dapat sempurna lagi. Kebanyakan shalat duduk dikursi. Berjamaah ke masjid jarak sudah terasa jauh, kaki sakit digunakan untuk berjalan. Kadang tak ada gempa, terasa tempat berdiri bergoyang. Mengaji dan mengkaji, huruf sudah dengan susah untuk dibaca, mata rabun; dioperasi sudah ndak menyembuhkan lagi. Giliran mau infak dan sedekah, penghasilan sudah tak begitu berarti, pensiunan semakin tergerus nilainya dilindas inflasi, penghasilan sudah menipis, sesekali hanya menunggu lelehan hati anak2 nambah belanja dapur dan untuk berobat. Kesimpulannya dosa vs ibadah jomplang. Ibadah tak banyak lagi dapat dikerjakan, teringat masa muda dulu ibadah terlalaikan. Dosa masa muda bukan main banyaknya. Timbul pertanyaan di dalam diri apakah nanti tutup usia akan berpredikat husnul khatimah. Iblispun nimpali dari dalam qalbu. "sudah lah, bagaimana pun kamu ibadah percuma, nyakiti badan saja udah tua ini, udah kadung tak kan ada guna lagi". Iblis juga menambahkan dalam logika “Kan Allah itu maha pengasih maha penyayang, masakkan sih tega menyiksa manusia”. Bagi manula yang berkondisi seperti diungkap di atas, jangan berputus asa insya Allah husnul khatimah masih memungkinkan untuk diraih. Asalkan mau bertobat atas dosa2 yang telah lalu, selanjutya diisi masa tua dengan amal kebaikan sebisanya sesuai keadaan kesehatan dan kekuatan serta kemampuan kita. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: قُلْ يٰعِبَادِىَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلٰىٓ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَّحْمَةِ اللَّهِ  ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا  ۚ إِنَّهُۥ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ "Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Az-Zumar ayat 53). Jaminan Allah bagi manusia yang kini masih diberikan kesempatan Allah hidup di usia senja, dimana ketika muda terkelompok (1) dan (2) di atas Insya Allah bila telah bertaubat maka kejahatan mereka yang telah lalu malah akan diganti Allah dengan kebaikan. إِلَّا مَنْ تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صٰلِحًا فَأُولٰٓئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنٰتٍ  ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا "kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Al-Furqan ayat 70). Semoga kita semua dalam hidup ini terkelompok menjadi hamba Allah yang sejak muda sampai tua, sampai tutup usia sanggup menjalani seluruh perintah agama dan menjauhi larangan agama. Kalaulah telah terlanjur menjalani hidup terkelompok (1) atau (2) di atas, mari kita manfaatkan jaminan Allah di dalam Al-Qur’an Az-Zumar 53 dan Al-Furqan 70 dimuat di artikel ini, sehingga dapat meraih husnul khatimah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. 18 Safar 1445.H 4 September 2023 (1.183.09.23)