Friday 26 June 2015

TAQWA, dapat APA ???



Setiap apa saja yang dilakukan oleh manusia normal, sudah hampir dapat dipastikan mempunyai tujuan, mempunyai kehendak hasil akhir dari pekerjaan yang dilakukan. Saya melakukan ini akan dapat apa nanti.
Anak-anak kita didik, kita sekolahkan, tentu ortu sudah punya cita-cita anaknya agar jadi orang pandai yang nanti dalam menempuh hidup (jika sampai panjang umur) tidak menemukan kesulitan, dapat hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat, tidak mengalami kesusahan dalam mencari rezeki dengan bekal ilmu pengetahuan.
Begitu juga ibadah apapun yang kita lakukan, tentu termotivasi akan tujuan melakukan ibadah tersebut. Contoh ibadah puasa, Allah telah mendo’akan kita semoga dengan melaksanakan ibadah puasa kita menjadi orang yang taqwa. dengan seuntai ayat yang sangat dihafal oleh para ustadz ketika ceramah Ramadhan (Al-Baqarah 183) “Hai orang-orang yang beriman berpuasalah kamu seperti telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.
Lantas kalau kita telah berpuasa, kemudian karena puasa kita itu, harapan Allah untuk kita agar menjadi orang yang taqwa, ternyata terlaksana, sehingga sesudah Ramadhan kitapun menjadi orang yang taat kepada semua perintah Allah dan sekuat tenaga menjauhi semua larangan Allah. Apa selanjutnya kita dapatkan baik di dunia dan di akhirat.
Rupanya Allah menjanjikan kepada kita beberapa hal yang akan kita dapatkan bila kita menjadi orang taqwa sebagai buah puasa Ramadhan tersebut. Sekurangnya akan kita dapat  4 hal  untuk keperluan di dunia dan 4 hal untuk keperluan akhirat dari hasil taqwa itu. Adapun yang didapatkan tersebut dapat saya susun sebagai berikut:
Yang didapat orang taqwa di dunia:
1.       Jalan keluar. Setiap manusia sering dihadapkan ke berbagai masalah dalam kehidupan ini, yang kadang-kadang sepertinya sudah tidak sanggup untuk mengatasinya. Tidak ada orang yang dapat membantu meskipun hanya sekadar dimintai nasihat, atau pendapat. Pada saat sudah sampai ke jalan buntu itu, orang yang taqwa akan diberikan jalan keluar, ada saja suatu kondisi yang terjadi yang merupakan jalan keluar. seperti dikemukan Allah dalam surat At-Talaq (65- ayat 2)
Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
2.       Dapat rezeki yang tak disangka-sangka. Terutama buat sebagian besar orang yang hidupnya pas-pasan. Rezeki yang diterima bulanan boleh dikata telah ada takarannya. Gaji sekian, uang lembur sekian dan kalau atau SPD rata-rata sekian. Dari pemasukan yang teratur dan terukur itu, telah dianggarkan untuk sederet keperluan dan Alhamdulilah pas-pasan. Jika tiba-tiba ada keperluan mendadak, misalnya ada anggota keluarga yang sakit. Atau ketika keperluan masuknya anak sekolah yang begitu besar memerlukan dana. Pemasukan dan tabungan serba sedikit sudah tidak lagi meng-cover (menutupi keperluan). Insya Allah janji Allah kepada orang yang taqwa akan dipenuhi oleh Allah, ada saja rezeki yang tidak terduga-duga datang, untuk memenuhi keperluan tersebut. seperti dijanjikan Allah pada:
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. ayat 3
3.       Dicukupkan keperluan, Hidup di dunia ini, atas kehendak Allah, tidak seorangpun diantara kita yang mengajukan permohonan untuk hidup di dunia ini. Sesungguhnya Allah telah siapkan semua keperluan kita sebelum kita dilahirkan. Sebagai bukti konkrit, bahwa sesaat setelah kita dilahirkan ibu, langsung air susu ibu tersedia untuk makanan awal si bayi. Sebelum kita lahir air susu ibu belum siap. Bila setiap individu menyadari ini, bertawakal dan bertaqwa, Allah akan mencukupkan setiap keperluannya dalam nenjalani kehidupan ini. Hanya saja banyak diantara kita, anugerah pemberian Allah senantiasa dianggap tidak cukup tetap saja tidak puas. Referensi jaminan Allah tersebut dapat kita baca pada ayat 3 surat At-Talaq
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.(ayat 3)
4.       Kemudahan dalam urusan, Manusia sebagai mahluk sosial, berinteraksi sesama disebut masyarakat. Untuk mengelola kehidupan bermasyarakat itu tersusun berbagai aturan dan ketentuan. Sudah wajar bahwa dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tersebut, banyak persoalan dan urusan yang harus diselesaikan, repotnya dalam behubungan dengan manusia, kadang baik menurut kita belum tentu baik menurut orang lain, sesuatu yang seharusnya mudah saja, tapi kadang banyak orang untuk menyelesaikannya demikian berliku-liku. Apalagi di negeri tercinta ini kadang banyak prosedur yang sering tak masuk logika, seharusnya mudah menjadi sulit. Banyak orang bersemboyan, kalau dapat dipersulit mengapa dipermudah. Insya Allah bagi orang yang taqwa janji Allah
Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.  (At-Talaq ayat 4)
Selanjutnya orang Taqwa akan mendapatkan reward buat nanti ketika di akhirat yaitu:
1.       Penghapusan kesalahan-kesalahannya dan dilipat gandakan pahala
Tidak seorang manusiapun yang luput dari perbuatan dosa, apakah kecil atau besar, apakah sengaja, maupun tidak sengaja. Oleh karena itu bila tidak dihapuskan Allah segala dosa, maka kita akan menghadap kepada Allah kelak dalam lumuran dosa. Sementara itu pahala dari kebaikan kita, kalaulah hanya apa adanya, niscaya tak akan sanggup mengimbangi dosa kita. Orang yang taqwa oleh Allah pahalanya dilipat gandakan, dengan demikian diharapkan akan imbang dan dapat meng cover dosa-dosa yang dilakukan. Hal ini terungkap pada ayat ke 5 surat At-Talaq:
dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya. (ayat 5)
2.       Kembali kepada Allah dengan hati yang puas, lagi diridhai Allah. Tidak ada satu agamapun yang memungkiri bahwa setiap orang hidup pasti akan mati, keyakinan ini termasuk bagi orang yang tidak beragama sekalipun. Tiap hidup pasti akan mati, menurut terminology agama (Islam), mati,  kembali kepada Allah. Orang yang taqwa akan kembali kepada Allah dengan hati yang ikhlas, puas karena merasa telah cukup banyak membawa bekal dan telah dengan pasrah berserah diri kepada Allah. Orang yang demikian ini ketika kembali kepada Allah, diterima Allah dengan penuh keridhaan. Isyarat tentang hal itu dapat kita simak di ayat 28 surat Al Fajar (surat 89):
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
3.       Dikelompokkan Allah dalam jamaah  sebagai hamba-hamba Allah. Bagi orang beriman dan bertaqwa, tidak ada kebahagian yang puncak, selain diakui oleh Allah sebagai hamba-Nya. Seperti halnya nabi Muhammad diakui oleh Allah sebagai hamba-Nya terungkap di awal surat Al-Isra “Mahasuci Allah telah menjalankan hamba-Nya”.  Orang yang bertaqwa disejajarkan, terkelompok dalam jamaah “hamba Allah”, seperti terungkap di ayat 29 dari surat Al-Fajar

Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
4.       Masuk ke dalam surga, Tujuan/dambaan setiap orang yang beriman adalah masuk ke dalam surga. Surga dijanjikan kepada orang taqwa, ditegaskan oleh Allah dalam ayat 30 dari surat Al-Fajar.
masuklah ke dalam syurga-Ku.
Semoga buah Ramadhan ini dapat kita petik, tentunya dengan melaksanakan sebaik-baiknya puasa, sehingga memperoleh kualitas puasa sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah.

Thursday 4 June 2015

SAMPAI TUWIR TETAP TAK MAU SALAH



Belakangan ini dengan adanya commuter line kareta api melayani Bogor, Tangerang, Bekasi melintasi kediaman kami. Transportasi ketempat tertentu yang dilintasi kereta api cukup mudah buat kami. Belakangan Jakarta kian macet. Semula beberapa tahun yang lalu, dari rumahku ke Bendunghan Hilir tempat saya ngajar, dapat ditempuh 40 menit. terakhir ini bila mengendarai mobil sendiri bisa-bisa sampai 2 jam. Tahun lalu ketempuh dengan mengendarai Bus Way, makin sekarang juga makin lama sampai ke tujuan, sebab kadang nunggunya lama dan penumpang yang nunggu sudah makin ramai di jam-jam tertentu. Disamping itu juga rada ngeri sering  liat di TV ada Bus Way yang terbakar.
Baru enam bulan terakhir ini kumengetahui, bahwa commuter line pantas jadi tumpanganku untuk pergi pulang mengajar di beberapa kawasan di Jakarta dan Tangerang. Tanpa kemacetan dan waktu tempuh hampir teratur dan terukur, dengan biaya yang jauh lebih murah bila dibanding dengan memakai mobil sendiri, memakai bus way apalagi bila dipadan dengan taxi.
Naik Kereta Api Commuter Line, memang tidak langsung sampai di depan kampus, harus disambung dengan angkot sekitar 10 sampai 15 menit, di DKI dan Jabotabek sekarang biaya angkot jarak dekat Rp 4 ribu, lebih mahal sedikit dari KA Commuter Line. Contoh tarif KA sekarang kalau ke Tangerang dari rumahku hanya Rp 3 ribu, ke stasiun “Karet”, hanya Rp 2 ribu.
Lumayan juga, kegiatan rutin sesudah purnabhakti dari kerjaan lama, sepekan dua atau tiga hari masih ketemu dengan komunitas mahasiswa. Masih dapat keluar rumah bersosialisasi dengan orang lain. Di KA CL, disediakan tempat duduk prioritas diperuntukkan bagi yang lansia, bagi ibu mengandung, atau ibu membawa bayi dan penyandang cacat. Walaupun aku belum membawa tongkat seperti dilambangkan dekat tempat duduk prioritas itu, agaknya aku sudah pantas untuk mendudukinya di usia di atas 65 bukahkan sudah lansia.
Ketika suatu hari aku akan menuju ke stasiun Karet naik dari Sentiong, tetangga dudukku ibu-ibu sudah lansia juga, mungkin lebih senior dariku. Meliwati stasiun Senen menuju Kemayoran, Ibu itu mulai membuka cerita, menanyakan diriku akan kemana. Ku Jawab akan ke Benhil. Karena pertanyaannya berkelanjutan, kujelaskan bahwa akan turun nanti di Stasiun Karet, disambung angkot ke Benhil. 
Rasa ingin tau itu ibu cukup tinggi, tanya pula apa urusanku ke benhil, semula kujawab singkat; “Kerja”. Ibu itu setengah ndak percaya melanjutkan tanyanya “Kerja kok berangkatnya tanggung, sudah pukul empatan sore begini”. Benar juga ini Ibu, kalau kerja kantoran tentu berangkatnya pagi, kalau jaga malam sepertinya ndak pantas potongannya, juga berangkatnya ke awalan.
Kujelaskan sedikit tugasku agak jujur yaitu ngajar, kelihatannya malah tambah si Ibu ndak percaya. Baru agak mudeng ibu ini setelah kusinggung, ada kampus buka mulai sore sampai malam. Malah ibu ini rupanya agak melek soal jurusan perguruan tinggi, pertanyaan makin berentet. Walau kujawab sekali sekali, sesuai pertanyaan, rasa ingin tau si Ibu  rupanya ingin memastikan dengan siapa dia duduk berdampingan di tempat duduk prioritas itu.
Tak terasa kereta tumpangan kami sudah hampir memasuki stasiun Tanah Abang. Giliran aku beratanya: “Ibu mau turun di mana”. Tenang sekali ibu ini menjawab “Stasiun Duri”. Kontan tetangga duduk yang berhadapan dengan kami nyeletuk, “Duri kan sudah lewat”. Dengan cekatan ibu tadi berguman sambil kelihatan kaget “abis Bapak si ngajak saya ngobrol”. Beliau rupanya tak bersedia salah dan balik mempersalahkan saya yang katanya sayalah yang ngajak beliau ngobrol.
Pikirku dalam hati, ini ibu sudah tuwir tetap ngak mau salah. Padahal sedari tadi dia yang mulai ngajak ngomong dengan serentetan pertanyaan. “Ok. Bu, nanti di Tanah Abang ibu turun naik lagi yang nuju Jatinegera turun di stasiun Duri”, demikian beberapa penumpang lain memberi saran. Ibu itupun menghentikan omongannya sambil menanti dibuka pintu kereta, sesampainya nanti di stasiun Tanah Abang. Sebab pintu gerbong kereta tiap stasiun yang dilintasi terbuka sangat sebentar, kalau terlambat keluar, pintu tertutup kembali baru terbuka stasiun berikut. Kebetulan kali ini kereta agak lama bertahan sebelum dapat lampu hijau masuk ke stasiun Tanah Abang. Untungnya sampai di Stasiun Tanah Abang si Ibu masih sempat menucapkan salam perpisahan.
Dalam perjalanan terusan kereta, kuingat tulisan-tulisan ku terdahulu dan juga sering kusampaikan dihadapan audienceku penyebab kenapa bangsa kita tidak mau mengakui kesalahan. Penyebabnya adalah kita sejak kecil oleh pengasuh kita, sudah dibiasakan tidak pernah salah. Contohnya kalau kita masih kecil baru pandai berjalan, tiba-tiba dengan tak sengaja menyenggol sudut meja terkena pelipis atau kepala kita, tentu saja kita yang masih kecil itu menangis sejadi-jadinya disebabkan sakit. Untuk mendiamkan kita agar berhenti menangis, pengasuh kita lantas memukul meja berkali-kali dan mempesalahkan meja, dengan kata-kata “meja nakal-meja nakal”. Sejak masih baru pandai berjalan kita sudah diajari bahwa kita tak pernah salah, walau kenyataannya tu meja diam ditabrak oleh kita, tetap saja meja yang salah. Pelajaran itulah yang terbawa oleh kita sampai tua, semisal Ibu yang manula sekereta dengan saya tadi.