Thursday 25 December 2014

PEMBUKA KATA



Sering kita, ketika menunggu keberangkatan moda transportasi yang akan melayani kita bepergian, semisal, Kereta Api antar Provinsi, Pesawat Terbang, Kapal laut dimusim yang normal, di ruang tunggu duduk berdekatan dengan orang lain yang belum pernah kita kenal sebelumnya. Atau duduk di kursi dalam pesawat terbang yang nomornya berdekatan dempet dengan nomor kursi anda.
Persoalannya kita belum mengerti apa orang yang duduk disamping kita itu termasuk orang yang dapat diajak bicara. Belum lagi kalau ruang tunggu itu merupakan tempat yang asing, katakanlah bukan di negara kita sendiri, atau dalam pesawat penerbangan internasional. Bukan mustahil,  bila kita ajak tetangga duduk kita itu untuk berkenalan, ketika kita sodorkan tangan untuk berkenalan, orang itu menolak atau tidak menyambut. Betapa kecewa dan malunya kita jika yang terjadi seperti saya sebut terakhir tadi.
Bukan tidak mungkin ketika kita tanya yang bersangkutan “akan berangkat kemana Ibu atau Bapak atau Mbak atau Dik”, orang yang kita ajak bicara itu tidak menyahut. Belum lagi kendala bahasa, atau kendala bicara.
Yang dimaksud kendala bahasa, belum tentu orang yang akan kita ajak bicara, sama bahasanya dengan bahasa kita, atau mengerti dengan bahasa yang kita pilih. Yang dimaksud kendala bicara bukan tidak mungkin tetangga duduk kita itu tuna wicara, atau bindeng yang malu suaranya terdengar orang lain.
Ada orang yang berpendapat, ucapkan kata “maaf tanya …..mbak, atau Pak atau apa saja” sesuai kondisi teman duduk kita itu, tua muda, lelaki atau wanita untuk menanyakan sesuatu. Bukan tak pernah terjadi, pertanyaan tersebut diacuhkan, tidak di jawab. Tentu penanya akan malu sekali dan segera memilih untuk pindah tempat duduk. Kalau si penanya kebetulan bertemperamen tinggi mungkin langsung ngomel; “Ditanya gitu aja nggak nyahut, bisu apa”, terjadilah sesuatu yang berbuntut kurang baik.
Oleh karena itu saya sampaikan resep yang barangkali dapat dipergunakan untuk “Pembuka Kata” dalam kondisi tersebut di atas.
Hendaklah anda mengucapkan kata-kata mengenai situasi pada saat itu, boleh situasi di dalam ruangan, atau situasi diluar ruangan yang terlihat dari tempat duduk anda. Ada beberapa pilihan kalimat yang yang dapat anda pilih yang anda ucapkan sendiri. Pilihan kalimat ini, kalaupun tidak ditanggapi orang, anda tidak termasuk orang yang dianggap mengigau, misalnya:
Ø Udara ruangan ini lumayan dingin jangan jangan dibawah …… derajat Celsius.
Ø Cuaca diluar kelihatannya mendung, barangkali sebentar lagi akan hujan.
Ø Sudah pukul sekian kok belum juga ada pemberitahuan keberangkatan, tepat waktu atau tidak siiii,  ini nanti.
Ø Anda melihat ke jam di ruangan atau arloji tangan anda, sambil bergumam misalnya “Sudah jam sebelas”, walau mungkin masih kurang seperempat atau malah lebih seperempat.
Atau kata apa saja yang sekedar berguman sendirian, kalaulah tidak ada yang nanggapi, sudah,  berarti teman duduk kita ogah diajak bicara, sudahlah harus diterima dengan lega. dan kalau dirasa perlu cari tempat duduk lain. Tapi kalau ditanggapi, misalnya untuk soal “Udara” dikomentari “Oo ya saya juga merasa dingin” dstnya, maka pembicaraanpun mulai cair, berarti tetangga itu komunikatif. 
Misalnya ketika anda ngomong sendiri, “cuaca mendung”, tetangga anda duduk menjawab, “mungkin mendung begini ndak akan hujan”. Ketika anda bicara soal keberangkatan, dia nanya, ”pakai pesawat apa”. Ketika anda sengaja menyebut tanda waktu pukul sebelas yang salah, tetangga duduk anda itu mengoreksi. Indikasi-indikasi ini memberi petunjuk obrolan dapat di mulai.
Begitu pula kalau yang bersangkutan berkomentar tentang kalimat lain yang anda pilih selain kalimat di atas yang analog, maka selamat buat anda, masa menunggu anda tidak akan terasa membosankan, sebab obrolan dapat dilanjutkan ke hal-hal yang ringan. Hindari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi.
Kalau anda selanjutnya berhasil memanfaatkan waktu tunggu dengan sukses mengobrol dengan teman baru anda itu, bila teman itu lain kebangsaannya dengan anda, setelah anda ketahui bangsa apakah dia, maka hindarkanlah pertanyaan-pertanyaan anda tentang hal-hal yang tabu buat negara teman baru anda itu, atau hal-hal mengenai sejarah kelam bangsa mereka. Upayakan menghindar dari pembicaraan bertopik agama dan politik.
Tapi harus diingat hindari benar-benar perbedaan pandangan mengenai sesuatu masalah. Ada pepatah orang tua kami dulu “Iyakan yang di orang, Lalukan yang di awak”. Maksudnya: “pendapat orang diiyakan dan kemukakan pendapat kita, kira-kira lawan bicara tidak akan keberatan dengan pendapat kita itu”.
Agaknya model “Pembuka Kata” yang saya tawarkan ini, model mencari teman bicara yang saya usulkan ini, tidaklah berlaku untuk seluruh keadaan. Konsep ini cocok buat suasana ruang publik yang diyakini tidak ada penjahat dan penipu. Orang yang masuk ruang tunggu keberangkatan moda transport kelas tertentu yang masuk ke ruang tunggu sudah melalui saringan, security.
Jika di terminal bis antar kota, atau duduk di dalam bis umum, agaknya model ini kurang tepat dipergunakan, sering kita dengar orang justru dipancing oleh penipu dengan keramah tamahan, akhirnya terkena hipnotis, atau menjadi korban minuman pembius dan dikuras uang dan barang berharga bawaannya.
Selamat mencoba dan semoga perjalanan anda menyenangkan.

Monday 22 December 2014

TAI’ ASU’ JADI RAJA



Di tengah panas terik di suatu jalan raya di sebuah kota di jaman dahalu kala, tergeletak kotoran Anjing di pinggir jalan (bahasa setempat disebut Tai’ Asu’). Tai’ ialah kotoran, Asu’ adalah Anjing, dalam kisah ini  kita singkat saja “T.A.”. 
Selanjutnya T.A.  membayangkan dirinya yang belum lama dikeluarkan si empunya, sangatlah tidak berguna, setiap orang yang lalu lalang menghindar, walau sekedar hanya untuk menginjaknya. Pikir T.A.  alangkah enaknya jika diri ini manjadi debu saja, enak ditiup angin ke mana-mana dapat pergi mengalih rasa.
Proses alam berlangsung, T.A. menjadi kering, baunyapun berkurang, sehingga orang tidak sengaja kesandung dan T.A. terlempar agak ketengah jalan dan kegilas roda gerobak terbawa jauh dari tempat asalnya dan hancur. Setelah hancur menjadi debu, sampai juga rupanya keinginan T.A. untuk menjadi debu saja.
Rupanya belum lama menjadi debu, banyak pula kesulitannya, terbawa angin kesana kemari malah tidak dapat menetap, kadang hinggap disepatu, kadang nempel didaun. Timbul pula keinginan untuk menjadi daun, kendati hanya daun kering, beberapa diantara debu asal T.A itupun berubah menjadi daun kering.
Setelah menjadi daun kering, timbul lagi persoalan baru, pagi-pagi sekali sudah datang orang yang berpakaian kuning-kuning menggumpulkan daun-daun kering dengan penyapu. Setelah dedaunan kering itu terkumpul dinyalakan api, banyak daun yang berasal dari T.A. dilalap api tamatlah riwayatnya.
Diantara dedaunan asal T.A. masih juga ada yang luput dari lalapan api, selanjutnya mereka meminta lagi menjadi debu kembali, ngeri mereka agaknya melihat sebagian mereka lenyap dalam kobaran api. Permintaan rupanya masih dikabulkan menjadilah dia debu kembali dan diantaranya ada yang nempel di sepatu, kebetulan sepatu seorang Raja. Raja hari itu sedang blusukan kepasar tradisional untuk mementau kenaikan harga-harga sehubungan dengan kebijakan menaikan harga komoditi rumput bahan baku penting untuk Kuda penghela Dokar dan Bendi. Rumput juga adalah makanan pokok Sapi baik penghela gerobak pengangkut barang maupun pembajak sawah. Entah bagaimana guratan nasib salah sebutir debu asal T.A. ini tertiup angin hinggap di sepatu Raja. Timbul pikiran ingin menjadi sepatu Raja saja biar menetap tak tertiup angin ke mana-mana seperti daun dan debu kejadian sebelumnya.
Pengalaman baru buat debu berasal T.A.  ikut ke istana, sementara sore hari diletakkan di rak sepatu di istana. Keesokan harinya debu asal T.A. menjadi salah satu sepatu Raja, dikenakan lagi oleh raja ke ruang rapat.  Disitulah T.A. yang kini jadi sepatu Raja, mendengarkan dan menyaksikan bagaimana Raja memimpin rapat para menteri, memberikan instruksi-instruksi. Semua menteri patuh dan hanya mengangguk saja mendengar perintah-perintah Raja. Bukan itu saja para menteri walau semuanya berpakaian yang sama warnanya dengan si Raja, tapi tetap saja ada beda,  di atas kepala Raja bertengger mahkota duduk dikursi yang lebih mewah. Terpikir oleh sepatu Raja yang berasal dari T.A. itu,  bahwa sungguh enak jadi menteri. Menteri apa sajapun kelihatannya enak sekali, pakaian menggunakan pakaian kebesaran kerajaan. Tapi T.A. yang kini jadi sepatu Raja itu kali ini ingin cross langsung menjadi Raja saja, sebab jadi menteri masih saja dibawah perintah Raja, setiap Raja masuk keruangan untuk rapat, sudah ada orang yang menarikkan kursi, seorang membawakan berkas-berkas dan kaca mata,  sementara seluruh menteri berdiri memberi hormat. Enak banar jadi Raja, semua orang hormat padanya, semua fasilitas diutamakan, berjalan kemanapun tak ngenal macet. Keiinginan ini memang luar biasa, tapi pengalaman T.A. selama ini bahwa keinginannya selalu terlaksana, dia jadi yakin bahwa bukan mustahil baginya jadi Raja.
Wong namanya dongeng, imajinasi,  sanggup menerobos alam logika, sesuatu yang mustahil secara logika dapat ditembus oleh imajinasi. Al hasil sang Raja sudah lama kepengen mempunyai keturunan, kebetulan kini Permaisuri sedang hamil tua, sukma sepatu Raja berasal dari debu ber muasal dari T.A. yang pernah jadi daun kering itu, masuk kedalam bayi putra mahkota yang dilahirkan. Singkat kisah, putra mahkota tumbuh menjadi dewasa yang dialah pewaris tahta, terwujudlah cita-cita T.A. menjadi Raja.
Saatnyapun tiba, akhirnya T.A. pun berkesempatan jadi Raja, kebijakan yang sudah diangankannya selama inipun dilaksanakannya. Beberapa kebijaksanaan yang tidak pupoler diluncurkan Raja besarasal dari T.A. itu, ternyata membuat rakyat menjadi bertambah miskin. Angka kemiskinan menjadi lebih bersar dua kali lipat dari Raja sebelumnya. Bersenandunglah para seniman:
Gunung-gunung meletus pertanda berang.
Sawah dan ladang diserang belalang.
Bumi tidak lagi mengeluarkan tambang.
Hutan lebat berubah menjadi padang hilalang.

Tebing-tebing langsor menimbun ribuan rumah dan banyak jiwa  melayangkan dan memiskinkan banyak keluarga. Itu rupanya dampak dari Raja yang tidak adil, mentang-mentang kuasa.
Karena kebijakan Raja baru ini membuat rakyat miskin, ekonomi masyarakat morat marit, ketahanan negara turun ke titik nadir dan hal itu di manfaatkan oleh kerajaan tetangga untuk menyerang, kebetulan di awal pemerintahannya Raja telah banyak pula mengumbar kebijakan yang membuat kerajaan tetangga gerah.
Kerajaan diserang oleh beberapa kerajaan jiran dan tak dapat bertahan, Rajapun tertawan oleh sekutu nagera penyerang. Dalam tawanan T.A. pun merenungi dirinya kembali, di dalam hatinya ia bergumam “kalau keadaan begini, lebih baik kiranya aku kembali menjadi Tai’ Asu’”.
Keesokan harinya terkaget-kaget Raja penakluk mendapat laporan dari sipir rumah tahanan,  Raja tawanannya hilang. Sibuk diselidiki, barangkali ada teralis atau dinding atau loteng yang jebol, ternyata tidak ada tanda-tanda orang dapat meloloskan diri. Para petugas diikuti Raja penakluk bingung ketika menemukan ada sebongah “Tai’ Asu’ di dalam ruang tahanan, mereka tidak mengerti dari mana datangnya/masuknya anjing keruang tahanan yang begitu rapat dan dijaga ketat untuk sekedar membuang hajat.
Demikian dongeng bersumber “NN”, sering didongenkan nenek-nenak jaman kita masih kecil sebelum ada TV. Ketika itu penerangan malam hanya Pelita. Dongeng dituturkan untuk mengantarkan tidur cucu-cucu, agar tidak takut dengan kesunyian malam. Selain itu juga dongeng mengandung nasehat. Kadang ada dongeng memberi nasihat agar gantungkanlah cita-cita setinggi mungkin, dimana ada kemauan selalu terbentang jalan. Kadang ada dongeng yang memberi nasihat agar bercita-citalah yang realistis. Terdapat juga dongeng membuktikan kejujuran pasti terbukti membawa keberuntungan. Ada juga dongeng yang menunjukkan bahwa arogansi berujung kehinaan. Dongeng “Kancil” agaknya membuat banyak pribadi yang cerdik tapi licik.

Wednesday 17 December 2014

RUMAH KEBESARAN




Karebatku ketika masih aktif, sehat dan kebetulan usahanya sukses membuat rumah lumayan besar punya tiga belas kamar standar. Setiap kamar dilengkapi dengan kamar mandi, AC dan seperangkat perabot termasuk TV.
Beralasan memang, kerabatku itu membuat rumah begitu luas, karena punya anak sembilan orang, jadi kamar dipakai sendiri sebuah, untuk anak-anak masing-masing sebuah, komplit terpakai sepuluh kamar. Hitung-hitung kalaulah dikatakan “idle room” ada 3 kamar, tapi itu diperuntukan yang dua buah untuk kemenakan yang numpang hidup untuk kuliah, sebuah lagi dicadangkan buat keluarga dari kampung kadang mampir ke Jakarta nginap semalam dua malam.
Mamang hidup ini tidak kekal selamanya begitu terus, anak-anak satu-satu mulai berkeluarga, selanjutnya misah tidak serumah lagi dengan ORTU. Bagi anak kandung mungkin tetap enak saja, tapi lainhalnya dengan mantu, salah sedikit saja mertua ngomong sudah rasa teriris hati oleh sembilu. Tidak itu saja kadang bahasa tubuh si mertua saja dianalisis, mending kalau postif, kebanyakan out put analisis jatuh ke negatif.
Belum genap limatahun dari mgunduh mantu yang pertama, kamar-kamar sudah semuanya kosong. Kemenakanpun rupanya tidak ada lagi yang numpang, kemenakan yang dulu numpang kuliah sudah pada kerja dan mapan. Kemenakan cucu, sudah lain lagi mereka ganti generasi, kalaulah ada yang numpang kuliah, mereka memilih kerumah paman atau tantenya yaitu anak kerabat saya tadi.
Rumah besar dan kosong bukan mudah bagi Manula diatas mendekati tujuhpuluhan. Rumah bertingkat dua itu, cukup sulit mengurusnya, untuk menghidup dan mematikan listrik yang penting-penting dilantai dua saja merupakan pekerjaan yang membuat pusuh nafas. Belum lagi kalau sesekali harus ngurusin debu dan jelaga. Apalagi kini TDL naik terus, kalau ndak cekatan menghidup dan mematikan lampu,  tariff bulanannya begitu tinggi. Menurut banyak orang, kalau malam listrik diruangan kosong tidak dinyalakan alamat bakal ditempati Gendrowu. Serba salah memang, dari pada kamar dihuni Gendrowo, susah ngusirnya, sudahlah terima nafas puso ngidup matikan lampu.
Lama-kelamaan ada wacana ingin menjual saja rumah yang sudah dibangun susah payah dimasa muda itu, selanjutnya ingin membeli rumah yang sedikit kecil cukup untuk sepasang nenek dan kakek. Atau lebih baik menyewa saja rumah yang labih kecil agar biaya bulanannya tak tertalu tinggi. Mungkin kalau dijual untuk dibelikan rumah lagi, agaknya para pembaca sebagian besar mendukung. Tapi kalau kerabatku yang sudah Manula itu ngontrak, sepertinya banyak handai tolan ndak setuju. Sebab kalau misalnya rumah tersebut terjual katakanlah Rp100, selanjutnya untuk menyewa misalnyalah Rp5, maka 20 tahun rumah tersebut habis tak bepuing. Betul,…. nenek dan kakek undur panggung dunia mungkin ndak sampai 20 tahun, tapi harus diingat bahwa itu nenek dan kakek kan punya keturunan. Jadi keturunan tidak lagi punya bekas-bekas peninggalan ORTU.
Kalau kisah ini dipersamakan dengan Negara, maka bangsa ini kan rencananya hidup terus. Generasi silih berganti dan generasi yang akan datang tentu akan lebih ramai jumlahnya dari generasi kini. Dapat saja terjadi bahwa sebuah gedung kini terasa besar, 20 tahun kedepan sudah kecil.
Kusarankan kepada kerabatku itu, udahlah, itu rumah jangan dijual, pasarkan untuk disewakan buat kost-kost-an ber AC. Ternyata begitu di informasikan, langsung kamar-kamar tersebut terisi penuh. Untuk pengawasan dan Pengelolaan Administrasi, sebuah kamar diperuntukkan bagi seorang yang digaji sebagai pengurus rumah kost. Lumayan di Jakarta rumah setara rumah kerabatku itu per kamar sekurangnya Rp 2,5 juta per bulan. Sebagai tambahan, bahwa untuk menerima orang yang kost harus diteliti identitas dan statusnya, sabab kalau tidak ada sedikit bahaya jika dihuni orang yang tidak baik. Buat saja pembatasan persyaratan sehingga hanya terjaring orang-orang yang baik.
Kayaknya kalaulah ada gedung pemerintah yang dirasa mubajir, rasanya lebih mudah lagi. Bukankah ada instansi pemerintah yang katanya menganggarkan untuk membangun gedung karena gedung lama sudah tak memadai. Tukar aja gimana ya, yang pegawainya sedikit nempati gedung kecil, yang karyawannya banyak nempati gedung besar.  Atau kalau mau niru model kerabatku itu, bagaimana ruangan itu di sewakan ke perusahaan-perusahaan, duitnya masuk kas Negara.
Selamat mencoba ………

Monday 10 November 2014

TERAKHIR YANG MENENTUKAN



Beberapa saat tengah azan zuhur berkumandang, sebuah mobil lumayan mewah masuk di halaman parkir  sebuah apotik. Tak berapa lama keluar seorang pria muda sekitar 30an dengan pakaian rapi, kemeja lengan panjang kelihatannya bermerk mahal,  berdasi, tapi di kakinya ketika turun dari mobil memakai sandal jepit.
Rupanya si pemuda, bukan bermaksud mampir ke apotik, ia titipkan mobil ke tukang parkir selanjutnya menyeberang jalan menuju masjid.  Kami suami istri sedang nunggu penebusan obat di sebuah apotik langganan ex kantorku. Di apotik itu, sepanjang resep berasal dari dokter keluarga, kami tidak perlu merogoh kocek asalkan obat di resep terdaftar obat yang dibolehkan/ditanggung dan plafond tersedia masih meng cover.
Karena mungkin masih lama antri resep kami, diriku juga memilih untuk menyeberang jalan yang dibatasi oleh selokan besar  menuju masjid, untuk ikut shalat zuhur, istriku harus mengalah menunggu, kalau-kalau nanti giliran dipanggil.
Istriku mengisahkan dalam perjalanan kami pulang dari Jakarta Timur ke Jakarta Pusat itu, bahwa sepeninggalku shalat zuhur tadi ada seorang ibu duduk dekat istriku di ruang tunggu apotik, mengomentari tentang pemuda yang memparkir mobil yang kukisahkan di atas.
Komentarnya begini:
“Bukan main pemuda itu; sudah Muda,  Ganteng, Kaya, Taat ibadah pula. Sangat beda dengan tetangga saya, Udah Tuwek, Jelek, Melarat dan membelakang kelangit lagi” (mungkin maksudnya tidak taat ibadah dan melanggar aturan agama).
Kumulai membahas komentar ibu itu dengan kajian agama melalui referensi hadits  di bawah ini:
عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Diriwayatkan dari Zaid bin Wahb, dari Abd.Allah yang berkata: Telah menyampaikan hadits pada kami, Rasul SAW. yang benar dan dibenarkan: sesungguhnya individu kamu dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya empat puluh hari, kemudian menjadi alaqah selama itu juga, kemudian menjadi mudghah selama itu pula, kemudian diutuslah malaikat meniupkan ruh padanya. Diperintahlah untuk menuliskan empat kalimat yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan bahagia atau susah. Demi Dzat yang tiada Tuhan selain-Nya, sesungguhnya seseorang mengamalkan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dia dengan surga itu sehasta, kemudian lewat atasnya ketetapan yang tertulis, maka beramal dengan amalan ahli neraka, masuklah ia ke neraka. Sesungguhnya seseorang yang beramal amalan ahli neraka hingga antara dia dengan neraka jarak sehasta, lewatlah ketetapan yang tertulis itu, kemudian beramal amalan ahli surga, maka masuklah ia ke surga. Hr. Ahmad (164-241H), al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H), al-Tirmidzi (209-279H) al-Bayhaqi (384-458H). Redaksi yang dikutip di sini adalah riwayat Muslim.
Dari hadits di atas dapat kita pahami bahwa tentang sudah ada empat ketentuan nasib seseorang selama menjalani hidup di dunia yaitu:
1.     Tentang rezekinya. Sehingga kalau kita renungkan, kehidupan ini; kita kaya, kita miskin, kita biasa-biasa saja, sudah menjadi ketentuan dan merupakan pilihan yang maha kuasa dan sudah ditentukan sebelumnya. Kata lain kalau anda kebetulan jadi orang kaya, bukan hanya lantaran anda pintar, lantaran  anda rajin, tetapi sesungguhnya sudah dipilih oleh pencipta anda. Begitu pula jika anda miskin, atau biasa-biasa saja. Oleh karena itu, apapun posisi kita hendaklah diterima dengan penuh kesabaran untuk menjalaninya. Dalam posisi apapun anda tergantung bagaimana cara membawa diri. Jadi orang kaya, hendaklah penuhi kewajiban anda sebagai orang kaya. Jadi orang miskin, hendaklah anda menjadi orang miskin yang beriman, berbudi dan beradab, jadilah orang  miskin yang sabar dan tahu hak-hak sebagai orang miskin.
2.     Ajalnya. Kalau begitu bahwa takaran umur sudah ditetapkan, tapi tak seorangpun yang mengetahui batasan umurnya dengan pasti, itu rahasia sang pencipta. Oleh karena itu setiap kita tidak boleh membiarkan diri kita untuk menantang segera mengakhiri umur kita. Bila sakit wajib berobat, bila ada bahaya mengancam jiwa yang diketahui di depan mata, wajib kita untuk menghindar.
3.     Amal dan bahagia dan susahnya. Perbuatan kita, jadikah kita ini seperti pemuda dikisahkan di atas, atau kita jadi orang yang amalnya sebaliknya. Apakah kehidupan kita jadi orang kaya yang sekaligus bahagia.  Apakah anda menjadi orang kaya enak benar menurut orang yang melihatnya, tetapi sesungguhnya anda dalam ketidak bahagiaan, penuh kegelishan, penuh kecemasan. Apakah anda menjadi orang yang miskin tapi bahagia, atau sudah miskin harta miskin pula jiwa.
4.     Termasuk tentang apakah calon bayi nantinya, setelah singgah di dunia kembali ke akhirat  akan menjadi penghuni surga atau neraka.
Khusus butir 4, agaknya kehidupan ini akan ditentukan oleh bagaimana akhir dari kehidupan ini. Dapat saja orang yang semasa muda taat, tetapi menjelang tua entah pengaruh apa menjadi terpeleset ke jurang nista.
Kalau kita renung-renung agak mendalam bahwa kehidupan manusia ini dari muda sampai tua dapat termasuk dalam kelompok:
1.     Sejak muda sampai tua terus dalam iman dengan demikian amalnya baik, akhir hayat khusnul khatimah.
2.     Semasa muda beriman dan beramal baik, karena sesuatu sebab masa menjelang tua terpengaruh membuat iman melorot dan akhirnya menutup usia dalam kedaan kemerosotan iman.
3.     Semasa  muda beriman dan beramal baik, semasa pertengahan usia karena pengaruh lingkungan merosot imannya dan tak sempat beramal baik. Untunglah semasa tua sebelum wafat sempat tobat dan kembali menjadi orang saleh.
4.     Semasa muda belum mengenal iman, belum mengenal ibadah, belum melakukan perbuatan baik. Masa menjelang tutup usia, sempat bertobat dan menjadi orang yang beriman kuat dan beramal saleh.
Pernah kami mempunyai teman sekantor dulu, semasa awal-awal saya kenal  tergolong bukan ahli ibadah, tak jauh dari meja mengadu nasib, tangannya tak jauh dari mencekek botol. Tapi Subhanallah, menjelang tutup usia berubah menjadi orang yang taat ibadah, sama sekali melepaskan diri dari duduk dimeja judi dan tidak lagi mengenal leher botol yang biasanya ia cekek. Terakhir kudengar temanku itu sudah tutup usia dan dalam keadaan istiqamah dalam ibadah dan imannya. Inikah yang dimakaud dalam hadis di atas ”Sesungguhnya seseorang yang beramal amalan ahli neraka hingga antara dia dengan neraka jarak sehasta, lewatlah ketetapan yang tertulis itu, kemudian beramal amalan ahli surga, maka masuklah ia ke surga”
Jadi siapapun kita, tidak dapat memastikan nantinya seseorang akan bagaimana nanti, dan yang menentukan adalah kehidupan terakhir. Lebih ekstrim lagi ditentukan pada saat lepasnya roh dari jasmani atau sering disebut dengan sakaratul maut.
Semoga kita semua ditakdirkan Allah menjadi orang-orang yang dapat menjalani hidup ini dengan iman dan amal saleh sejak sekarang sampai akhir hayat. Aamien, Barakallahufik.