Monday 10 November 2014

TERAKHIR YANG MENENTUKAN



Beberapa saat tengah azan zuhur berkumandang, sebuah mobil lumayan mewah masuk di halaman parkir  sebuah apotik. Tak berapa lama keluar seorang pria muda sekitar 30an dengan pakaian rapi, kemeja lengan panjang kelihatannya bermerk mahal,  berdasi, tapi di kakinya ketika turun dari mobil memakai sandal jepit.
Rupanya si pemuda, bukan bermaksud mampir ke apotik, ia titipkan mobil ke tukang parkir selanjutnya menyeberang jalan menuju masjid.  Kami suami istri sedang nunggu penebusan obat di sebuah apotik langganan ex kantorku. Di apotik itu, sepanjang resep berasal dari dokter keluarga, kami tidak perlu merogoh kocek asalkan obat di resep terdaftar obat yang dibolehkan/ditanggung dan plafond tersedia masih meng cover.
Karena mungkin masih lama antri resep kami, diriku juga memilih untuk menyeberang jalan yang dibatasi oleh selokan besar  menuju masjid, untuk ikut shalat zuhur, istriku harus mengalah menunggu, kalau-kalau nanti giliran dipanggil.
Istriku mengisahkan dalam perjalanan kami pulang dari Jakarta Timur ke Jakarta Pusat itu, bahwa sepeninggalku shalat zuhur tadi ada seorang ibu duduk dekat istriku di ruang tunggu apotik, mengomentari tentang pemuda yang memparkir mobil yang kukisahkan di atas.
Komentarnya begini:
“Bukan main pemuda itu; sudah Muda,  Ganteng, Kaya, Taat ibadah pula. Sangat beda dengan tetangga saya, Udah Tuwek, Jelek, Melarat dan membelakang kelangit lagi” (mungkin maksudnya tidak taat ibadah dan melanggar aturan agama).
Kumulai membahas komentar ibu itu dengan kajian agama melalui referensi hadits  di bawah ini:
عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Diriwayatkan dari Zaid bin Wahb, dari Abd.Allah yang berkata: Telah menyampaikan hadits pada kami, Rasul SAW. yang benar dan dibenarkan: sesungguhnya individu kamu dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya empat puluh hari, kemudian menjadi alaqah selama itu juga, kemudian menjadi mudghah selama itu pula, kemudian diutuslah malaikat meniupkan ruh padanya. Diperintahlah untuk menuliskan empat kalimat yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan bahagia atau susah. Demi Dzat yang tiada Tuhan selain-Nya, sesungguhnya seseorang mengamalkan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dia dengan surga itu sehasta, kemudian lewat atasnya ketetapan yang tertulis, maka beramal dengan amalan ahli neraka, masuklah ia ke neraka. Sesungguhnya seseorang yang beramal amalan ahli neraka hingga antara dia dengan neraka jarak sehasta, lewatlah ketetapan yang tertulis itu, kemudian beramal amalan ahli surga, maka masuklah ia ke surga. Hr. Ahmad (164-241H), al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H), al-Tirmidzi (209-279H) al-Bayhaqi (384-458H). Redaksi yang dikutip di sini adalah riwayat Muslim.
Dari hadits di atas dapat kita pahami bahwa tentang sudah ada empat ketentuan nasib seseorang selama menjalani hidup di dunia yaitu:
1.     Tentang rezekinya. Sehingga kalau kita renungkan, kehidupan ini; kita kaya, kita miskin, kita biasa-biasa saja, sudah menjadi ketentuan dan merupakan pilihan yang maha kuasa dan sudah ditentukan sebelumnya. Kata lain kalau anda kebetulan jadi orang kaya, bukan hanya lantaran anda pintar, lantaran  anda rajin, tetapi sesungguhnya sudah dipilih oleh pencipta anda. Begitu pula jika anda miskin, atau biasa-biasa saja. Oleh karena itu, apapun posisi kita hendaklah diterima dengan penuh kesabaran untuk menjalaninya. Dalam posisi apapun anda tergantung bagaimana cara membawa diri. Jadi orang kaya, hendaklah penuhi kewajiban anda sebagai orang kaya. Jadi orang miskin, hendaklah anda menjadi orang miskin yang beriman, berbudi dan beradab, jadilah orang  miskin yang sabar dan tahu hak-hak sebagai orang miskin.
2.     Ajalnya. Kalau begitu bahwa takaran umur sudah ditetapkan, tapi tak seorangpun yang mengetahui batasan umurnya dengan pasti, itu rahasia sang pencipta. Oleh karena itu setiap kita tidak boleh membiarkan diri kita untuk menantang segera mengakhiri umur kita. Bila sakit wajib berobat, bila ada bahaya mengancam jiwa yang diketahui di depan mata, wajib kita untuk menghindar.
3.     Amal dan bahagia dan susahnya. Perbuatan kita, jadikah kita ini seperti pemuda dikisahkan di atas, atau kita jadi orang yang amalnya sebaliknya. Apakah kehidupan kita jadi orang kaya yang sekaligus bahagia.  Apakah anda menjadi orang kaya enak benar menurut orang yang melihatnya, tetapi sesungguhnya anda dalam ketidak bahagiaan, penuh kegelishan, penuh kecemasan. Apakah anda menjadi orang yang miskin tapi bahagia, atau sudah miskin harta miskin pula jiwa.
4.     Termasuk tentang apakah calon bayi nantinya, setelah singgah di dunia kembali ke akhirat  akan menjadi penghuni surga atau neraka.
Khusus butir 4, agaknya kehidupan ini akan ditentukan oleh bagaimana akhir dari kehidupan ini. Dapat saja orang yang semasa muda taat, tetapi menjelang tua entah pengaruh apa menjadi terpeleset ke jurang nista.
Kalau kita renung-renung agak mendalam bahwa kehidupan manusia ini dari muda sampai tua dapat termasuk dalam kelompok:
1.     Sejak muda sampai tua terus dalam iman dengan demikian amalnya baik, akhir hayat khusnul khatimah.
2.     Semasa muda beriman dan beramal baik, karena sesuatu sebab masa menjelang tua terpengaruh membuat iman melorot dan akhirnya menutup usia dalam kedaan kemerosotan iman.
3.     Semasa  muda beriman dan beramal baik, semasa pertengahan usia karena pengaruh lingkungan merosot imannya dan tak sempat beramal baik. Untunglah semasa tua sebelum wafat sempat tobat dan kembali menjadi orang saleh.
4.     Semasa muda belum mengenal iman, belum mengenal ibadah, belum melakukan perbuatan baik. Masa menjelang tutup usia, sempat bertobat dan menjadi orang yang beriman kuat dan beramal saleh.
Pernah kami mempunyai teman sekantor dulu, semasa awal-awal saya kenal  tergolong bukan ahli ibadah, tak jauh dari meja mengadu nasib, tangannya tak jauh dari mencekek botol. Tapi Subhanallah, menjelang tutup usia berubah menjadi orang yang taat ibadah, sama sekali melepaskan diri dari duduk dimeja judi dan tidak lagi mengenal leher botol yang biasanya ia cekek. Terakhir kudengar temanku itu sudah tutup usia dan dalam keadaan istiqamah dalam ibadah dan imannya. Inikah yang dimakaud dalam hadis di atas ”Sesungguhnya seseorang yang beramal amalan ahli neraka hingga antara dia dengan neraka jarak sehasta, lewatlah ketetapan yang tertulis itu, kemudian beramal amalan ahli surga, maka masuklah ia ke surga”
Jadi siapapun kita, tidak dapat memastikan nantinya seseorang akan bagaimana nanti, dan yang menentukan adalah kehidupan terakhir. Lebih ekstrim lagi ditentukan pada saat lepasnya roh dari jasmani atau sering disebut dengan sakaratul maut.
Semoga kita semua ditakdirkan Allah menjadi orang-orang yang dapat menjalani hidup ini dengan iman dan amal saleh sejak sekarang sampai akhir hayat. Aamien, Barakallahufik.

Thursday 6 November 2014

KONSEP KESEJAHTERAAN



Insya Allah boleh dibaca siapa saja dan Insya Allah tidak menyunggung siapapun juga.
Attaubah (9:105)
Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
Kita bersyukur kepada Allah swt, atas karuniaNya yang demikian banyaknya tak mampu kita mencatatnya, apalagi menghitungkan. Diantara kenikmatan tersebut di kesempatan  sampai tulisan ini anda unggah dapat anda membacanya  selanjutnya ikut  merenungkan sejenak;
Bahwa kita semua ini diberikan kesehatan dan kekuatan untuk masih dapat menghirup oksigen dengan santai, sementara ada diantara teman kita yang menghirup oksigen melalui selang sambil terbaring di Rumah-sakit. Tentu kita ini yang sehat afiat ini masing-masing mempunyai aktivitas pekerjaan masing-masing dalam usaha mencari rezeki dari Allah.
Bahwa banyak orang lain yang masih kurang beruntung, sehingga untuk mencari kerja saja susah. Sementara diantara pembaca ini, begitu pagi tiba sudah ada tempat yang dituju untuk kerja dan rezekinyapun teratur dan terukur.
Juga bersyukur diantara kita, memang tidak seperti sebagian jamaah tadi, sudah ada tempat yang dituju untuk bekerja, melainkan masih mencari hari ini akan kerja dimana dan kerja apa. Tapi tetap bersyukur masih ada ketrampilan dan kesempatan untuk menggunakan ketrampilan guna mendapatkan karunia Allah berupa rezki.
Betapa banyak saudara kita yang kurang beruntung, tidak ada tempat yang dituju untuk kerja, sudah mencari kemana-mana belum dapat. Tapi tetap saja bersyukur masih sehat dan kuat untuk kapan ada kesempatan.
Hadirin sidang pembaca yang diredhai Allah, Insya Allah
Pada ayat di surat Attaubah 105 di mukaddimah tulisan ini. Allah memerintahkan kita semua untuk bekerja, tidak menganggur, harus bertebaran dimuka bumi untuk mencari rahmat Allah, setelah kewajiban shalat ditunaikan. Dilanjutkan dengan perintah Allah:
Surat Al-Jumaah (62:10)
10. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Sebagai manusia muslim sebagai individu  berada dalam struktur organisasi masyarakat.
Organisasi masyarakat dibangun oleh tiga pilar yaitu:
INDIVIDU, KELUARGA, DAN MASYARAKAT SEHINGGA TERBENTUK NEGARA.  sebagai anggota masyarakat. Setiap orang berkerja,  dalam masyarakat Islam,  seseorang bekerja mencari nafkah untuk “empat” kepentingan yaitu:
·        Kepentingan diri sendiri. Nafkah, rezki yang diperoleh untuk dipergunakan sebaik-baiknya agar diri dapat dibangun, sehingga sehat afiat untuk sanggup melaksanakan pengabdian kepada Allah. Untuk sanggup membiayai segenap ibadah baik secara vertical kepada Allah maupun secara horizontal kepada sesama manusia berupa  ibadah sosial.
·        Hasil kerja mencari nafkah, kepentingan yang kedua adalah untuk keluarga. Allah memberikan petunjuk tentang hal ini di dalam Al-Qur’an surat Al Isyra 26 (17:26).
26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Allah memandu kita untuk mengalokasikan pendapatan yang kita peroleh dari hasil usaha kita adalah YANG PERTAMA untuk keluarga yang dekat. YANG KEDUA untuk orang miskin. YANG KETIGA untuk orang dalam perjalanan. TETAPI diingatkan oleh Allah jangan menghambur-hamburkan harta kita, jangan menghambur-hamburkan hasil pendapatan kita secara boros.
·        Pendapatan dari hasil kerja mencari nafkah “kepentingan ketiga”  adalah untuk kepentingan masa depan keturunan dan agar menenteramkan masyarakat. Sebagai referensi kita adalah Surat An Nisa ayat 9 (4:9)
9. Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Perintah Allah di surat Annisa 9 ini, mengingatkan kita harus menyisihkan sebagian pendapatan kita untuk keperluan anak dan cucu dzuriat keturunan kita, kita diperintahkan berinvestasi dalam diri anak keturunan kita dengan harta dan kemampuan yang kita miliki, agar anak kita nanti tumbuh menjadi manusia yang sehat, kuat, mapan, manusia yang mandiri dan tidak merepotkan orang lain
·        Dalam pada itu, juga setiap muslim bekerja membanting tulang, memeras keringat untuk mendapatklan rezeki dari Allah, juga punya kepentingan yang keempat yaitu untuk keperluan ibadah sosial seperti yang diarahkan oleh Allah dalam surat Al Ma’un (107: 1-3).
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Jadi sebagian dari rezeki yang diperoleh dari kegiatan mencari nafkah tersebut, harus disisihkan untuk kepentingan masyarakat yaitu orang-orang miskin.
Sidang pembaca;…… Keluarga, kumpulan dari individu
Negara, sebagai wadah tempat individu dan masyarakat berada. Di dalam konsep kesejahteraan pola masyarakat Islam. Individu, keluarga, masyarakat dan bangsa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan satu persatu. Individu sangat bergantung dengan keluarga dan masyarakat dan bangsa dan sebaliknya. Bangsa akan sejahtera bila setiap individu dan keluarga dapat terjamin iklim yang kondusif buat mereka bekerja mencari nafkah. Keluarga akan bahagia bila sukses setiap individu dalam keluarga mencari nafkah. Bangsa akan berwibawa berdaulat, aman dan teratur bila seluruh individu dan keluarga/masyarakat mudah diatur dan dalam mencari rezeki, mencari nafkah dengan ketentuan yang diredhai oleh Allah.
Allah menjanjikan bagi suatu negara yang penduduknya, ketika mencari nafkah, ketika beraktivitas melakukannya dengan sandaran taqwa kepada Allah. Akan memberikan keberkatan dari langit dan dari bumi. Seperti di tegaskan Allah dalam surat Al A’raf (7:96).
96. Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Agama Islam, tidak menafikan bahwa dalam struktur masyarakat, tidak semuanya Islam.
Secara tegas Allah memberikan penegasan dalam surat Ar-Ra’ad (13:31)
Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya.
Jadi kalau demikian, dunia ini memang bukan untuk dihuni hanya oleh orang muslim,
Persoalannya adalah bagaimana pendistribusian kesejahtaraan menurut konsep Islam apakah hanya untuk sesama muslim saja??? Bagaimana terhadap  ummat non muslim.
Kita perhatikan petunjuk Allah dalam surat Al-Baqarah (2:126)
126. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali"
Jadi jelaslah bahwa soal kehidupan dunia, soal rezeki, soal persaingan hidup di dunia ini, Allah memberikan kepada hambanya yang muslim dan juga kepada seluruh ummat manusia. Pembeda antara muslim dan non muslim soal rezki akan nampak bukan di dunia ini, tapi nanti di akhirat kelak.
Selanjutnya saudaraku, bahwa Islam mengajarkan bahwa rezki yang diperoleh itu didistribusikan untuk kepentingan diri si yang memperoleh rezki, dinafkahkan untuk sanak keluarga dan karib kerabat, anak yatim orang terlantar, fakir miskin untuk kepentingan sosial kemasyarakatan.
Semoga kita semua sebagai hamba Allah muslim, mampu untuk mencari rezeki yang halal dan mampu pula membelanjakan, mendistribusikan kepada para pihak yang telah dituntunkan oleh Allah.
Semoga dengan demikian, segala aktivitas kita dalam mencari rezeki dan mendsitribusikan rezeki kita, karena sesuai petunjuk Allah dan diniatkan untuk menjalankan perintah Allah, makapun mudah-mudahan dicatat Allah sebagai amal shaleh membentengi kita dari adzab siksa neraka yang diancamkan kepada orang kafir.
Barakallufik,