Monday 22 October 2012

ENGGANG TERBANG RANTING PATAH ANAK RAJA MATI DITIMPANYA

Pepatah seperti pada judul, menurut arti bahasa mengisahkan tentang seekor burung namanya burung “Enggang” setelah hinggap cukup lama di dahan sebatang pohon di dalam hutan cukup lebat, kemudian terbang meninggalkan pohon itu. Begitu itu burung terbang ada ranting di dahan pohon tersebut yang patah, jatuh meluncur ke bawah, sementara rupanya ada anak raja yang beristirahat di bawah pohon karena kecapean berburu,  diiringi oleh para pengawal. Ranting jatuh itu menimpa si anak raja, ketimpa ranting si anak raja tiba-tiba  mati, sebelumnya segar bugar.
Atas kenyataan itu, maka si burung Enggang-lah, dianggap sebagai penyebab matinya anak raja. Kalaulah Enggang tidak terbang, ranting tidak akan patah. Kalau ranting tidak patah, tentu tidak akan jatuh menimpa sang anak raja. Kalau tidak tertimpa ranting, si anak raja tidak akan mati. Demikian analisis sebab-akibat tentu jangan bicara taqdir. Tentu jangan kaitkan dengan pepatah “sebelum ajal berpantang mati”.
Pepatah ini digunakan untuk mewakili suatu keadaan di mana terjadinya sesuatu seolah-olah disebabkan oleh ulah kejadian yang sebelumnya terjadi. Dikatakan seolah-olah, karena kalau diurut runtut sebabnya bukanlah ulah seseorang atau kejadian itu penyebabnya, tetapi sebenarnya ada sebab lain yang lebih tepat sebagai penyebabnya. Misalnya sang anak raja tadinya sudah mengidap sakit jantung, hanya karena kaget ketimpa ranting, terjadilah gagal jantung menyebabkan kematiannya.
Seorang ibu pemimpin cabang suatu institusi, dalam obrolan arisan ibu-ibu isteri pejabat; ibu pemimpin menceritakan keluhannya sering terasa tidak enak badan, sering pegal-pegal, terasa mudah sekali masuk angin, kepala sering pusing ringan. Maklum arisan ibu-ibu dalam suatu institusi,  apalagi yang ngomong isteri pemimpin,  tentu omongannya langsung jadi topik bahasan.  Diantara ibu pejabat di arisan itu merespon, menceritakan punya langganan ahli urut. Dianya isteri pejabat tersebut juga punya keluhan yang mirip, lantaran diurut ahli urut itu,  sekarang sudah tidak muncul lagi; pusing-pusing, pegal-pegal, masuk angin.
Kontan isteri pemimpin yang sekaligus jadi pemimpin rapat dalam arisan itu, memesan agar si tukang urut dipanggil kerumahnya dan ditentukan sekali waktunya.  Maklum, ....... yang mesan ibu pemimpin, si isteri pejabat yang suaminya bawahan suami ibu tersebut di kantor, pulang arisan tidak langsung ke rumah, mampir dulu di rumah ahli urut untuk memesan agar menjadualkan mengurut itu ibu bos. Diiringi pesan, nanti akan dijemput dan didampingi ke rumah ibu bos pada saatnya nanti. Terselip juga tujuan dengan pendekatan, mengambil hati isteri bos, akan memuluskan karier suami di kantor, sebab zaman itu sering orang bersemboyan bahwa kesuksesan suami banyak ditentukan oleh isteri. Supaya suami sukses dalam karier si isteri juga harus usaha diantaranya mendekati isteri bos. Sebab isteri bos sangat menentukan dalam “management kasur”. Justru banyak keputusan yang manjur membuat orang menjadi mujur melalui “management kasur”.
Sengaja kalender dirumah si isteri pejabat itu diberi bertanda tanggal yang ditentukan untuk menjemput ahli urut, tidak lupa sudah lapor suami, bahwa dihari itu nanti akan melakukan sesuatu kegiatan yang EMAN  dilewatkan,  yaitu menanam budi ke isteri bos. Si suami tentu mendukung karena kalau isteri bos senang sudah barang pasti bos juga akan senang kepadanya. Paling tidak, giliran ada mutasi akan ditempatkan di tempat basah, giliran penilaian kondite paling tidak dapat mengatrol nilai sekurangnya menang satu dari pejabat lainnya.
Hari “H” dijadwalkan sesudah ashar ahli urut sudah sampai dikediaman ibu bos. Si isteri pejabat ambil ancang-ancang  sebelum ashar sudah menyiapkan pengemudi dan pesan, nanti kita shalat ashar di mushala rumah dinas bos saja. Singkat cerita meluncurlah ahli urut bersama isteri pejabat kekediaman si bos.
Peristiwa yang mengagetkan diluar dugaan, baru saja si ahli urut  menjamahkan tangannya ke bagian pundak sang isteri bos, serta merta si ibu yang usianya masih di bawah limapuluhan itu terkulai layu dan tidak sadarkan diri. Suasana menjadi tegang, ahli urut memanggil dengan suara keras ke ibu isteri pejabat yang baru saja pamit akan shalat ashar ke mushala. Tidak ayal lagi seisi rumah; tukang kebun, tukang cuci dan pembantu rumah tangga di rumah bos menjadi panik, demikian juga supir mobil isteri pejabat tersebut. Keputusan segera diambil,  ibu isteri bos langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Benar juga di rumah sakit setelah melalui proses singkat di UGD langsung si ibu dimasukkan ke ruang perawatan intensif  (ICCU), agaknya si ibu terkena serangan jantung. Langsung saja bos di kantor diberi kabar. Secara singkat bila ditanya penyebab kejadian adalah gara-gara diurut. “Enggang terbang ranting  patah anak raja mati ditimpanya”.
Berkaca dari pengalaman terebut, kami sekeluarga, jika ada tetangga tidak enak badan misalnya, tidak berani memberi obat, walau dengan obat ringan sekalipun. Untuk sakit yang ringan isteriku kebetulan lulusan sekolah farmasi dan lama bekerja di beberapa apotik di tempat/kota mengikuti saya bertugas. Dulu dia sering bantu kalau ada keluarga atau tetangga sakit ringan memberikan obat. Sejak kejadian itu betul-betul memantangkan diri. Demikan juga kini anak kami kedua-duanya menjadi dokter, tetangga juga tau kalau mereka dokter. Bila ada tetangga yang sakit ia menganjurkan ke puskesmas atau ke praktek dokter resmi saja, sebab mereka tidak buka praktek umum di rumah dikawasan kami tinggal. Menghindari  “Enggang terbang ranting patah anak raja mati ditimpanya”.

Thursday 18 October 2012

TEMPAT WUDHU & TOILET DUA MASJID DI TANAH SUCI

Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah, sepanjang tahun tidak sepi pengunjung. Sedang padat-padatnya pengunjung adalah di musim haji dan pada bulan Ramadhan. Salah satu kesulitan yang belum diberikan pemecahan yang tepat ke dua masjid tersebut adalah mengenai toilet dan tempat wudhu. Bagi jamaah yang dapat mempertahankan wudhunya, menahan buang air kecil dan buang angin, tidak begitu bermasalah, dapat saja masuk masjid waktu ashar, sampai selesai isya baru keluar. Tapi untuk usia di atas limapuluhan kebanyakan sudah tidak dapat menahan kencing begitu lama,  demikian pula buang angin.
Di masjid Nabawi untuk berwudhu harus keluar masjid, ke bangunan di bawah tanah. Melangkah dari pintu mesjid sekurangnya lima puluh sampai tujuh puluh lima langkah untuk menuju mulut terowongan tempat wudhu ke bawah tanah, menuruni lagi eskalator beberapa putaran baru sampai ke tempat wudhu dan toilet.
Sementara itu di Masjidil Haram tersedia tempat wudhu di luar masjid yang terdekat dari pintu ada sekitar limapuluhan meter, tetapi tidak tersedia toilet. Jika ingin kencing sekalian wudhu harus keluar masjid, dari pintu terdekat sekitar 250 langkah. Itulah sebabnya jika jamaah batal wudhu tidak ingin kencing jadi malas untuk keluar ke tempat wudhu diluar masjid. Paling kurang ada dua sebab mereka malas keluar; pertama bila siang hari sengatan panas jika musim panas,  yang kedua paling utama, apabila sudah terlanjur keluar, sulit untuk mendapatkan tempat lagi ketika masuk kembali. Itulah sebabnya kalau hanya sekedar batal wudhu lantaran kentut, jamaah memilih wudhu di tempat kran air  zam-zam yang sedianya diperuntukkan untuk minum. Tidak mungkin untuk mengguyur kaki langsung ke kran dengan mengangkat kaki setinggi dada itu, harus menggunakan gelas. Tempat minum itu tidak disediakan drainase pembuangan air, sebab memang bukan untuk disiram-siram. Akibatnya menjadi becek dan berjubel manusia antri lelaki dan perempuan. Ini pemandangan tidak nyaman dan keadaannya sangat tidak mengenakkan, selain itu terjadi lagi saling marah antar jamaah, ingin berebut duluan. Belum lagi ada yang sok ngatur untuk nisa dan rizal. Suasana tambah semerawut ada lagi jamaah yang membawa jerigen mengisi air zam-zam untuk dibawa pulang.
Suasana berebut wudhu di kran air zam-zam di dalam masjidil haram seperti terlihat dalam foto di bawah ini:

Sementara itu seperti dikemukakan di atas tempat wudhu disediakan diluar masjid jaraknya cukup jauh dari pintu masjid dan tidak tersedia toilet seperti nampak dalam foto berikut:













Andaikan saya punya akses untuk menyarankan kepada penguasa kedua masjid tersebut maka akan saya usulkan:
Untuk Masjid Nabawi:
Harusnya tersedia tempat wudhu di dinding luar masjid yang disediakan untuk jamaah yang hanya memperbarui wudhu yang batal, bangunan terbuka, supaya tidak dimanfaatkan orang untuk kencing.  Juga disediakan toilet-toilet yang peruntukannya hanya untuk buang air kecil dibangun menempel dengan dinding masjid juga, sederetan tempat wudhu itu, beberapa kran wudhu terdapat dua atau tiga tempat buang air kecil. Pada tempat itu dipasang pengumuman “hanya untuk buang air kecil” bagi yang ingin buang air besar silahkan ke toilet di bawah tanah yang sudah tersedia sangat baik itu. Bangunan kecil untuk buang air kecil dibuat sedemikian rupa, terbuka bagi para pengguna tertutup untuk umum, sehingga dengan demikian pengguna malu untuk menggunakan selain dari buang air kecil, misalnya buang air besar. Ikuti saja model toilet-toilet seperti di hotel, rumah sakit yang antar pengguna dapat saling liat kepala, menghadap ke tembok dilindungi oleh sekat-sekat. Saya usulkan demikian karena Masjid Nabawi lokasinya persegi  panjang sebagaimana masjid-masjid lainnya di dunia.

Untuk Masjidil Haram:
Untuk Majidil haram, karena ada kekhususan yaitu bangunannya melingkar mengelilingi Ka’bah, sumber air zam-zam berada dilokasi tersebut. Karena struktur denahnya demikian itu arus masuk dan keluar jamaah dari berbagai arah. Maka diusulkan disamping tetap dipertahankan tempat minum air zam-zam, disediakan juga di dalam masjid tempat wudhu dekat tempat kran minum air zam-zam. Tempat wudhu tersebut dialiri air bukan air zam-zam dan disediakan drainase yang sesuai peruntukannya. Bila sudah disediakan tempat wudhu di dalam masjid, jamaah dilarang wudhu di kran air zam-zam.  Seperti usul untuk masjid Nabawi, dibeberapa titik tempat wudhu disediakan bangunan kecil untuk buang air kecil dibuat sedemikian rupa, terbuka bagi para pengguna tertutup untuk umum, sehingga dengan demikian pengguna malu untuk menggunakan selain dari buah air kecil, misalnya buang air besar. Ikuti saja model toilet-toilet seperti di hotel, rumah sakit yang antar pengguna dapat saling liat kepala, menghadap ke tembok dilindungi oleh sekat-sekat.
Demikian potret kedua masjid itu dari sudut toilet dan tempat wudhu. Suasana akan sangat menyulitkan disaat pengunjung benar-benar padat pada saat umrah Ramadan dan musim haji. Kadang sudah masuk masjid sulit keluar. Sudah keluar sulit lagi masuk, sementara wudhu batal harus segera memperbaharui  wudhu. Begitu sudah wudhu sulit  mendapatkan tempat lagi untuk mengikuti shalat, karena masuknya sudah susah. Jika tempatnya dekat, dapat mempertahankan tempat yang sudah ditempati dengan meninggalkan sajadah misalnya, dan berwakil kepada jamaah disamping kita, meskipun lain bangsa insya Allah jika kita pamit sebentar untuk wudhu mereka bersedia dan tempat itu dapat dipertahankan.