Monday 31 October 2016

TEKANTAL



izin pakai bahasa daerah, “Tekantal”; adalah untuk mengungkapkan suatu keadaan seseorang yang kepeleset, jatuh terduduk ke belakang. Terpelesetnya ini disebabkan sesuatu yang licin sebagai pemicunya, misalnya lantai licin, jalan tanah liat yang baru habis diguyur hujan. Tapi istilah “Tekantal” ini dimaksudkan untuk kondisi orang yang kepeleset tersebut disebabkan sesuatu yang seharusnya sudah diketahuinya sebelumnya. Udah tau lantai licin, mbok di pel dulu. Udah tau bahwa jalan tanah liat, bila habis diguyur hujan pasti licin, tunggulah udah kering baru lewat.
Istilah ini, kalaupun kuungkapkan di tanah kelahirankku sekarang ini, belum tentu anak-anak muda paham, sebab daerahku kini penduduknya sudah bercampur dengan seluruh daerah yang ada di Indonesia dengan aneka tutur yang sudah membaur. Kuangkat istilah ini agar kita makin mengerti bahwa sungguh; bahasa kita demikian kaya dengan ungkapan yang pas untuk suatu kondisi. Ungkapan itu juga kena atau tepat sekali buat seseorang yang jatuh terpeleset, terduduk kebelakang itu dari jabatannya disebabkan sesuatu yang dibuatnya/dipertahankannya sendiri, padahal si pejabat seharusnya sudah tau kalau tetap bertahan dengan pendiriannya akan “tekantal” akibatnya.
Akan lebih jelas istilah “Tekantal” ini jika diberikan contoh.
Sekedar untuk contoh sebagai misal, tersebut kisah dikampung seorang Kepala kampung, baru saja belum lama memangku jabatan sebagai kepala kampung, menggantikan kepala kampung lama yang habis masa jabatannya.  Kepala kampung sangat sayang dengan hewan piaraannya seekor Beruang Putih diberinya nama “Kumang”, sebab ketika ditemukan di hutan belantara masih kacil ditinggal induknya mati tertembak pemburu. (Kumang berarti ndak punya Bapak dan punya Induk).
“Kumang”, dasar beruang, walau sudah dipelihara empat lima tahun, karena memang bukan hewan ternak, tetap saja punya perangai binatang buas. Kumang sering lepas dari kandangnya masuk kampung, merusak kandang ayam penduduk sekaligus membunuh hewan peliharaan penduduk, bukan mustahil kalaulah penduduk kampung tak menghindar akan ada yang cedera atas ulah “Kumang”.
Jelaaas, penduduk memprotes keras dan menuntut agar si “Kumang”, di krangkeng, jangan dibiarkan bebas berkeliaran di halaman rumah kepala kampung, hanya dibatasi pagar rumah, dia dapat melompat pagar, dia leluasa merusak kenyamanan penduduk. Tapi pak Kepala Kampung, malah tetap mempertahankan si “Kumang” tidak usah di kerangkeng, dengan alasan peri kemanusiaan untuk hak azasi kehewanan. Selain itu di dibuktikan oleh bapak Kepala kampung,  bahwa betapa jinaknya si “Kumang” dengan tuannya dan keluarga seisi rumah termasuk para pembantu. Jadi menurut bapak Kepala kampung, tak ada alasan untuk mengkrangkeng si Kumang.
Selang berapa lama, si “Kumang” berulah lagi, merusak kebun penduduk, merusak kandang ayam penduduk, menggangu hewan ternak penduduk dan orang-orang terutama anak-anak, ketakutan dan terganggu karenanya. Tak terelakkan terjadi gerakan penduduk besar-besaran dengan membawa bukti tentang kerusakan yang di lakukan oleh “Kumang”, sembari penduduk menuntut Kepala kampung lengser. “Kumang di tangkap secara beramai ramai, terpaksa sedikit dengan kekerasan akhirnya dapat diikat. Arus penduduk yang diikuti hampir seluruh penduduk kampung termasuk mpok-mpok stw tak dapat dibendung, akhirnya pak Kepala kampung mundur. Ini model mundur yang cocok disebut “Tekantal”.
Makanya hati-hati, buat Kepala kampung atau siapa saja, misalnya anda sendiri, jangan sampai “Tekantal”, hanya karena mempertahankan hewan peliharaan, mengesampingkan saran para penduduk, tidak mengindahkan keberatan tetangga. Seharusnya hewan buas peliharaan yang mengganggu ketertiban umum itu di karengkeng, atau udahlah serahkan aja ke Zoo. Misalnya anda pelihara Beruang, konon binatang ini sangat setia dengan tuannya, di depan mata si Beruang, jangan sekali-kali anda bergurau dengan teman anda, misalnya tinju-tinjuan, cubit-cubitan. Si Beruang akan mendendam terhadap teman anda bergurau tersebut, dikiranya anda musuhan/Berkelahi, begitu ada kesempatan dia akan menyerang teman anda bergurau tadi, untuk menuntut balas. Ngeri yaa. amit-amit jangan peliharalah binatang buas, mudharatnya banyak manfaatnya kurang.

Saturday 29 October 2016

SONTEK



Belum merasa berobat kalau belum di suntik oleh dokter yang didatangi ketika berobat. Pengucapannya juga bukan “SUNTIK”, tapi “SONTEK”, dengan huruf “O”, begitulah keadaan Masyarakat di daerah-daerah pedalaman sangat terpecil, setidaknya yang kuliat di pedalaman Kalimantan Barat.
Bagiku pengertian penduduk pedesaan seperti ini tidak aneh, sebab semasa kecilku sudah mendengar istilah “sontek” ini dituturkan oleh orang-orang yang berobat ke rumah sakit kala itu. Mereka begitu berobat harus disuntik, kalau tidak disuntik menganggap rumah sakit  atau diokter yang dikunjunginya untuk berobat, belumlah melakukan pengobatan.
Ketika Putra-Putra ku bertugas sebagai dokter PTT di daerah sangat terpencil tahun 2008-2009, kami kunjungi ditempat tugas mereka di pedalaman Kalimantan Barat, kenyataan itu kudengar kembali. Misalnya, ada pasien datang kerumah dinas mereka, mengetuk pintu, waktu  ditanya, si pengetuk pintu menjawab “mau minta sontek dokter”. Kebetulan putra kami yang tua menjadi dokter PPT th 2008-2009 dibilangan kota sangat terpencil di daerah pesisir, dan putra bungsu kami  juga kebagian tugas menjadi dokter PTT Th 2009-2010 di pedalaman Kalimantan Barat di desa jauh dari pantai kedalam daratan Kalimantan Barat.
Ingatan ini terunggah kembali dari memoriku karena, bebeberapa hari lalu ketika berobat ke rumah sakit dengan fasilitas BPJS, seorang Ibu dihadapan dokter ngomong “tolong saya disuntik dokter, kalau perlu bayar,  saya mbawa uang”. Rupanya itu ibu sama juga dengan pasien rawat jalan di pedalaman daerah ku. Si Ibu datang ke rumah sakit diantar anak lelakinya, sepertinya anak ibu itu seorang karyawan. Si anak mengatakan pada ibunya sebelum pamit pulang “Bunda nanti pulang naik Bajai aja ya, aye ngantor dulu” rupanya sambil salaman ke bundanya dikepalkan amplop. Setelah si anak pergi ku lirik isi amplop di cek ibu ini, agaknya ada lima lembar uang merah.
Si ibu, Sembilan tahun terakhir berprofessi sebagai pedagang nasi uduk pagi, tak lama setelah suaminya meninggal dunia. Usaha ini ditekuni untuk menunjang ekonomi keluarga membesarkan dua anak mereka. Anak mereka yang sulung lelaki, mengantar beliau tadi ke rumah sakit, sedang yang kedua, putri masih duduk di kelas dua SMK. Professi penyedia nasi uduk pagi ini, agaknya membuat tangan kiri ibu ini bermasalah, tepatnya jari kiri tengahnya, hampir tidak dapat digerakkan, “mungkin kelamaan melipat bungkus nasi uduk” duga si ibu perihal kelainan jari tengah tangan kirinya itu.
Dokter menanggapi usul si ibu “begini saja dulu Bu, ibu makan obat yang saya resepkan ini, kalau belum sembuh nanti kembali lagi”. Walau agak  ke cewa ibu itupun keluar dari kamar dokter dengan membawa resep obat.
Agaknya soal “Suntik” ini menjadi keinginan pasien, utamanya di daerah pedalaman sampai saat ini, oleh karena itu kuliat banyak dokter di daerah, untuk melegakan hati pasiennya yang sudah jauh-jauh datang berobat dengan menempuh jalan yang sulit di daerah pedalaman, para dokter memberikan juga suntikan, misalnya vitamin. Mareka sudah merasa terobati bila sudah di suntik.
Oooo ya  sekitar tahun tujuhpuluhan ketika ku bertugas di Surabaya, seingatku bila ke dokter sakit flu saja dapat suntikan, bahkan ada dokter langganan kantor kami, kalau datang berobat, dokter ini menyuntik dengan dua jarum, satu di kiri dan satu kanan pipi pantat. Reaksinya memang ces plang, sesudah itu batuk reda demampun berkurang, sehingga dapat masuk ke kantor seperti biasa.
Begitu para pembaca, sekedar info ringan kusajikan, semoga ada manfaatnya, ketimbang membicarakan hal-hal yang berat, yang sekarang sedang bersleweran di dunia maya.

Tuesday 18 October 2016

Kenyamanan dan Taqwa



Puluhan tahun jalan-jalan raya di kota Bagdad bersih dari kotoran Kuda dan Keledai yang sehari-hari hilir mudik di jalan raya sebagai sarana transportasi kala itu.
Suatu hari di tahun 227 H kurang lebih sama dengan tahun 841 Masehi, kejadian aneh meliputi jalan di kota Bagdad, karena mulai hari itu tidak biasanya Keledai buang kotoran (Berak) di jalan raya. Sebelum itu; telah puluhan tahun tidak pernah ada seekor Kuda atau Keledai yang buang hajad di jalan, mereka tertib baru melepas hajadnya di kandang di rumah tuannya atau di pangkalan mereka ngumpul.
Seorang pemilik Keledai, melihat fenoma itu lantas mensinyalir “mungkin orang alim dikota ini telah meninggal dunia”. Segera mereka mencari tau kebenaran sinyalemen tersebut. Ternyata benar telah meninggal dunia seorang yang teramat taqwa di kota Bagdad bernama Bisyr bin Harits dikenal juga sebagai Abu Nashr Bisyr bin al-Harits al-Hafi. Lahir tahun 150 H wafat tahun 227 H.
Bisyr al-Hafi, semula adalah seorang pemuda berandalan, namun sejak mendapat hidayah, dianya menjadi orang yang taqwa. Perubahan perilaku Bisyr, ketika suatu hari sepulang dari mabuk-mabukan, di tepi jalan dianya menemukan secarik kertas bertuliskan “Bismillaahirrahmaanirahiim”. Dipungutnya secarik kertas tersebut, dengan sisa uang dikantongnya dia mampir ke toko minyak wangi, kemudian secarik kertas tersebut ditaburinya/disiraminya minyak wangi, selanjutnya disimpannya rapi dirumahnya. Hari- harinya berikut perilakunya tetap dengan mabuk-mabukan. Sampai suatu hari seorang Alim di kota Bagdad bermimpi dia diperintahkan Allah mengatakan kepada seorang pemuda  bernama Bisyr  Engkau telah mengharumkan nama-Ku, maka Aku pun telah mengharumkan dirimu, Engkau telah memuliakan nama-Ku, maka Aku pun telah memuliakan dirimu. Engkau telah mensucikan nama-Ku, maka Aku pun telah mensucikan dirimu. Demi kebesaran Ku niscaya kuharumkan namamu, baik di dunia maupun di akhirat nanti”.
Orang alim tersebut mencari pemuda yang nama Bisyr, didapati tengah pesta minum angur, setelah ketemu dengan orang alim itu dan menerima kabar tentang Allah akan memuliakannya, akan mensucikannya dan mengharumkan namanya, sebagai balasan atas sikap pemuda berandalan ini menharumkan nama Allah, maka mulai hari itu diapun berubah menjadi orang yang saleh dan taqwa.  Pemuda Bisyr tersentuh hatinya dan mulai saat itu ditinggalkannya masa lalunya yang kelam dan mulai dia memasuki masa menjadi orang yang saleh dan taqwa sejak saat itu sampai akhir hayatnya.
Demikian kisah disarikan dari “Majalah Nabawi Edisi 106/Zulqaidah-Zilhijjah 1435H”
Dari kisah ini dapat dipahamkan bahwa:
1.       Ada korelasi antara adanya orang taqwa yang diam disuatu kota dengan kenyamanan dalam kota tersebut, lebih luas lagi jika penduduk suatu negeri bertaqwa, walau hanya diwakili seorang saja, sampai-sampai mahluk Allah yang bernama Keledai, Kuda saja menghormatinya sehingga enggan untuk buang kotoran di jalan.
2.       Perlu kita introspeksi, jangan-jangan kota kita ini, di provensi kita ini, negeri kita ini sudah tak ada lagi seorangpun orang yang benar-benar taqwa kepada Allah. Memang sudah tidak ada lagi Keledai atau Kuda buang kotoran di jalan, lantaran sekarang Keledai dan Kuda bukan lagi jadi alat transportasi. Tetapi air turun dari langit membuat banjir jalan-jalan. Air turun dari langit membuat tanah menjadi longsor, sungai meluap, jembatan roboh, gunung meletus, angin putting beliung sering terjadi dimana-mana.
3.       Bahwa seseorang yang tadinya brandalan, sepanjang masih belum maut datang menjemputnya sungguh masih berpotensi untuk jadi orang saleh, orang taqwa jika Allah memberikan hidayah-Nya. Dapat saja hari ini dianya bermulut Toilet, kalau datang hidayah Allah besok atau lusa dianya bermulut Restoran bahkan mungkin bermulut Kasturi.
4.       Bahwa rupanya Allah memberikan Hidayah untuk pemuda Bisyr, karena memang bagaimanapun berandalnya dia, di dalam sanubarinya menaruh rasa hormat kepada Allah, walau hanya dengan perwujudan memberikan minyak wangi dan menyimpan secarik kertas yang ditemukannya di pinggir jalan bertuliskan nama Allah “Bismillaahirahmaanirrahiiim”. Rasa hormatnya masih ada, tidak malah menghina nama Allah, tidak malah menghina kitab suci yang diturunkan Allah.
5.       Ternyata, cukup ada seorang saja disuatu kota benar-benar taqwa, Allah memeliharakan kenyamanan kota tersebut, hingga hal yang sangat kecil semisal dari kebersihan jalan dari kotoran (pada zaman itu kotoran Keledai dan Kuda).
Semoga kisah ini menginspirasi kita semua, sehingga maulah sejenak merenung diri sudah sampai seberapa kadar taqwa yang ada dalam diri, untuk senantiasa ditingkatkan. Karena nampaknya sungguh kadar ketaqwaan kita berkorelasi dengan bencana alam yang sering mendera kota kita, mendera negeri kita. Walhu ‘alam bishawab.




Tuesday 11 October 2016

Yang TAK DAPAT ditarik



1.       Anak panah yang meluncur dari busurnya, meskipun salah sasaran, ya sudah itulah yang terjadi. Tak mungkin untuk ditarik kembali. Jadi seorang pemanah berhati-hati betul membidikkan anak panahnya agar benar-benar mengenai sasaran. Karena anak panah kalau sudah melesat, maka tidak dapat ditarik undur ke busurnya lagi.
2.       Kata-kata yang meluncur dari mulut, tak mungkin lagi untuk ditarik kembali masuk ke dalam mulut. Karena itulah keluarkanlah dari mulut perkataan yang baik-baik saja, kalau tak dapat mengeluarkan kata-kata yang baik dan benar, lebih baik diam. Sebab kalau kata-kata yang sudah dikeluarkan bagaimanapun caranya tidak dapat ditarik kembali, walau dengan bermiliar maaf. “luka ditangan dapat dibebat. luka di hati bagaimana mencari obat” Patut kiranya menjadi referensi hadist berikut:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.

      Man kana yukminu billahi wal yaumil akhir, fal yakul hairan au liyashmut (“Barangsiapa
      yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata
       yang baik atau hendaklah diam.”) (HR. al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu
       Hurairah).
3.       Dengan adanya dunia maya, teknologi ini memungkinkan siapa saja untuk menulis. Sesuatu yang sudah ditulis dan dipublikasikan tak mungkin untuk ditarik kembali. Oleh karena itu, sebelum dipublikasikan hendaknya ditulis berupa draft jangan langsung dipublikasikan, dipertimbangkan benar-benar apakah nanti kalau dipublikasikan akan menyakiti orang atau golongan, pokoknya jika menyakiti/merugikan pihak lain lebih baik urung ditayangkan.
Bila anda geram akan sesuatu keadaan, hasrat menulis tak tertahankan, adalah baik jika kegeraman anda itu anda tulis jika perlu di print untuk mengurangi sakit hati anda atas kegeraman tersebut. Biasanya sesudah ditulis dan dibaca, maka kegeraman anda sudah sedikit terobati. Umpamanya masih juga anda ingin mempublikasikan tulisan kegeraman anda itu, cobalah diperhalus redaksinya sedemikian rupa sehingga sasaran kegeraman anda mengena, tetapi si saranan tidak tersinggung/ tidak dirugikan, setidaknya jikapun sasaran kegeraman anda karena tulisan anda itu mengenai diri seseorang/atau golongan/badan, dianya tak dapat melaporkan anda sebagai pencemaran nama baik. Misalnya tidak menyebut nama, pakai perumpamaan sebagai misal dan banyaklah keragaman bahasa kita dapat digunakan.
Semoga komunikasi kita lancar tetapi aman.