Saturday 29 April 2023

MENGUNJUNGI AYAH - BUNDA

Berbahagialah bagi yang masih punya ayah dan bunda di kampung halaman. Kesempatan Mudik libur panjang lebaran Idul Fitri beberapa hari yang lalu, dapat memandang lagi wajah ayah dan bunda. Ayah – bunda berada di kota besar, sedangkan awak merantau ke kota lain, berarti mudiknya dari rantau kembali ke kota. Sebaliknya jika anak2 berada di kota besar, rumah orang tua di kampung, mudiknya pulang kampung. Pulang ke rumah ayah – bunda dengan tujuan mengunjungi mereka adalah sesuatu yg bernilai ibadah. Dimana memandang wajah ayah dan bunda di dalam agama Islam dihitung sebagai suatu perbuatan kebajikan yang memperoleh pahala. Betul2 syahdu bila masih dapat bersimpuh dihadapan ayah bunda mencium tangannya memohon maaf dan ampun serta keridhaan dan do’a dari mereka. Hadits2 dibawah ini sebagai referensi bahwa “memandang wajah ayah-bunda”, termasuk ibadah. وَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: النَّظَرُ فِيْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ عِبَادَةٌ: النَّظَرُ فِيْ وَجْهِ الْأَبَوَيْنِ وَ فِي الْمُصْحَفِ وَ فِي الْبَحْرِ رواه أبو نعيم “Dan dari ‘Ā’isyah r.a., bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Pandangan mata pada tiga hal ini termasuk ibadah: memandang wajah bapak ibu dan memandang al-Mushḥaf dan memandang laut (al-baḥri).” (Hadits ini riwayat Abū Nu‘aim). وَ عَنْ بَعْضِ الصَّحَابَةِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: خَمْسٌ مِنَ الْعِبَادَةِ: النَّظَرُ فِي الْمُصْحَفِ وَ النَّظَرُ إِلَى الْكَعْبَةِ وَ النَّظَرُ إِلَى الْوَالِدَيْنِ وَ النَّظَرُ فِيْ زَمَزَمَ وَ هِيَ تَحُطُّ الْخَطَايَا وَ النَّظَرُ فِيْ وَجْهِ الْعَالِمِ رواه الدارقطني “Dan dari sebagian sahabat bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Lima pandangan ini termasuk ibadah: memandang kepada mushḥaf; memandang kepada Ka‘bah; memandang kepada kedua orang-tua; memandang kepada zamzam dan ia menghapus segala kesalahan dan memandang wajah orang ‘ālim.” (Hadits riwayat ad-Dāruquthnī). قال الحبيب صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم (ما من رجل ينظر إلى والديه نظرة رحمة إلا كتب الله له بها حجة مقبولة مبرورة). أخرجه الإمام البيهقي رحمه الله تعالى في شعب الإيمان. “Tiada seorang anak yg memandang kedua orangtuanya dengan pandangan rahmat kecuali Allah Swt memberi pahala untuknya seperti pahala melakukan ibadah haji mabrur”. (HR. Imam Baehaqi dalam syuabul iman). Tidak semua pembaca ayah - bunda-nya masih ada, namun tetap saja berusaha untuk mudik. Karena di kampung halaman tanah kelahiran, mungkin masih ada karib kerabat teman sepermainan, teman sekolah. Silaturahim ini mendatangkan kesan tersendiri, bernostalgia, insya Allah mendatangkan pahala bersilaturahim, juga pahala bersyukur atas keadaan2 para sahabat. Walaupun ayah - bunda sudah tiada, dapat berziarah ke pusara mereka. Mengacu pada riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ أَخِيهِ الْمُؤْمِنِ كَانَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إلَّا عَرَفَهُ وَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ “Apabila ada seseorang yang melewati kuburan saudaranya sesama mukmin yang dia kenal di dunia, lalu dia memberi salam, maka saudaranya akan menjawab salamnya”. Dengan demikian bila si anak berziarah ke pusara ayah – bunda, bukan saja hanya memberi salam, juga tentunya berdo’a untuk mereka. Atas dasar hadits di atas dapat dipahamkan bahwa ayah – bunda di alam kubur mengetahui kunjungan anaknya. Pandangan kepada kedua orang tua, jika mereka masih hidup; akan bernilai ibadah jika disertai dengan perasaan rendah hati dan lemah lebut di hadapan mereka, pandangan penuh syukur karena mereka telah ikhlas mengasuh dan mendidik, dan pandangan memuliakan kedudukan mereka. Mereview betapa besar pengorbanan mereka mencari nafkah membesarkan kita. Ziarah ke pusara mereka, akan bernilai ibadah, disamping seperti memandang ketika masih hidup seperti di atas, berziarah dengan penuh khusuk memohonkan ampunan kepada Allah atas segala dosa mereka, memohon kepada Allah agar amal kebaikan mereka diterima Allah, pengorbanan mereka membesarkan kita, dengan penuh kasih sayang dibalas Allah dengan yang lebih baik. Walaupun sebenarnya setiap waktu kita sudah selalu mendo’akan mereka dari kejauhan dengan: رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرَ “Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku diwaktu aku kecil”. Dengan berdo’a di depan pusara mereka, tentu akan lebih terkonsentrasi. Perilaku kita sebagai anak2 almarhum – almarhummah tersebut merupakan salah satu upaya untuk ber-”akhlakul karimah” dan “birrul walidain” kepada kedua orang tua, yaitu amal yang sangat dicintai oleh Allah. Sekaligus, bila kunjungan itu membawa serta anak2 kita (cucu-cicit mendiang ORTU) dapat memberikan pelajaran langsung praktek, bagaimana salah satu wujud berbuat baik kepada kedua orang tua. Insya Allah perilaku itu kelak ketika kita sudah berada di dalam kubur, anak2 generasi penerus kita akan meneruskan kebaikan ini. Sebab manakala kita sudah meninggal maka: إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ “Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang saleh.” (HR. Muslim nomor 1631). Sementara itu penting memberikan contoh keteladanan kita kepada anak2 bagaimana kita bersikap kepada Orang Tua kita, baik ketika mereka masih hidup maupun ketika mereka telah meninggal dunia. Karena anak2 keturunan kita adalah merupakan investasi buat kita selama di dunia dan juga di akhirat seperti termaktub dalam surat Yasin ayat 12. إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَءَاثٰرَهُمْ  ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ "Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuz)." Anak2 adalah merupakan bekas-bekas yang ditinggalkan orang tuanya yang akan dicacat dikumpulkan di Lauh Mahfuz. Dengan demikian amal kebaikan anak2 kita, merupakan investasi buat akhirat, setelah di alam barzah, do’a mereka kepada kita akan mengalir terus buat kita setelah meninggal dunia. Semoga orang tua kita, yang masih hidup diberikan kesehatan agar dapat menambah bekal amal kebaikan, jika telah meninggal dunia dilindungi Allah dengan Rahmat-Nya diampuni dosa mereka dan diterima semua amal kebaikannya. Semoga anak2 keturunan kita menjadi anak2 yang shalih dan shalihah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ , بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 8 Syawal 1444 H. Sabtu, 29 April 2023. (1.145.04.23). Berbahagialah bagi yang masih punya ayah dan bunda di kampung halaman. Kesempatan Mudik libur panjang lebaran Idul Fitri beberapa hari yang lalu, dapat memandang lagi wajah ayah dan bunda. Ayah – bunda berada di kota besar, sedangkan awak merantau ke kota lain, berarti mudiknya dari rantau kembali ke kota. Sebaliknya jika anak2 berada di kota besar, rumah orang tua di kampung, mudiknya pulang kampung. Pulang ke rumah ayah – bunda dengan tujuan mengunjungi mereka adalah sesuatu yg bernilai ibadah. Dimana memandang wajah ayah dan bunda di dalam agama Islam dihitung sebagai suatu perbuatan kebajikan yang memperoleh pahala. Betul2 syahdu bila masih dapat bersimpuh dihadapan ayah bunda mencium tangannya memohon maaf dan ampun serta keridhaan dan do’a dari mereka. Hadits2 dibawah ini sebagai referensi bahwa “memandang wajah ayah-bunda”, termasuk ibadah. وَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: النَّظَرُ فِيْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ عِبَادَةٌ: النَّظَرُ فِيْ وَجْهِ الْأَبَوَيْنِ وَ فِي الْمُصْحَفِ وَ فِي الْبَحْرِ رواه أبو نعيم “Dan dari ‘Ā’isyah r.a., bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Pandangan mata pada tiga hal ini termasuk ibadah: memandang wajah bapak ibu dan memandang al-Mushḥaf dan memandang laut (al-baḥri).” (Hadits ini riwayat Abū Nu‘aim). وَ عَنْ بَعْضِ الصَّحَابَةِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: خَمْسٌ مِنَ الْعِبَادَةِ: النَّظَرُ فِي الْمُصْحَفِ وَ النَّظَرُ إِلَى الْكَعْبَةِ وَ النَّظَرُ إِلَى الْوَالِدَيْنِ وَ النَّظَرُ فِيْ زَمَزَمَ وَ هِيَ تَحُطُّ الْخَطَايَا وَ النَّظَرُ فِيْ وَجْهِ الْعَالِمِ رواه الدارقطني “Dan dari sebagian sahabat bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Lima pandangan ini termasuk ibadah: memandang kepada mushḥaf; memandang kepada Ka‘bah; memandang kepada kedua orang-tua; memandang kepada zamzam dan ia menghapus segala kesalahan dan memandang wajah orang ‘ālim.” (Hadits riwayat ad-Dāruquthnī). قال الحبيب صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم (ما من رجل ينظر إلى والديه نظرة رحمة إلا كتب الله له بها حجة مقبولة مبرورة). أخرجه الإمام البيهقي رحمه الله تعالى في شعب الإيمان. “Tiada seorang anak yg memandang kedua orangtuanya dengan pandangan rahmat kecuali Allah Swt memberi pahala untuknya seperti pahala melakukan ibadah haji mabrur”. (HR. Imam Baehaqi dalam syuabul iman). Tidak semua pembaca ayah - bunda-nya masih ada, namun tetap saja berusaha untuk mudik. Karena di kampung halaman tanah kelahiran, mungkin masih ada karib kerabat teman sepermainan, teman sekolah. Silaturahim ini mendatangkan kesan tersendiri, bernostalgia, insya Allah mendatangkan pahala bersilaturahim, juga pahala bersyukur atas keadaan2 para sahabat. Walaupun ayah - bunda sudah tiada, dapat berziarah ke pusara mereka. Mengacu pada riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ أَخِيهِ الْمُؤْمِنِ كَانَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إلَّا عَرَفَهُ وَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ “Apabila ada seseorang yang melewati kuburan saudaranya sesama mukmin yang dia kenal di dunia, lalu dia memberi salam, maka saudaranya akan menjawab salamnya”. Dengan demikian bila si anak berziarah ke pusara ayah – bunda, bukan saja hanya memberi salam, juga tentunya berdo’a untuk mereka. Atas dasar hadits di atas dapat dipahamkan bahwa ayah – bunda di alam kubur mengetahui kunjungan anaknya. Pandangan kepada kedua orang tua, jika mereka masih hidup; akan bernilai ibadah jika disertai dengan perasaan rendah hati dan lemah lebut di hadapan mereka, pandangan penuh syukur karena mereka telah ikhlas mengasuh dan mendidik, dan pandangan memuliakan kedudukan mereka. Mereview betapa besar pengorbanan mereka mencari nafkah membesarkan kita. Ziarah ke pusara mereka, akan bernilai ibadah, disamping seperti memandang ketika masih hidup seperti di atas, berziarah dengan penuh khusuk memohonkan ampunan kepada Allah atas segala dosa mereka, memohon kepada Allah agar amal kebaikan mereka diterima Allah, pengorbanan mereka membesarkan kita, dengan penuh kasih sayang dibalas Allah dengan yang lebih baik. Walaupun sebenarnya setiap waktu kita sudah selalu mendo’akan mereka dari kejauhan dengan: رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرَ “Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku diwaktu aku kecil”. Dengan berdo’a di depan pusara mereka, tentu akan lebih terkonsentrasi. Perilaku kita sebagai anak2 almarhum – almarhummah tersebut merupakan salah satu upaya untuk ber-”akhlakul karimah” dan “birrul walidain” kepada kedua orang tua, yaitu amal yang sangat dicintai oleh Allah. Sekaligus, bila kunjungan itu membawa serta anak2 kita (cucu-cicit mendiang ORTU) dapat memberikan pelajaran langsung praktek, bagaimana salah satu wujud berbuat baik kepada kedua orang tua. Insya Allah perilaku itu kelak ketika kita sudah berada di dalam kubur, anak2 generasi penerus kita akan meneruskan kebaikan ini. Sebab manakala kita sudah meninggal maka: إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ “Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang saleh.” (HR. Muslim nomor 1631). Sementara itu penting memberikan contoh keteladanan kita kepada anak2 bagaimana kita bersikap kepada Orang Tua kita, baik ketika mereka masih hidup maupun ketika mereka telah meninggal dunia. Karena anak2 keturunan kita adalah merupakan investasi buat kita selama di dunia dan juga di akhirat seperti termaktub dalam surat Yasin ayat 12. إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَءَاثٰرَهُمْ  ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ "Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuz)." Anak2 adalah merupakan bekas-bekas yang ditinggalkan orang tuanya yang akan dicacat dikumpulkan di Lauh Mahfuz. Dengan demikian amal kebaikan anak2 kita, merupakan investasi buat akhirat, setelah di alam barzah, do’a mereka kepada kita akan mengalir terus buat kita setelah meninggal dunia. Semoga orang tua kita, yang masih hidup diberikan kesehatan agar dapat menambah bekal amal kebaikan, jika telah meninggal dunia dilindungi Allah dengan Rahmat-Nya diampuni dosa mereka dan diterima semua amal kebaikannya. Semoga anak2 keturunan kita menjadi anak2 yang shalih dan shalihah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ , بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 8 Syawal 1444 H. Sabtu, 29 April 2023. (1.145.04.23).

Thursday 27 April 2023

Air MATA pembasuh JIWA

Menangis adalah bentuk luapan emosi bagi manusia. Model tangisan sepertinya dapat dikelompokkan menjadi: 1. tangis sedih/kecewa., 2. tangis terharu., 3. tangis bangga/bahagia., 4. tangis menyesal., 5. tangisan palsu (dikenal “airmata buaya”)., 6. tangisan terkena sesuatu….. Tidak semua model tangis ini dibahas pada artikel singkat ini, focus hanya “tangis menyesal”, lebih khusus lagi “tangis menyesali perbuatan dosa”. Menyesali perbuatan dosa sampai menangis maka “air mata menjadi pembasuh jiwa”. Air mata yang keluar karena kesedihan dan penyesalan ternyata mengalami proses yang panjang dengan melibatkan berbagai kelenjar dalam tubuh. Menangis terhadap Allah menyesali dosa2 adalah merupakan sesuatu yang mulia. Nabi pernah mengapresiasi nilai air mata bagi seseorang menangis ketika bertaubat, takut kepada Allah, dengan mengatakan: عينان لا تمسهما النار ، عين بكت من خشية الله ، وعين باتت تحرس في سبيل الله “Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam (jihad) di jalan Allah.” (HR.Tirmidzi 1639) لا يلج النار رجل بكى من خشية الله حتى يعود اللبن في الضرع “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR Tirmidzi 1633). Berbahagialah orang yang selalu membasuh jiwanya dengan menyiraminya dengan air mata taubat dan rindu kepada Allah. Di dalam Al-Qur’an banyak diungkapkan perihal air mata. Antara lain: وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا "Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk." (Al-Isra' ayat 109) إِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِمْ ءَايٰتُ الرَّحْمٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّ ………….” “………….Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih kepada mereka, maka mereka tunduk sujud dan menangis." (Maryam ayat 58). Menangis membuat emosi lebih stabil dan tertata. Menangis memiliki banyak manfaat. Seperti dilansir vemale.com, Judith Orloff dalam jurnal Psichology Today mengungkapkan sebuah fakta yakni bahwa air mata membuat sehat. Air mata yang emosional akan mengangkut racun-racun atau toksin ke luar tubuh. Ini berarti menangis juga bisa menjadi sarana untuk detoksifikasi alami, sehingga tubuh akan menjadi lebih sehat dengan menangis. Penelitian juga mengungkapkan bahwa pria yang menangis cenderung lebih sehat dan bahagia. Air mata memiliki komposisi kimia tidak sama, air mata yang keluar dari mata karena terkena sesuatu (misal: bawang atau cabe) komposisi kimianya berbeda jika air mata itu keluar karena kesedihan. Air mata yang keluar karena kesedihan ternyata berisi semacam toksin atau racun yang bisa membahayakan tubuh jika tersimpan di dalam tubuh. Disarankan agar siapapun yang memiliki problem kesedihan tangisnya jangan ditahan, kalau perlu menangislah sepuas-puasnya agar toksin dalam tubuhnya bisa dialirkan keluar melalui air mata. Bagi penganut agama (Islam), tak jarang seseorang menangis ketika shalat tahajud ketika teringat akan dosa2 selanjutnya memohon ampun kepada Allah atas dosa2 tersebut. Sering terlihat orang menangis ketika mendengarkan khatib berkhutbah, terutama di hari raya Idul Fitri. Aneka perasaan yang tersingkap di bathin mendorong air mata mengalir deras. Juga banyak orang ketika sampai di depan Ka’bah dan memulai tawaf menangis sejadi-jadinya. Tangisan boleh jadi karena mengingat dosa dan mohon ampun, bisa jadi merasa bahagia karena yang diimpikan puluhan tahun terwujud berada di hadapan kiblat umat Islam shalat itu. Dari untaian ayat Al-Qur’an dan hadits serba sedikit dikutip di atas dibarengi dengan telaah pengetahuan tentang arti penting menangis dicuplikan di atas, ternyata: (1) Bahwa menangis dalam bertaubat diikuti takut kepada Allah merupakan hal yang dianjurkan Allah dan Rasul-Nya. Adalah sesuatu perbuatan yang mulia, berpengaruh besar dalam “membersihkan/membasuh kekotoran jiwa” (2) Bahwa menangis kerena menyesal atas dosa dan takut kepada Allah, malah berdampak positif untuk kesehatan tubuh. Mari kita bertaubat, menyesali dosa bila perlu sampai menangis, sebelum kesempatan bertaubat tertutup. وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتّٰىٓ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّى تُبْتُ الْئٰنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ  ۚ أُولٰٓئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا "Dan tobat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang melakukan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, "Saya benar-benar bertobat sekarang." Dan tidak (pula diterima tobat) dari orang-orang yang meninggal, sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan azab yang pedih." (An-Nisa' ayat 18). Semoga Allah menuntun kita semua untuk terus-menerus memperbaiki diri dengan bertaubat atas segala salah dan dosa, sehingga bila maut menjemput, sudah bersih dari dosa dan diganti Allah dengan amal kebajikan. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ , بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 6 Syawal 1444 H. Kamis, 27 April 2023. (1.1144.04.23).

Wednesday 26 April 2023

Bersihkan DIRI dan HATI

Belasan tahun yang lalu, ketika menjenguk putra kami tugas PTT di desa sangat terpencil, dari pedalaman menuju kota kabupaten tersedia angkutan umum berupa “mini bis” yang sudah dimodifikasi. Sebagai pengganti kaca pintu mobil dari karton bekas kardus rokok merek tertentu. Kendaraan yang kami tumpangi menghampiri kami berdua di depan Puskesmas tempat anakku bertugas. Hari itu Ahad, aku diantar anakku ke ibu kota kabupaten, untuk selanjutnya menunggu jadwal penerbangan ke Jakarta. Di dalam mobil telah terdapat penumpang duduk di depan disamping pengemudi dan seorang di jok paling belakang. Kami berdua mengambil posisi duduk di jok tengah. Dengan demikian mobil yang kami tumpangi ada harapan dapat menaikkan penumpang 3 orang lagi. Dua di jok belakang dan seorang lagi bersama kami berdua di jok tengah. Benar juga tak berapa kilometer kemudian naik seorang penumpang, dianya memilih duduk dekat kami, dekat pintu kiri, “saya turun di……...(disebutkan …..., jarak dekat masih jauh dengan tujuan akhir)”. Mobil melaju tidak begitu kencang, kalau kencang anginnya lumayan, pintu kaca yang terbuat dari karton itu jelas tak mampu menahan angin. Beberapa menit kemudian tampak seorang nyetop minta tumpangan. Kendaraanpun minggir menaikkan penumpang terakhir kami hari itu. Dianya duduk di jok belakang. Begitu yang bersangkutan naik, suasana di dalam mobil jadi berubah, aromanya luar biasa, rupanya kawan ini sudah lama tidak mandi, seperti aku dan anakku belum pernah mencium bau yang tidak enak bersumber dari bau badan yang sudah lama tidak mandi seperti itu. Kutoleh anakku, dianya berkomentar dengan bahasa sandi keluarga kami yang tidak dipahami orang lain yang artinya “mungkin dianya sudah sebulan tidak mandi”. Menurut para ahli di “Healthline”, ketika seseorang tidak mandi selama satu bulan, itu bisa memicu bau badan. "Semakin lama seseorang tidak mandi, bau badan tidak dapat dihindari, terutama di ketiak dan selangkangan”. Di dalam kaidah agama Islam mandi itu di atur dengan jelas, ada belasan jenis mandi dalam Islam, dapat dikelompokkan jadi dua jenis mandi yaitu: “Mandi Wajib” dan “Mandi Sunah”. Diantara mandi sunah adalah mandi ketika akan shalat Jum’at, akan shalat Ied, akan shalat minta hujan (istisqa’), akan shalat gerhana, sebahis memandikan mayat. Inti pokoknya disunahkan mandi ketika akan berkumpul dengan orang banyak. Karena mandi menjaga kebersihan diri serta dapat memberikan banyak manfaat kesehatan, serta jangan sampai merusak aroma di suatu majelis. Mandi terkait kebersihan dan penampilan. Agar tidak bau seperti penumpang itu tadi. Islam mengajarkan “Kebersihan sebagian dari iman”; الْوُضُوْءُ شَطْرُ الإِيْماَنِ. "Bersuci itu merupakan sebagian dari iman." (HR Tirmidzi) Kebersihan Badan dapat dilakukan dengan mandi. Bagimana caranya membersihkan Hati. Hati yang tidak selalu dirawat dengan dibersihkan, lambat laun akan menjadi kotor dan berpenyakit. Kalau sudah sampai berpenyakit terjadilah seperti firman Allah di surat Al-Baqarah ayat 10 berikut ini: فِى قُلُوبِهِمْ مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا  ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ۢبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat adzab yang pedih karena mereka berdusta." Manakala hati sudah berpenyakit maka terjadilah seperti apa yang disebutkan dalam surat Al-’Araf 179: وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ  ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَآ  ۚ أُولٰٓئِكَ كَالْأَنْعٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ  ۚ أُولٰٓئِكَ هُمُ الْغٰفِلُونَ "Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah." Jadi iman sejati itu terdapat di hati yang bersih, guna menggapai hati yang bersih mari kita lihat surat Ar-Ra’d ayat 28: الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ  ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." Konkritnya untuk dapat selalu terjaga kebersihan hati penjabaran dari mengingat Allah; baik diikuti lima kiat berikut ini: 1. Menyadari kesalahan Menyadari berbagai kesalahan yang pernah dilakukan menjadi hal penting. Seseorang tidak akan bertaubat jika tidak menyadari kesalahannya dan tidak pernah merasa bersalah. ۗ اِنَّ  اللّٰهَ  يُحِبُّ  التَّوَّا بِيْنَ  وَيُحِبُّ  الْمُتَطَهِّرِ يْنَ “Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 222) Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Al Anshori, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, اللَّهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ سَقَطَ عَلَى بَعِيرِهِ ، وَقَدْ أَضَلَّهُ فِى أَرْضِ فَلاَةٍ “Sesungguhnya Allah itu begitu bergembira dengan taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang menemukan kembali untanya yang telah hilang di suatu tanah yang luas.” (HR. Bukhari no. 6309 dan Muslim no. 2747). Agar dapat mengetahui yang salah dan yang benar, dengan cara memperdalam ajaran agamanya. 2. Menyesali kesalahan Jika seseorang hanya menyadari bahwa dirinya bersalah tanpa merasa menyesal, maka orang tersebut belum dikatakan bertaubat dan hatinya belum bersih. Rasulullah SAW bersabda, “Menyesal itu adalah taubat.” (HR. Abu Daud dan Hakim) 3. Memohon ampunan kepada Allah SWT Setelah menyadari kesalahan dan menyesalinya, maka orang tersebut harus memohon ampun kepada Allah SWT dengan memperbanyak istighfar. Semakin banyak beristighfar, hati akan semakin bersih. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW berikut: “Tidak ada dosa yang besar dengan istighfar, dan tidak ada dosa yang kecil kalau diulang-ulang.” (HR. Thabrani) 4. Berjanji tidak mengulanginya Berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan buruk harus keluar dari hati nurani dengan jujur. Tidak hanya di mulut, tapi juga harus di dalam hati. Meskipun hanya dosa kecil, akan tetapi jika dilakukan secara berulang, tak menutup kemungkinan akan menjadi dosa besar. 5. Menutupi kesalahan masa lalu dengan memperbanyak amal shaleh Tanda bahwa seseorang sungguh-sungguh dalam bertaubat (membersihkan hati) adalah menebus dosa dan kesalahan dengan memperbanyak amal shaleh. Firman Allah SWT dalam QS. Hud ayat 114 yang berbunyi:  إِنَّ الْحَسَنٰتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ  ۚ ذٰلِكَ ذِكْرٰى لِلذّٰكِرِين “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” Semoga kita semua dapat menjadi hamba Allah yang bersih jasmani dan bersih rohani (hati), sehingga sehat jasmani dan sehat pula jiwa dan hati nurani. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ , بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 5 Syawal 1444 H. Rabu, 26 April 2023. (1.1143.04.23).

Tuesday 25 April 2023

SARANA ILMU.

Sarana untuk mendapatkan ilmu pengetahuan selain dari lembaga pendikan resmi (Sekolah, perguruan tinggi), juga dimungkinkan melalui: Membaca, Mengikuti majelis2 ilmu, Mendengarkan rekaman suara atau vedio dan terakhir ini banyak dapat disaksikan youtobe. Menarik seuntai kalimat bijak tentang Ilmu: "Ilmu itu bagaikan binatang buruan, sedangkan pena adalah pengikatnya, maka ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat." (Imam Syafi’i). “Tubuh dibersihkan dengan air. Jiwa dibersihkan dengan air mata. Akal dibersihkan dengan pengetahuan. (Ali bin Abi Thalib). "Mencari ilmu itu seperti halnya ibadah, mengungkapkannya seperti halnya bertasbih, menyelidikinya seperti halnya berjihad, mengajarkannya seperti halnya bersedekah, dan memikirkannya seperti halnya berpuasa." Kata2 bijak dikutip di atas agaknya memberikan petunjuk, apabila kita menerima, mendengarkan suatu ilmu yang baru; segera di catat, supaya mudah dikaji dan diuji kebenarannya dengan referensi standar yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Karena ilmu sanggup membersihkan akal, mencarinya merupakan ibadah, mendakwahkannya seperti bertasbih dan bersedekah. Ketika menyelidikan kebenaran ilmu yang baru diterima itu dengan mengukurnya dengan Al-Qur’an dan Hadits; perbuatan itu laksana sedang berjihad. Memikirkan ilmu yang baru diperoleh (misalnya tentang benar – tidaknya) saja, seperti berpuasa. Ketika seorang Professor sedang berceramah di sebuah masjid, jamaah tertua sebagai audience dari kursinya dia mengajukan pertanyaan, berkenaan statement si Professor, dikaitnya dengan apa yang pernah didengarnya. Serius sekali kakek yang usianya sudah di atas 80 tahun ini bertanya kepada penceramah. Yang menarik buat ku selain materi pertanyaannya didasari ingin minta kejelasan, tetapi yang sangat terkesan istilah yang beliau kemukakan “SAYA INI HANYA NGAJI KUPING”. Jamaah shalat Magrib dan sekaligus Isya itu, bermaksud bahwa dirinya bukanlah orang berasal dari sekolah agama. Pengetahuan agama yang diperoleh beliau, sampai usia begitu sepuh didapat dari hanya mendengar, makanya beliau mengistilahkan dianya “NGAJI KUPING”. Mungkin bukan hanya Kakek ini; yang NGAJI KUPING, sebab tidak semua pemeluk agama, sedari kecil sekolah agama. Tidak semua kita masuk pesantren, tidak semua kita lulusan sekolah tinggi agama. Sebagian besar kita sekolah umum mulai SD (dulu SR), SMP, SLA perguruan tinggi (S1, S2 dan S3). Tidak heran maka pengetahuan dasar agama sebagian besar kita, sekali lagi sebagian besar (bukan semua) kita adalah NGAJI KUPING. Sebagian lagi ada juga disamping Ngaji Kuping, ditambah dengan ngaji mandiri, melalui mendalami sendiri buku-buku agama. Atau ada juga masa kecil oleh ORTU dimasukkan Madrasah. Dua kelompok disebut terakhir, kadang mempunyai pemahaman mengenai agama mendekati orang yang secara formal sekolah sedari kecil di sekolah agama. Belakangan ini melalui medsos, youtobe. Tidak jarang orang NGAJI MANDIRI + NGAJI KUPING ini berprofessi sebagai dokter, sebagai insinyur, ahli Enonomi ahli Manajemen dan berbagai ahli lainnya, tetapi mereka bukan saja “sedangan” pengetahuan agamanya sehingga juga sanggup menularkan pemahamannya kepada jamaah dengan berceramah mengenai agama. Khusus agama Islam tidak ada pembatasan yang boleh ber-khutbah hanya Kiayi atau Ustadz, tidak juga ada larangan seorang Muslimah atau Muslim memberikan tausyiah atau pengertian agama, walau bukan berasal dari sekolah agama, asalkan yang bersangkutan dapat menyampaikan sesuai dengan acuan utama agama Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits (yang dapat diurutkan keasliannya). Dari Abdullah bin Amr, r.a., bahwa Nabi Muhmmad bersabda: بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) Sementara dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 104: وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ  ۚ وَأُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ "Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." Tentu saja kalau sekedar NGAJI KUPING dan tidak menemukan konfirmasi dengan referensi Al-Qur’an dan hadits dimaksud janganlah ikut dulu men share kepada pihak lain. Selain itu, sesama PENGAJI KUPING ini juga jangan cepat-cepat mendebat, seseorang yang berceramah atau membaca tulisan seseorang, dengan mengemukakan hasil dari NGAJI KUPING juga. Terima dulu kalau sedang mendengar informasi dari penceramah atau tulisan, baru kemudian mencari referensinya, sebab kalau diibaratkan; ilmu agama ini seluas lautan, jangan-jangan ilmu yang kita miliki barulah seperti sisa air di dasar gelas yang sudah habis diminum. Setiap orang berhak untuk masuk ke golongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf mencegah dari yang munkar. Golongan itu adalah orang yang siap memberikan keterangan, memberikan tausyiah tentu menurut kadar kemampuannya. Tidak mengklaim sumber dari dirinyalah yang paling akurat. Imam Syafi’i saja pernah mengatakan: “Jika terdapat hadits yang shahih, (bertentangan dengan pendapatnya) maka lemparlah pendapat beliau ke dinding”. Kalau begitu, konon lagi kita yang hanya NGAJI KUPING dan ditambah pengetahuan secara mandiri, kalaulah masih disana sini ada kekurangan itu wajar, sedangkan Iman Syafi’i yang demikian hebat kajiannya masih mengatakan seperti hal dikutipkan di atas. Tapi kita harus berani berbuat atas perintah surat Ali-Imran ayat 104 “supaya ada segolongan umat yang menyeru………….”. Menjalankan juga pesan Nabi “Sampaikan dariku walau hanya seayat”. Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua kejalan yang di redhai-Nya. Semoga puasa Ramadhan 1444 H yang baru saja kita lalui, termasuk melalui Ngaji Kuping; mengikuti pengajian2 di masjid2 mendengarkan ceramah di youtobe, TV dan mengkaji buku2 agama, menambah ilmu pengetahuan yang bermanfaat, menuju meningkatkan iman dan taqwa. اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ, وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ, وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ, وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ , آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ , بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 4 Syawal 1444 H. Selasa, 25 April 2023. (1.1142.04.23).

Saturday 22 April 2023

Di Ujung per-Jalan-an

Sepanjang apapun jalan, mesti ada ujungnya. Pembaca yang ketika dulu bertugas di suatu institusi yang sering pindah2 kota tempat bertugas, akan merasakan: (1) Ketika datang pertama kali di kota tempat tugas yang baru. (2) Ketika akan pindah ke kota lainnya. KETIKA DATANG……. Baru datang di tempat baru, betapa masih asing kota tempat baru itu, kalau kotanya besar kadang tak jarang tersesat ketika berkendaraan. Belum komplit diperoleh informasi lokasi membeli makanan, lokasi pasar, alamat rumah makan, tempat rekreasi dsbnya. Begitulah agaknya kita begitu datang (lahir) ke dunia ini, serba tidak tau. Bahkan kita tidak tau siapa ayah bunda kita, seorang bayi yang diadopsi kalaulah tidak dibocorkan dia tidak tau bahwa dianya anak angkat. وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَـٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْـًۭٔا “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,…..” (An-Nahl 78). Siapapun melalui proses kehidupan yaitu datang ke dunia ini, melalui proses panjang. Dari mulai bayi yang hanya minum air susu ibu lalu menjadi anak-anak, remaja dan baligh. Selanjutnya menjadi dewasa, tua dan diakhiri dengan meninggal. Proses ini tidak berjalan sama antara satu orang dengan yang lainnya. Kematian akan datang kapan saja menjemput manusia dan tidak mengenal usia. Sebagian meninggal saat masih bayi, saat masa anak-anak, sudah remaja dan dewasa, sebagian lainnya ketika sudah tua. Bagaikan setandan buah kelapa; ada yang jatuh ketika masih “beluluk” (pentil buah kelapa). Ada pula oleh pemilik pohon kepala, dipetik masih cengkir pengin diminum airnya. Tak jarang di turunkan ketika masih “dogan” dijual sebagai bahan utama sirup kelapa muda. Setelah betul2 tua kelapa juga jatuh sendiri, lantaran cengkraman tampuknya melapuk selain itu didorong oleh “generasi muda kelapa” dari dalam buah akan keluar mendorong tangkai kelapa. Demikian juga siklus kehidupan manusia seperti diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 2: هُوَ الَّذِى خَلَقَكُمْ مِّنْ طِينٍ ثُمَّ قَضٰىٓ أَجَلًا  ۖ وَأَجَلٌ مُّسَمًّى عِنْدَهُۥ  ۖ ثُمَّ أَنْتُمْ تَمْتَرُونَ "Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal (kematianmu), dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya. Namun demikian kamu masih meragukannya." Sebetulnya tidak ada manusia yang meragukan soal datangnya kematian dalam arti sesungguhnya. Tetapi yang ada, ada sebagian manusia dari sikapnya mengejar soal dunia, dari kekehnya mempertahankan kepemilikannya akan sesuatu di dunia ini, kedudukannya, se-olah2 dianya akan hidup selamanya. Untuk itu menghalalkan segala cara, mendzalimi sesama manusia. KETIKA AKAN PINDAH. Kembali perumpaanku tentang orang yang selama bertugas di suatu institusi sering pindah. Pernah beberapa kali kurasakan ketika keputusan dari kantor pusat datang dengan memberi waktu se-lambat2nya 15 hari sejak diterbitkannya keputusan harus sudah berada di pos yang baru. Dengan waktu yang minim tersebut, dikemaslah semua barang2 yang penting dibawa, dikemas dalam peti sekian kubik. Tidak mungkin terbawa semua. Keluarga dan anak2 yang masih sekolahpun harus ditinggalkan guna melaksanakan perintah mutasi. Keluarga nanti akan menyusul ket empat yang baru, akan diuruskan oleh kantor. Kurasakan waktu berdinas di tempat sebelumnya terasa singkat sekali, masih ingat betul waktu pertama datang, masih ingat kesulitan mencari dimana restoran yang tersedia es krim, ketika anak2 kepengin. Bagaimana nyasar dari hotel mencari alamat dimana nanti rumah dinas yang akan ditempati. Awal malam pertamaku di suatu tempat baru, ku keluar hotel bertanya kepada pengemudi angkutan umum, dengan menyebutkan alamat calon rumah yang akan kutempati dengan keluargaku nanti. Oleh pengemudi aku di antarkan, ternyata jaraknya hanya ratusan meter dari hotel. Semua pengalaman dari awal hari sampai saat dipindahkan seperti baru kemarin saja. Naaah pembaca, itu perumpamaan soal pindah tempat antar kota di dunia, masih ada tenggang waktu, meskipun kantorku dulu dengan batas 15 hari kerja sejak “SK” diterima, ketika itu pakai TELEX. Sedangkankan PINDAH tempat dari alam dunia ke alam kubur, kadang tanpa tenggang waktu. Tak jarang mendadak. Umum terjadi seseorang meninggal; Ada dosen sedang memberi kuliah, ada khatib sedang ber khutbah, ada kandidat doktor sedang “sidang terbuka”. Banyak pula cerita orang pindah dari dunia ke alam kubur ketika sedang beraktivitas tidak terpuji. Benarlah apa yang diungkapkan Al-Qur’an وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا  ۚ وَاللَّهُ خَبِيرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُونَ "Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Munafiqun 63: Ayat 11) Kehidupannya di dunia sangat terbatas, kalau diumpamakan “Jalan”. Maka kehidupan dunia ini adalah “jalan yang pasti berujung”. Semua peristiwa pasti berakhir. Ketika berada di ujung jalan barulah kita menyesal kenapa dalam perjalanan tadi tidak melakukan yang sebaik2nya. Bila kepindahan kita dari dunia ke alam kubur telah tiba, tidak sempat lagi mengemaskan barang2 yang dicintai untuk dibawa, seperti yang saya ceritakan pindah kota tempat bertugas di atas. Tamsil kita lanjutkan dengan mengumpamakan bulan Ramadhan yang baru kita jalani, setelah di hari ini di hari Idul Fitri kita sudah berada di ujung jalan. Penyesalan bagi orang yang beriman, mungkin akan muncul; mengapa tidak dapat berpuasa dengan se baik2nya, misalnya di hari ke sekian pernah sedikit adu bicara dengan si fulan. Hari ke sekian agak dongkol dengan si anu karena …...dlsbnya. Selain itu kenapa tak tuntas melaksanakan terawih, kenapa kurang maksimal mentadaburi Al-Qur’an. Juga menyesali kurang maksimal bersedekah dan beramal shalih lainnya. Penyesalan ini adanya di ujung perjalanan. Berbahagialah orang yang menyesal “di ujung perjalan”, karena insya Allah di perjalanan berikutnya akan menjadi bahan evaluasi untuk berbuat yang lebih baik. Allah menyebutkan sifat-sifat orang yang selalu menjaga amalannya dan takut jika tidak diterima. وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ "Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut." (Surah Al-Mu'minun: 60) Ummul Mukminin 'Aisyah RA mengatakan: يَا رَسُولَ اللَّهِ (وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ) أَهُوَ الرَّجُلُ الَّذِى يَزْنِى وَيَسْرِقُ وَيَشْرَبُ الْخَمْرَ قَالَ : لاَ يَا بِنْتَ أَبِى بَكْرٍ – أَوْ يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ – وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ يَصُومُ وَيَتَصَدَّقُ وَيُصَلِّى وَهُوَ يَخَافُ أَنْ لاَ يُتَقَبَّلَ مِنْهُ. "Wahai Rasulullah! Apakah yang dimaksudkan dalam ayat 'Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut', adalah orang yang berzina, mencuri dan meminum khomr?" Rasulullah SAW lantas menjawab, "Wahai putri Ash-Shidiq! Yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah seperti itu. Bahkan yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah orang yang yang berpuasa, yang bersedekah dan yang shalat, namun ia khawatir amalannya tidak diterima." (HR At-Turmidzi No 3175 dan Ibnu Majah No 4198) Dari ayat dan hadits di atas, memberitahukan kepada kita hendaklah tidak berbangga dengan kebajikan/ibadah yang kita lakukan, sebaliknya penuh rasa takut kalau2 tidak diterima Allah. Oleh karena itu hendaklah kita selalu bermohon semoga Allah menerima semua amal ibadah kita, bila terdapat kekurangan disana-sini, mohon agar Allah tutupi kekurangan itu. تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 1 Syawal 1444 H. Sabtu, 22 April 2023. (1.1141.04.23). Artikel ku yang satu ini sebelum di publish, dikoreksikan oleh cucuku “Ikram Anvari Akhmad” usia 9 tahun, berkenaan berlebaran ke rumah Datuk.

Thursday 20 April 2023

MAAF Lahir & Bathin, Ampunan Allah

Sehari atau dua hari lagi masuk 1 Syawal 1444 H, Idul Fitri. Merupakan tradisi antar sesama mengucapkan “mohon maaf lahir dan bathin”. Ternyata memang dosa seorang anak manusia itu terdiri dari “dosa lahir” dan “dosa bathin”. Mengacu kepada ayat 120 surat Al-An’am: وَذَرُوْا ظَاهِرَ الْاِثْمِ وَبَاطِنَهٗ ۗ اِنَّ الَّذِيْنَ یَکْسِبُوْنَ الْاِثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوْا يَقْتَرِفُوْنَ "Dan tinggalkanlah dosa yang TERLIHAT ataupun yang TERSEMBUNYI. Sungguh, orang-orang yang mengerjakan (perbuatan) dosa kelak akan diberi balasan sesuai dengan apa yang mereka kerjakan." وَذَرُوْا = tinggalkanlah ظَاهِرَ = lahir الْاِثْمِ = dosa وَبَاطِنَهٗ = bathin Dengan demikian secara garis besar dosa itu terbagi dua: Pertama, Dosa LAHIR; Dikerjakan oleh phisik, kadang ada yang sengaja, tak sedikit pula karena tidak sengaja. Bila sengaja, ada campur peran hati, sengaja berniat sebelum berbuat dosa. Ini namanya dosa lahir dan bathin. Jika tidak sengaja, mungkin lantaran tidak tau, atau tau tetapi lupa bahwa ini dosa dapat tergolong dosa lahir. Kedua, Dosa BATHIN; Lebih spesific adalah dosa diproduksi oleh hati. Berupa: sombong, ujub, iri, dengki, hasad dan hasud. PERBANDINGAN dosa LAHIR dan BATHIN kepada ALLAH: Jika dosa lahir itu dilakukan terhadap Allah akan lebih mudah diampunkan Allah, ketimbang dosa bathin kepada Allah akan lebih sulit diampunkan Allah. Contoh; Iblis melakukan dosa bathin yaitu. sombong ketika Allah perintahkan: وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰٓئِكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْۤا اِلَّاۤ اِبْلِيْسَ ۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَ ۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, Sujudlah kamu kepada Adam! Maka mereka pun sujud kecuali iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri dan ia termasuk golongan yang kafir." (Al-Baqarah ayat 34) Dosa bathin Iblis berupa kesombongan tidak diampuni Allah. Buktinya Allah SWT berfirman: وَّاِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِيْۤ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ "Dan sungguh, kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari Pembalasan." (Shad ayat 78). Beda halnya dengan Nabi Adam, beliau melakukan dosa lahir kepada Allah. Ketika Allah melarang mendekati pohon, malah Hawa dan Adam memakan buahnya. وَقُلْنَا يٰۤـاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَـنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا ۖ وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ "Dan Kami berfirman, Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang dzalim!" (Al-Baqarah ayat 35) Ditengah kebingungan Adam dan Hawa terlanjur berbuat dosa lahir karena tipu daya iblis itu, Allah memberikan petunjuk bagaimana cara bertobat. فَتَلَقّٰۤى اٰدَمُ مِنْ رَّبِّهٖ كَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ "Kemudian, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang." (Al-Baqarah ayat 37) Kalimat taubat tersebut seperti dimuat Al-Qur’an surat Al-A'raf 23. قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَاۤ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَـنَا وَتَرْحَمْنَا لَـنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ "Keduanya berkata, Ya Tuhan kami, kami telah mendzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi." Kedua peristiwa dosa LAHIR dan dosa BATHIN, dengan referensi ayat2 di atas dapat difahamkan bahwa: 1. Allah perintahkan agar meninggalkan dosa yang terlihat (lahir), meninggal dosa tersembunyi (bathin). ( Al-An’am 120) 2. Dosa lahir lebih mudah mendapat pengampunan asal mau bertaubat. (Adam & Hawa) 3. Dosa bathin lebih sulit mendapatkan pengampunan. (Iblis) Dosa bathin tersembunyi bersumber dari hati. Dosa hati berupa sombong, ujub (bangga diri), dengki/iri (tak suka lihat/dengar orang senang, malah senang bila orang susah). Hasad (ingin lebih dari orang lain, ingin kebahagian orang lain jatuh kepadanya). Hasut (mempengaruhi orang untuk mendzalimi orang lain). Dll penyakit hati. Dalam kesempatan puasa dibulan Ramadhan ini, kitapun telah melatih hati untuk tidak melakukan dosa2 bathin dimaksud. Bila masih juga terlanjur terjadi, mari kita bertobat sungguh2 serta menghindarkan diri dari penyakit hati tersebut. DOSA LAHIR dan BATHIN kepada sesama MANUSIA. Dosa sesama manusia hanya dapat diselesaikan setelah mendapatkan maaf/keridhaan dari manusia dimana kita melakukan perbuatan dosa. Dosa lahir juga ada harapan lebih mudah menyelesaikannya ketimbang dosa bathin. Dosa lahir; misalnya dengan mengembalikan, bila dosa berwujud harta. Minta halal kalau tidak sanggup mengembalikan. Bila telah terlanjur menghina, melecehkan, atau dosa2 tentang kehormatan kepada sasama, mohon maaf atau mohon keridhaan. Dosa bathin; terhadap sesama juga agak repot penyelesaiannya, misalnya pernah iri hati, pernah tidak senang, pernah memfitnah, pernah hasut, kepada seseorang. Tentu berat untuk menyatakan “kepernahan itu” seraya minta maaf atas semua itu. Oleh karena itu mudah-mudah dengan ucapan “MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN”, dalam kesempatan hari raya Idul Fitri nanti, dapat mewakili permohonan maaf atas semua dosa dan kesalahan itu semua, baik lahir maupun bathin. Di kesempatan mengunjungi Bapak/Ibu ke ruang baca Bapak/Ibu semua melalui artikel ini, ijinkan dan anggaplah saya: Berkunjung dg duduk bersimpuh. Menyusun jari saya yang sepuluh. Mohon dengan segala sungguh. Maaf saya lahir bathin yg penuh. تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 29 Ramadhan 1444 H. Kamis, 20 April 2023. (1.1140.04.23)

Wednesday 19 April 2023

ALAM KUBUR

Informasi tentang alam kubur didapatkan manusia dari sumber agama. Yaitu alam kelanjutan sesudah hidup di dunia fana ini. Agaknya semua agama berkeyakinan bahwa sesudah mati manusia akan masuk ke alam baru, dalam terminology agama Islam disebut “alam barzakh” atau “alam kubur”. Alam barzakh merupakan batas antara alam dunia dengan alam akhirat keberadaannya telah dijelaskan dalam sejumlah ayat Al-Qur'an, diantaranya dalam surah Al Mu'minun ayat 99-100, alam barzakh dirujuk sebagai tempat manusia untuk menanti hari kebangkitannya. حَتّٰىٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ "(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia)," “Agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan. "Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan." Menurut kaidah agama Islam ketika awal masuk kubur, masuk ke alam barzakh manusia akan ditanya, dan diperiksa amal perbuatannya oleh Malaikat Munkar dan Nakir. Hal ini sebagaimana termaktub dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ أَوْ قَالَ أَحَدُكُمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالآخَرُ النَّكِيرُ ، فَيَقُولَانِ : مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ ؟ فَيَقُولُ مَا كَانَ يَقُولُ Artinya: "Apabila mayat atau salah seorang dari kalian sudah dikuburkan, ia akan didatangi dua malaikat hitam dan biru, salah satunya Munkar dan yang lain Nakir, keduanya berkata: Apa pendapatmu tentang orang ini (Nabi Muhammad)? Maka ia menjawab sebagaimana ketika di dunia..." (HR Tirmidzi). Pertanyaan tersebut menjadi salah satu penentu balasan yang diterima manusia. Bila dijawab tepat dan benar maka ia akan mendapatkan nikmat kubur hingga datangnya hari kiamat. Sebaliknya, siksa kubur akan menghampirinya bila pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan benar. Kesanggupan menjawab adalah terkait dengan kebiasaan dan perbuatan manusia semasa hidupnya sebagaimana yang dinukil dari firman Allah surah Al Zalzalah ayat 7-8. (7) فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (8) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ "Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." Bagi orang yang banyak mengerjakan kebaikan, dianya akan terhindar dari siksa kubur akan menikmati kehidupan di alam barzakh, masa penantian di alam barzakh ini terasa sangat singkat. Seperti apa yang dirasakan oleh penghuni suatu negeri yg dimatikan Allah selama seratus tahun, merasa sebentar sekali bahkan rasanya tak sampai sehari. (Al-Baqarah ayat 259): ".........." ۗ قَا لَ كَمْ لَبِثْتَ ۗ قَا لَ لَبِثْتُ يَوْمًا اَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۗ قَا لَ بَلْ لَّبِثْتَ مِائَةَ عَا مٍ............" ".........Berapa lama engkau tinggal (di sini)? Dia (orang itu) menjawab, Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari. Allah berfirman, Tidak! Engkau telah tinggal seratus tahun................". Sebaliknya bagi pendosa masa ini sangat panjang. Berapa lama panjang waktu tunggu itu, wallahu 'alam. Sementara dalam penantian itu menerima siksa kubur yang demikian dahsyat. Oleh karena itu Rasulullah mengajarkan do’a kepada kita: اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَشَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ “Allahumma inni a’udzu bika min ‘adzabil qabri, wa ‘adzabin naar, wa fitnatil mahyaa wal mamaat, wa syarril masihid dajjal [Ya Allah, aku meminta perlindungan kepada-Mu dari siksa kubur, siksa neraka, penyimpangan ketika hidup dan mati, dan kejelekan Al Masih Ad Dajjal].” (HR. Muslim) Tiada upaya yang dapat dilakukan menghadapi alam kubur, selain banyak berbekal ibadah amal kebaikan dan berdo'a serta berserah diri kepada Allah. Semoga Allah menerima ibadah kita khususnya di bulan Ramadhan ini, sehingga alam kubur kita bakal jadi taman2 surga. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 28 Ramadhan 1444 H. Rabu, 19 April 2023. (1.139.04.23)

Monday 17 April 2023

HAK dan BATHIL

Hampir semua manusia sanggup membedakan yang benar dan salah, yang hak dan yang bathil. Terhadap “yang HAK” dan “yang Bathil”, terdapat 4 (empat) sikap manusia: 1. Dengan sengaja tetap melakukan perbuatan bathil. Contoh pencuri, dia tau perbuatannya tidak baik, buktinya mereka berusaha melakukannya sembunyi2, menunggu kelengahan pemilik barang yang di curi……... Koruptor, berusaha agar perbuatannya tidak diketahui penegak hukum, dengan mengatur trik2 agar sedapat mungkin tidak terlacak. 2. Kadang2 melakukan perbuatan hak/benar/baik, kadang2 melakukan perbuatan bathil/buruk. Dalam hal ada pihak yang mengontrol, atau ketika iman sedang naik perbuatan baik dilakukan. Manakala iman sedang menurun, diiringi tidak ada system yang mengontrol maka kecendrungan kelompok ini berbuat bathil/buruk. 3. Dengan terpaksa melakukan perbuatan tidak baik. Tak punya kesempatan beramal baik. Kelompok ini terkondisi tidak dapat beramal shaleh, misalnya tak tersedia kemampuan. Berada di lingkungan orang2 yang berbuat bathil tak sanggup mengubahnya. 4. Berusaha sekuat tenaga menghindari perbuatan buruk/bathil, sekuat tenaga berbuat baik, beramal shaleh, ibadah yang tekun. Kelompok 4 (empat) inilah yang dituju oleh ibadah shaum (terutama shaum Ramadhan) untuk mencapai taqwa. Shaum Ramadhan bertujuan mencetak kelompok orang yang “sekuat tenaga menghindari perbuatan buruk/bathil dan sekuat tenaga beramal shaleh dengan istiqamah” yaitu orang2 yang TAQWA. Selanjutnya terhadap orang2 yang taqwa, Allah menjamin untuk orang2 yang taqwa dengan 2 (dua) karunia: Pertama; Diberikan al-Furqan. Yaitu kemampuan membedakan yang hak dan yang bathil. Seperti ditegaskan Allah dalam surat Al-Anfal 29 berikut: يٰـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنْ تَتَّقُوا اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّـكُمْ فُرْقَا نًا "Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan bathil) kepadamu…...” Kedua; Dihapuskan dosa2. Yaitu dosa2 kecil yang saban hari dapat saja terjadi dan dosa2 besar yang mungkin sampai sekarang masih terus teringat dan terbayang. وَّيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَـكُمْ ۗ وَ اللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ “…..dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Allah memiliki karunia yang besar." Seperti diungkapkan di awal tulisan, bahwa hampir semua orang mampu untuk membedakan yang HAK dan yang BATHIL atau disebut di ayat di atas “FURQAN”, tetapi kenyataannya kelompok 1 sampai 3, tak dapat melaksanakan sepenuhnya amal shaleh (amal yang diredhai Allah) dan menghindari amal salah atau amal yang bathil. Karena memang hanya orang yang taqwalah dikaruniai Allah kemampuan untuk meninggalkan hal yang bathil dan beramal shaleh, dengan pertolongan Allah, (Surat An-Nur ayat 21): ۚ……….. وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًۭا ۗ ……………….” “……………..Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. ……………...”. Dengan demikian di kesempatan shaum Ramadhan 1444H hanya dua atau tiga hari ini, mari kita perbaiki penyerahan diri kepada Allah, sebab tanpa pertolongan Allah kita tak kan mampu mencapai taqwa. Sangat baik di hari baik bulan baik ini jika senantiasa kita amalkan do’a dipetik dari (HR Imam Ahmad) : ،اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا، وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ. ،وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً، وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. (Allahumma arinal haqqa haqqa warzuqnattiba’ah, wa arinal bathila bathila warzuqnajtinabah) ‘’Ya Allah, tampakkanlah kepadaku kebenaran sebagai kebenaran dan kuatkanlah aku untuk mengikutinya, serta tampakkanlah kepadaku kesalahan sebagai kesalahan dan kuatkan pula untuk menyingkirkannya”. آمِيّنْ....... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِي اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 27 Ramadhan 1444 H. Selasa, 18 April 2023. (1.138.04.23)

Proses IKHLAS tunduk pada yang TERAKHIR

Ikhlas MENURUT Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berarti bersih hati atau tulus hati. Dalam ajaran Islam, ikhlas adalah kunci dari amal. Keyakinan seseorang bahwa semua amalnya hanya untuk Allah semata. Dalam melakukan ibadah, hati tidak boleh tercampur niat/keinginan mendapatkan penghargaan dari selain Allah. Untuk membatasi pengertian, di tulisan ini yang dimaksud ikhlas ialah dalam beribadah kepada Allah (hablum minallah) dan beribadah sosial (hamblum minannas) dalam rangka menjalankan perintah Allah. Ternyata menuju ikhlas ini tidak semua orang mudah, tidak banyak orang yang dapat menjalankannya secara otomatis, harus melalui proses. Diakui bahwa ada sebagian kecil orang ikhlas muncul dari “sononya”, sejak mulai kanak2 sampai tumbuh jadi “orang”, dari dalam jiwanya ada bawaan melekat perilaku ikhlas (mungkin ini sudah anugerah khusus dari Allah buat yang bersangkutan). Akan tetapi bagi orang kebanyakan proses ikhlas berawal dari “fase tersiksa”. Selanjutnya masuk ke “fase terpaksa”, proses terakhir “fase terbiasa”. Salah satu contoh dapat dikemukakan bahwa ikhlas itu melalui proses, kiranya dapat disimpulkan dari hadits tentang melatih anak untuk melakukan shalat: Memberikan pendidikan kepada seorang anak yang sudah mulai tumbuh, merupakan keharusan dan kewajiban bagi orang tua, lebih-lebih pendidikan shalat. Karena pentingnya pendidikan shalat ini, Rasulullah saw memerintahkan kepada orang tua untuk menyuruh anak-anak mereka melaksanakan shalat pada umur 7 tahun dan memukulnya pada umur 10 tahun apabila meninggalkan shalat, sebagaimana hadits berikut: عن عمرو بن شعيب، عن أبيه، عن جده -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: مُرُوا أولادَكم بالصلاةِ وهم أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، واضْرِبُوهُمْ عليها، وهم أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المَضَاجِعِ Dari Amr Bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: “Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Perintahkan anak-anakmu melaksanakan shalat sedang mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka karena tinggal shalat sedang mereka berusia 10 tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya.” (H.R Abu Daud) Perlu diperhatikan bahwa, wajib bagi orang tua selama 3 tahun (10-7), memerintahkan anak-anak mereka untuk shalat, dengan cara lemah lembut, walaupun sebenarnya shalat belum wajib atas mereka. Apabila orang tua tidak memerintahkan anak-anaknya untuk shalat pada umur 7 tahun, maka orang tua berdosa. Bagi anak umur 7 - 10 tahun, bila meninggalkan shalat, sebetulnya si anak tidak berdosa. Namun bagi ORTU ini merupakan perintah (jika tak dilaksanakan berdosa) harus menyuruh anaknya shalat dengan sikap yang lebih keras setelah masuk usia 10, bila perlu memukul. Hal tersebut untuk membiasakan mereka, agar kelak ketika sudah dewasa, mereka sudah terbiasa untuk shalat. Inilah yang dimaksud “fase tersiksa” di usia 7 tahun, mungkin si anak lagi pulas2nya tidur dibangunkan untuk shalat subuh. Fase berikutnya “fase terpaksa”, mau tidak mau karena pada usia 10 tahun dipaksa Ortu, mungkin akan diperciki air bila belum bangun saat adzan subuh, maka terpaksa bangun juga menuju masjid ikut ayah bagi anak lelaki, siap2 shalat di rumah bagi anak perempuan. Berjalan terus menerus akhirnya masuk ke “fase terbiasa”, tanpa dibangunkan ortupun otomatis terbangun ketika subuh, melaksanakan shalat wajib lainnya bila sampai waktunya walaupun sudah tidak lagi dibawah kontrol ORTU. Ditambah dengan ilmu agama, maka si anak yang tadinya melalui “fase tersiksa”, “fase terpaksa” dan akhirnya “fase terbiasa” itu menjadi ikhlas dalam melaksanakan shalat diikuti ibadah2 lainnya. Dalam kasus tertentu seperti dikemukakan di awal tulisan ini, bahwa ada “sebagian kecil orang ikhlas muncul dari “sononya”……….”, dapat terjadi karena si anak melihat perilaku orang tua mereka, sejak umur dibawah empat tahun, sudah minta untuk ikutan shalat. Begitu sibuknya si balita ini pergi berwudhu, walau wudhunya hanya sekedarnya. Persiapan shalatnya lumayan,……. Minta digelarkan sajadah segala sama “yang mengasuhnya” baik ketika ortunya ada di rumah maupun ortunya sedang bekerja (tidak dirumah). Shalatnya sebentar sekali, lebih lama persiapannya. Karena shalatnya hanya sekedar berdiri kemudian sujud sekali. Anak yang seperti ini diusia 7 tahun apalagi sudah 10 tahun, ORTU tidak lagi menyuruh, langsung dianya ikut ketika ayahnya ke masjid. Anak wanita begitu pula langsung berpakaian shalat, kemudian shalat bila masuk waktu. Pernah terjadi, dua orang anak lelaki; yang tua kelas 2 dan si adik kelas 1 SD. Biasanya dihari Jum’at ayahnya pulang sebentar dari kantor menghampiri mereka di rumah untuk bareng shalat Jum’at ke masjid. Suatu ketika di suatu hari Jum’at, mereka sudah siap pakai sarung, baju koko dan kopiah menunggu ayah menjemput, ayah mereka tak kunjung datang. Rupanya si ayah di hari itu dapat tugas mendadak di luar kantor sehingga harus shalat Jum’at di masjid terdekat dari lintasan perjalanan tugasnya. Si abang mengambil inisiatif, menyetel radio setempat yang menyiarkan langsung shalat Jum’at di suatu masjid, dua bersaudara ini ikutan serius mendengarkan khutbah dan ikutan shalat Jum’at berimankan radio. Inilah salah satu contoh, anak2 yang sudah masuk ke dalam proses “fase terbiasa”, tidak akan merasa enak kalau tidak melaksanakan ibadah, yang biasa mereka lakukan. Seorang anak kos, ketika masih mahasiswa saban Jum’at diajak teman se kos untuk pergi Jum’atan. Semula yang bersangkutan merasa “tersiksa” campur “terpaksa”, sebab dianya dari keluarga yang tidak shalat, jadinya belum “terbiasa”. Tetapi karena terus menerus “tersiksa” campur “terpaksa” itu maka “terbiasa”. Berkenaan pula setelah sekian kali ikutan shalat Jum’at, disuatu Jum’at dia menyimak khutbah dari khatib, masuk kedalam hatinya yang paling dalam tentang “malang nian orang tidak shalat”, bulu kuduknya berdiri tak terasa dia bergidik ketakutan. Akhirnya dianya menjadi orang yang taat shalat sampai akhir hayat. Mengenai amal kita, yang sangat menentukan adalah di akhir hayat. Baik kita cermati hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; « لاَ عَلَيْكُمْ أَنْ لاَ تُعْجَبُوا بِأَحَدٍ حَتَّى تَنْظُرُوا بِمَ يُخْتَمُ لَهُ فَإِنَّ الْعَامِلَ يَعْمَلُ زَمَاناً مِنْ عُمْرِهِ أَوْ بُرْهَةً مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ صَالِحٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلاً سَيِّئاً وَإِنَّ الْعَبْدَ لِيَعْمَلُ الْبُرْهَةَ مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ سَيِّئٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ النَّارَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلاً صَالِحاً وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْراً اسْتَعْمَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ قَالَ « يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ » “Janganlah kalian terkagum dengan amalan seseorang sampai kalian melihat amalan akhir hayatnya. Karena mungkin saja seseorang beramal pada suatu waktu dengan amalan yang shalih, yang seandainya ia mati, maka ia akan masuk surga. Akan tetapi, ia berubah dan mengamalkan perbuatan jelek. Mungkin saja seseorang beramal pada suatu waktu dengan suatu amalan jelek, yang seandainya ia mati, maka akan masuk neraka. Akan tetapi, ia berubah dan beramal dengan amalan shalih. Oleh karenanya, apabila Allah menginginkan satu kebaikan kepada seorang hamba, Allah akan menunjukinya sebelum ia meninggal.” Para sahabat bertanya, “Apa maksud menunjuki sebelum meninggal?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Yaitu memberikan ia taufik untuk beramal shalih dan mati dalam keadaan seperti itu.” (HR. Ahmad, 3: 120, 123, 230, 257 dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah 347-353 dari jalur dari Humaid, dari Anas bin Malik. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dalam Tahqiq Musnad Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat shahih Bukhari – Muslim. Lihat pula Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1334, hal yang sama dikatakan oleh Syaikh Al-Albani) Semoga melalui proses dan fase apapun kitanya taat dan ikhlas beribadat, tetap konsisten dan istiqamah sampai akhir hayat. Sebab yang menjadi ukuran bukan hanya apa yang kita lakukan sekarang, tetapi yang terjadi di akhir hayat. آمِيّنْ....... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِي اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 26 Ramadhan 1444 H. Senin, 17 April 2023. (1.137.04.23)

Sunday 16 April 2023

SANGU MATI

Pada dasarnya siapapun takut akan mati, walaupun kematian itu adalah PASTI. Setiap yang hidup pasti akan mati. Manusia ingin hidup ini panjang, terwujud dalam do’a, semoga sehat dan panjang umur. Adalah tak lazim bila ketika pamit dalam silaturahim keluarga misalnya, mengucapkan: “mohon maaf lahir dan bathin siapa tau ini pertemuan kita yang terakhir, bisa saja tiba2 maut menjemput”. Lalu yang dipamiti mesti ngomentari “Aakh jangan begitu, semoga panjang umur, masih sehat begini………….”. Padahal yang namanya “mati” tak pandang sehat, tak pandang muda, tak pandang sakitan tak pandang tua. Bila sampai waktunya tak dapat ditunda: وَلَنْ يُّؤَخِّرَ اللّٰهُ نَفْسًا اِذَا جَآءَ اَجَلُهَا ۗ وَاللّٰهُ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ "Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (Al-Munafiqun 11) كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati".(Ali Imran 185) Sebetulnya yang harus menjadi pemikiran adalah tentang bukan “kapan mati”, tapi “Sangu sesudah mati” yang sudah pasti itu. Sedangkan datangnya tak dapat diduga, oleh karena itu setiap saat harus siap menyiapkan sangu mati dimaksud. Ali bin Abi Thalib merangkai 4 kalimat bijak sebagai kunci taqwa salah satunya "selalu ingat akan mati"(3 lainnya: Al khaufu minal jalil, wal amalu bit tanzil, al qana atu bil qalil). Sebab orang yang selalu ingat mati menjadi hati-hati, utamanya takut berbuat yang tak baik lantaran khawatir pembalasan di alam sesudah mati nanti, (bagi yang beriman tentunya). Nabi menyebut orang yang mempersiapkan dirinya untuk bekal kehidupan setelah mati sebagai orang cerdas. Sebaliknya, orang yang tenggelam dalam nafsu duniawi, disebut Nabi sebagai orang yang lemah. Nabi Muhammad bersabda: الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ “Orang cerdas adalah orang yang rendah diri dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, dan orang lemah adalah orang yang mengikutkan dirinya pada hawa nafsunya dan berangan-angan atas Allah,” (HR. al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan lainnya). Orang bijak mestinya bukan sekedar ingat akan mati itu dikala sedang sakit saja, dikala usia sudah tua saja, tetapi setiap saat. Sebab kematian bisa saja diusia belia, kematian dapat datang tanpa didahului sakit. Setelah sejenak mencermati ayat dan petunjuk Rasulullah perihal kematian tersebut diatas baik kita cermati apa saja sebaiknya disiapkan untuk “Sangu Mati” yaitu: PERTAMA: Mengerjakan amal-amal saleh. Allah memberikan dua syarat bagi siapa pun yang berharap bertemu dengan-Nya di surga, yaitu beramal saleh dan meninggalkan kesyirikan. Allah menegaskan (Al-Kahfi 110): فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا ………..” “……...Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya." Amal saleh yang dimaksud dalam ayat di atas adalah segala bentuk perbuatan baik berupa ibadah kepada Allah (hablum minallah) dan ibadah sosial (hablum minannas) yang terbebas dari riya (pamer) dan sesuai dengan tuntunan syariat. KEDUA: Istiqamah. Mampu konsisten beramal baik, tidak terlalu bangga atas amal perbuatan yang dilakukan, misalkan merasa dirinya lebih baik dari orang lain, merasa amalnya menyelamatkannya di hari kiamat dan sebagainya. Sebab pada hakikatnya, seseorang akan mendapat kenikmatan dan keselamatan di akhirat bukan disebabkan amalnya, namun murni karena anugerah dan kasih sayang dari Allah. Tidak ada yang dapat menjamin nasib seseorang di hari pembalasan kelak. Nabi menegaskan: لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الجَنَّةَ قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ لاَ، وَلاَ أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا “Tidak seorang pun amalnya memasukannya ke surga. Sahabat bertanya; apakah termasuk engkau ya Rasulullah?. Nabi menjawab, termasuk aku. Tetapi Allah telah menaungiku dengan anugerah dan rahmat, maka benarkanlah (niatmu dalam beramal) dan berlakulah sedang,” (HR. al-Bukhari). Hadits di atas tidak hendak mengatakan bahwa amal saleh tidak ada manfaatnya, namun Nabi memberikan petunjuk bahwa dalam beramal hendaknya dilakukan dengan ikhlas, bertujuan murni mengikuti perintah agama, tidak menuntut yang macam-macam kepada Tuhan. Oleh karenanya, di dalam redaksi setelahnya, Nabi berpesan; benarkanlah niatmu dalam beramal. Melakukan kebajikan dengan ikhlas dan dengan cara yang benar adalah pertanda bahwa amal yang diperbuat diterima di sisi-Nya, yang oleh sebab itu seorang hamba mendapatkan rahmat dan anugerah-Nya, sehingga ia dapat masuk surga. KETIGA: Menjauhi perbuatan-perbuatan tercela. Yang dimaksud perbuatan tercela meliputi keharaman dan kemakruhan. Meninggalkan keharaman adalah wajib, sedangkan meninggalkan kemakruhan adalah sunah. Demikian pula dianjurkan untuk meminimalisasi perkara mubah yang tidak ada manfaatnya. Semakin berhati-hati dalam menjaga diri dari perbuatan yang diharamkan, semakin tinggi pula kedudukan seorang hamba di sisi-Nya. Orang yang menjaga diri dari perbuatan tercela dimaksud diistilahkan “Wara’i” terbagi atas empat tingkatan: Tingkatan pertama: wara’inya orang-orang adil, yaitu dengan cara meninggalkan keharaman-keharaman sesuai petunjuk fatwa para pakar fiqh. Tingkatan kedua; wara’inya orang-orang saleh, yaitu meninggalkan keharaman2 dengan memilih hukum-hukum yang berat. Tingkatan ketiga; wara’inya orang-orang bertakwa, yaitu meninggalkan perkara-perkara mubah yang berpotensi mengantarkan kepada keharaman. Tingkatan keempat; wara’inya orang-orang yang jujur, yaitu meninggalkan perkara-perkara mubah secara total, meski tidak berpotensi mengantarkan kepada keharaman. Pembaca, berkenaan dengan sekarang ini kita sedang menjalankan ibadah shaum di pekan terakhir, agaknya ada baiknya kita merenungkan apakah “Sangu Mati” kita sejauh ini sudah kita persiapkan. Sepertinya tiga Sangu di atas patut jadi bahan masukan. Semoga Allah menerima seluruh amal ibadah kita dan mengampuni seluruh dosa kita, “sangu mati” yang kita persiapan tidak terkuras oleh hal2 yang mengurasnya seperti tersebut di atas. آمِيّنْ....... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِي اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 25 Ramadhan 1444 H. Ahad, 16 April 2023. (1.136.04.23)

Thursday 13 April 2023

PAHALA MUDIK

Hari ini jadual aku dan nenek dari cucu2ku kontrol mata di RS. Pasien kelihatan sepi tidak seperti biasanya, banter seperempat dari kalau bukan bulan Ramadhan. Pikirku bahwa pasien yang biasa bareng dengan kami mungkin sudah pada mudik, maklum sekarang sudah H min 8 dari Idul fitri. Istiadat mudik lebaran, sepertinya bukan hanya budaya kita, di negeri lainpun agaknya ketika hari besar agama, juga mereka pulang kampung. Umumnya di kampung adalah rumah ORTU, tempat awak dilahirkan. Pulang kampung niat utamanya ingin bertemu Orang tua (jika beliau2 masih hidup). Jikapun sudah meninggal dunia, ziarah ke pusara mereka. Mudik dengan niat menemui orang tua begini, adalah sesuatu perbuatan yang berpahala. Sebab merupakan salah satu dari lima object yang "memandangnya berpahala" salah satunya adalah "memandang wajah orang tua", jika disertai dengan perasaan rendah hati, perasaan kasih sayang, perasaan belum dapat membalas kebaikan mereka, hanya satu2nya jalan membahagiakan mereka dengan mengunjungi paling kurang setahun sekali di saat lebaran. Hal ini juga termasuk dalam "birrul walidain", salah satu amal yang dicintai oleh Allah. Kuteringat ketika ayah dan bundaku masih hidup, terakhir dari rantau tidak saban tahun dapat mudik, dengan berbagai kendala, diantaranya masa itu transportasi belum semudah sekarang, komunikasi belum secanggih sekarang. Seingatku selama di rantau waktu almarhum dan almarhumah masih ada, kalau lebaran akan mudik, sudah kirim telegram dulu beberapa hari sebelumnya. Pada hari perkiraan kedatanganku, saudara2 ku yang ada dikampung lumayan dibuat sibuk oleh terutama ayahku. Sebentar2 ia tanya abangmu kira2 sudah dimana,…… coba lihat kepelabuhan sana ……. Beliau sudah lama menunggu di depan pintu, tanda kebahagiaan beliau anaknya datang pulang. Sementara bundaku telah sibuk meramu makanan kesenanganku yang biasa dihidangkannya khususnya beliau tau betul makanan kesukaanku. Demikian sekilas ilustrasi bahagaianya ayah bunda bila anaknya mudik, padahal diriku 8 bersaudara, juga sebagian besar setelah dewasa tidak lagi tinggal sekampung dengan kedua orang tua. Perlakuan yang sama juga untuk suadaraku yang lain, kadang datangnya tidak bersamaan. Benar2 terpancar wajah riang dari kedua orang tua kita bila kita mudik. Jelas PAHALA MUDIK insya Allah akan kita peroleh, makanya “memandang wajah orang tua” ditempatkan sebagai salah satu object yang dipandang mendatangkan pahala disamping 4 object lainnya, yaitu: melihat huruf2 Al-Qur’an, melihat Qa’bah, melihat wajah orang alim, dan melihat Air Zam-Zam. Khusus air Zam2 kami yang berhaji tahun 1990 an dapat langsung melihat ke sumur air Zam-Zam. Namun belakangan lokasi bawah tanah ke sumur Zam-Zam sudah ditutup. Adapun empat object lainnnya, semoga dapat disusun pada artikel2 berikutnya. Sekurangnya 6 ayat dalam Al-Qur'an memerintahkan berbuat baik kepada ORTU. Satu diantaranya: وَقَضٰى رَبُّكَ اَ لَّا تَعْبُدُوْۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ وَبِا لْوَا لِدَيْنِ اِحْسَا نًا ۗ اِمَّا يَـبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَاۤ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَاۤ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 23) Tentunya perjalanan mudik dengan niat "memandang wajah orang tua", atau ziarah ke pusara mereka itu akan berpahala apabila tidak sampai meninggalkan ibadah2 yg diwajibkan syar'ie. Misalnya sampai tertinggal shalat wajib. Mudik biasanya H min... dimana masih dalam bulan Ramadhan. Memang ada keringanan bagi orang dalam perjalanan untuk tidak berpuasa seperti termaktub dalam Al-Baqarah 184. اَيَّا مًا مَّعْدُوْدٰتٍ ۗ فَمَنْ كَا نَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّا مٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَا مُ مِسْكِيْنٍ ۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَ نْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّـکُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ "(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." Namun baik juga jika dicermati penggalan kalimat terakhir dari ayat di atas agaknya patut jadi bahan pertimbangan untuk, tetap berpuasa, apalagi perjalanan mudik kita di tanah air ini umumnya hanya beda satu sampai dua jam. Lagian sekarang dengan mudahnya transportasi kadang jarak tempuh hanya bilangan jam. Jikapun mudik dengan mobil sendiri, juga masih mudah melaksanakan puasa. Tapi kalau perjalanan jauh dari Jakarta ke Jedah misalnya, sepertinya tepat mengamalkan untuk tidak berpuasa. Pernah kami alami pada Bulan Ramadhan hari pertama; kami sahur di Jakarta, sampai di Jedah sudah pukul 6 waktu Jakarta, Matahari di Jedah masih terang benderang. Adzan maghrib di bandara Jedah sudah hampir pukul 10 malam. Bukan main rasanya menahan lapar dan dahaga karena sudah terpola pukul enaman waktu Jakarta sudah berbuka. Decak kagum kembali diucapkan “maha benar Allah dengan segala firmannya” disini rupanya makna boleh berbuka dalam perjalanan itu. Disini maksud Allah di Al-Baqarah 185: " ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ………..” “……...”Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur." Sadarlah diri bahwa pengetahuan awak baru global, Allah sudah mengatur tentang bagaimana perjalanan internasional. Selamat melaksanakan MUDIK bagi yang masih memiliki kampung halaman tempat anda dilahirkan, dimana ada ayah dan bunda atau pusara mereka, semoga perjalanan anda bernilai ibadah dengan “memandang wajah orang tua” atau berziarah ke pusara mereka. آمِيّنْ....... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِي اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 22 Ramadhan 1444 H. Kamis, 13 April 2023. (1.135.04.23)

Sunday 9 April 2023

TAPAL BATAS USIA

Boleh dibilang bahwa “tapal batas usia” itu adalah usia 40 tahun. Karena masa kini jaranglah orang mencapai usia 2 x 40 tahun, kalaupun ada satu dua orang, prosentasenya kecil sekali. Bila mengacu data statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa, umur harapan hidup (UHH) penduduk Indonesia mencapai 71,85 tahun pada 2022. Maka dari itu usia 40 sudah mulai masuk ke pintu gerbang usia senja. Di usia senja harus diraih. Mati, bukan berarti berhenti. Taat ibadah-lah harus dipilih. Bakal bekal diakhirat nanti. Apa sebab maka usia 40 tahun saya istilahkan masuk gerbang ke usia senja, dapat dikemukakan se-kurang2-nya 3 alasan berikut: 1. Rata2 hidup manusia, terutama di Indonesia seperti dikemukakan di atas. 2. Usia manusia setelah zaman nabi Muhammad saw 3. Usia 40 tahun Allah sebutkan di dalam Al-Qur'an. RATA-RATA HIDUP MANUSIA. Ambil saja contoh, orang Indonesia rata2 hidupnya adalah 71,85 th. (data BPS di atas). Dengan demikian usia 40 tahun sudah menjalani hidup 55.67%. Sisa masa hidup sudah kurang dari separo yaitu tinggal 44.33%. Jadinya pantas bila usia 40 tahun manusia sudah memasuki gerbang "usia senja", karena sisa hidup lebih sedikit dari hidup yang sudah dijalani. USIA SETELAH ZAMAN NABI MUHAMMAD SAW Usia Nabi terdahulu; beberapa sumber menyebutkan misalnya: Nabi Adam berusia 1.000 tahun, Nabi Nuh berusia 950 tahun, nabi Hud 464 tahun, nabi Ibrahim 200 tahun, nabi Ismail 137 tahun, nabi Ya’qub 137 tahun, nabi Yusuf 110 tahun, nabi Musa 120 tahun, nabi Harun 122 tahun, walau ada juga nabi2 berusia pendek seperti Nabi Sulaiman 52 tahun, nabi Isa 33 tahun. Rasulullah Muhammad saw,. hanya berusia 62 tahun (570-632M), beliau pernah mengabarkan usia kebanyakan umatnya yang berkisar antara 60-70 tahun. عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إلَى السَّبْعِينَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَلِكَ رواه الترمذي “Dari Abu Hurairah RA. Ia berkata, Rasulullah bersabda, ‘Usia umatku (umumnya berkisar) antara 60 sampai 70 tahun. Jarang sekali di antara mereka melewati (angka) itu.” (HR At-Tirmidzi). Nabi Muhammad SAW; meninggal diusia 62 tahun, maka usia 40 tahun bagi Rasulullah, riilnya 64,5% dari masa hidup beliau. Oleh karena itu usia 40 tahun buat Nabi Muhammad saw adalah usia senja. Sebab di usia 40, Rasulullah sudah tinggal 35,5% lagi sisa hidup. Maka 40 tahun bagi Nabi Muhammad saw sebagai usia mateng mulai mengemban tugas ke-Rasulan dan sekaligus termasuk usia senja. USIA 40 TAHUN termuat DIDALAM AL-QUR’AN Kepada manusia yang sudah mencapai usia 40 tahun, Allah ada berwasiat (QS: Al-Ahqaf ayat 15) "..........حَتّٰۤى اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةً ۙ قَا لَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْۤ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْۤ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَا لِدَيَّ وَاَ نْ اَعْمَلَ صَا لِحًا تَرْضٰٮهُ وَاَ صْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْ ۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِ نِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ “..........sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia berdoa, Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim." BUTIR2 WASIAT ALLAH BUAT MANUSIA DIUSIA 40 TAHUN atas dasar ayat tsb: 1. Agar berdo'a supaya sanggup mensyukuri nikmat.........baik untuk diri maupun yang dinikmati kedua Ortu. 2. Berdo'a agar mampu berbuat baik yang diridhai Allah. 3. Berdo'a mohon kebaikan kepada diri, berkesinambungan sampai anak cucu, cicit...... 4. Bertobat atas segala dosa (tentunya selama hidup yang dijalani sudah 40 tahun) selanjutnya bertekad tidak lagi mengulangi dosa di usia sisa, supaya sejalan dengan butir 2 dan 3. 5. Berserah diri kepada Allah sebagai orang muslim. 6. Pada butir 3, terselip “berkesinambungan sampai ke anak cucu……..”, dengan demikian sebagai manusia diharapkan mempunyai anak2 dan cucu, cicit. Salah satu sarana untuk mempunyai zuriat itu haruslah melalui pernikahan. Oleh sebab itu di dalam agama Islam Nikah untuk seseorang yang sudah memenuhi syarat menikah adalah “wajib”: وَأَنْكِحُوا الْأَيٰمٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ  ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِۦ  ۗ وَاللَّهُ وٰسِعٌ عَلِيمٌ "Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui." (An-Nur ayat 32) Dalam pada itu Rasulullah Muhammad saw bersabda: عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِيْ فَ مَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي وَتَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ” رواه ابن ماجه Dari Aisyah r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Menikah itu termasuk dari sunnahku, siapa yang tidak mengamalkan sunnahku, maka ia tidak mengikuti jalanku. Menikahlah, karena sungguh aku membanggakan kalian atas umat-umat yang lainnya, siapa yang mempunyai kekayaan, maka menikahlah, dan siapa yang tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena sungguh puasa itu tameng baginya.” (HR. Ibnu Majah). Dengan demikian usia 40 tahun adalah seharusnya saat start yang lebih intensif akan 6 hal tersebut di atas. Semoga Allah menjadikan usia kita semua menjadi usia yang berkah, berapapun kita diberikan izin hidup di dunia ini, dapat beramal ibadah yang maksimal bermanfaat untuk sesama manusia. آمِيّنْ....... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِي اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 19 Ramadhan 1444 H. Senin, 10 April 2023. (1.134.04.23)

Saturday 8 April 2023

HARTA dan AMAL Ibadah

Soal kepemilikan harta, terdapat dua kutub ekstrim yaitu: Orang kaya (banyak harta) dan Orang miskin (tak punya harta), di atara kedua kutub itu ada lagi orang yang sedangan kayanya, dan orang yang tidak terlalu miskin. Guna menyederhanakan, ditulisan ini diambil dua kutub utama “Kaya – Miskin” Untuk menyamakan persepsi di tulisan ini dibatasi pengertian “beramal” diartikan melaksanakan kebaikan, seperti baik dalam pergaulan masayarakat, titik berat dermawan, sopan dll., diluar ibadah mahdhah, konotasinya adalah kebaikan sesama manusia (hablum minannas), dalam istilah ibadah “ghairu mahdhah”. Sedangkan “beribadah” adalah ibadah “mahdhah” yaitu ibadah yang tertentu “syarat” dan “rukunnya” dalam rangka pengabdian kepada Allah, ialah ibadah berhubungan dengan Allah (hablum minallah). Si kaya dan si miskin ini dalam beramal dan beribadah, dapat dikelompokkan sikaya menjadi empat kelompok dan si miskin juga menjadi empat kelompok: Kelompok kaya: 1. Kaya, dermawan rajin beribadah. 2. Kaya, dermawan malas beribadah. 3. Kaya, medit tapi rajin ibadah. 4. Kaya, medit malas pula beribadah. Kelompok miskin: 1. Miskin, tetap dermawan, rajin pula beribadah. 2. Miskin, tetap dermawan, tapi malas beribadah. 3. Miskin, pelit tapi rajin ibadah. 4. Miskin, pelit malas pula beribadah. Puasa Ramadhan tujuannya untuk menciptakan orang beriman yang bertaqwa, yaitu menjadikan insan2 yang sanggup meningkatkan ibadah “mahdhah” maupun ibadah “ghairu mahdhah”, dalam artian terjalin hubungan yang baik antara sesama manusia (hamblum minannas) dan habblum minallah. Dermawan; bagi orang kaya adalah dengan menggunakan harta benda, atau memfasilitasi untuk memudahkan orang lain dalam suatu urusan. Sedangkan bagi orang miskin; tidak tertutup kemungkinan untuk “dermawan”, yaitu dengan tenaga, dengan menyumbangkan saran dan ide. Dari kelompok yang ada di atas, tentu yang ideal adalah “Kaya, dermawan dan rajin beribadah” atau biarpun miskin tapi “Miskin, tetap dermawan rajin pula beribadah”. Ternyata perbuatan dermawan menggunakan harta dan perbuatan kebaikan dalam arti ibadah mempunyai perbedaan nilai 1 berbanding 70. مَنْ جَآءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهٗ عَشْ رُ اَمْثَالِهَ ا "Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya". (Al-An'am 160) Sedangkan bila beramal shaleh dengan harta diganjar Allah 700 kali lipat; مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ; كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ "Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji". (Al-Baqarah 261). Allah memotivasi manusia agar bersemangat menjadi dermawan, karena pada dasarnya manusia itu diciptakan sangat kikir. قُل لَّ وْ اَنْـتُمْ تَمْلِكُوْنَ خَ زَآئِنَ رَحْمَةِ رَبِّ يْۤ اِذًا لَّ اَ مْسَكْتُمْ خَشْيَةَ ا لْ اِ نْفَا قِ  ۗ  وَكَا نَ الْاِ نْسَا نُ قَتُ وْ رًا "Katakanlah (Muhammad), "Sekiranya kamu menguasai perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya (perbendaharaan) itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya." Dan manusia itu memang sangat kikir." (QS. Al-Isra' ayat 100). Dengan motivasi beramal bukan dengan harta dibanding beramal dengan harta itu perbandingan begitu besar yaitu 1 berbanding 70, diharapkan manusia berlomba-lomba jadi dermawan. Sebab dengan harta kemajuan suatu masyarakat akan cepat dapat diwujudkan. Akan tetapi perlu diingat baik buat si kaya berderma dengan harta, si miskin berderma dengan tenaga akan batal bila terjadi seperti ayat berikut ini. Si miskin misalnya menyebut “itu masjid kalau bukan tangan saya ndak jadi megah begini”. Si kaya misalnya menyebut: “sekian persen bangunan masjid itu sumbangan saya”. Banyak lagi contoh semisal, yang pernah pembaca dengar, tentang bagaimana perihal dermawan yang menmbatalkan amal mereka, baik dalam membangun sarana ibadah, pendidikan, fasilitas umum ataupun membantu orang lain. يٰـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِا لْمَنِّ وَا لْاَ ذٰى ۙ كَا لَّذِيْ يُنْفِ قُ مَا لَهٗ رِئَآءَ النَّاسِ وَلَا يُ ؤْ مِنُ بِا للّٰهِ وَا لْيَوْمِ الْاٰ خِرِ ۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَ فْ وَ ا نٍ عَلَيْهِ تُ رَا بٌ فَاَ صَا بَهٗ وَا بِلٌ فَتَ رَكَهٗ صَلْدًا ۗ لَا يَقْ دِ رُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ  وَا للّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَ وْمَ الْـكٰفِرِيْنَ "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." (Al-Baqarah ayat 264). Semoga dalam posisi apapun kita berada dapat menjadi orang yang dermawan dan rajin beribadah. آمِيّنْ....... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِي اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 18 Ramadhan 1444 H. Ahad, 9 April 2023. (1.133.04.23)

Friday 7 April 2023

Turun Naik IMAN

SETIAP manusia tentu mengalami naik-turun iman, sebab memang Nabi Muhammad mengabarkan sesungguhnya hati seorang hamba itu terletak di jari jemari Allah. Jika Allah menghendaki seorang manusia itu tersesat, akan tersesatlah dia. Jika Allah menghendaki ia lurus, luruslah jalannya. Nabi bersabda, يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ "Wahai Ummu Salamah! Tidaklah ada seorang anak Adam melainkan hatinya terletak di antara dua jari dari jari-jemari Allah, siapa yang Dia kehendaki lurus, maka Dia akan meluruskannya, dan siapa yang dia kehendaki akan menyimpang, maka dia akan menyimpangkannya", hadits riwayat At-Tirmidzi. Di bulan Ramadhan ini, mungkin saja di awal kedatangannya, kita menyambutnya dengan semangat yang membara. Ada masjid sampai menggelar karpet di jalan di depan masjid. Akses jalan didepan masjid ditutup, disediakan untuk jamaah yang biasanya diawal Ramadhan mbludak, ikutan shalat berjamaah isya dan tarawih. Sampai hari ke empat – kelima sudah semakin susut jamaahnya. Karpet di jalan di depan masjid mulai digulung, untuk disimpan di gudang. Ini apakah pertanda iman sebagian jamaah sudah mulai menurun, walhu ‘alam bishawab. Sebaiknya kita berprasangka baik; mungkin banyak komunitas perumahan yang juga mengadakan tarawih bersama. Atau mungkin sudah banyak yang mudik, menghindari macet kalau mudik di H min “dekat”. Memang kalau bicara soal iman, bergelombang “turun – naik” sebab memang kehidupan kita ini tidak luput dari incaran iblis, sejak semula ketika dianya terusir dimurkai Allah lantaran tak sudi sujud kepada nenek moyang manusia “Adam”, ia sudah katakan: ثُمَّ لَءَاتِيَنَّهُمْ مِّنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمٰنِهِمْ وَعَنْ شَمَآئِلِهِمْ  ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شٰكِرِينَ "kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur."" (Al-A'raf ayat 17). Seorang Muslim tidak mengetahui apa yang akan terjadi nanti. Ia tidak mengetahui apakah besok dia masih tetap setia berada di jalan yang lurus atau tidak. Untuk itu seorang Muslim dituntut untuk selalu memohon hidayah agar ditetapkan dalam agama ini, dan diberikan akhir kehidupan yang baik. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Rasulullah sering mengucapkan, يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ "Ya Allah, Yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku di atas agama-Mu". Anas melanjutkan, "Wahai Rasulullah! Kami telah beriman kepadamu dan kepada apa (ajaran) yang engkau bawa. Masihkah ada yang membuatmu khawatir atas kami?" Maka Rasulullah menjawab, Seorang insan tidak bisa istiqamah melainkan dengan hidayah dari Allah. Dua perkara ini sangat berkaitan erat dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Untuk itu seorang Muslim jika ia ingin tetap berada di atas hidayah sampai wafatnya, maka ia wajib berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Assunnah. Ia wajib melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Allah, menjauhi larangan-larangan-Nya, ia juga wajib melaksanakan Tauhid dan menjauhkan syirik, melaksanakan Sunnah dan menjauhkan bid’ah, serta senantiasa berdoa kepada Allah agar ditetapkan diatas hidayah dan Sunnah dan diwafatkan diatas Sunnah. Apabila seseorang istiqamah dalam melaksanakan Sunnah sesuai dengan petunjuk syariat, maka Allah akan menambah petunjuk kepadanya. Allah berfirman, وَٱلَّذِينَ ٱهْتَدَوْا۟ زَادَهُمْ هُدًى وَءَاتَىٰهُمْ تَقْوَىٰهُمْ "Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambah petunjuk kepada mereka dan menganugerah ketakwaan mereka", (Muhammad ayat 17). Mengantisipasi menurunnya iman hendaklah diingat bahwa beriman dan taqwa di atas, haruslah dilaksanakan secara kontinyu dan konsisten, terminology agama, "ISTIQAMAH". Tidak boleh tempo2 beriman dan bertaqwa, dilain waktu iman dikebelakangkan, taqwa dikesampingkan. Sebab tak seorangpun tau kapan maut datang menjemput. Boleh jadi maut terjadi di sembarang kondisi. Umpamanya maut datang pas awak dalam kondisi iman sedang merosot selaras dengan melorotnya iman tentu taqwapun hilang. Urunglah diri menghuni surga. Iman itu terbang manakala awak melanggar larangan agama. Seperti disabdakan Nabi Muhammad, dari Abu Hurairah r.a. (HR. Bukhari dan Muslim): لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ (Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia sedang berzina). Jadi pas sdg berselingkuh, iman langsung hilang. Awak mati, maka matinya dalam keadaan tidak beriman. وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، (Tidaklah beriman seorang pencuri ketika ia sedang mencuri). Kalau, sdg mencuri/korupsi disaat itu si pelaku imannya hilang. Bila dijemput maut, agaknya surgapun luput. وَلاَ يَشْرَبُ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ (Tidaklah beriman seorang peminum khamar ketika ia sedang meminum khamar). Kalau tengah minum yg memabukkan, menggunakan obat terlarang juga iman ybs. sedang terbang. Umpamanya mautpun datang. Kesempatan masuk surgapun melayang. Kalau begitu misalnya seorang sedang selingkuh, sedang melakukan korupsi, sedang mabuk2an, menggunakan obat terlarang, saat itu pula imannya TERBANG. Inilah barangkali maksud Nabi Muhammad .s.a.w. memberitahukan bahwa dpt saja seseorang kurang sehasta lagi masuk surga, lalu batal. "................................... إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ "sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. .(Riwayat Bukhari dan Muslim). Ngeri juga yaa!!!, bagi yang rajin ibadah, bila kecele diakhir perjalanan umur, bisa saja batal mendapat surga. Oleh karena itu nampaknya kuncinya adalah ISTIQAMAH dalam beribadah, ISTIQAMAH juga menjauhi larangan agama, sehingga iman dan taqwa selalu terjaga dengan demikian tidak ada peluang menurunnya iman. Semoga Allah memeliharakan Iman dan Taqwa kita yang kini sedang kita latih dengan shaum Ramadhan. آمِيّنْ....... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِي اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 16 Ramadhan 1444 H. Jum’at, 7 April 2023. (1.132.04.23)

Wednesday 5 April 2023

RAMADHAN merawat QALBU

Makhluk yang berjiwa sekaligus beraga dan serta bertenaga, adalah manusia dan hewan. Sedangkan kan tumbuh2 an tidak bergerak hanya tumbuh, makanya disebut tumbuh2an. Beda prinsip manusia dan hewan; manusia memiliki qalbu, sedangkan hewan hanya punya raga dan jiwa (roh). Bila terserang sakit, hewan hanya memungkinkan sakit Raga (badan) dan mungkin jiwa?? (Anjing Gila). Adapun manusia dimungkinkan sakit Raga, sakit Jiwa dan sakit Qalbu. Dalam bulan Ramadhan tahun 1444 H. ini sebulan penuh kita merawat qalbu dengan melaksanakan shaum. Banyak jenis penyakit qalbu, ikhtiar pengobatan rutinnya sih disediakan Allah tiap hari, dengan terapi shalat wajib, shalat sunnah, infak dan sadakah serta kebaikan lainnya. Namun yang paling intensif di bulan Rhamadan ini, melalui "shaum Ramadhan" diikuti dengan amalan-amalan derivatifnya. Boleh dikatakan bahwa Ramadhan merupakan "RAWAT INAP QALBU", mengobati qalbu kita selama sebulan, agar sehat kembali setelah 11 bulan tiap hari hanya dengan terapi2 biasa. Seperti dikemukakan di atas, manusia tercipta sama dengan makhluk hewan lainnya terdiri atas Jasad dan Ruh. Pada jasad terpasang indra, syaraf, alat cerna, pembuluh darah, jantung, paru, empedu, ginjal, otak dengan seluruh pirantinya. Semua alat yang terpasang di jasad hanya bisa berfungsi selama di jasad masih tertanam RUH. Buktinya begitu Ruh meninggalkan Jasad, si jasad ndak kuasa berbuat apapun, jangankan berjalan, berbicara, sekedar merapatkan kelopak mata saja sudah ndak mampu. Hewan yang melata, merangkak maupun terbang, kalau begitu sama dengan manusia ???. Benar;................. hampir sama, hanya bedanya hewan2 itu tadi, tidak diberikan QALBU, tempat IMAN bersemayam. Rata-rata hewan dilengakapi akal setidaknya dengan akal itu hewan dapat bertahan hidup. Dapat diduga hewanpun punya perasaan bagaikan manusia. Contoh si kucing kadang bermanja-manja dipangkuan tuannya. Anjing, kuda, setia pada pemiliknya. Bahwa perilaku hewan yang demkian itu adalah wujud kepatuhannya kepada Allah, sebab makhluk selain manusia tidak disediakan OPSI seperti manusia (boleh patuh boleh tidak). Hewan mutlak patuh. Sekurangnya tertuang di 7 ayat memberitakan bahwa makhluk selain manusia bertasbih dengan cara patuh terhadap sunatullah tanpa kreasi sebagaimana manusia. Kupetik salah satu ayat: يُسَبِّحُ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ الْعَزِيْزِ الْحَكِيْمِ "Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah. Maha Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (Al-Jumu'ah ayat 1) Sedangkan manusia sengaja di ciptakan Allah untuk ber OPSI dengan diberikan potensi فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰٮهَا "maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketaqwaannya," (Asy-Syams ayat 8) Oleh karena itu manusia lebih hebat dari hewan tapi terkadang lebih jelek lagi dari hewan. لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ "Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya," (At-Tin ayat 4) ثُمَّ رَدَدْنٰهُ أَسْفَلَ سٰفِلِينَ "kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya," (At-Tin ayat 5) إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ "kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya." (At-Tin ayat 6) Sebab manusia dibekali iman yang ada di qalbu berselaputkan RUH. Jasad hidup selama ada Ruh, tapi Ruh akan tetap hidup selamanya, walau sudah berpisah dengan jasad. Sebagaimana jasad; QALBU juga selama di dunia ini punya hak OPSI tadi, si qalbu juga dapat sakit/terganggu kesehatannya, sebagaimana jasad. Manusia yang beriman dan mengerjakan kebaikan, akan menjelma menjadi sebaik-baik makluk. Sebaliknya bila tidak beriman dan tidak mengerjakan kebaikan akan menempati tempat yang serendah-rendahnya dari seluruh mahluk. Sakitnya jasad ikhtiar penyembuhannya melalui paramedis atau dokter. Banyak kadang biaya yang harus dianggarkan untuk mengobati jasad manakala sakit. Orang berduit kadang milyaran rupiah biaya berobat karena sakit tertentu harus berobat ke luar negeri. Semoga perawatan Qalbu kita masing2 melalui shaum Ramadhan ini berhasil menyehatkan qalbu kita sehingga menjadi hamba2 Allah yang taqwa. آمِيّنْ....... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِي اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 14 Ramadhan 1444 H. Selasa, 5 April 2023. (1.131.04.23)

Tuesday 4 April 2023

RAHASIA-kanlah DOSA anda

Bulan Ramadhan yang juga disebut Syahrul Ghufran (bulan penuh pengampunan). Selain penuh keberkahan, bulan Ramadhan juga dikenal sebagai bulan yang penuh dengan pengampunan dari Allah SWT. Pada bulan ini, Allah SWT membuka pintu pengampunan seluas-luasnya dan pembebasan dari api neraka bagi siapa saja yang memohon ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan semasa hidup. مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Siapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan ihtisab, telah diampuni dosanya yang telah lalu. Dan siapa yang bangun malam Qadar dengan iman dan ihtisab, telah diampuni dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari Muslim) Berapapun usia anda, utamanya pembaca yang sudah bergelar “purna bhakti”, tentu kalau menerawang ke masa lalu selama masih muda, selama masih bertugas, banyak kesalahan2 dan dosa yang dilakukan. Dosa tersebut bila di kelompokkan agaknya dapat di jadikan tiga kelompok: 1. Dosa kepada institusi tempat bekerja. Mungkin selama bertugas, pernah berlaku curang, menerima sesuatu yang bukan haknya, baik secara sengaja ataupun tidak disengaja. Upamanya disaat itu diketahui dapat saja anda terdepak dari jabatan, atau pekerjaaan anda. Tetapi atas perlindungan Allah anda dapat sampai pensiun dengan hormat. وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ مَا زَكٰى مِنْكُمْ مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّى مَنْ يَشَآء “…….Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya,…….” (An-Nur 21) 2. Dosa kepada sesama teman sejawat. Boleh jadi pernah mencurangi teman sejawat, pernah menyakitkan hati, atau terambil kebarang atau hak dari teman sejawat. Kalau masih memungkinkan, kalau orangnya masih dapat dihubungi adalah tepat untuk minta keredhaan dan kehalalan mereka. 3. Dosa kepada atasan atau bahawan. Kepada atasan mungkin anda pernah berbuat dosa, menyatakan sesuatu yang tidak sebenarnya. Kepada bawahan mungkin anda pernah menzalimi mereka, menyakiti mereka. Jika dimungkinkan seyogyanyalah meminta keredhaan mereka. Dari tiga kelompok dosa di atas, sejauh mungkin dosa butir 2 dan 3 dapat dihubungi mereka dengan silaturahim, paling kurang secara umum meminta maaf, meminta halal atas segalanya. Sedangkan dosa tersebut butir satu, mau bagaimana lagi, telah terlanjur, tinggal minta ampun kepada Allah di bulan yang penuh ampunan ini. Tetapi hendaklah betapapun besarnya dosa kita terhadap Allah pada butir satu itu, hendaklah merupakan RAHASIA KITA yang hanya kepada Allah boleh kita buka. Karena terhadap Allah kita rahasiakan maupun kita nyatakan Allah maha mengetahui. وَهُوَ اللَّهُ فِى السَّمٰوٰتِ وَفِى الْأَرْضِ  ۖ يَعْلَمُ سِرَّكُمْ وَجَهْرَكُمْ وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ "Dan Dialah Allah (yang disembah), di langit atau pun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan dan mengetahui (pula) apa yang kamu kerjakan." (Al-An'am ayat 3) Lantas kita meminta ampun dengan sungguh2 kepada Allah, niscaya Allah akan mengampuni sesuai janji Allah: قُلْ يٰعِبَادِىَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلٰىٓ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَّحْمَةِ اللَّهِ  ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا  ۚ إِنَّهُۥ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ "Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Az-Zumar ayat 53) Namun jangan sampai dosa kita yang sudah di tutupi oleh Allah tersebut dibuka kepada manusia, harus kita rasiakan rapat2. Terbuka kepada Allah tapi harus tertutup kepada manusia. Nabi Muhammad memberi petunjuk atas pelaku dosa dimasa lalu dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda; كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ : يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ “Seluruh umatku diampuni kecuali al-mujaahirun (orang yang melakukan al-mujaaharah). Dan termasuk bentuk al-mujaaharah adalah seseorang berbuat dosa pada malam hari, kemudian di pagi hari Allah telah menutupi dosanya namun dia berkata, “Wahai fulan semalam aku telah melakukan dosa ini dan itu.” Allah telah menutupi dosanya di malam hari, akan tetapi di pagi hari dia membuka kembali dosa yang telah ditutup oleh Allah tersebut.” (Shahih. HR. Bukhari dan Muslim) Mari kita pergunakan Syahrul Ghufran (bulan penuh ampunan) ini se-baik2nya dengan memohon ampunan atas segala dosa kita yang telah lalu, dengan tetap merasiakan dosa2 itu terhadap manusia. Selanjutnya kita mohon perlindungan kekuatan Allah terhindar dari berbuat dosa dimasa mendatang. Semoga Allah menerima shaum kita dan mengampuni dosa2 kita. آمِيّنْ....... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِي اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 13 Ramadhan 1444 H. Selasa, 4 April 2023. (1.130.04.23)