Saturday 30 March 2024

NASIHAT

Susunan: M. Syarif Arbi No. 1.234.03.2024. Teman yang baik, tak segan menasihati temannya, manakala awak sudah ada tanda2 kelewat jalur........ Pisang Nipah tumbuh di taman. Buahnya nyangkut dikabel listrik Jangan ogah dinasihati teman. Walau nasihatnya tak menarik. Nasihat memang harus diserap dari mana dan dari siapapun datangnya, sebab tak ada manusia yang sempurna,....... يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْاِ نْسَا نُ ضَعِيْفًا "Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan (bersifat) lemah." (An-Nisa' ayat 28). Sebagai apapun diri, apalagi pembuat kebijakan untuk orang banyak, harus terbuka terhadap nasihat. Nasihat kadang wujudnya berupa kritik. Justru Allah ingin memberi keringanan kepada kita dalam hidup ini, makanya ada pihak lain yang membantu a.l. berwujud nasihat. Sebab manusia diciptakan bersifat lemah, serba kekurangan. Orang yang ndak mau saling beri nasihat; akan merugi,.... اِنَّ الْاِ نْسَا نَ لَفِيْ خُسْرٍ ۙ "Sungguh, manusia berada dalam kerugian," (Al-'Asr ayat 2) Orang yang tak sudi menerima nasihat, misalnya hanya mau memberi nasihat boleh jadi inipun tergolong orang yang merugi juga, karena di ayat berikut ada kata "saling".( وَتَوَا صَوْا ) malah diulang 2 kali. اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَا صَوْا بِا لْحَقِّ ۙ وَتَوَا صَوْا بِا لصَّبْرِ "kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta SALING menasihati untuk kebenaran dan SALING menasihati untuk kesabaran." (Al-'Asr ayat 3). Rasulullah Muhammad s.a.w. saja berkenan menerima nasihat atau saran. Terekam dalam sejarah Islam tentang beberapa peristiwa Nabi Muhammad s.a.w menerima dan melaksanakan nasihat, diantaranya nasihat dari seorang sahabat dan dari istri beliau. Nasihat dari sahabat “Hubab bin Mundzir”. Ketika dimulai perang Badar, Rasulullah s.a.w. mengumpulkan pasukannya di lokasi sebelum sumur Badar. Tapi seorang sabahat yang ikut dalam pasukan bernama Hubab bin Mundzir melihat tempat tersebut tidak tepat. Dengan sopan dia bertanya “ya Rasulullah apakah penentuan tempat ini wahyu dari Allah?”. Begitu mendapat jawaban bahwa penentuan tempat itu adalah inisiatif pribadi Nabi Muhammad s.a.w., maka Hubab bin Mundzir mengusulkan agar memajukan pasukan setelah sumur Badar, dan menutup sumber mata air yang lain. Sehingga pasukan Rasul menguasai air, dan pasukan lawan tidak punya sumber air. Usulan, nasihat atau saran ini diterima oleh Rasulullah s.a.w. dengan senang hati. Dan pasukan dimajukan ke depan sumur Badar. Kejadian yang sama terulang di saat pengepungan benteng-benteng Khaibar. Berkumpul pasukan Rasul terlalu dekat ke benteng. Lagi-lagi Hubab bin Mundzir menasihatkan agar pasukan diperjauh dari benteng Khaibar berjarak lebih jauh dari sepelesatan anak panah, agar tidak disasar oleh panah-panah orang Yahudi. Rasulullah pun menerima nasihat ini. Peristiwa ini menampakkan dua pesan penting dalam beragama, dalam bermasyarakat, serta dalam interaksi pemimpin dan yang dipimpin, tentang memberikan/menerima kritik dan nasihat. Pertama; Bagi orang beragama, terlebih dahulu mencari tau apakah kebijakan yang diambil pemimpin adalah sudah sesuai petunjuk Allah. Bila itu merupakan petunjuk Allah maka tak perlu dibantah {(سَمِعْنَا وَأَطَعْنَ) “kami dengar dan kami taati”} Kedua; Kritik atau nasihat harus disampaikan dengan sopan, beretika. Sehingga yang dikritik tak merasa disalahkan, tidak merasa digurui. Ketiga; Nasihat dari “Hubab bin Mundzir”, dilengkapi dengan argumentasi yang logis di perang Badar “soal cadangan air” yang sangat penting buat pasukan bila perperangan berlangsung lama. Di pengepungan benteng Khaibar “soal jarak jangkauan anak panah musuh”, jangan sampai mudah menyasar kepada anggota pasukan. Nasihat dari Ummu Salamah. Ketika selesai perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah bersama para sahabat batal melaksanakan umrah, dan diganti tahun depannya. Maka Beliau menyuruh para sahabatnya untuk menyembelih dam (tahallul) dari ihram mereka. Tapi mereka belum mau melaksanakannya sama sekali. Walaupun sudah sampai 3 kali Rasulullah memerintahkannya. Lalu Beliau bangkit dan masuk ke tenda istri Beliau Ummu Salamah. Tampak sekali Beliau kurang berkenan dengan sikap para sahabat (mencuekkan perintah Beliau). Rasulullah ceritakan keadaan tersebut kepada Ummu Salamah. Maka Ummu Salamah menyarankan agar Rasulullah keluar kemah pergi sendiri, tidak bicara apapun, membawa hewan lalu menyembelih hewan dam itu, selanjutnya memanggil tukang cukur lalu bercukur. Nasihat Ummu Salamah ini diterima oleh Nabi Muhammad s.a.w dan dikerjakannya. Para sahabat begitu melihat Beliau seperti itu, semua mereka langsung menyembelih dam masing-masing. Begitulah Baginda Nabi berkenan menerima saran atau nasihat. Perilaku Rasulullah di atas, banyak diambil sebagai I’tibar bagi orang2 bijak, misalnya sebagai kepala rumah tangga. Sang ayah menyuruh anak-2-nya berbuat sesuatu (kebaikan), menyuruh ibadah, memberikan contoh dengan melakukannya sendiri terlebih dahulu apa2 yang disuruhnya. Dalam terminology agama dikenal dengan “Dakwah bil Hal”. Begitu pula harapan kita semua, sehubungan dengan sebentar lagi akan dialami pergantian pemimpin bangsa ini, semoga para pemimpin sanggup memberikan teladan dalam berbuat kebaikan, satunya kata dengan perbuatan. “Berkata dengan perbuatan”, tapi bukan “berbuat dengan perkataan”. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ “Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik bagi diri mereka, bagi Islam, dan kaum muslimin. Ya Allah, bantulah mereka untuk menunaikan tugasnya, sebagaimana yang Engkau perintahkan, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari teman dekat yang jelek dan teman yang merusak. Juga dekatkanlah orang-orang yang baik dan pemberi nasihat yang baik kepada mereka, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jadikanlah pemimpin kaum muslimin sebagai orang yang baik, di mana pun mereka berada.” آميّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــال اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 21 Ramadhan 1445 H. 31 Maret 2024.

Friday 29 March 2024

KUNCI – ISTIQAMAH

Dirangkai: M. Syarif Arbi No. 1.232.03.24 Banyak artikel tentang “Istiqamah” dapat ditelusuri di Medsos, ijin ikutan. Kata istiqamah (استقامة) berasal dari bahasa Arab yaitu istiqama, yastaqimu, istiqamah, yang artinya tegak lurus. Dalam artian luas, istiqamah berarti bersikap teguh untuk melakukan suatu kebaikan, membela dan mempertahankan keimanan menjalankan tuntunan agama secara terus menerus, kendati banyak menghadapi halangan dan rintangan, serta godaan. Bagi mereka yang sanggup istiqamah Allah menganugerahkan hal2 seperti tersurat dalam Al-Qur’an: إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَـٰمُواْ تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕڪَةُ أَلَّا تَخَافُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَبۡشِرُواْ بِٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِى كُنتُمۡ تُوعَدُونَ -٣٠ - نَحۡنُ أَوۡلِيَآؤُكُمۡ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِى ٱلۡأَخِرَةِۖ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَشۡتَهِىٓ أَنفُسُكُمۡ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ -٣١- نُزُلاً۬ مِّنۡ غَفُورٍ۬ رَّحِيمٍ۬ - ٣٢ "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu." "Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang." (Fushshilat ayat 30-32). Dikaitkan dengan shaum Ramadhan maka ke “istiqamah” an menjadi hal yang penting untuk mempertahankan Iman, menegakkan Islam, meningkatkan Ibadah, memperluas Ilmu, memperbanyak Ikhsan (kebaikan) kepada sesama, dan ikhlas dalam melaksanakan semuanya itu, dilatih secara intensif selama sebulan. Agar semua rangkaian Iman, Islam, Ibadah, Ilmu, Ikhsan dan ikhlas itu tidak berubah sesudah bulan Ramadhan maka harus di ikat dengan “Istiqamah” yakni scara terus menerus dan konsisten. Banyak terjadi bahwa “Kematangan spiritual” dan “Kepekaan sosial” yang diperoleh dalam bulan Ramadhan, akan berkurang bahkan dapat saja hampir menghilang usai Ramadhan. Hal ini sebetulnnya telah diingatkan Allah dengan suatu perumpamaan, mari kita lihat surat An-Nahl ayat 92: وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَـٰثًۭا Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, ………….” Agar sesudah Ramadhan tetap berada dalam “Istiqamah” baik pegang KUNCI “3 D” berikut ini: “D” Pertama; Do’a. Setiap saat usai shalat misalnya; berdoa agar hati kita tetap istiqamah dan tidak mudah berubah. Di antara doanya, يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ "Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)" (HR at-Tirmidzi). “D” Kedua; Dekati orang2 shaleh. Bergaul, berkumpul dengan orang-orang yang shaleh yang mengantarkan pada kebaikan. Karena perilaku, tutur kata, penampilan orang2 shaleh senantiasa terkendali dibawah bimbingan Allah. Hal tersebut diperintahkan Allah dengan ayat berikut ini. وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap wajah-Nya." (QS al-Kahfi: 28). Ayat ini menyimpan makna agar kita senantiasa bersama orang-orang yang shaleh sebab bersama mereka bukan hanya bisa menenangkan hati namun juga mendorong diri untuk selalu berbuat baik. “D” Ketiga; beribah “Dikit-2”. Beribadah tidak usah di paksa sebanyak mungkin, tetapi berusaha beribadah terus-menerus walaupun hanya sedikit, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ Artinya, "Amalan yang paling dicintai di sisi Allah ta'ala adalah amalan yang dilakukan secara terus-menrus (dawam) walau jumlahnya sedikit." (Muttafaqun 'Alaih). Lebih baik, sedikit-sedikit tapi terus menerus, daripada banyak tetapi sekali-sekali. Sampai dalam bersedekah saja Allah memberikan panduan (Surat Al-Furqan ayat 67): وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًۭا Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Semogalah Ramadhan ini menjadikan kita bertaqwa kepada Allah, mendapatkan kematangan spiritual dan kepekaan sosial hal mana terpelihra secara istiqamah salama hayat dikandung badan. آمِيّنْ… آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 18 Ramadhan 1445 H. 28 Maret 2024.

Disela KHAWATIR dan YAKIN

Disajikan: M. Syarif Arbi No: 1.233.03.24 Hari ini shaum Ramadhan udah dijalani lebih separoh, waktu tersisa untuk setiap orang agaknya beda.Mengenai perbedaan merasakan sisa Ramadhan untuk tiap orang mungkin jika dikelompokkan: Kelompok Pertama; Ada yang merasa sudah semakin ringan, sebab sudah lebih banyak yang dijalani ketimbang hari2 yang masih akan tempuh. Kelompok Kedua; Ada pula yang merasakan semakin berat, sudah merasa banyak energi terkuras, badan semakin lemah. Fakta menunjukkan jamaah shalat isya dan tarawih sudah semakin “maju”. Warung2 bertabir semakin banyak menampakkan kaki di siang hari. Buat kelompok “ke dua” ini sudahlah, namun tetap di-do’a-kan semoga imannya dikuatkan Allah, karena puasa diperuntukkan buat orang2 yang beriman, bagi yang tak beriman tidak wajib berpuasa. (Al-Baqarah 183) “……………………..يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa………..” Kelompok ke Tiga; Tak sanggup lagi shaum lantaran sudah ada udzur, misalnya berpenyakit kronis yang justru akan bertambah sakit jika shaum. Di usia lanjut banyak organ pencernaan yang sudah tak tahan diajak puasa, dulu ketika usia dibawah 80 sangat rajin puasa2 sunnah, apalagi puasa wajib seperti bulan Ramadhan. Tetapi kini saban puasa sakit-sakitan, entah perut entah kepala, kadang gula darah turun sampai hampir pingsan, atau tekanan darah melambung, dlsbnya. Buat kelompok ke empat ini Allah berikan fasilitas tersurat pada ayat 184 Al-Baqarah: ”……………… وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ …………….” “………………..Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. ……………”. Kelompok Ke-Empat; Ada pula yang biasa2 saja, karena bagi yang bersangkutan soal “shaum” telah terbiasa dilaksanakan bukan saja di bulan Ramadhan, Senin Kamis dan yaumul bidh, sudah familier. Masalah shalat berjamaah di masjid kesehariannyapun diusahakan demikian adanya. Bagi kelompok empat ini masing2 perlu saling mengingatkan bahwa dalam beibadah termasuk “shaum” haruslah di dalam diri diterapkan perasaan khawatir, harap2 cemas apakah shaum Ramadhan yang dilaksanakan dan shaum2 sunnah lainnya “diterima Allah atau tidak”. Sikap kekhawatiran ibadah tidak terterima oleh Allah, bukan suatu hal yang mustahil karena ada tersurat dalam Al-Mu’minun ayat 60 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآ ءَاتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلٰى رَبِّهِمْ رٰجِعُونَ "dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya," Nabi Muhammad menjelaskan ayat ini kepada Aisyah (Istri beliau) bahwa yang dimaksud ayat ini adalah: “orang yang berpuasa, orang yang bersedekah dan orang yang shalat, namun khawatir amalannya tidak akan diterima” (HR Tirmizi dan Akhmad) Rasa khawatir ini mempunyai sekurangnya tiga dampak positif: 1. Akan lebih berhati-hati dalam melaksanakan shaum, berusaha menjauhi hal2 yang membatalkan, mengurangi nilai shaum, bukan saja mempuasakan perut, tetapi juga mempuasakan indera, mempuasakan lisan dan pikiran jahat. 2. Tidak merasa sombong bahwa awaklah yang paling………. Hebat ibadahnya, paling rajin berpuasanya, tidak membanding diri dengan kelompok yang tidak berpuasa. 3. Selalu berserah diri kepada Allah, karena hak untuk menerima atau menolak suatu ibadah adalah mutlak milik Allah. Dalam pada itu, ketika beribadah kitapun harus yakin se yakin2nya bahwa sepanjang dilandasi niat yang lurus, tulus ikhlas dan sudah sesuai dengan petunjuk Allah dan tuntunan Rasulullah, Insya Allah ibadah akan diterima oleh Allah, ditemukan paling tidak 6 ayat yang menegaskan Allah tidak akan me-nyia2kan orang yang melakukan kebaikan diantaranya dikutip berikut ini: وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ "Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan." (Hud 11 ayat 115) Antara Khawatir dan Yakin dalam beribadah ini perlu dipelihara secara seimbang karena dengan khawatir akan didapat 3 dampak disebut diatas, dengan “Yakin” maka kita akan semakin tekun beribadah karena yakin hasilnya akan dipetik di dunia terlebih di akhirat nanti. Semoga Allah menerima seluruh ibadah kita semua. آمِيّنْ… آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 19 Ramadhan 1445 H. 29 Maret 2024.

Tuesday 19 March 2024

KAGUM DIRI

Rangkuman: M. Syarif Arbi No: 1.231.03.24 Seseorang kagum terhadap diri sendiri, sebenarnya tak bermasalah buat orang lain, sepanjang kekaguman itu tidak ditonjolkan, tidak dibanggakan kepada orang lain. Dorongan bathin “kagum diri” atau “Ujub”, biasa dimiliki orang-orang yang sukses dalam masyarakat, orang yang sukses dalam hidup. Si Sukses menyatakan bahwa sukses dirinya lantaran kerja kerasnya, lantaran usahanya yang sungguh-sungguh dan lantaran kepiawaiannya, lantaran kecerdasannya, lantaran kekuatannya. Ada lagi orang yang sukses disuatu bidang usaha, menyatakan bahwa usahanya tidak ada pesaing, karena kreasi dirinya yang dijadikannya produk usahanya itu belum ditemukan orang sebelumnya, orang lain tak akan sanggup mencontohnya. Bilamana datang orang meminta bantuan kepada orang yang “UJUB”, atau “Kagum Diri” ini, kalaupun dibantu, kadang dengan disisipi pesan berkesan bahwa peminta bantuan “pemalas”. Selanjutnya kepada peminta bantuan oleh si “Ujub” diberi nasihat dengan kata-kata misalnya: “Kalau ingin sukses seperti saya ikuti langkah saya, saya bangun setiap hari sebelum pukul 4 dini hari dan langsung membaca buku……., sejak pagi membanting tulang memeras keringat bekerja keras tidak malas berpangku tangan” dan seterusnya contoh-contoh lain diberikannya. Padahal tidak baik sedekah itu diiringi kata2 yang tidak mengenakkan penerima, seperti tersirat makna diungkapkan Al-Qur’an: قَوْلٌ مَّعْرُوْفٌ وَّمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّنْ صَدَقَةٍ يَّتْبَعُهَاۤ اَذًى ۗ وَا للّٰهُ غَنِيٌّ حَلِيْمٌ "Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha Kaya, Maha Penyantun." (Al-Baqarah ayat 263) Kagum diri atau Ujub, adalah penyakit bathin yang inti pokoknya dalam pernyatannya semua keberhasilannya adalah karena usahanya. Penyakit “kagum diri” diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 78: قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُۥ عَلٰى عِلْمٍ عِنْدِىٓ ۚ أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِۦ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا ۚ وَلَا يُسْئَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ "Dia (Qarun) berkata, "Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku." Tidakkah dia tahu, bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka." Sikap kagum diri seperti dilakukan Qarun, tidak disukai Allah karena: اَللّٰهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَآءُ مِنْ عِبَا دِهٖ وَيَقْدِرُ لَهٗ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ "Allah melapangkan rezeki bagi orang yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang membatasi baginya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al-'Ankabut ayat 62). Benar; bahwa sebagai sarana untuk sukses itu adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh, akan tetapi keberhasilan adalah ketentuan dari Allah. Tidak sedikit contoh di alam terbentang ini, para petani dengan lahan yang berdempet, ditanami dengan tanaman yang sama, dirawat dengan cara yang sama, namun hasil panennya berbeda. Toko dengan mata dagangan yang sama, di lokosi bersebelahan, tetapi omset tidak sama. Jelaslah bahwa seperti yang dimaksud ayat 62 Al-Ankabut dipetik di atas (اَللّٰهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَآءُ مِنْ عِبَا دِهٖ وَيَقْدِرُ لَهٗ) Pemilik sifat “kagum diri” atau “UJUB”, dapat saja Allah akan jungkir balikkan; dari semula sukses, berjaya, menjadi bangkrut terhina seperti pernah terjadi pada diri Qarun; tercantum dalam Al-Qur'an surat Al Qashas ayat 81, فَخَسَفْنَا بِهٖ وَبِدَارِهِ الْاَرْضَ ۗفَمَا كَانَ لَهٗ مِنْ فِئَةٍ يَّنْصُرُوْنَهٗ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۖوَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِيْنَ “ Lalu, Kami benamkan dia (Qarun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka, tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya selain Allah dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri”. Semoga shaum Ramadhan ini membuat kita semua lebih berserah diri kepada Allah dan tidak menjadi orang yang lupa diri saking kagumnya dengan prestasi. آمِيّنْ… آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 10 Ramadhan 1445 H. 20 Maret 2024.

Wednesday 13 March 2024

RIYA’ & SUM’AH

Disusun: M. Syarif Arbi No: 1.230.03.24 Riya’ dan sum'ah sebenarnya beda tipis; “riya’” artinya melakukan ibadah dengan niat agar dipuji dan mendapat penghargaan dari orang lain, dengan cara memperlihatkan. Sedangkan “sum’ah” berarti memberitahukan atau memperdengarkan amal ibadah yang dilakukan, kepada orang lain dengan tujuan mendapat pujian dan sanjungan. Perbedaan Riya’ dan Sum'ah adalah dari caranya, yakni sum'ah dengan “memberitahukan”, riya’ “menampakkan atau memperlihatkan” ibadah, di mana tujuan keduanya sama-sama ingin mendapat pujian dari orang lain. Riya’ asal katanya adalah رَأَى (ra’aa) yang maknanya melihat, artinya pelaku riya’ tersebut bermaksud memperlihatkan amalannya ketika dia melakukannya. Sedangkan sum’ah asal katanya adalanya سَمِعَ (sami’a) yang maknanya mendengar, artinya pelaku sum’ah tersebut bermaksud memperdengarkan amalannya setelah dia melakukannya. “Barang siapa yang berdiri karena riya’ dan sum’ah, maka Allah akan memperlihatkan aibnya." (HR. Ahmad) Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda: مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ Terjemahan kurang lebih: “Siapa yang memperdengarkan amalanya (kepada orang lain), Allah akan memperdengarkan (bahwa amal tersebut bukan untuk Allah). Dan siapa saja yang ingin mempertontonkan amalnya, maka Allah akan mempertontonkan aibnya (bahwa amalan tersebut bukan untuk Allah). (HR. Bukhari) Menyoal “Riya” dan “Sum'ah”, Allah SWT berfirman: يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تُبۡطِلُوۡا صَدَقٰتِكُمۡ بِالۡمَنِّ وَالۡاَذٰىۙ كَالَّذِىۡ يُنۡفِقُ مَالَهٗ رِئَآءَ النَّاسِ وَلَا يُؤۡمِنُ بِاللّٰهِ وَالۡيَوۡمِ الۡاٰخِرِ‌ؕ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفۡوَانٍ عَلَيۡهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلۡدًا ؕ لَا يَقۡدِرُوۡنَ عَلٰى شَىۡءٍ مِّمَّا كَسَبُوۡا ؕ وَاللّٰهُ لَا يَهۡدِى الۡقَوۡمَ الۡـكٰفِرِيۡنَ "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." (Al-Baqarah 264). Di bulan Ramadhan selain shaum, ada beberapa amalan sunah yang dianjurkan diantaranya meningkatkan tadarus Al-Qur’an, shalat malam, memperbanyak sedekah. Dua penyakit bathin berupa “riya’ ” dan “sum’ah”, rawan menghinggapi diri, berkenaan dengan ibadah2 tersebut. Misalnya seseorang yang demikian tekun membaca Al-Qur’an sehingga dapat menghatamkan beberapa kali selama bulan Ramadhan. Bilamana orang tersebut terpancing mempermaklumkan kepada orang lain bahwa dirinya sudah hatam sekian kali baru saja Ramadhan berjalan sekian hari. Maka pertanda bahwa dianya sudah terkena “sum’ah”, jika pengumuman itu dimaksudkan untuk memperoleh apresiasi dari pihak yang diberi tau. Atau adapula orang yang rajin bersedekah misalnya kepada panti asuhan atau Lembaga sosial lainnya selama Ramadhan ini. Umpamanya ybs mengabarkan kepada orang lain misalnya dengan redaksi “Alhamdulillah di Ramadhan ini saya sudah menyantuni panti asuhan ….. sekian juta, semoga santunan saya itu diterima Allah”. Walau pengumuman itu diawali dengan “Alhamdulillah” dan ditutup dengan “do’a”, pernyataan itu sudah masuk dalam kategori “sum’ah”. Adapun sum’ah dapat digolongkan menjadi dua model. Model pertama “sum’ah berfakta”, yaitu apa yang diumumkannya itu, betul2 telah dilaksanakan. Contoh diatas bahwa benar dianya membaca Al-Qur’an seperti dikatakannya, begitu pula sedekahnya bahkan ada kwitansinya. Model kedua adalah “sum’ah yang hoaks”, yaitu apa yang diumumkannya itu sebetulnya belum terjadi. Sum’ah model kedua ini sangat fatal. Sementara itu “Riya’ ”, seperti definisi diatas, mempertontonkan perilaku beribadah untuk mendapat sanjungan manusia dapat berupa: Riya’ penampilan, berpenampilan ahli ibadah dengan niat ingin dinilai sebagai orang alim. Riya’ ucapan, misalnya dalam melantunkan ayat2 Al-Qur’an didalam hati terbetik keinginan dinilai bacaannya paling baik. Riya’ kegiatan ibadah, misalnya mempublish kegiatan ibadah dirinya boleh jadi berupa foto sedang beribadah, dengan ini ingin mendapatkan penilaian sebagai ahli ibadah. Baik “riya’ ” maupun “sum’ah”, tergantung niat yang terkandung di dalam hati, “pengumuman” tentang ibadahnya apakah untuk memotitasi orang lain, “menampakkan” ibadah apakah untuk memberikan contoh, insya Allah akan beda dengan bila diniatkan untuk mendapat apresiasi manusia. Masalah niat adalah masalah hati, soal hati kita masing2 Allah-lah yang paling tau. Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita, terbebas dari unsur “riya’ ” dan “sum’ah” آمِيّنْ… آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 3 Ramadhan 1445 H. 13 Maret 2024.

Monday 11 March 2024

PENGGERAK SHAUM

Oleh: M. Syarif Arbi. No: 1.229.03.24 Penggerak shaum Ramadhan setiap individu berbeda. Faktor yang membedakannya sekurangnya ada lima y.i. faktor: usia, kesehatan, kegiatan, kebiasaan dan iman. FAKTOR Pertama USIA. Anak orang keluarga muslim yang mukmin, sudah mulai ingin ikut sahur, sejak balita. Bahkan kecewa berat kalau ketika sahur dia tidak dibangunkan. Namun puasa mereka tidak bertahan sampai maghrib. Kadang hanya setengah atau seperempat hari. Setelah meningkat usia 5 tahun ke atas banyak anak yang sudah berpuasa bagaikan orang dewasa. Kenikmatan puasa kelompok ini merasa puas telah menunjukkan dianya sudah besar, bukan anak-anak lagi. Namun kemampuan phisik belum mendukung. Orang usia lanjut kadang ada yang sudah tak mampu lagi berpuasa, model ini kemampuan phisik sudah tidak mendukung. Di atas ditulis "muslim yang mukmin". Karena muslim belum tentu mukmin. Sedangkan mukmin berarti bukan sekedar telah memeluk Islam tetapi telah meningkat menjadi beriman. Keluarga yang beriman dalam keseharian kegiatan beribadah telah terlaksana mengakar di rumah tangga keluarga tsb. Anak-anak yang lahir di keluarga ini Insya Allah, sejak dini, sejak dia mulai ngerti, langsung sudah melihat kegiatan ibadah. Maka si anak/balita akan jadi ahli ibadah. FAKTOR Kedua KESEHATAN. Seringkali kesehatan menghalangi berpuasa. Jika berpuasa malah sakitnya dikhawatirkan bertambah parah. O.k.i. dengan kasih sayang Allah diberikan keringanan melalui firman Allah: فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ ۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّـکُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ"............ Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. ..... ...... . “ (QS. Surat Al-Baqarah: Ayat 184) FAKTOR Ketiga KEGIATAN. Pekerja keras menggunakan phisik kadang tak mampu berpuasa. Sebagai bahan informasi buat kelompok ini, bahwa perang Badr itu berlangsung ummat Islam sedang puasa Ramadhan hari ke 17. Manapula puasa pertama kali. Saya kutipkan ayat: .......... وَمَاۤ اَنْزَلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعٰنِ ۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ".......... “Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”, (QS. Al-Anfal 8: Ayat 41) Pertanyaan; seberat apakah pekerjaan itu, berat mana dengan pertempuran di terik matahari padang pasir, jarang ada pohon tempat berlindung. Mereka berpuasa. Menyoal kegiatan travelling atau safari. Ada kekhususan diberikan Allah keringanan tersurat di ayat 185 Al-Baqarah: "........وَمَنْ کَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّا مٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِکُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِکُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُکْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُکَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰٮكُمْ وَلَعَلَّکُمْ تَشْكُرُوْنَ “Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah ayat 185). Dalam konteks travelling tsb pernah kami bersama istri thn 2012 di hari pertama di bulan Ramadhan, menuju Saudi, sahur di Jakarta. Kami fikir kegiatan di perjalanan toh tidak berat, maka lanjut berpuasa. Sesampainya di bandara King Abdul Azis, waktu Jakarta sudah pukul 6 petang keliwat, seharusnya sudah berbuka. Tapi kami harus menahan dahaga dan lapar 4 jam an lagi, disana matahari masih bersinar terang benderang. Dari keadaan itu barulah ku-sadar betapa hebatnya Allah mengatur kemudahan untuk melaksanakan ibadah puasa dengan memberikan fasilitas bagi yang sedang travelling diayat di atas. اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّا مٍ اُخَرَ............dst. Al-Qur'an turun sebelum ada perjalanan dengan pesawat terbang, tetapi sudah dipersiapkan oleh Allah aturan kemudahan pengguna pesawat terbang ketika berpergian. FAKTOR ke empat KEBIASAAN. Kembali kita umpamakan keluarga yang mukmin, terbiasa dalam keluarga tsb menjalankan shaum. Katakanlah salah satu anak kelak setelah besar misalnya karena pekerjaan atau sekolah, pindah ke suatu kota berjauhan dengan ortu, dimana di lingkungan baru terkondisi tidak ada orang yang berpuasa. Karena panggilan kebiasaan ybs tak nyaman kalau tidak puasa. Kebiasaan membuat orang bisa melaksanakan, ada pepatah “kalah bisa karena biasa”. FAKTOR ke lima IMAN Iman inilah justru pendorong paling kuat orang berpuasa. Justru memang puasa ini adalah ibadah ditujukan kepada orang yang beriman. Sebagaimana sering menjadi topik bahasan para ustadz bln Ramadhan: يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِکُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Al-Baqarah: Ayat 183) Saya masukkan faktor iman yang terakhir, justru faktor iman inilah yang paling penting. Sebab tanpa iman orang ndak tahan menahan lapar dan dahaga, juga tanpa landasan iman, puasa hanya dapat lapar dan dahaga saja. Demikian renungan shaum Ramadhan hari ini, semoga bermanfaat. Terimakasih telah sudi membaca, mohon maaf bila ada kekurangan. Semoga puasa Ramadhan kita berikut amalan2 sunah pengiringnya diterima Allah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 2 Ramadhan 1445.H. 12 Maret 2024.

Sunday 10 March 2024

Masuki RAMADHAN, saling MEMAAFKAN

Disusun: M. Syarif Arbi No. 1.228.03.24 Sebagian masjid di Jakarta jauh2 hari sudah mengumumkan per hari Ahad tanggal 10 Maret 2024 sudah mulai menggelar shalat tarawih, berarti Senin 11 Maret sudah mulai berpuasa bulan Ramadhan 1445 H. Sejak beberapa hari menjelang Ramadhan menjadi kelaziman ummat Islam untuk melakukan persiapan dengan “membersihkan diri” agar nanti ketika menjalankan shaum Ramadhan dengan hati yang lapang. Sehingga insya Allah setiap diri berhasil meraih taqwa sebagai tujuan akhir melaksanakan puasa Ramadhan, (seperti yang di kehendaki Allah melalui Al-Baqarah 183 = “la’allakum tattaqun”). Sejumlah persiapan “membersihkan diri” dimaksud, salah satu diantaranya adalah “membersihkan rohani”, meliputi dua hal yaitu: a. membersihkan dosa kepada Allah b. membersihkan dosa sesama mahluk Allah Butir “a” MEMBERSIHKAN diri dari dosa kepada Allah, telah kutulis pada artikel sebelum ini no: 1.227.03.24 tgl 10 Maret 2024, kemarin Dikesempatan ini tentang “membersihkan diri” dari dosa sesama mahluk Allah. Dosa kepada sesama makhluk Allah SWT terbagi dua yaitu: “dosa ke sesama manusia” dan “dosa kepada mahluk Allah lainnya”. Dosa kepada makhluk Allah lainnya penyesaiannya dengan berbuat baik dan bertobat kepada Allah. Sedangkan “dosa kepada sesama manusia” lebih kompleks penyelesaiannya, harus diklirkan di dunia ini dengan meminta maaf dan ridha dari orang dimana kita berbuat dosa. Kalau manusia yang didosai masih hidup dan jelas alamatnya, maka masalahnya adalah lebih mudah yaitu dengan mendatanginya dan meminta maaf dan ridhanya!......... Tapi, kalau yang bersangkutan sudah meninggal dunia, atau tidak ketahuan dimana tinggalnya, sehingga tidak bisa diketemukan orangnya, maka persoalannya menjadi agak sulit. Dibawah ini dikutipkan fatwa Imam Ghazali. Dosa terhadap sesama manusia itu terdapat dua jenis: PERTAMA; terhadap hartanya. Dosa mengenai harta, disepakati hendaklah dikembalikan atau diserahkan dalam keadaan sebaik-baiknya kepada pemiliknya. Atau diganti dengan barang yang lebih baik. Atau kalau tidak mampu mengembalikan dan mengganti hendaklah meminta maafnya dan ridhanya. Kalau orangnya sudah meninggal dunia, hendaklah diserahkan kepada ahli warisnya. Kalau tidak ketahuan dimana ahli warisnya hendaklah diwakafkan atas namanya untuk kemaslahatan agama dan masyarakat, dengan niat menitipkannya kepada Allah SWT sebagai pembayar dosa tersebut, demikian fatwa dan pendapat lmam Ghazali. KEDUA; dosa atas sesama manusia yang bukan mengenai hartanya, misalnya mengenai kehormatannya, apakah pernah memfitnahnya, atau memakinya, atau menghinanya, kalau mungkin hendaklah dengan meminta maaf dan ridhanya. Itulah cara yang utama dan terbaik. Kalau tidak mungkin, karena orangnya sudah meninggal dunia atau tidak diketahui tempatnya, atau akan mengakibatkan huru hara, hendaklah dengan berendah diri dihadapan Allah SWT, seraya menyesali dosa yang diperbuat dan bertaubat, serta bersedekah atas nama yang bersangkutan dengan niat memohon kepada Allah SWT supaya pahala dari amal kebaikan itu cukup kiranya untuk membayar dosa yang diperbuat. Padahal bila dosa sesama manusia belum terselesaikan maka di akhirat nanti akan terjadi seperti dikisahkan; didalam satu hadits Rasulullah SAW dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَدْرُوْنَ مَاالْمُفْلِسُ؟ قَالُوا اَلْمُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَدِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ هِ فَإِنْ فُنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَ مَا عَلَيْهِ أُخِذَا مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ Rasulullah bersabda: Tahukah kamu, siapakah yang dinamakan orang yang bangkrut? Sahabat menjawab: Orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak punya dirham (uang) dan tidak pula punya harta benda. Sabda Nabi: Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang datang dihari kiamat membawa shalat, puasa dan zakat. Dia datang tapi pernah mencaci orang ini, menuduh (mencemarkan nama baik) orang ini, memakan (dengan tidak menurut jalan yang halal) akan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini dan memukul orang ini. Maka kepada orang tempat dia bersalah itu diberikan pula amal baiknya. Apabila amal baiknya telah habis sebelum hutangnya lunas, maka, diambil kesalahan orang itu tadi lalu dilemparkan kepadanya, sesudah itu dia dilemparkan ke neraka (HR. Muslim). Orang tersebut menjadi bangkrut, karena walaupun datang dengan membawa amal seperti shalat dan puasa, namun menzalimi orang lain, merampas hak orang lain, maka kesalahan orang yang pernah ia zalimi ditimpakan pula kepadanya, maka jadilah ia orang yang bangkrut bahkan menjadi orang celaka. na’udzubillah. Memohon maaf sesama, juga memberikan maaf. Sungguh memberi maaf kadang lebih sulit ketimbang meminta maaf. Allah memberikan informasi di Al Bakarah 263 yang lebih utama adalah memberikan maaf. قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَآ أَذًى ۗ وَاللَّهُ غَنِىٌّ حَلِيمٌ "Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha Kaya, Maha Penyantun." Andaikan setiap diri, setiap hari menjelang tidur mengingat perjalanan harian, selanjutnya dengan ikhlas memaafkan siapun yang bersalah kepadanya, siapapun yang telah menzaliminya (sebagaimana dimaksud ayat di atas), maka dunia ini bersih dari dosa sesama. Berdasarkan riwayat Abdullah bin Amr, ada seorang di masa Rasulullah masih hidup, diberitahukan Rasulullah akan masuk surga tanpa dihisab, salah satu amalannya, setiap malam sebelum tidur dia ingat-ingat siapa yang melakukan kesalahan kepada dirinya dan langsung dimaafkannya tanpa dendam didalam hatinya. Dalam kesempatan ini; kita semua sedang dan atau akan shaum Ramadhan, saya pun mohon dimaafkan kepada para pembaca, apabila muatan tulisan2 saya terdapat hal-hal yang kurang berkenan. Begitupun saya dengan tulus memaafkan buat pembaca yang pernah berkomentar “kurang tegak”, menanggapi “tidak manis” atau menilai “negatif” terhadap tulisan2 saya, itu akan saya jadikan bahan evaluasi/masukan, agar niat saya menulis untuk menebar kebaikan berlanjut terus selagi mampu, “tidak surut walau di carut”, “tak melonjak manakala di sorak”. Mudah2an selalu mendapat pertolongan dan ridha Allah, karena sejak semula niat mempublish tulisan2 bukan mengharapkan penilaian, hanya sekedar sharing. Semoga ROHANI kita semua telah bersih sebelum memulai shaum Ramadhan, seluruh dosa kepada Allah diampuni, semua salah hilaf sesama telah saling memafkan. .... آمِيّنْ… آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 1 Ramadhan 1445 H. 11 Maret 2024.

Sambut RAMADHAN dengan TAUBAT

Disajikan: M. Syarif Arbi No. 1.227.03.24 Pembaca semuanya yang sempat membaca artikel ini, Alhamdulillah bahwa kita masih di berikan Allah kesehatan, kesempatan dan usia sehingga insya Allah dapat berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan. Ketika artikel ini sampai ke ruang baca anda, Ramadhan 1445 H sudah tiba, mungkin sehari atau dua hari lagi. Saban menjelang Ramadhan, ummat Islam melakukan beberapa persiapan agar manakala sampai di bulan Ramadhan tersebut dapat melaksanakan ibadah dengan maksimal. Sehingga insya Allah setiap diri berhasil menjadi hamba Allah yang taqwa sebagai tujuan akhir melaksanakan puasa Ramadhan, (seperti yang di informasikan Allah melalui Al-Baqarah 183 = “la’allakum tattaqun”). Sejumlah persiapan perlu dilakukan oleh setiap diri dimaksud, salah satu diantaranya adalah “membersihkan rohani”, meliputi dua hal yaitu: a. membersihkan dosa kepada Allah b. membersihkan dosa sesama manusia. Mengingat terbatasnya ruang baca, perihal “membersihkan rohani” butir “b” tentang “membersihkan dosa sesama manusia”, insya Allah akan di tulis di artikel berikutnya. MEMBERSIHKAN dosa kepada Allah. Allah akan mengampuni dosa-dosa kita seberapapun banyaknya, asalkan kita mau bertaubat dengan sungguh2 taubat dikenal dengan “Taubatan Nashuhaa”. “………...يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةًۭ نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُم “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nashuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan kesalahanmu………………..” (At-Thahrim 8). Sebagai acuan boleh kiranya kita simak Kisah Wahsyi “Dari Abbas ra. Berikut ini: “Wahsyi, pembunuh Hamzah ra. paman Rasulullah SAW. Menulis surat kepada Rasulullah SAW dari Mekkah, yang menyebutkan bahwa sesungguhnya dianya ingin masuk Islam, namun katanya: “yang menjadi penghalangku untuk masuk Islam adalah ayat Al-Qur’an yang turun kepada Anda”, yaitu: وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلٰهًا ءَاخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا "dan orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat,"(Al-Furqan ayat 68). “Aku telah melakukan tiga perkara itu, sekarang apakah aku berpeluang untuk bertaubat” ?. …... (kata Wahsyi). Kemudian turun firman Allah SWT. إِلَّا مَنْ تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صٰلِحًا فَأُولٰٓئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنٰتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا "kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Al-Furqan ayat 70) Rasulullah SAW pun membalas surat Wahsyi dengan ayat itu. Wahsyi menulis surat lagi yang isinya menyebutkan tentang syarat taubat, yaitu beramal saleh, dalam surat itu Wahsyi menulis “aku tidak tahu apakah aku dapat melakukan amal saleh atau tidak” ?. kemudian turun firman Allah SWT. إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَشَآءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًۢا بَعِيدًا "Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu) dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali." (An-Nisa' ayat 116). Rasulullah SAW pun membalas surat Wahsyi dengan ayat 116 surat An-Nisa. Wahsyi menulis surat lagi yang isinya menyebutkan tentang syarat taubat yang juga terdapat dalam ayat tersebut, dan “aku tidak tahu apakah aku mendapatkan ampunan atau tidak ?”. turun firman Allah SWT,. قُلْ يٰعِبَادِىَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلٰىٓ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ "Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Az-Zumar yat 53). Rasulullah SAW pun membalas surat Wahsyi dengan ayat 53 surat Az-Zumar itu. Wahsyi tidak lagi melihat ada syarat taubat yang berat baginya dalam ayat tersebut, maka dia pun bertolak menuju Madinah dan masuk Islam. Naah pembaca, kisah di atas baik kiranya untuk bahan banding buat diri masing2, kuat dugaan, dosa kita semua, belum seberat dosanya Wahsyi. Sedangkan Wahsyi saja diampuni Allah, dengan demikian, insya Allah bila kita bertaubat dengan sungguh2 Allah akan bersihkan diri kita dari dosa kepada Allah. Bahwa setiap bani Adam berdosa, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW, كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ. “Setiap anak Adam pasti berbuat dosa, dan sebaik-baik pembuat dosa adalah mereka yang bertaubat”. (HR.Tirmidzi). Semoga ROHANI kita semua telah bersih dari dosa2 kepada Allah dan dosa2 kapada sesama sebelum memulai shaum Ramadhan. مِيّ.... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Dikesempatan ini saya mohon maaf lahir dan bathin atas segala salah dan hilaf, termasuk apabila dalam tulisan2ku kurang mengena di hati para pembaca. Jakarta, 29 Sya’ban 1444 H. 10 Maret 2024.

Sunday 3 March 2024

Meredam Dendam

Dirangkai: M. Syarif Arbi No: 1.226.03.24 Dimaklumi bahwa kebanyakan kalau orang tengah sukses, sedang terpandang biar kita tak ikutan ngawaninya, banyak relasi dan kawan yang merapat kepadanya. Mungkin anda pernah punya teman akrab di sekolah dulu, atau teman sepermainan masa kanak2, atau bahkan masih terkait family, kini jadi orang terpandang atau pernah jadi orang terpandang. Ketika ybs jadi orang terpandang, terjadi perubahan, jadinya dianya terkena "flu sombong". Belagu ndak pernah akrab. Kesombongan terindikasi; Kalau ketemu pas ada acara dihadiri banyak orang, seolah tak pernah kenal. Ingin ketemu harus protokoler. (ini sih ok lah orang terpandang padat acara). Bila pas berhasil ketemu demikian formil, menghindar diajak berdialog pakai "bahasa ibu", bahasa ketika masih sesama anak2. Jika nanti predikat terpandangnya sudah menghilang, biasanya penyakit "Flu Sombong" pun langsung berkurang menuju hilang. Dalam kasus ada teman ataupun family ketika sukses, terpandang lantas sombong, kemudian "jatuh". Sikap yang bijak adalah menerima dengan baik kembali dia sebagai teman atau sebagai keluarga. Hendaklah bersemboyan begini: Khusus yang masih ada pertalian darah (hubungan family). Bila sudah tidak berjaya lagi, dikala relasi dan kawannya telah menjauh, bagaimanapun sanak kerabat yang bertalian darah tak akan dapat diputuskan. Kata pepatah Melayu "Tetak air tak kan putus". (Maksud pepatah= air tidak dapat dipotong, sama dengan pertautan hubungan keluarga). Kalau ybs semula adalah kawan akrab, ketika sukses, terpandang sempat nyombongi kita. Juga dimaklumi kawan dan relasinya sudah menjauh ketika dia sudah "jatuh". Kalau dia tidak kita terima mendekat kembali lalu dia bakal tak ada teman. Jika kedudukan sudah jatuh. Semua yang akrab jadi menjauh. Mantan anak buah sudah tak patuh. Relasi bisnispun menjadi tak acuh. Bila sudah dalam kondisi begini, sahabat anda tadi “terima Kembali”, kan ada pepatah "1000 kawan belum cukup tapi 1 musuh sudah terlalu banyak". Jika hati ini masih berkata-kata, hati ini masih ingat ketika sahabat kita itu, ketika family kita itu masih berjaya dan sombong. Segeralah ingat pesan Allah di dua ayat berikut ini: الَّذِيْنَ يَنْقُضُوْنَ عَهْدَ اللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ مِيْثَا قِهٖ ۖ وَيَقْطَعُوْنَ مَاۤ اَمَرَ اللّٰهُ بِهٖۤ اَنْ يُّوْصَلَ وَيُفْسِدُوْنَ فِى الْاَ رْضِ ۗ اُولٰٓئِكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ "(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah (perjanjian) itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan, dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi." (Al-Baqarah ayat 27) وَا لَّذِيْنَ يَنْقُضُوْنَ عَهْدَ اللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ مِيْثَا قِهٖ وَيَقْطَعُوْنَ مَاۤ اَمَرَ اللّٰهُ بِهٖۤ اَنْ يُّوْصَلَ وَيُفْسِدُوْنَ فِى الْاَ رْضِ ۙ اُولٰٓئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوْٓءُ الدَّا رِ "Dan orang-orang yang melanggar janji Allah setelah diikrarkannya, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah agar disambungkan, dan berbuat kerusakan di bumi; mereka itu memperoleh laknat dan tempat kediaman yang buruk (Jahanam)." (Ar-Ra'd ayat 25). Silaturahim diperintahkan Allah untuk disambungkan. Artinya termasuk kalau pernah putus tautkan kembali. Bagi yang memutus silaturahim disetarakan dengan melanggar janji kepada Allah, disetarakan dengan membuat kerusakan dimuka bumi. Naudzubillahi min dzalik. Semoga ayat di atas meredam dendam kita terhadap seseorang yang tadinya pernah menyombongi kita, bahkan mungkin mendzalimi kita, atau melecehkan kita, menghina kita, ketika dianya tengah berjaya. آمِيّنْ... آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 23 Sya’ban 1445 H 4 Maret 2024