Sunday 30 August 2015

Sebetulnya kita Latihan MATI setiap hari



Kita sudah begitu lama tidak pulang kampung, katakanlah sampai sepuluh-duapuluh tahun. Banyak sudah orang sekampung yang dulu kita kenal sudah tidak dijumpai lagi, dapat saja mereka sudah meninggal dunia atau juga meninggalkan kampung merantau seperti kita. Kalaupun beberapa orang yang masih kita jumpai, kadang ada yang dianya melihat kita  ragu-ragu untuk menyapa, biasanya kita yang meninggalkan kampung justru masih ingat dengan mereka, kitapun menyapa mereka dengan ramah dan tentu disambut dengan ramah oleh meraka pula. Di dalam hati kita kebanyakan terbesit, bahwa betapa sudah tuanya teman yang kita tinggalkan sepuluh duapuluh tahun yang lalu itu. Mungkin diapun/merekapun di dalam hatinya berkesan yang sama dengan kita, dianya melihat kita sudah begitu tua. Sementara kita merasa diri ini belum begitu tua seperti yang mereka rasakan dalam hati itu.
Momen yang sama ketika kita diundang teman mantu. Teman akrab yang dulunya pernah bertetangga di suatu komplek ketika dinas semasa masih aktif. Mengundang mantu atas putrinya/putranya yang kita ikut menjengguk ketika si mempelai ini dilahirkan ke dunia. Banyak teman sekolega semasa dinas, sudah puluhan  tahun tidak ketemu, dipertemukan oleh undangan walimah pernikahan ini. Ketika itu kitapun melihat bahwa teman-teman (undangan) yang dulunya gagah/muda sekarang sudah tua, jauh berubah dari yang dulu. Kadang tidak sedikit yang tak sanggup lagi kita mengingat namanya, sebaliknya diapun lupa dengan nama kita. Raut wajahnyalah yang masih mengakrabkan pertemuan singkat itu.
Ternyata bahwa manusia itu, sesungguhnya tiap hari berubah. Kita bangun tidur keesokan hari wajah kita sebetulnya tidak sama lagi dengan wajah kita yang kemaren. Kita berkaca setiap hari ketika akan keluar rumah atau ke tempat kegiatan kita. Tetapi kita tidak merasakan berapa sudah berubahnya wajah kita hari ini dibandingkan dengan kemarin, lantaran tipisnya perubahan itu.
Jikalah anda orang yang suka membuat dokumentasi foto setiap tahun, maka cobalah bandingkan foto anda dari tahun ke tahun, demikian besar perubahannya. Perubahan tersebut sesungguhnya akomulasi dari perubahan setiap hari yang tidak kita sadari, dalam proses mati dan hidup kita setiap hari.
Konsep agama (Islam), bahwa manusia itu setiap hari mati. Sepanjang belum sampai ke mati sungguhan, keesokan harinya oleh Allah kita di hidupkan kembali. Kehidupan kita di esok hari secara phisik sudah bukan phisik kita yang kemarin lagi. Phisik kita yang kemarin sudah mati, kita hidup hari ini dengan phisik baru. Phisik baru kita hari ini sudah berubah dari phisik kita yang kemarin. Sejak bayi kita dilahirkan, tumbuh berkembang, tadinya telapak kaki hanya seukuran dua jari orang dewasa, berangsur hari demi hari membesar memanjang tumbuh hingga menjadi anak-anak, menjadi dewasa dan menjadi tua. Itu semua melalui proses hidup dan mati setiap hari.
Informasi ini didapat dari doa terbangun dari tidur yang diajarkan oleh nabi Muhammad S.A.W.  berbunyi “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kembali setelah Dia mematikan kami, dan kepada-Nya lah kita dibangkitkan.
Do’a bangun tidur ini memberikan indikasi bahwa sesungguhnya setiap kita tidur, maka kita telah masuk dalam “kematian”. Kematian sementara ini berlangsung terus menerus sepanjang hidup kita. Jadi kehidupan setelah kita bangun tidur, buat phisik kita adalah kehidupan yang baru lagi, sementara Roh kita adalah tetap Roh yang semula, sejak pertama kali ditanamkan oleh Allah ketika 120 hari dalam kandungan Ibu. Roh berangsur bertambah pengetahuan, bertambah ilmu dan pengalaman. Roh yang mengendalikan sikap dan perbuatan setiap orang ini, akan dipengaruhi oleh kedewasaan, pengalaman, ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya seorang berbeda sikap dan kebijakannya dari orang lain, tergantung kepada usianya di dunia, ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan pengalaman yang dialaminya.
Itulah sebabnya tidak ada perbedaan “tidur” orang melarat dengan seorang “konglomerat”. Begitu pula matinya konglemerat dan orang melarat tidak ada perbeadaannya, hanya berbeda pada upacaranya saja.  Begitu pula sama saja tidur seorang hamba sahaya, kaum miskan papa dengan seorang raja yang masih bertahta. Kalaulah ada perbedaan tidur mereka hanya pada wadah tergeletak tidurnya saja.
Semoga kita samakin insyaf bahwa setiap hari kita ini tidur adalah mati dan bukan mustahil bahwa setelah kita tidur tidak terbangun lagi, atau mati sungguhan. Oleh karena itu mumpung masih terjaga tebar kebaikan selagi bisa, hindari kejahatan sekuat tenaga.