Monday 30 October 2023

PEMBUKTIAN IMAN Dirangkum: M. Syarif Arbi. No. 1.199.10.23. Jibril bertanya kepada Rasulullah: فَأَخْبِرْنِي عَنِ الْإِيمَانِ “Kabarkanlah kepadaku, apa itu iman?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ “Engkau beriman kepada (1) Allah, (2) malaikat-Nya, (3) kitab-kitabNya, (4) para Rasul-Nya, (5) hari akhir, dan beriman kepada (6) takdir, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.” (HR. Muslim no. 8). Hadits itu sebagai acuan bahwa seseorang beriman apabila: 1. Beriman kepada Allah. 2. Beriman kepada Malaikat. 3. Beriman kepada kitab Allah. 4. Beriman kepada Rasul2 Allah. 5. Beriman kepada hari akhir. 6. Beriman kepada takdir Allah. Mengacu indikator iman di atas, jika seseorang telah meyakini 6 perkara tsb dianya sudah termasuk orang yang beriman. Walau orang itu tidak melaksanakan ibadah. Ekstrimnya jikapun orang itu melanggar larangan2 agama. Akan tetapi bila salah satu saja pondasi iman ini tak ada di dalam keyakinan seseorang maka termasuklah dia orang tak beriman. Beriman dan beragama dengan baik, adalah dua hal yang berbeda. Seseorang baru dapat dikelompokkan beragama dengan baik dan benar tidak hanya cukup beriman saja, tetapi juga harus dilengkapi lagi dengan 5 (lima) “I” yaitu: Ibadah, ilmu, ikhlas, istiqamah dan Ihsan. IBADAH: Iman tanpa ibadah adalah bagaikan berjanji yang diingkari. Pada hakekatnya dengan beriman kepada 6 butir pondasi iman tersebut, diri telah mengikat janji melaksanakan perintah Allah dan rasul-Nya Janji tersebut harus dengan sungguh2 ditepati, perhatikan ayat 27 surat Al-Baqarah: ………………….الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنۢ بَعْدِ مِيثٰقِهِۦ"   "  أُولٰٓئِكَ هُمُ الْخٰسِرُون “Yaitu orang2 yang melanggar penjanjian Allah setelah (Perjanjian) itu di teguhkan…………. mereka itulah orang2 yang merugi” Dengan pernyataan “Iman”, berarti diri berjanji bersedia menjalankan apapun perintah yang termaktub dalam kitab Allah sekaligus menjauhi segala larangan2 termuat dalam kitab Allah tersebut. Ibadah merupakan persiapan untuk menyongsong hari akhir yang telah diimani. Ibadah juga merupakan pengarah diri agar menerima takdir apapun yang diberikan Allah untuk diri, keberuntungan menyenangkan ataupun kerugian yang semestinya tak dihendaki. ILMU: Ibadah tanpa ilmu bagaikan berlayar dilautan tanpa pedoman, atau bepergian ke suatu tempat tidak ada peta petunjuk jalan. Sebab dengan ilmulah dapat dilaksanakan ibadah dengan baik dan benar. Allah memberi petunjuk: وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ  ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (Al-Isra' ayat 36) Juga didukung dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan, مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim). IKHLAS: Ikhlas adalah inti ibadah, seberapa banyakpun ibadah dilakukan tanpa keikhlasan akan tidak bernilai maksimal dan dapat saja akan sia2. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكٰفِرُونَ "Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya)." (Ghafir; surat 40 ayat 14). Sejalan dengan hadits: عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص : اِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ اِلىَ اَجْسَامِكُمْ وَلاَ اِلىَ صُوَرِكُمْ وَ لٰكِنْ يَنْظُرُ اِلىَ قُلُوْبِكُمْ. مسلم Dari Abu Hurairah RA, ia berkata Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai kebagusan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu.” (HR Muslim) ISTIQAMAH. Ibadah yang dilaksanakan dengan ilmu diiringi tulus ikhlas, walaupun setiap kali beribadah hanya sedikit2, tidak berlebihan, akan bernilai tinggi bila dilaksanakan terus menerus. ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ ”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. (HR Muslim) IHSAN. Seseorang yang tekun beribadah, dengan didasari ilmu, diikuti keikhlasan, secara konsisten atau istiqamah, akan terdorong melakukan perbuatan2 baik (Ihsan). Dari lidahnya akan keluar kata2 yang baik, tidak menyinggung perasaan pihak lain, penuh hikmah. Dari hartanya bermanfaat untuk kemaslahatan umat manusia. Tingkah lakunya tidak tercela. Semoga kita semua dalam membuktikan keimanan kita bermuara dapat melakukan perbuatan2 baik, sehingga mewujudkan masyarakat yang aman tentram. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 16 Rabiul Akhir 1445H 31 Oktober 2023

Tuesday 24 October 2023

GAWANG ber PAWANG

Disusun: M.Syarif Arbi. No. 1.197.10.23 Kemajuan teknologi juga kini telah dirasakan di dunia persepak bolaan. Hampir setiap hari dapat ditonton di layar kaca pertandingan sepak bola di seluruh dunia, langsung atau siaran tunda. Belakangan diperkenalkan teknologi VAR (Video Assistant Referees). VAR memungkinkan untuk dapat memastikan hal2 seperti terjadinya gool, pelanggaran di daerah penalty, sehingga fair play lebih terjamin. Teringat masih kecil dulu ketika di kampung tahun 1960 an, teknologi persepak bolaan betul2 masih terkebelakang dibanding sekarang. Dalam rangka memeriahkan HUT kemerdekaan ke 15 misalnya, kala itu kesebelasan bertanding “antar kecamatan” belum pakai sepatu, apalagi “shin guard” pelindung tulang kering, belum dikenal waktu itu. Bola yang digunakan didalamnya masih menggunakan “bladar” (seperti ban dalam, pada ban kendaraan) diluarnya ada kulit, terdapat lobang memasukkan bladar. Setelah “bladar” dimasukkan ke dalam kulit bola, dipompa sesuai keperluan barulah si kulit bola di ikat dengan benang yang telah disediakan di salah satu sisi kulit bola. Wajar bila bola, sepak bola waktu itu tidak bundar2 benar seperti sekarang. Seingatku, kesebelasan sepak bola “tarkam” (antar kampung) ketika ku masih kecil, selain mengandalkan kekuatan phisik dan “skill” pada zamannya, juga masing2 kontingen dilengkapi pula dengan “pawang”. Adu pawang ini cukup seru, bagi kesebelasan yang pawangnya hebat, maka merekalah yang akan jadi juara. Kepiawaan pawang, konon; dapat mengalihkan hembusan angin menuju ke arah kesebelasan lawan, maklum waktu itu lapangan sepak bola terbuka, bebas menerima hembusan angin. Jangan harap ada pertandingan malam hari, sebab tidak tersedia lampu seperti sekarang. Dari dulu, kesebelasan yang bertanding bertukar gawang, di babak kedua. Babak pertama undian menentukan pilihan gawang dan pilihan kick off. Disinilah peran si “pawang”, konon; selain soal ngatur arah tiupan angin, bagi pawang yang canggih, konon dapat pula ngatur elastisitas tiang dan mistar gawang. Bagi kesebelasan yang dipawanginya; giliran strikernya menendang ke gawang lawan, misalnya menendang agak keatas, maka mistar gawang akan elastis naik ke atas mengikuti arah bola, sehingga masuk. Giliran strikernya menendang, tendangannya menyamping maka tiang gawang melebar sehingga bola pun masuk gawang. Sebaliknya bila kesebelasan lawan menendang bola ke arah gawang yang dipawanginya maka mistar gawang bisa merendah, tiang gawang bisa menciut. Konon salah satu ritual yang mereka lakukan, sebelum pertandingan dimulai sang pawang menanam bungkusan kecil di dekat tiang gawang lawan dan tiang gawang kesebelasan yang dipawanginya. Ketika babak kedua, bungkusan kecil tersebut harus di ambil, dipertukarkan. Dengan adanya teknologi TV dan VAR tentu ini tak dapat dilakukan bakal secara jelas terlihat terekam dapat di zoom. Ketentuan baku berlaku internasional dalam persepakbolaan; tinggi gawang 2,44 meter, lebar gawang 7,32 meter. Kebanyakan balok tiang dan mistar gawang sekarang berbentuk tabung dengan deamiter 12cm. Sampai saat ini pun sering kita tonton bola terkena tiang gawang, terkena mistar gawang, bola melenceng kesamping gawang, bola beberapa senti di atas mistar gawang. Tentu sekarang bukan karena bantuan pawang, tetapi lebih kepada faktor keberuntungan. Si pawang alias dukun (setara dengan tenaga ahli) melalui kemampuan supra naturalnya, konon; mampu mengubah luas lapangan, tinggi dan lebar gawang, sesuka hatinya demi meng goal kan bola yang di sepak oleh striker dari kesebelasan yang dipawanginya. Dengan kemampuan istimewanya itu, peraturan yang berlaku umum didunia persepakbolaan dapat diubah oleh sang pawang sesuai dengan kehendaknya, lapangan dapat diperkecilnya, tinggi dan lebar tiang gawang, dapat diciutkan, direndahkannya demi bola yang ditendang lawan kesebelasannya tidak bersarang ke gawang kesebelasan yang dipawanginya. Kemampuan supra natural seperti sihir ini bukan mustahil, memang pernah diturunkan Allah dibumi ini “ilmu sihir” , melalui 2 malaikat yaitu Harut dan Marut. “…………………………..يُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحْرَ وَمَآ أُنزِلَ عَلَى ٱلْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَـٰرُوتَ وَمَـٰرُوت ……………….” “…………. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut,…………...” (Al-Baqarah ayat 102) Agaknya dengan kemajuan teknologi ini, dengan adanya TV dengan adanya VAR, para penyihirpun di dunia persepakbolaan harus memodifikasi teknik syarat sihirnya, karena kalau menanam sesuatu di dekat tiang gawang seperti dikisahkan di atas akan dapat dengan mudah terlihat. Tentu akan di larang. Demikian juga bilamana ada pawang2 yang mengatur dalam meng goal kan pihak2 yang di pawanginya untuk memuluskan keberhasilan mencapai tujuan2 tertentu, di era teknologi canggih, di jaman sudah banyak para pakar dan ahli di berbagai bidang, seperti sekarang ini, nampaknya akan lebih vulgar terasa, sehingga tak urung akan mendapat kecaman dan komentar miring. Semoga di bidang apapun kita berprofessi, tetap dapat melaksanakan fair play, sebab apapun yang kita lakukan akan dipertanggung jawabkan bukan saja di dunia tetapi sampai ke akhirat, فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَا لَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗ  "Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (Az-Zalzalah ayat 7) وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَا لَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ "Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (Az-Zalzalah ayat 8) ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالمِيّنْ وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 24 Oktober 2023 9 Rabiul Akhir 1445 H.

Thursday 19 October 2023

Rasa MALU

Disusun: M.Syarif Arbi. No. 1.196.10.23 Ketika kontrol kesehatan telinga di suatu Rumah Sehat di Jakarta ku dapat no antrian "OL-9", baru dipanggil " OL-5". Sambil menunggu 4 antrian pasien lagi, seorang ibu muda kuliat membawa botol kosong air minum kemasan. Sejurus kemudian ibu tadi duduk di kursi di dekatku membawa botol tadi terisi kurang dari separo. Setelah duduk diapun mereguk air tsb. Seorang pasien lain (ibu muda juga) agaknya mereka sudah kenal lama duduk di deretan depan, bergumam: "botolnya kok ndak dipenuhkan sekalian". Ibu yang bawa botol itu spontan menjawab "Malulah". Rupanya alasan malu bagi itu ibu: Pertama; botolnya diisi dengan air dari dispenser milik “Rumah S” secara gratis. Kedua; Hati kecilnya berkata, ini air disediakan untuk orang banyak, kalau dia penuhkan botolnya, kesempatan orang lain jadi berkurang. Ketiga; kalaulah diisi penuh, botol minuman isi 600 cc itu belum tentu habis terminum olehnya, ujung2nya ditinggal botol yang masih ada airnya di kursi “Rumah Sehat”, atau masuk tong sampah, kan mubadzir. Surat Al-Isra ayat 27: إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًۭا Sesungguhnya mubadzir itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Rasa malu, akan membuat orang berakhlak mulia, makanya perihal “Rasa Malu” Rasulullah SAW bersabda: َاْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ َاْلإِيْمَانُ. “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang Iman.” Shahîh: HR.al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad (no. 598) Bagi manusia yang rasa malunya sudah hilang, akan tega melakukan perbuatan tidak adil, perbuatan curang, pokoknya perbuatan memalukan, asalkan menguntungkan diri. Orang yang sudah kehilangan rasa malu, kalau diberi wewenang untuk membagi perolehan hasil misalnya, tak segan2 dia mengambil untuknya lebih banyak dari teman2nya yang berbagi. Bila punya kesempatan memutus sesuatu ketentuan, bagi orang yang sudah kehilangan "rasa malu", tak sungkan membuat keputusan yang berpihak menguntungkan pihak tertentu, menguntungkan keluarga, menguntungkan golongannya, akan mencari-cari pembenaran apa yang diputuskannya walaupun rasa keadilan yang berlaku umum dalam masyarakat tidak menerimanya. Pernah kutulis bahwa ada empat sebab manusia itu menjadi mudah tergelincir ke perbuatan kemungkaran, diikuti pula dengan empat perisai kemungkaran pada artikel No, 1.189.09.23 tgl 24 September 2023 dibawah judul: “Penyebab & Perisai Kemungkaran”. Empat perisai kemungkaran tsb. guna membantu mengingatnya ku istilahkan saja “4 A” yaitu: Pertama; “Akal”, berbeda dengan makhluk hewan misalnya, manusia sanggup untuk membedakan sebagain besar yang baik dengan yang tidak baik, dengan menggunakan “akal”. Walau tidak semua kebenaran, buruk dan baik dapat ditimbang dengan “akal”, oleh karena itu maka manusia dilengkapi pula dengan perisai “Ad-Din” atau agama, untuk mengukur kebenaran. (Al-Baqarah ayat 147) ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلْمُمْتَرِينَ “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. Kedua; “Ad-Din”, yaitu manusia sejatinya sejak diturunkan ke dunia ini sudah dibekali dengan agama. Hanya saja dengan berjalannya waktu telah terjadi perubahan/penyimpangan, sehingga kepercayaan agama manusia berubah dari “agama bekal” ketika nenek moyang manusia (Adam dan Hawa) turun ke dunia yaitu agama tauhid. Semua agama menyuruh berlaku adil, berbuat baik, melarang berbuat keji dan mungkar serta permusuhan: إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ  ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (An-Nahl ayat 90). Ketiga; “Amal baik”, sejalan dengan potensi yang dimiliki manusia untuk berbuat baik dan berbuat mungkar merupakan kelemahan manusia, tetapi juga merupakan kekuatan manusia, sehingga dengan kemampuan ber amal baik, akan menjadi perisai bagi manusia terjerumus terlalu dalam kelembah kenistaan dan kemungkaran. Keempat; Al- Haya’, atau Rasa atau sifat “Malu”, manusia sejak terlahir sudah memiliki sifat malu. Melalui sifat malu manusia terhalang untuk berbuat curang. Di ruang terbatas ini dibicarakan perisai yang ke empat, yaitu “Malu”, terkait dengan mengomentari ibu2 mengisi botol air minum kemasan kosong dengan air disediakan “Rumah Sehat” pada dispenser. Contoh kecil dikemukakan di atas, andaikan juga dimiliki orang2 yang berwenang, para pemimpin, para pembuat keputusan, alangkah indah dan aman tentramnya kehidupan di dunia ini. Semoga seluruh pembaca, seluruh pemimpin bangsa kita, seluruh pembuat keputusan yang menyangkut kehidupan orang banyak, masih memiliki “Rasa Malu”. ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالمِيّنْ وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 19 Oktober 2023 4 Rabiul Akhir 1445 H.

Saturday 14 October 2023

Matching

Oleh: M. Syarif Arbi. No. 1.195.10.23. Seorang karyawan ngedumel usai ngantongi uang rapel jasa produksi: "paling istriku beli tas lagi". Lanjutnya: "yg namanya tas pak, ndak cukup satu rak lemari pakaian, cocoknya dibuat satu lemari khusus TAS JINJING". Tas Jinjing yaitu tas yang selalu menyertai bila ibu2, kaum perempuan; ke pertemuan, arisan, kondangan, pergi ke tempat kerja, juga ke pengajian. Termasuk travelling. Kolektor tas jinjing, memilih tas jinjing yang dibawanya dipatut dari gaun yang dikenakan, sepatu bahkan kadang lipstik dan asesoris lengan dan asesoris telinga. Cukup repot, pematutan mungkin harus dirancang beberapa waktu sebelum berangkat. Karena gonta ganti tas, bukan mustahil ada identitas, kartu2 yang lupa terbawa. Begitulah hobby mungkin juga mode bagi pihak yang agak berkecukupan. Sepertinya hobby dan mode yang demikian ini tak ada yang salah, sah2 saja, dia tidak merugikan orang lain. Bahkan di satu sisi menggerakkan perekonomian, memperlaris penjualan tas. Tas, pakaian, asesoris diri, sangat rentan dengan trend mode. Dulu ada musim celana cutbray. Soal tas, jadinya ingat waktu SMA dulu (sebelum tahun 1970), kepala sekolah kami ke sekolah tasnya pakai "tas Ganefo", top zaman itu, tas berupa anyaman plastik. Kini kalaupun itu masih ada, mungkin sudah malu membawa "tas Ganefo" ke kantor. Akan bermasalah jika penampilan "si matching" dengan tas, gaun, asesoris bermaksud pamer, berbangga bahwa dianya punya banyak tas jinjing, tas selalu serasi. Lebih bermasalah lagi bila "si matching", mencela orang lain yg lantaran tak punya banyak tas, tampil di aneka kesempatan tas jinjingnya itu2 saja. "Bu itu tasnya itu melulu". Jangan sampai kaum ibu dan kaum bapak termasuk kelompok orang ber-megah2 seperti diingatkan Allah; (QS. At-Takatsur ayat 1 dan 8). اَلْهٰٮكُمُ التَّكَا ثُرُ ۙ "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu," ثُمَّ لَـتُسْئَـلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيْمِ "kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)." Juga jangan sampai perilaku menyediakan barang2 keperluan menjurus kepada mubadzir/pemborosan. Sebab mubadzir/pemborosan adalah اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَا نُوْۤا اِخْوَا نَ الشَّيٰطِيْنِ ۗ وَكَا نَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا "Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."(QS. Al-Isra' ayat 27) Semoga kita semua tidak termasuk orang yang suka ber-megah2 dan melakukan perbuatan mubadzir. ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالمِيّنْ وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 14 Oktober 2023 29 Rabiul Awal 1445 H.

Monday 9 October 2023

RISIKO dihari TUA

Disusun: M. Syarif Arbi. No. 1.194.10. 23. Manusia normal pasti takut terhadap risiko. Naluri manusia sadar maupun tidak sadar tetap berupaya menghindari risiko. Kendati semua orang paham bahwa ada risiko yang tidak dapat dihindari, semua orang pasti akan temui seperti menjadi tua jika dipanjangkan umur. Dapat dirinci risiko yang ditakutkan oleh manusia umumnya ada dua besaran yaitu "Risiko Fundamental" dan "Risiko Statis". Resiko fundamental. Adalah risiko yang tidak disengaja, misalnya kebakaran, pencurian, penggelapan, bencana alam. Untuk menghindari risiko ini manusia secara naluri berusaha melakukan pengamanan sebelum risiko itu datang, dengan berhati-hati, waspada dan melakukan persiapan penanggulangan terhadap risiko itu. Jika risiko datang juga, apaboleh buat, selanjutnya menyikapi pasca risiko. Risiko fundamental banyak orang atau perusahaan yang mengalihkannya kepada pihak maskapai asuransi, sebelum risiko terjadi, dengan membayar premi. Keterbatasan ruang tulis, risiko fundamental ini tidak diurai lebih lanjut. Risiko statis. Risiko yang tidak ada hubungan dengan perkembangan ekonomi dan IPTEK misalnya: Risiko hari tua Risiko Kematian. Dikesempatan ini hanya dimuat tentang “risiko hari tua”. Sedang “risiko kematian”, insya Allah akan dimuat di kesempatan lain. Upaya mengatasi risiko hari tua, manusia menyiapkan diri dengan menghimpun harta, selagi muda atau berusaha dapat bekerja disuatu institusi yang memberikan jaminan masa tua (pensiun). Tidak sama keberuntungan setiap orang mengalami risiko hari tua. Yang sama adalah masing-masing berupaya menyiapkan diri. Ada orang yang bernasib baik, harta dihimpunnya di masa muda dapat dinikmati di masa tua, bahkan tak habis sampai akhirnya ia meninggal. Tidak sedikit orang berharta dimasa muda, salah mengelola hartanya tidak dapat dinikmatinya lagi di masa tua. Ada juga lansia beruntung, keturunannya berbakti kepada orang tuanya. Dalam pada itu ada orang yang kurang beruntung, tak berhasil menghimpun harta di masa muda untuk masa tua dan jikapun punya anak keturunan, kurang dapat pula berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Berbicara masalah harta dan anak2, diarahkan Allah menyikapinya: يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَٰلُكُمْ وَلَآ أَوْلَـٰدُكُمْ عَن ذِكْرِ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْخَـٰسِرُونَ “Wahai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi”. (Al-Munafiqun 11) Terdapat empat butir kata dari ayat di atas; “Harta”, “anak2mu”. “Lalai mengingat Allah” dan “Merugi”. Jikalau harta, membuat awak lalai terahadap Allah, akan terjadi untuk mendapatkan harta, tidak memperhatikan halal dan haram. Padahal harta yang diperoleh dengan jalan haram tidak membawa keberkatan, itulah sebabnya sudah ludes kadang sebelum hari tua. Ujungnya adalah rugi. Anak2, bila ortunya melalaikan Allah maka akan terjadi salah asuh, diberikan makanan minuman yang tidak halal, berdampak akhlaknya akan rusak kelak menjadi anak yang tidak berbakti kepada ortu mereka, sehingga anak2 mendatangkan kerugian. Jika anak2 keturunan kita yang menjadi tumpuan harapan mengayomi di masa tua, menjelma jadi anak durhaka maka jadilah seperti disebutkan Al-Qur’an “anak2 menjadi musuh” يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّ مِنْ اَزْوَا جِكُمْ وَاَ وْلَا دِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَا حْذَرُوْهُمْ ۚ وَاِ نْ تَعْفُوْا وَتَصْفَحُوْا وَتَغْفِرُوْا فَاِ نَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (At-Taghabun ayat 14) Demikian penting makanan yang halal berdampak buat akhlak anak2 keturunan kita, pada gilirannya hari tua kita tidak beruntung. Oleh karena itu Allah memberitahukan kepada manusia: يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 168). Langkah2 syaitan itulah yang membuat manusia melalaikan Allah, mencari harta dengan jalan bathil, memakan makanan dan minuman yang haram, menafkahi anak2 – istri dengan harta yang tidak halal, berakibat merugi baik di dunia apalagi di akhirat nanti. Semoga kita semua dari muda sampai tua, selalu terkondisi dapat mencari rezeki dengan cara yang halal, makan minum yang halal dan menjauhi yang haram, agar masa tua nanti tidak mengalami “risiko merugi”, untuk itu mari kita amalkan doa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam: اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِ نِ ي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ “Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالمِيّنْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 10 Oktober 2023 26 Rabiul Awal 1445 H.

Friday 6 October 2023

CURIGA kodrat MANUSIA.

Disusun: M. Syarif Arbi. No. 1.193.10. 23 Manusia di dalam menjalani hidup ini tidak akan luput dari kecenderungan yang tiga, yaitu: Pertama; Prasangka atau Curiga, kedua; Takut Risiko dan ketiga; Ingin Untung. Keterbatasan ruang tulis, di artikel ini dilihat lebih dulu satu dari tiga kecendrungan tersebut yaitu “prasangka atau curiga” Sejak bayi manusia sudah mempunyai pembawaan berprasangka atau curiga dengan konotasi pihak lain diluar dirinya harus disikapi dengan hati-hati, karena si bayi khawatir akan dapat mencelakakan dirinya. Begitu terlahir bayi akan menangis, karena merasakan sesuatu yang asing dari yang dirasakannya selama di dalam kandungan ibunya. Selanjutnya menangis dijadikan sarana baginya untuk menolong dirinya untuk beberapa keperluan, buat menyatakan lapar dan haus, menyatakan kondisi sekeliling tubuhnya kurang enak. Perkenalan pertama terhadap manusia adalah orang-orang yang ada disekelilingnya, semula orang tersebut diduga akan membahayakan; ternyata tidak, karena dari orang yang dekat dengan dirinya diperoleh minuman dan makanan serta memberikan kesegaran tubuh seperti memandikan, mengganti pakaian setelah mandi atau setelah pipis atau habis BAB dan lain-lain keperluan. Bila disuatu keadaan ada orang lain yang belum dikenalnya mencoba mendekatinya, maka prasangka buruk atau kecurigaan akan timbul bagi si bayi, ia tidak langsung bersedia digendong, ia akan menangis sebagai ungkapan keraguannya untuk memberitahukan kepada orang yang biasanya ia kenal. Bahwa ada yang tidak ia suka karena akan mengancamnya. Pembawaan manusia ini terbawa sepanjang hidupnya. Kadar prasangka atau curiga, tinggi rendahnya tergantung pengalaman yang dialami individu yang bersangkutan. Orang yang hidupnya di kota besar, prasangka negatif lebih tinggi dibanding orang yang tinggal di pedesaan. Rumah orang di kota besar, pintunya senantiasa tertutup dan bahkan berkunci siang malam, dilengkapi pula dengan pagar tinggi pintu pagar berkunci di atas pagar ada kawat berduri. Tidak ketinggalan ada system alarm dan CCTV. Sedang rumah orang di desa, kadang tidak ditutup di siang hari, tidak ada pagar tinggi dengan pengamanan kawat berduri dan alarm apalagi CCTV. Jikapun ada pagar, kadang sekedar pembatas halaman dengan jalan dan tetangga kiri kanan dan belakang rumah. Di kota bila ada tamu yang ingin berkunjung, sebelumnya konfirmasi dulu, sedang di desa tamu datang langsung dapat ke rumah. Di Kota jika ada seseorang diluar pagar menekan bel rumah, isi rumah tidak langsung membukakan pagar, karena penuh curiga. Bukan berarti orang di desa sama sekali meninggalkan kecenderungan manusia berprasangka atau curiga, hanya kadarnya lebih kecil dari orang kota. Penyebabnya adalah di kota penduduk lebih banyak sehingga tidak mudah saling kenal mengenal. Manusia yang berhimpun dalam masyarakat, juga punya kecenderungan kecurigaan. Kadar kecurigaan banyak ditentukan oleh kedewasaan berfikir, pengalaman2 yang telah dilalui, nuansa keyakinan, juga tak kecil perannya budaya dan etnis. Menjelang PEMILU, kecendrungan kecurigaan para pemilih kota dan pemilih di pedesaan, umumnya sama yaitu dihadapkan ke satu pertanyaan utama “Siapakah yang mampu menghadirkan kesejahteraan rakyat”. Ketika semua calon menjanjikan bahwa dianya mampu mensejahterakan rakyat dengan serentetan janji2, maka pemilihpun akan menentukan kepada siapa yang kurang kecurigaannya akan ingkar janji. Siapakah yang janjinya realistis dapat dipenuhinya. Banyak curiga atau banyak prasangka (كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ) adalah sesuatu yang tidak diperkenankan dalam kaidah agama (Islam). Kalau begitu sebenarnya boleh2 saja curiga (karena sudah kodrat manusia) tetapi jangan berlebihan, karena kalau banyak prasangka atau curiga diantara sekian banyak itu sebagiannya adalah merupakan dosa. يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ  ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُمْ بَعْضًا  ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ  ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ  ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang." (Al-Hujurat ayat 12). Guna menghindari “banyak curiga atau banyak prasangka” Allah pun mengajarkan agar check and recheck ( فَتَبَيَّنُوٓا ). Supaya tidak terjadi salah mengambil keputusan, seperti tersirat pada surat Al-Hujurat juga yaitu ayat 6: يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا إِنْ جَآءَكُمْ فَاسِقٌ ۢبِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًۢا بِجَهٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِينَ "Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu." Kembali ke soal berita2 janji2 PEMILU guna mengurangi risiko salah menentukan pilihan, dengan menggunakan dua ayat yang kita jadikan referensi di atas maka: 1) Adalah wajar jika sebagai pemilih kita berprasangka, atau curia atas janji2 kampanye. Namun agama mengajarkan curiga tidak membabi buta atau berlebihan, karena bila berlebihan diantaranya adalah dosa. 2) Setiap janji2 tersebut haruslah di check and recheck apakah realistis, demikian juga informasi baik yang positif atau negatif dialamatkan ke seorang calon pemimpin, hendaklah di “فَتَبَيَّنُوٓا " ni akan kebenarannya. Untuk lebih realistis ketika menentukan pilihan ada baiknya kelebihan dan kekurangan atau plus minus setiap calon pemimpin dari data kualitatif di usahakan dirubah menjadi data kuantitatif sehingga didapatkan suatu nominal angka. Setelah didapat data berupa angka, jumlahkan, ambil yang lebih tinggi, dimana terpilih yang paling sedikit mudharatnya. Perlu diingat bahwa tidaklah ada manusia yang sempurna. Data kualitatif yang diubah menjadi data kuantitatif dimaksud misalnya antara lain berupa: “integritas”, “kapasitas”, “kapabilitas”, “kompetensi”, “Emotional stability”, “rekam jejak”, “amanah”, “fathonah”, “kejujuran” dan “gagasan yang realistis” dll. Tentunya tidak memasukkan unsur “Suku”, “agama” dan “etnis”, serta “gender”. Masing2 calon diberi angka tentang integritas, kapastitas, ……….. dan seterusnya dengan angka misalnya setiap item tertinggi “10” terendah “0”. Selanjutnya akan ditemukan jumlah angka tertinggi, insya Allah “dialah” merupakan pilihan anda yang terbaik dari pilihan yang tersedia dengan plus minusnya sebagai manusia. Demikian semoga pada PEMILU yang akan datang berjalan dengan “JURDIL” diikuti transparan, dimana para pemilih dapat menggunakan haknya dengan aman dan damai, menghasilkan pemimpin yang benar2 berkualitas dapat membawa bangsa ini menuju masyarakat adil dalam kemakmuran dan keamanan, makmur dalam keamanan dan keadilan, dibawah naungan Allah penuh ampunan. “Baldatun thayyibatun warabbun ghafur” ( بَلْدَةٌۭ طَيِّبَةٌۭ وَرَبٌّ غَفُورُ ) آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــال اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 22 Rabiul Awal 1445 H. 6 Oktober 2023.