Monday 29 April 2013

SANTET


Sihir, tenung, guna-guna yang berkonotasi tidak baik, membuat orang susah, menderita, sakit, lazim disebut SANTET. Sebaliknya ada juga semacam sihir, tenung, guna-guna yang berkonotasi untuk membentengi seseorang dari Santet, untuk membuat seseorang disukai orang, membuat dagangan laris, disenangi  atasan, karier sukses,  pokoknya untuk tujuan bikin orang senang, biasanya disebut “aliran putih”. dukun aliran putih ini berjenis-jenis tergantung kepiawaiannya:
Ingin dagangan laris usaha lancar disebut “pesugihan”
Ingin terlihat menarik bagi wanita, agar disenangi pria, ada yang menggunakan “susuk”. Pria, ingin memikat wanita gunakan “Pelet”
Ingin agar disenangi setiap orang, kalau berbicara menarik, kalau mengemukakan pendapat diterima orang “menggunakan aji kasih sekampung”
Untuk menangkal santet mengamalkan “pendinding”.
Keberadaan ilmu “hitam” dan ilmu “putih” ini, harus diakui adanya, utamanya di negeri kita. Itu sebabnya sekelompok orang yang katanya mewakili rakyat di Senayan berniat sungguh untuk membicarakannya merancangnya jadi undang-undang.
Entah bagaimana nanti wujud undang-undang tersebut, biarlah mereka yang menggodoknya. Sebab kalau nggak ada yang digodok kasihan juga sudah dibayar dari pundi uang negara begitu besar. Walau sesekali kadang ada suara rakyat yang katanya diwakili itu, gondok juga, habis uang rakyat terkumpul dari pajak aneka rupa itu, konon digunakan untuk pelesir berbungkus study banding.
Kembali ke soal ilmu tenung, teluh, sihir dan semacamnya memang sudah ada sejak berabad lampau. Dari kaca mata agama, itu adalah perbuatan syaitan yang dikabulkan oleh Allah, sebagai sarana syaitan menjerumuskan manusia. Walau kelak dihadapan mahkamah akhirat nanti, syaitan akan berpidato menyampaikan pledoinya bahwa dia berlepas diri dari apa yang diperdayakannya itu. Tinggallah manusia yang terpedaya itu mempertanggung jawabkan kesalahannya menggunakan ilmu santet dan segala turunannya itu dihadapan Allah.
Masa muda memang masa masih ingin tau akan banyak hal. Diri ini pernah meramu sebagian aneka  macam ilmu hitam dan ilmu putih tersebut, dari yang terangkai berupa mantera sampai kepada yang sepertinya bernuansa agama, sebab di dalam kalimat-kalimat terdapat ayat-ayat Al-Qur’an. Yang saya dapatkan adalah susunan kata-kata dalam bentuk pantun atau kalimat-kalimat puitis yang disusun para penemu ilmu tersebut. Konon katanya, bagi orang yang mengamalkan dengan penuh keyakinan mantera dan memenuhi persyaratan ditentukan akan melihat/merasakan kenyataan seperti tujuan ilmu itu.
Salah satu ilmu tua itu misalnya diterapkan dalam persepakbolaan. Pihak yang menerapkan, menanam ramuan tertentu di kedua tiang gawang yang dijaga penjangga gawangnya. Diyakini setiap bola yang diarahkan kesebelasan lawan, akan nyasar, misalnya melenceng tipis di atas mistar gawang, melenceng tipis kekiri atau kekanan gawang. Repotnya begitu turun minum gawang berganti, sang pawang atau kaki tangannya harus segera memindahkan “tanaman ramuan tertentu itu” ke gawang berikutnya, kalau terlupa maka senjata makan tuan. Kesulitan di era teknologi  kini, semua apa yang terjadi diseluruh sudut lapangan dapat dimonitor sampai ke kamar oleh penonton melalalui layar kaca. Kalau ada orang yang mencoker-coker tiang gawang, pasti akan diusir pihak keamanan. Tugas ini sepertinya kalau masih dapat dilakukan harus dengan hati-hati dilaksanakan sendiri oleh penjaga gawang.
Karena awak ini meramu ilmu itu berangkat dari tidak percaya bahwa keajaiban dapat terlaksana hanya dengan syair/pantun dan mantera/ramuan, maka untaian mantera tersebut tinggal dalam catatan atau sebagain ada juga yang sempat hafal karena tidak begitu panjang dan rumit. Namun tidaklah diri ini percaya untuk mengamalkannya, apa lagi ada ancaman agama bagi yang percaya menggantungkan keselamatan dan kesuksesan kepada selain do’a kepada Allah adalah dosa yang teramat besar.  Hendaklah setiap orang menyerahkan diri dan ber do’a kepada Allah, untuk segala macam persoalan dan masalah, baik minta perlindungan dari bencana dan mara bahaya, maupun mohon kesuksesan dan keselamatan dalam kehidupan di dunia dan akhirat.



Friday 19 April 2013

PELUANG REZEKI DIANTARA DUA HARGA BBM

Dengar-dengar kabar, harga BBM bentar lagi bakalan berubah. Premiun untuk plat kuning dan sepeda motor tetap dengan harga Rp 4.500,-- sedang untuk mobil pribadi Rp 6.500.-- Hitung-hitung ada beda harga Rp 2.000,-- Banyak pro dan kontra atas penerapan kebijakan itu nanti, tapi bang “Kereatif” tetangga saya langsung setuju, sebab dia melihat ada peluang bisnis atau peluang rezeki diantara dua harga BBM ini. Ia bakal koordinir pemuda-pemuda yang kebetulan masih nganggur di kampungnya menurut  sensusnya  tidak kurang 20 orang.
Setiap pemuda akan dimodali sepeda motor “sekenan” untuk mondar-mandir ke pom bensin ngisi sepeda motornya.  Ada motor yang tangkinya dapat dimuat 11 liter, segera pulang ke pool , kuras itu premiun, sisakan seliter, kembali lagi ke SPBU. Masing-masing pemuda ditarget sehari 10 kali jadi dapat seratus liter per orang. 20 orang lumayan 2.000 liter. Premiun itu nanti dijual eceran seliter Rp 7.000,- dipinggir-pinggir jalan, sebagian dipasarkan ke mobil-mobil pribadi, masak pemilik mobil ndak acc kalau harganya dibawah sedikit harga SPBU. Pokoknya kata bang “Kereatif” itu premium pasti habis dah tiap hari. Itu anak-anak muda gampang dipersenin 20% dijamin mau, daripada nganggur.  Tapi sambungnya ide dia itu jangan sampai diketahui agen angkot, wah lebih hebat lagi kejadiannya, supir-supir angkot akan pindah profesi bukan ngangkut orang tapi akan jadi sopir pengangkut premiun. Caranya sama dengan sepede motor tadi, isi penuh-penuh tangki di SPBU “A”, segera setor ke pool, kuras tangki.  Kemudan isi lagi di SPBU “B” setor lagi ke pool. Tigakali saja sehari tiap supir angkot mengangkut BBM udah jebol itu subsidi. Sebab satu agen punya ribuan armada angkot. Apa pengelola negeri ini kalah taktis dengan bang “Kereatif” tetangga saya atau  bang “Kereatif” memang hebat.  Atau sengaja untuk membuka lapangan kerja baru.

Saturday 13 April 2013

SUJUD TERAKHIR

Mentradisi sudah di Jakarta, kalau mengadakan pesta pernikahan  di kampung tempat tinggal pengantin wanita, bila pilihan bukan dilaksanakan di gedung-gedung tempat pesta. Gelar acara pesta pernikahan biasanya dimulai sejak pukul sembilan pagi dan akan disudahi pukul sembilan malam. Acara nikah langsung pada pagi harinya di rumah kediaman dan langsung dijadikan arena pesta walimatul urus itu. Sudah maklum, jalan umum masuk melintasi ke rumah pengantin ditutup untuk kendaraan umum, dijaga ketat satpam RW setempat, keluarga mempelai mengantongi ijin yang berwajib tentunya.
Jamak sudah bagi para undangan, membidik waktu yang tepat untuk hadir adalah sesudah waktu shalat dzuhur, menjelang shalat ashar bahkan sampai magrib. Pertimbangan karena udara sudah mulai redup maklum biasanya tidak pakai AC. Kalau sesudah magrib tidak begitu banyak lagi yang datang, entah kenapa, mungkin perhitungan undangan, konsumsi sudah tinggal koret-koret.
Benar juga di keluarga pak Rahmat di bilangan jalan kampung di Jakarta pusat itu, undangan mulai ramai berdatangan menjelang shalat ashar. Para tetamu datang langsung menuju gerbang penerima tamu, menulis nama dan mencemplungkan amplop ke dalam tempayan yang disediakan, beriring antri menuju panggung tempat pengantin didampingi ibu/ayah kedua mempelai bersalaman mengucapkan “selamat” yang dijawab “terimakasih”.
Ketika adzan ashar berkumandang di masjid tak jauh dari rumah mempelai, undanganpun masih juga bergerak. Setelah agak berapa lama kemudian, ketika magrib sekitar tinggal 45 menitan lagi, si mempelai wanita berbisik pada suaminya yang telah resmi beberapa jam yang lalu itu. “Bang saya sebentar ke kamar ya bang”. Dijawab mempelai pria “ngapain, tu tamu sebentar-sebentar masih ada”. “Ini bang mumpung ada sleg (jeda tamu agak jarang-jarang), saya izin belum shalat ashar”. Mempelai pria menjawab “Ooh,,,,,, kalau begitu beritahu mamah”. Si Mawaddah, pengantin baru ini bergeser ke mamahnya dan bisik-bisik. Terjadilah dialog sebagai berikut:
Mawaddah         : Mah saya sudah izin bang Kohar untuk ke kamar, shalat ashar dulu, setelah shalat saya kembali lagi.
Mamah        : Jangan ngaco kamu, inikan masih ada tamu, sholat kan dapat diundur nanti.
Mawaddah        : Tidak mah, sekarang ashar tinggal sedikit, kurang dari 45 menit, toh saya sholat kan paling banter sepuluh menitan, insya Allah saya kembali.
Mamah        : Iya kamu kembali, tapikan dandananmu habis semua, mendandani seperti ini kan tidak mudah.Tukang dandan kan sudah pulang.
Mawaddah        : nggak apa-apa mah, saya dandan sendiri seadanya nanti setelah sholat.
Mamah        : ngaco kamu, malu kan dilihat tamu, pengantin kok dandanannya ancur-ancuran.
Mawaddah        : saya lebih mau lagi mah di hadapan Allah nanti,kalau wajah saya kusut masai, karena sengaja meninggalkan sholat ashar.
Ketika sholat zuhur, setelah sholat kedua mempelai ganti baju dan didandani lagi oleh  tukang rias pengantin, yang sengaja disewa oleh keluarga mempelai wanita.
Akhirnya pengantin wanita ini, langsung meninggalkan pelaminan karena dia teringat bahwa taat kepada orang tua berbatas, sepanjang ketaatan itu tidak bertentangan dengan ketaatan kepada Allah. Sambil menggamit kemenakannya perempuan masih kecil (sekitar delapan tahunan), untuk menemaninya ke kamar.
Diapun berwudhu di dalam kamar pengantin yang ditata apik itu, ada kamar mandi di dalam dan sekaligus dapat buat wudhu. Mukanya dibasuh tentu saja make-up nya larut bersama air wudhu.
Singkatnya setelah menggunakan mukena dan menggelar sajadah, Mawaddah pun sholat ashar. Ternyata pada sujud di rekaat kedua, Mawaddah tidak bangkit lagi dari sujudnya, sampai sakarang, sampai akhirnya keluarga mempelai melongok ke kamar pengantin untuk mencari tau kenapa lama sekali tidak kembali. Rupanya Mawaddah telah kembali kepangkuan Ilahi untuk selama-lamanya. Teman kecilnyapun tak menyadari bahwa tentenya sujud begitu lama, karena sudah tiada.
Betapa indahnya akhir hidup seorang pengantin wanita, yang sholehah tersebut, sehingga wajar sampai sekarang sejak kejadian 2 tahun lalu itu, bang Kohar belum ingin mencari ganti istri baru walau kehidupan suami istri sama sekali belum dijalaninya. Alasannya sederhana, dia belum menemukan calon isteri yang shalehah seperti mendiang istrinya itu.
Kasus ini adalah baik menjadi i’tibar bagi para calon penerima mantu. Kiranya adalah baik jika acara walimatul urus itu dirancang sedemikian rupa agar tidak sampai ketinggalan sholat. Banyak terjadi baik pelaksanaan pesta di gedung maupun di rumah sendiri, para pihak yang terlibat langsung dalam pesta, kedua mempelai, ayah dan ibu kedua mempelai dan para pengayom tamu, absen sholat beberapa waktu, jika acara tidak dirancang dengan sempurna. Shalat zuhur tertinggal karena sedang seru-serunya, asharpun luput karena tanggung tamu masih banyak. Shalat magrib lewat karena memang singkat, shalat isya tak dikerjakan karena baru capek-capeknya dan akhirnya shalat subuhpun lepas karena karipan, kemarin kecapean bangun kesiangan.




Friday 12 April 2013

NYESAL

Seorang tukang bangunan, mulai berkarier sejak umur 16 tahunan setamat dari SMP di kampungnya, merantau ke Jakarta mengadu nasib masuk sebagai pekerja kasar membangun rumah.  Tidak heran dari proffessi yang digelutinya sudah 48 tahun itu, kini ia telah tumbuh menjadi kepala tukang professional. Ilmu pertukangan yang digelutinya secara otodidak, boleh berlatih dan mencontoh itu, berkat ketekunnya ia menjadi seorang tukang yang sangat piawai. Ia bisa berperan sebagai tukang batu, menyusun dinding bangunan, iapun sanggup menjadi pengatur formula adukan semen/pasir/koral untuk buat cor-coran, pas sekali memplaster dinding,  tepat buat melepoh susunan bata, juga ahli pasang lantai dari mulai kramik sampai mar-mer. Dia juga sangat cekatan menjadi tukang kayu, membuat kusen segala model pintu dan jendela, aneka model rancangan  profil. Tidak itu saja, diapun mahir menjalankan  stang las menyambung besi, mendisain  model pagar dari model minimalis sampai berkelas. Itulah sebabnya pak Slamet ini disayang sangat oleh Bosnya pelaksanan  bangunan pemborong pekerjaan pembagunan di banyak gedung di kawasan Jakarta, baik bangunan swasta, maupun bangunan pemerintah, mulai dari gedung kantor sampai rumah tinggal para pembesar negeri ini.  30 tahun terakhir ini pak Slamet dipercaya oleh perusahaan tempat ia bekerja, sebagai mandor,  setelah tujuh tahun menjadi kepala tukang.
Diusianya yang ke  64 (enam puluh empat) tahun sekarang ini timbul pikiran baru dari pak Slamet, ingin menghabiskan masa tua pulang ke kampung halamannya, kumpul keluarga. Karena selama ini beberapa bulan sekali ia pulang kampung menjenguk istri dan anak, sambil mengasi nafkah isteri dan anak. Kini sudah punya belasan cucu, sukurang-kurangnya anak-anak pak Slamet lumanyan menamatkan pendidikan agak tinggi dari dirinya, satu dan lain hasil dia membanting tulang memeras keringat mulai dari jadi kuli bangunan, jadi kepala tukang dan kini jadi mandor. Walau sangat sederhana, siapa ndak kenal pak Slamet di kampungnya punya rumah lumayan besar berdiri di lahan yang cukup luas. Punya pula sumber pengasilan lain bertaman fanili dan beberapa bidang sawah.
Niat yang sudah bulat dan sudah dirembugkan dengan istri anak dan mantu itu, disampaikan kepada Bosnya. Berita ini mengagetkan si Bos, sebab Pak Slamet  orang andalannya, dia berperan dan pemberi  andil kemajuan usaha si Bos. Perusahaan bangunannya selalu unggul dalam berbagai tender, tidak kecil peranan pak Slamet dalam membuat perhitungan yang tepat. Setelah menjadi pemenang tender, melaksanakan pembangunan hampir tidak pernah mendapatkan klaim. Terjadi dialog yang cukup seru tetapi haru antara anak buah dan majikan, akhirnya apa boleh buat bagaimanapun akrabnya hubungan kerja mesti disudahi dengan berpisah, dalam dunia pekerjaan formal disebut pensiun.
Terdapat beberapa kesimpulan dari hasil dialog itu adalah:
  1. Bahwa pesrusahaan akan memberikan pesangon, sesuai hitungan yang berlaku dalam ketentuan perusahaan dan undang-undang perburuhan.
  2. Bos perusahaan mengajukan permintaan terakhir kepada pak Slamet, minta semacam kenang-kenangan. Si Bos minta dibangunkan sebuah rumah di atas tanah lebar 12 meter panjang  panjang 25 meter berlokasi di Jakarta pusat. Bos katakan, “karena ini bangunan kenang-kenangan, tolong pak Slamet disain sendiri modelnya, bahan bangunan tolong rencanakan dan belanja sendiri, tukang yang diperlukan berapa banyak dan biaya yang diperlukan seluruhnya atas tanggungan  pribadi saya”.
  3. Uang pesangon akan dibayarkan perusahaan setelah rumah selesai dibangun tersebut  point 2 selesai.
Empat bulan kemudian rumahpun selesai dibangun, al hasil ketika kunci diserahkan kepada si Bos, Bos menerima kunci itu, kemudian dikembalikan kepada pak Slamet dengan ucapan: “Ini rumah saya hadiahkan kepada engkau, atas jasa-jasamu selama ini membesarkan usaha saya. Rumah ini silahkan engkau tempati jika engkau ke Jakarta”. Selanjutnya Bos  sengaja mengundang beberapa staff perusahaan di ruang rapat, menyerahkan sejumlah uang sebagai pesangon seperti yang dijanjikan.
  1. Betapa bahagia dan haru pak Slamet menerima hadiah itu, tetapi timbul penyelesalan dalam dirinya yaitu: Bangunan itu dikerjakan asal-asalan, sebab mengejar target segera selesai karena agar lekas menerima pesangon.
  2. Bahan bangunan yang digunakan juga bukan kelas 1, sebab tidak ada pesanan utuk itu, walau semuanya diserahkan wewenang untuk menentukan bahan bangunan kepada dirinya. Jalan pikirannya adalah agar tidak terlalu banyak bos mengeluarkan dana, dipilihkan bahan-bahan kelas dua, disamping itu mudah mengerjakannya.
  3. Sedikit terselip kurang ihlas dalam melaksanakan pembangunan tersebut, sebab sudah merasa ingin resign tapi masih saja digandoli dengan syarat.
Begitulah agaknya kita hidup di dunia fana ini, kita diperintah Allah untuk membangun kediaman yang sebaik-baiknya di akhirat nanti. Walaupun sudah banyak mendengar dan mengetahui dari ajaran agama bahwa ibadah/amal kita di dunia ini akan kita dapatkan diakhirat kelak, kadang kita beramal asalan-asalan, beramal tidak ikhlas dan banyak beramal hanya mengejar taget untuk mengggugurkan kewajiban.