Sunday 19 January 2014

KASIH SAYANG MENUNTUN KESUKSESAN DAN KEKAYAAN



Suatu ketika, Pipit berjalan pulang ke rumah. Ketika sampai, ia melihat ada 3 pria berjanggut tebal sedang duduk di halaman depan. Ia tidak mengenali mereka.
Dengan tersenyum ia menyapa, “Aku tidak mengenal Kalian, tapi aku yakin kalian pasti orang baik-baik yang sedang lapar. Mari masuk, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut.”

“Apakah suamimu sudah pulang?” tanya salah seorang pria.
“Belum,” jawab Pipit.“Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suamimu kembali,” lanjut salah seorang pria lagi.
Saat senja, ketika keluarga itu berkumpul, Pipit menceritakan kejadian itu pada suaminya. Kebingungan, sang suami lalu berkata, “Sampaikan pada mereka, aku telah kembali dan mereka boleh masuk untuk menikmati makan malam.”
“Maaf, kami tak bisa masuk bersama-sama,” kata ketiga pria itu hampir bersamaan.

“Mengapa?” tanya Pipit heran.
Salah seseorang pria pun berkata, “Namanya Kekayaan,” sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya.
“Sedangkan yang ini adalah Kesuksesan,” ia memegang bahu pria berjanggut lainnya. “Dan aku sendiri bernama Kasih-sayang. Sekarang, tanyakan pada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk.”

Semakin bingung sang suami. “Oh, menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, ajaklah Kekayaan masuk. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan.”
Namun Pipit tak setuju. “Sayangku, mengapa bukan Kesuksesan? Sebab sepertinya kita butuh dia untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita.”
Anak mereka yang mendengarkan percakapan itu pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah mereka. “Bukankah lebih baik kita mengajak Kasih-sayang masuk ke dalam? Rumah kita akan nyaman dan penuh dengan hangatnya Kasih-sayang.”“Baiklah, ajak masuk Kasih-sayang kesini. Dan malam ini, ia menjadi teman santap malam kita,” kata sang suami.
Pipit kembali ke luar dan bertanya, “Siapa diantara Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kami malam ini.”
Si Kasih-sayang berdiri, berjalan menuju beranda rumah, dikuti dua pria berjanggut lainnya.

“Tunggu, aku hanya mengundang Kasih-sayang, mengapa kalian ikut?” tanya Pipit pada Kekayaan dan Kesuksesan.

“Bila Anda mengundang Kekayaan atau Kesuksesan, maka yang lain akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang Kasih-sayang, maka kemana pun ia pergi, kami akan ikut. Dimana ada Kasih-sayang, maka disitulah Kekayaan dan Kesuksesan ikut serta. Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si Kasih-sayang yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan jalan kebaikan pada kami. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan menjalani hidup ini,” jawab Kekayaan dan Kesuksesan bersamaan.
Cerita ini dikutip dari tulisan rekan saya group facebook Gatot Sugiharso, seorang penulis berpengalaman dan kreatif tak kering ide terutama cerita humor.
Dari kiasan cerita tersebut bahwa dapat disimpulkan bahwa kasih sayang lebih utama dari kesusksesan dan kekayaan. Bila disuruh memilih selain kasing sayang, tentu pilihan kedua adalah kesuksesan, sebab kesuksesan sebagai apapun profesi anda kekayaan akan ikut serta. Namun demikian apalah artinya kekayaan dan kesuksesan kalau tidak ada kasih sayang dalam sebuah rumah tangga.

Sunday 12 January 2014

HARI ESOK



Setiap manusia normal dan sudah berakal, pasti telah merencanakan masa depan dirinya. Masa depan kadang disebut hari esok, yaitu hari-hari sesudah hari ini. Hari esok tersebut dapat dibagi menjadi hari esok di dunia dan hari esok sesudah dunia ini kita tinggalkan, yaitu hari esok di akhirat.
Hari esok di dunia dibedakan atas jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek mulai keesokan hari, minggu depan, bulan depan tahun depan mungkin sampai lima tahun kedepan. Sedangkan jangka panjang dipersiapkan untuk kurun waktu puluhan tahun termasuk persiapan buat anak dan keturunan. Sedangkan hari esok di akhirat adalah hari yang panjang yang ada permulaan tetapi tidak berujung, kekal abadi. Permulaannya adalah setelah kita memasuki pintu gerbang yang namanya “maut”.
Guna mempersiapkan masa depan jangka pendek dan jangka panjang di dunia itu kitapun berihktiar dengan berbagai cara untuk mencapai cita-cita yang direncanakan. Semasa muda menuntut ilmu untuk mempersiapkan bekal dalam membangun kehidupan. Setelah dewasa  berumah tangga, memperoleh anak keturunan, maka persiapan untuk jangka panjang anakpun dimulai. Anak yang diproyeksikan meneruskan kehidupan kita, kita didik dengan pendidikan yang baik, diarahkan agar kelak sukses kalau boleh melebihi kita dalam membangun hidup ini.
Tidak kurang diantara kita, berusaha untuk memasukkan anak di sekolah TK favorit agar kelak diterima di SD berkualitas. Selama duduk di SD banyak diantara Bapak dan Saudara yang memantau prestasi anak agar nanti mempunyai nilai baik supaya dapat masuk di SMP favorit. Begitu seterusnya di SMP dipantau prestasi anak agar punya NIP tinggi supaya  diterima di SMA teladan yang kelak mudah masuk ke perguruan tinggi dengan jurusan yang diprediksi akan sukses dalam persaingan kehidupan yang sudah semakin ketat. Untuk itu orang tau tidak sayang mengeluarkan uang, guna membayar les privat buat anak  mereka dalam mata pelajaran tertentu, agar mempunyai nilai yang baik. Begitu persiapan dan ikhtiar yang kita lakukan untuk hari esok anak kita, khususnya dalam mempersiapkan masa depan di dunia.
Guna mempersiapkan masa depan diri dan anak di dunia itu kitapun bekerja keras agar mempunyai kemampuan dana yang cukup membiayai rencana persiapan masa depan diri dan anak keturunan itu.
Memang agama mendukung aktivitas mempersiapkan masa depan di dunia dan masa depan anak keturunan itu. Adalah seorang sahabat nabi ketika sedang sakit, dikunjungi oleh Rasulullah Muhammad s.a.w.  yaitu sahabat Rasulullah bernama SA’AD bin Abi Waqqash.
Dalam keadaaan sakit, beliau mengatakan kepada Rasulullah bahwa dianya punya anak perempuan merupakan pewaris tunggal dari hartanya.  
Sa’ad bin Abu Waqqas bermaksud mewasiatkan hartanya untuk dipergunakan bagi kepentingan agama, dalam Hadist riwayat Bukhari Muslim dengan dialog antara Rasulullah dengan Sa’ad sebagai berikut:
Wahai Rasulullah, (apakah) aku (boleh) berwasiat dengan seluruh hartaku? Beliau berkata: ((Tidak)), aku berkata: (Kalau begitu) setengahnya? Beliau berkata: ((Tidak)), aku berkata: (Kalau begitu) sepertiganya? Beliau berkata: ((Ya, sepertiganya, dan sepertiga adalah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin dan meminta-minta kepada orang lain, dan sesungguhnya bagaimanapun kamu menginfakkan hartamu, maka itu adalah shadaqah, sampai sesuap (makanan) yang kamu masukkan ke dalam mulut istrimu. Dan boleh jadi Allah mengangkat (derajat)mu sehingga orang-orang mengambil manfaat darimu, sedangkan orang-orang yang lain mendapatkan mudharrat dengan (keberadaan)mu))
Hadist diatas memberikan pelajaran buat kita, bahwa menyiapkan harta dunia untuk anak keturunan kita, untuk masa depan mereka menjalani hidup ini adalah amat dipentingkan dalam ajaran agama agar, dzuriat keturunan kita tidak menjadi beban masyarakat.
Jadi tidaklah salah orang tua mengumpulkan harta untuk anak-anak mereka. Kemudian tentu tidak salah juga bahkan sangat-sangat dianjurkan orang tua membekali anak-anak mereka dengan ilmu untuk sarana mencari rezeki selama hidup di dunia. Karena itu tidak salah pula dan banyak dilakukan oleh orang tua, bila anak-anak mereka terlihat di dalam rapotnya, mata pelajaran tertentu misalnya matematika kurang baik, memanggil guru les ke rumah, kemudian ketika mendekati ujian masuk perguruan tinggi mengikuti BIMBEL di mana-mana. Langkah tersebut adalah suatu langkah terpuji.
Tetapi disadari atau tidak bahwa diantara kita ini banyak tidak adil mempersiapkan masa depan atau hari esok buat diri kita dan anak keturunan kita. Kita bertindak berat sebelah, kita banyak berat ke persiapan hari esok,  persiapan kedepan untuk dunia, tetapi banyak diantara kita hanya membuat persiapan kedepan, hari esok untuk akhirat sekedarnya saja, sambil lalu. Padahal masa depan hari esok di akhirat itu, akan lebih kekal lebih lama tiada berujung. Kita tidak terlalu risau bila pengetahuan agama anak kita hanya sekedar tau bahwa dirinya menganut agama, kita tidak risau bila anak kita tidak ikut shalat berjamaah ke masjid. Kita tidak mendorong anak-anak kita untuk mengikuti majelis-majelis ilmu agama legal di masjid-masjid besar.
Kenapa saya katakan legal di masjid-masjid besar, karena insya Allah di tempat tersebut diajarkan ajaran/dakwah agama yang murni dan standar yang tidak dikhawatirkan sesat dan menyesatkan. Jangan sampai pula generasi muda kita terjerembab ke perlakuan menyimpang, misalnya menjadi penganut paham radikal yang ditakuti dan dikutuk bersama oleh pemerintah dan pemuka agama dewasa ini.
Saya pernah mengimami sholat jenazah di sebuah rumah sakit besar di Jakarta, lantaran salah seorang famili meninggal dunia. Jenazah akan dibawa ke daerah dengan pesawat terbang. Setelah dimandikan di rumah sakit akan dishalatkan oleh sanak famili yang ada di Jakarta. Bagusnya karena famili semua, maka mereka tidak segan untuk bertanya, setelah saya dengar terjadi diskusi tentang takbir shalat jenazah, ada sebagian menyebutkan tiga takbir, ada yang menyebut empat takbir. Yang terlibat diskusi bukan saja remaja tapi ibu-ibu dan bapak-bapak mereka. Merekapun bertanya bagaimana bacaannya dan lain pertanyaan. Sementara sayapun melihat sebagian dari Bapak mereka membawa buku kecil dan membalik-balik buku untuk mencari bacaan yang harus dibaca di shalat jenazah. Ini mengindikasikan banyak diantara mereka belum terbiasa shalat jenazah.  Phenomena ini menunjukkan betapa mendasarnya pengetahuan agama anak-anak kita dan sebagian kita, hanya tau agama betul-betul dikulitnya saja. Padahal soal shalat jenazah ini harusnya sudah diajarkan sejak kecil. Bahkan Rasulullah memotivasi ummatnya; untuk orang menshalatkan jenazah dengan pahala satu qirat yaitu sebesar gunung Uhud dan bagi si Jenazah dishalatkan seperti dalam Hadist riwayat Dailami dari Abdullah bin Mas’ud, jika jenazah dishalatkan sebanyak tiga shaf akan diampuni dosanya. Betapa sedihnya jika kita sudah jadi jenazah, anak kita bukan sibuk mengajak orang shalat agar kita diampuni, tetapi hanya sibuk memotret untuk mengabadikan kita dishalatkan ustadz. Keadaan ini benar terjadi, sebab kediaman saya dekat dengan masjid, sering melihat si mayit dimasukkan ke masjid untuk dishalatkan, sambil menunggu selesai shalat wajib. Sementara banyak pengantar yang menunggu, duduk-duduk di luar masjid menunggu sampai jenazah keluar masjid dibawa ke pekuburan.
Al hasil sebelum shalat jenazah famili kami tersebut, saya memberikan penjelasan kepada hadirin tentang kafiat (tata cara shalat jenazah), berikut bacaan pendek-nya yang saya diktekan dan dibaca bersama berkali-kali untuk  dilafalkan dalam kursus kilat itu. Biarlah,   saya katakan bacaan panjangnya saya bacakan dan nanti kita baca ketika selesai shalat dalam acara do’a. Meskipun sebetulnya, shalat itu sendiri adalah do’a untuk si mayit, jadi selesai shalat jenazah langsung dapat diberangkatkan. Tapi menjadi kelaziman di negeri ini sepertinya kurang afdhal jika tidak dibacakan do’a lagi setelah shalat.
Ini sebuah gambaran bahwa pendidikan agama kita dan anak-anak kita sudah sempat terabaikan, kita lebih banyak mempersiapkan hari esok jangka pendek yaitu di dunia,  padahal Allah mengingatkan dalam surat Al-Hasyr (59:18) 
 
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat);