Sunday 30 December 2012

RENUNGAN PERGANTIAN TAHUN

Pergantian tahun tetap saja berlangsung, setiap tahun yang sedang berjalan pada tanggal terakhir. Tidak ada suatu kekuatan atau kekuasaan yang dapat mencegah pergantian tahun sepanjang dunia belum kiamat. Tahun tetap berganti dalam kondisi apapun, baik dalam suasana damai atau perang, dalam perekonomian krisis atau normal. Di penghujung tahun, lumrah di seluruh dunia menandainya dengan berbagai acara, sederhana tetapi khidmat dan tak kurang juga yang meriah dan berpoya-poya menghabiskan biaya.
Para ustazd tidak kecuali para rohaniawan pemuka agama apapun, selalu menghimbau, agar umatnya menandai pergantian tahun dengan introspeksi diri dan bertekad mengubah menjadi lebih baik langkah ke depan. Setiap rohaniawan agama apapun mengingatkan umatnya bahwa pergantian tahun membuat umur bertambah, tetapi pada hakikatnya kesempatan/masa hidup semakin berkurang.
Khusus dalam agama Islam paling kurang setiap pergantian tahun setiap diri merenungkan tiga hal penting  yaitu:
1.    Amal perbuatan yang telah dilakukan ditahun-tahun yang lalu untuk selanjutnya bila banyak amal yang tidak baik/yang dilarang Allah, segera meminta ampun dan bertaubat , dengan tekad tidak akan mengulangi perbuatan tersebut ditahun-tahun mendatang. Bila dirasa ada perbuatan kebaikan, ditingkatkan dan diteruskan di tahun-tahun mendatang. Jika terdapat kesalahan dalam hubungan dengan sesama, minta maaf kepada siapa-siapa yang pernah dizalimi, selanjutnya berupaya untuk menjaga diri di masa tahun-tahun mendatang tidak mengulangi kesalahan kepada sesama.
2.    Amal perbuatan apa yang harus/akan dilakukan ditahun depan menggunakan umur masih tersisa. Usaha apa yang harus dijalankan untuk dapat mempertahankan kehidupan, jika sisa usia itu masih lama, sebab, tidak seorangpun yang mengetahui berapa lama sisa kesempatan hidup yang diberikan Allah untuk kita masing-masing. Selama masih hidup perlu mempertahankan kehidupan itu agar layak, agar dapat melaksanakan ibadah meningkatkan amal baik. Untuk ibadah perlu badan yang sehat dan perekonomian yang kuat, keluarga yang harmonis, tatanan masyarakat yang aman/damai.
3.    Membuat persiapan untuk jangka panjang, yaitu kehidupan sesudah hidup ini di tempat dan alam yang lebih abadi. Persiapan tersebut harus dimulai tidak boleh ditunda, karena menyadari bahwa usia  tersisa jangan-jangan tidak berapa lama lagi. Pesiapan kehidupan sesudah hidup itu akan dilalui di pintu gerbang yang namanya MATI.

Setiap diri tidak ada kecuali, kita pasti akan mati, Allah berfirman di dalam surat Al-Mulk ayat 2

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
Di dalam ayat tadi Allah menegaskan beberapa hal:
1.    Mati dan hidup adalah kekuasaan Allah
2.    Tujuan Allah menjadikan kematian dan kehidupan adalah untuk menguji siapakah diantara kita yang lebih baik amalnya
3.    Dalam susunan ayat, Allah maha perkasa, digandengkan dengan sifat Allah maha pengampun.
Mati dikedepankan dalam ayat tersebut dari pada hidup, padahal kita alami bahwa kita  hidup dulu, terlahir dari perut ibu kita lebih dahulu baru mengalami kematian, kecuali bayi yang mati dalam kandungan ibu. Ayat ini tentunya ditujukan untuk manusia hidup agar direnungkan bahwa manusia sesungguhnya tidak selamanya hidup, tetapi suatu hal yang pasti  dalam saat yang belum pasti, pasti akan menemui mati. Sedangkan mati itu sepenuhnya kuasa Allah. Mati bukan lantaran sakit, mati bukan lantaran berada ditengah berkecamuknya perang, mati benar-benar ketentuan Allah. Sering kita dengar ungkapan “sebelum ajal berpantang mati”.  Di dalam Alquran ada dikisahkan tentang seorang nabi, yaitu nabi Yunus, ditelan oleh ikan dengan kuasa Allah tidak mati, oleh ikan kemudian didamparkan ditepi pantai. Di dalam  sejarah Islam, seorang sahabat nabi, Khalid bin Walid, berulang kali berada dalam kancah peperangan, tetapi beliau wafat ketika sedang tidur. Dalam kenyataan yang kita alami, banyak kasus seorang sudah sakit berat dirawat berbilang bulan di rumah sakit, kemudian sembuh sehat afiat dan dapat melanjutkan hidup puluhan tahun lagi. Sementara banyak kasus, seorang segar bugar baru saja bersenda gurau beberapa jam yang lalu bersama kita, tanpa sebab yang berarti meninggal dunia. Hal inilah yang selalu harus jadi perhatian dan kewaspadaan kita untuk senantiasa mengingat mati, sebab dia pasti akan tiba dan datangnya tidak dapat diprediksi.
Tujuan Allah menciptakan hidup dan memberikan kesudahan hidup dengan mati, menurut tersurat dalam ayat tadi adalah bahwa “Allah ingin menguji kita masing-masing, siapa diantara kita yang paling baik amalnya” Allah dalam ayat tadi tidak menyatakan bahwa akan menguji “siapa yang paling buruk amalnya”. Selanjutnya Allah di dalam Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 70 dan 71 memberi petunjuk bagaimana caranya agar Allah mengkondisikan kita baik amalnya, bukan itu saja  selain amal kita diperbaiki Allah, juga dosa kita diampuni-Nya.  Adapun resep agar amal kita diperbaiki oleh Allah itu adalah:
1.    Beriman.
2.    Bertaqwa
3.    Berkata benar
4.    Taat kepada Allah
5.    Taat kepada Rasul Allah.
Lengkapnya bunyi ayat tersebut sebagai berikut:
70. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,




71. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
Beriman.
Setiap orang yang sudah mengaku percaya bahwa bumi dan langit ini diciptakan oleh Allah, itu sudah termasuk orang yang beriman. Di dalam masyarakat jahiliahpun di Makkah ketika nabi memulai da’wah Islam, sebenarnya penduduk Makkah sudah beriman kepada ALLAH, sebab bila mereka ditanya siapa yang menciptakan langit dan bumi, dengan mantap mereka menjawab ALLAH. Dengan da’wah dan perjuangan puluhan tahun masyarakat yang sudah beriman itu barulah menjadi manusia-manusia yang taqwa. Secara singkat taqwa diartikan adalah  sebagai taat kepala Allah dan taat kepada Rasulullah. Jadi beriman belum tentu bertaqwa.
Berkata benar.
Berkata, sepertinya hanya diberikan Allah kepada manusia. Ada juga mahluk lain agaknya diberikan Allah kemampuan untuk berkata-kata, tetapi kata-kata mereka tidak dapat secara jelas dimaknai seperti hal manusia. Hebatnya kata-kata manusia dapat mengubah dunia. Kata-kata yang diucapkan seorang yang berkuasa misalnya; dapat membuat sebuah negeri aman sentausa, sebalik dapat juga dengan kata-kata seorang manusia yang berkuasa dapat mengubah sebuah negeri bahkan dunia menjadi porak poranda. Sejarah mencatat bahwa Fir’aun, dengan kata-katanya dapat  membuat bani Israil sengsara, setiap anak yang terlahir lelaki dibunuh. Diabad terakhir ini, dengan kata-kata seorang penguasa negara adidaya, sampai saat ini dampaknya, negara Irak masih porak poranda, dengan tuduhan memiliki senjata pemusnah masal yang kemudian tidak terbukti.
Untuk setiap individu agar mendapat jaminan Allah akan memperbaiki amal perbuatannya dalam sisa hidupnya kemudian mengampuni dosanya adalah dimulai dengan “BERKATA BENAR”, diikuti dengan beriman dan bertaqwa serta taat kepada Allah dan Rasulnya. Di ujung ayat surat Al-Mulk yang kita kutip dinaskah singkat ini, Allah menggandengkankan sifat-Nya yang “Maha perkasa” dengan sifat-Nya “Maha pengampun”. Jadi berarti jangan main-main dengan Allah,  DIA Maha Perkasa, dapat berbuat sekehendak-NYA, jangan kerjakan larangan-Nya dan jangan tinggalkan Perintah-Nya. Sungguhpun demikian bagi yang sudah terlanjur berbuat dosa jangan putus asa atas rahmad Allah,  bahwa Allah “Maha pengampun”. Segala dosa bagaimanapun banyaknya, bila bertaubat sungguh-sungguh dijamin Allah akan diampuni-Nya.
Demikian renungan pergantian tahun 2012 ke 2013 miladiah ini, semoga di tahun yang akan datang dan seterusnya jika usia masih ada, jika ijin Allah untuk kita masih menghuni punggung bumi ini, kita dapat mengamalkan “BERKATA BENAR”, beriman dan bertaqwa serta mentaati Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian Allah memperbaiki amal kita mengampuni dosa kita sehingga memperoleh kemenangan yang besar. Aamien...

Saturday 22 December 2012

GURATAN TANGAN DAN KORUPTOR



Ada-ada saja temanku di komunitas FB “Kotak Humor”, katanya “Guratan Tangan” atau ada yang menyebut “Retak Tangan”, semula setiap orang adalah polos, lantaran demikian hebatnya perjuangan  ketika proses kelahiran hingga terbentuklah garis-garis di tangan dan kaki seorang bayi.
Kuingat orang-orang tua dulu sering mengungkapkan bila seseorang suskes dalam hidup atau sebaliknya kurang beruntung dalam hidup, sering keluar kata-kata pasrah “mau dikata apa sudah suratan tangan”. Maksudnya bahwa nasib seseorang sudah ditentukan sejak semula yang tergambar di “Retak Tangan” bahkan puisi yang masih kuingat tentang pasrah sesorang yang kurang beruntung:
Bukan salah bunda mengandung
Buruk suratan tangan sendiri
Sudah nasib sudah untung
Hidup malang hari kehari

Rekanku komunitas FB “Kotak Humor” menceritakan bahwa ketika proses kelahiran seorang bayi mengalami shok berat. Selama kurang lebih lima bulan setelah janin menerima roh (roh mulai ada pada bayi usia kandungan 4 bulan), kehidupan calon bayi aman tenteram. Ia makan bersama ibunya, terlindung dari sengatan panas dan serangan dingin, pokoknya semuanya sudah terjamin. Tiba tiba proses kelahiran tiba, dia mengalami shok berat, berusaha meronta sebisanya, berusaha untuk memegang apa saja di sekitarnya, berusaha menendang apa saja yang mungkin ditendang. Menjelang keluar ia memegang kiri kanan atau atas bawah “jendela” keluarnya, disaat itulah tangan yang masih lunak itu tergurat membekas sampai tua, sesaat kemudian diapun menangis sekuat kuatnya dan juga kaki menendang “jendela” yang baru saja dilaluinya, mungkin maksudnya agar cepat berlalu, daan ……. tergores pula telapak kaki yang masih lembut itu. Bekas goresan itulah abadi di telapak tangan dan telapak kaki sampai akhir hayat, disebut orang dengan “Guratan Tangan” atau “Retak Tangan” atau “Suratan Tangan”.
Oleh “orang pintar” dikaitkanlah nasib keberuntungan orang dengan “Retak Tangan” itu, bahkan ada profesi yang berkembang yang mampu menafsirkan “Retak Tangan”. Sesungguhnya tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui nasib keberuntungan seseorang dimasa mendatang, sedang apa yang terjadi esok hari saja tidak seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti. Rifer kepada berita agama, bahwa memang anak manusia sudah ditentukan nasibnya oleh sang pencipta sejak kedalam raganya dimasukkan roh dalam kandungan ibunya. Sebagai salah satu kebesaran Allah s.w.t. sebagai pencipta bahwa setiap orang diciptakan berbeda “sidik jarinya”, padahal manusia kunjung kedunia ini yang hidup saja belakangan ini sudah tujuh milyar lebih.
Sejak terlahir kedunia ini rupanya manusia sudah secara insting; jika dalam keadaan terdesak, jika dalam kondisi tertekan, jika disituasi kejiwaan yang shok. manusia akan memegang apa saja didekatnya. Contoh lain apabila seorang mengalami musibah pelayaran, misalnya kapal ditumpanginya tenggelam, sepanjang masih ada tenaga akan segera mencari apa saja disekitarnya yang dapat dipegang, walau mungkin hanya dapat memegang kaleng biscuit, atau sepotong kayu, seutas tali pokoknya apapun,  untuk upaya mengatasi kemelut tersebut.
Terkait dengan para koruptor kita, para pembaca jangan khawatir si koruptor yang tadinya sebelum jadi tersangka; kemana-kemini, kesana-kesini dalam setiap wawancara di surat kabar maupun di TV menegaskan tidak ada sangkut pautnya dengan itu proyek. Pokoknya dianya tidak terlibat korupsi, bersih. Percayalah giliran jadi tersangka dalam keadaan shok dalam keadaan lain dari keadaan semula, ia akan memegang apa saja yang ada didekatnya. Ketika masih menikmati hasil korupsi, masing-masing dengan tenang saling melindungi. Tetapi setelah keluar dari keadaan yang menyenangkan itu, keluar dari kemewahan itu, maka ia akan memegang apa saja, menendang apa saja, yang ada disekitar “jendela” keluar dari kenyamanan menikmati hasil korupsi itu. Kalau bayi setelah melewati dengan selamat “jendela” keluarnya ia akan menangis sekencang-kencangnya, memegang apa saja dan menendang apa saja disekitarnya sehingga konon membuat tergores telapak tangan dan kakinya hingga tercipta “Retak Tangan”. Maka koruptor bila dia dipaksa keluar dari “jendela” ruangan kenikmatan, kemegahan, timbunan kekayaannya itu, dia akan “menyanyi semerdu-merdunya”, sehingga akibat pegangan dan tendangannya itu maka akan terciptalah alur aliran dana korupsi itu. Akan tergambar nanti dari mana sumber aliran dana korupsi,  kemana muaranya, dari sumber ke muara,  kemana saja aliran itu sempat singgah. Selanjutnya akan diketahui siapa yang menciptakan aliran itu serta sudah ditampung dimana saja hasil aliran itu. Namun itu semua memerlukan kegigihan pihak pemeriksa aliran itu. Segalanya akan menjadi gelap gulita bila pemeriksa aliran ikut minta dialiri, atau takut melihat kalau dihulu sana ada “gendruwo” yang bisa mencelakakannya. sebaliknya akan terang benderang bila para pihak yang memeriksa tidak sama sekali ingin kecipratan dan tak takut dengan “gendruwo” jenis apapun.

Monday 17 December 2012

OMZET

Omzet Surat kabar
Oplag (oplah), yaitu berapa jumlah exemplar yang harus diterbitkan setiap kali terbit. Untuk menentukan jumlah oplah perdana, bagi surat kabar yang baru terbit  dengan perkiraan jumlah pembaca sesuai dengan isi sasaran koran, akan memenuhi minat pembaca strata/kelompok tertentu. Selanjutnya setelah surat kabar tersebut berjalan mapan, perkiraan jumlah terbit sudah lebih mudah ditetapkan, berdasarkan daya serap pasar. Oplah sangat penting untuk kelangsungan hidup surat kabar yang bersangkutan guna penyusunan segala macam anggaran termasuk jumlah karyawan untuk mendukung  terselenggaranya penerbitan.
Era tujuhpuluhan diri ini pernah gabung di persuratkabaran. Alamat redaksi kami di bilangan K.H. Hasyim Asyari menuju Grogol. Di dalam suatu rapat para redaktur, membicarakan oplah, salah seorang kemukakan bahwa “surat kabar kita berharga mahal”, sehingga sulit untuk menaikkan oplah. Pernyataan berkonotasi keluhan teman saya itu dijawab Pemimpin Redaksi dengan menunjukkan sebuah lukisan air terjun yang di pajang di ruang rapat. Ditanyakan kepada beberapa orang diantara kami, berani membeli berapa andaikan lukisan itu dijual. Berbagai harga yang muncul dari redaktur yang ditanya seperti lelang saja suasananya. Pemimpin redaksi kemudian mengatakan bahwa harga yang disebutkan beberapa kolega saya itu merupakan wujud dari kurang memahami nilai lukisan tersebut. Seseorang yang mengerti nilai lukisan itu tinggi, akan bersedia membayar berapapun lukisan itu asal dapat mengoleksinya. Begitu selanjutnya ujar pemred kami, penilaian orang terhadap bobot surat kabar kami itu, mereka akan berani membayar tinggi walau halamannya tidak sebanyak surat kabar lain, sebab mereka perlu membaca isinya yang berbobot. Hebat juga pikir saya dalam hati, percaya diri Bos redaksi kami yang rambutnya sudah putih hampir 100% itu. Koran  tempat saya pernah bekerja antara lain bersama Bpk Abdurachman Saleh (mantan JAGUNG) itu kemudian dibredel pemerintah kala itu, tahun 1974. Syukur saya sudah alih profesi semester dua tahun tujuhtiga. Di profesi yang baru beda lagi standar menilai suatu benda harus dinilai atas dasar: “Marketability”, “Ascertainability of value”, “Stability of value” dan “Transferability “. Jelas bahwa lukisan tersebut tidak memenuhi syarat mudah dijual, harganya tidak pasti terbukti dalam satu ruangan saja berbeda ekstrim memberi harga, kestabilan harga tidak ada, tergantung selera peminat, mungkin satu satunya memenuhi syarat perihal lukisan gampang memindah tangankannya.
Kembali menyoal omzet atau oplah, jadi tidak cukup menyandarkan pada atas “PD” bahwa produk awak paling unggul, tetapi harus realistis dan berorentasi pada konsumen. Analog dengan itu berbagai produk barang, jasa dan ide yang dipasarkan ke tengah konsumen, besarnya omzet dapat diprediksi. Perlu diketahui ada produk tertentu besaran omzet demikian cepat sampai ke titik jenuh seperti antara lain sebagai berikut ini.

Omzet Tukang bubur
Seorang tukang bubur dengan posisioning menyiapkan sarapan pagi bagi sejumlah orang di lingkungan tertentu, juga punya omzet yang terencana dengan baik. Dari omzet itu dapat dipersiapkan berapa kilogram beras bahan bubur setiap hari harus dimasak berikut lauk pauk dan asesorisnya. Bila kelebihan memasak bubur di suatu hari tertentu, akan  merugi sebab bubur bersisa. Sebaliknya kalau memasak bubur kurang dari omzet pada hari tertentu juga akan membuat pelanggan kecewa, secara jangka panjang akan mengurangi pelanggan setia. Tukang bubur di suatu universitas, sekitar pukul sepuluhan persediaan buburnya sudah habis. Pernah saya tanyakan kenapa tidak menyediakan lebih,  agar pelanggan setelah pukul sepuluh masih dapat dilayani. Rupanya telah dicoba, bila disediakan lebih akan merugi, karena di atas pukul sepuluh memang ada satu dua orang yang ingin makan bubur, tapi frekwensinya jarang dan tidak banyak. Menjelang siang orang cenderung menuju makan siang, bukan lagi dengan menu bubur. Ada juga mahasiswa yang mengatur strategi makan pagi pukul sebelasan, tapi biasanya bukan bubur langsung nasi biasa. Mahasiswa begini biasanya malas buka dompet tiga kali buat makan. Jadi sarapan pagi dijamak ta’hir, kemudian tinggal disambung makan malam, maklum kiriman ortu terbatas. Jika ingin meningkatkan omzet harus membuka out let baru, buka lokasi baru untuk berjualan bubur. Sayangnya di sebagian tempat sudah ada tukang bubur, bahkan ada pula tukang bubur keliling.  Dalam persaingan ini, untuk menjadi pemenang harus memiliki cita rasa khusus yang enak, tidak sama dengan bubur-bubur lain. Harus memberikan pelayanan yang baik diikuti dijamin kebersihan dan kenyamanan suasana menyantapnya. Saya punya tetangga di Jakarta pusat, buka kios bubur di Jakarta selatan jauhnya berpuluh kilometer dari rumahnya. Untuk pergi  dan pulang dari/ke  lokasi yang bersangkutan harus mengangkut bubur dan perabotnya dengan mobil. Jualan bubur di lokasi itupun tidak  pula dapat setiap hari, karena kavling tempat menggelar bubur itu dipergilirkan oleh beberapa tukang  bubur, jadual diatur oleh pihak penguasa halaman gedung. Begitulah susah-susah gampang kehidupan di ibukota. Kata orang; sekejam-kejam ibu tiri masih kejam ibu kota. Ada rekan saya yang nimpali setega-teganya ibu tiri masih tegaan ibu kanduang, sebab makan diresteron “ibu kanduang” mesti bayar juga.

Omzet tukang sayur dorong.
Adalah dia “Maulana” seorang pemuda duapuluhan tahun, mengadu nasib di Jakarta dari tanah asal bilangan kota Pekalongan Jawa Tengah. Dianya walau sudah bertahun tahun mendorong gerobak sayur dan berbagai pernak pernik ibu rumah tangga di dapur, belum punya KTP DKI Jakarta. Ketika ditanya jawabnya enteng, “Jakarta mah terbuka pak, Jokowi aja belum punya KTP DKI Jakarta dapat jadi Gubernur”. Wilayah kerjanya Johar Baru sampai Cempaka Putih. Omzet jualan sayurnya sampai 600ribu. Dengan modal belanjaan, berbagai jenis ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran sekitar 400ribu. Jadi bila laku semua cukup hebat, dengan masa operasi 5 kali seminggu, empat juta sebulan masuk kantong, mungkin tak didapat kalau usaha di kampung halaman. Penghasilan empat juta itu sanggup mengalahkan pendapatan PNS panggat 3B, yang duduk ditempat kering.
Pernah Maulana terpikir untuk meningkatkan omzet. Dia belanja enam ratus ribu, terbayang dihitungan matematika jebolan sekolah menengah dikampungnya itu, tentu untungnya lebih 250ribu. Kenyataannya sebagian barang dagangannya tidak ada yang beli. Jumlah dagangan yang terjual tidak lebih dari omzet 600ribu. Karena sebagian ada dagangan tidak laku dan sebagian tak mungkin dijual lagi besok, terpaksa ikut masuk “kotak jali-jali” yang nantinya akan diangkut ke Bantar Gebang (tempat pembuangan sampah akhir). Akibatnya hari itu dia harus kehilangan keuntungan yang biasa diterima. Oleh karena itu dia kapok untuk meningkatkan omzet, rupanya omzet tukang sayur keliling demikian patokannya. Ketika dia cerita pada saya, saya berkelakar padanya “abis kamu kurang jujur”. Sambil menyeringai dia tanya “tak jujurnya dimana pak”. Kataku: “Kamu jual buah, jual daging, jual juga ikan asin dan ikan basah, termasuk tahu dan tempe serta bumbu dapur, tapi berteriaknya hanya sayuur-sayuur kadang yuur-yuur”, termasuk membohongi konsumen. Sambil tersenyum setelah menyelesaikan transaksi dengan isteri saya dan tetangga yang ikutan, iapun meneruskan mendorong gerobaknya tak lupa berteriak “sayuur-sayuuur.............. yuuur- yuuur”.

Omzet Tukang jahit
Kemampuan manual seorang tukang jahit dalam menyelesaikan jahitan, bagaimanapun dipacu jumlah yang sanggup dia kerjakan ada batasnya. Lebih dari batas itu si tukang jahit sudah tidak akan optimal lagi dalam menyelesaikan tugasnya. Katakan seorang penjahit sanggup menjahit selama delapan jam kerja, 6 potong celana panjang, itulah omzet yang dapat dilakukan si tukang jahit. Berapapun banyaknya order, tidak akan dapat dia melakukan melebihi kemampuan kerja itu, itulah sebabnya banyak penjahit terpaksa menunda  janji. Penjahit tertentu, jika kebanyakan order,  jalan keluar disubkan ke penjahit  lain. Jangan heran suatu ketika anda menjahitkan dengan langganan yang sama, setelah pakaian diterima, ternyata kenyamanan memakainya ada perubahan dari biasanya. Itu mungkin lantaran pengrajinnya disubkan, namanya hand made, lain tangan lain hasilnya. Guruku menjahit dulu, ketika kuberusaha untuk jadi muridnya, beberapa kali menolak. Setelah berulang kali aku magang di bengkel menjahit almarhum beliau, untuk memohon jadi murid, dia menjelaskan bahwa ia kasihan kepada ku kalau menjadi penjahit akan sering bohong. Sebab janji selesainya pakaian orang jarang dapat ditepati. Dianya tidak ingin saya jadi pembohong. Namun akhirnya, mungkin sebab upayaku tak bosan-bosan meminta belajar menjahit dengannya akupun diterima juga jadi murid beliau, sehingga profesi inipun sempat pula kulakoni sampai dapat membuat kios bersinergi dengan beberapa teman dari lain guru dan keahlian menjahit (seperti jas, kopiah dan topi serta pakaian wanita). Kami membuka kios semasa aku sambil menamatkan sekolah es em a di kampungku. Rupanya pengetahuan tersebut  sangat membantu untukku ketika pertama kali kumerantau di kampung orang. Sementara belum mendapat kegiatan yang berskala tetap dan lebih prosfektif, sekedar untuk dapat tumpangan makan dan nginap aku ikut di sebuah kios menjahit di tempat perantauanku yang pertama. Alhamdulillah makan dan tidur terjamin, lantaran ada ketrampilan menjahit tersebut. Kupahami bahwa ada omzet tertentu yang tidak dapat dilampaui pada profesi ini.
Dari berbagai profesi di atas dapat diketahui bahwa semuanya ada takaran tertentu yang sulit untuk dilewati, namun tetap saja ada jalan keluar untuk meningkatkan pendapatan dangan upaya menambah out let atau menganekakan kegiatan dengan kegiatan lain. Cerita sinetron “Tukang Bubur Naik Haji”, bukan mustahil, karena dia punya out let banyak berupa armada “bubur dorong” dan bahkan diwartakan si Sulam tengah berangkat ke Mekkah untuk buka out let disana. Begitu juga penjahit yang keren disebut taylor, bukan mustahil dapat mengembangkan usahanya, jika dapat meraup order yang banyak dari instansi dan komunitas tertentu dan menyelesaikan order dengan tenaga orang lain dengan pengawasan mutu dipegang sendiri. Bagaimana dengan tukang sayur keliling, mungkin  untuk mas Maulana disarankan untuk meningkatkan armada gerobak sayur dengan tenaga orang lain, modal dari mas Maulana dengan daerah wilayah operasi berbeda-beda. Harga gerobak sayur lengkap on the road di  Jakarta 800ribu sebagai investasi, modal kerjanya per gerobak 400ribu.
Semoga warta ini ada gunanya buat inspirasi anak muda dan mukin juga cucu muda kita yang kini sedang merajut masa depan ditengah suasana negeri kita,  dimana pemerintahnya belum sanggup secara optimal menyiapkan lapangan kerja.

Monday 10 December 2012

TANGKAL PUTUNG DARI TANAH KAYUNG


Kabupaten Ketapang, terletak di selatan Kalimantan Barat ini  sejak dulu di kenal dengan julukan “Tanah Kayung”. Kebanggaan penduduk setempat, karena dimasa silam tempat berkumpul orang-orang sakti mandra guna. Di era tahun 70an misalnya,  masih banyak disaksikan bila malam cerah, bersileweran di udara malam, orang  melayangkan “Tuju” yaitu sesuatu benda terbang bagaikan obor meluncur di udara kemudian jatuh di atap rumah orang yang dituju.  Benda menyala bagaikan obor  terbang  itu bukan api, melainkan terbuat dari telur, di dalamnya berisi jarum dan benda logam lainnya, setelah dibaca mantera-mantera, benda itupun meluncur ke udara,  diharapkan sampai ke sasaran.  Penghuni rumah yang “kempunan”, beberapa saat kemudian akan jatuh sakit. Begitu kata yang empunya cerita. Orang yang “kempunan” ialah anggota keluarga yang kebetulan dalam keadaan “lemah” sehingga pengaruh “Tuju” berdampak, atau orang terkena pengaruh “Tuju”  lagi apes.  Kata tetua kami dulu, orang yang terkena “Tuju” tidur terlalu sore atau dalam keadaan lupa, sebelum tidur tidak membaca do’a. 
Bagaimanapun saktinya pengirim “Tuju”, bila ketika “Tuju” terbang, sebelum sempat sampai mendarat di sasaran sudah kedahuluan diteriakan orang dengan teriakan tertentu maka “Tuju” akan jatuh di perjalanan sebelum sampai ke sasaran. Teriakan tersebut dilakukan ketika “Tuju” sedang meluncur di udara, dengan menjerit sekuat kuatnya, akan lebih manjur bila teriakan dilakukan bersama-sama. Oleh karena itu para pemuda kampung kami biasanya ketika malam berudara cerah duduk-duduk bersama, bercengkerama sambil mengantisipasi kalau ada “Tuju” yang melintas. Serentak orang yang melihatnya berteriak “Nasiiiii Goreeeeng”. Langsung “Tuju” tersebut jatuh sebelum sampai ke sasaran. Memang rupanya di dunia ini semuanya ada pengapesannya. “Tuju” pengapesannya; kata-kata teriakan “Nasiiii Goreeeng”. Ular pengapesannya bambu, sebab ular dipukul dengan apapun sulit mati, kalau dipukul dengan bambu, disentuh sedikit saja sudah mati. Begitu keras kemiri kalahnya dengan daun pisang kelutuk, begitu mudah dibelah dengan daun pisang. Batu permata “Kecubung” dikenal keras sulit dipotong, pengapesannya diolesi “Tai ayam lancung”.
Karena kesaktian sebagian penduduknya itulah makanya orang penduduk asli yang berasal dari “Tanah Kayung” sering dianggap memiliki ilmu kebathinan yang sarat. Kebetulan pula pada tahun-tahun kami masih kecil, hampir setiap orang meninggal, dikuburkan di “Tanah Kayung”, “mati bangkit”. Maksudnya orang yang dikuburkan, malam harinya akan menjelma menjadi “hantu bangkit”, gentayangan seperti orangnya masih hidup tapi sudah berwujud hantu mengganggu penduduk dan memangsa ayam peliharaan orang di malam hari.  Anehnya ayam hanya dimakan bagian jeroan yaitu hati dan empedal  ayam  saja yang diambil dari dubur ayam. Sedang badan ayam digeletakkan begitu saja di sembarang tempat di dekat kandang ayam, atau di halaman rumah pemilik ayam.
Sejatinya “Tanah Kayung itu” lokasinya bukan di ibukota kabupaten Ketapang , dengan motor klutuk ditempuh perjalanan mudik menyusuri tanjung dan teluk sungai Pawan kurang lebih empatbelasan jam. Lokasi ini merupakan pertemuan beberapa anak sungai yang membuat muara sungainya begitu sangat luas, dulu berombak bila ada sedikit angin. Disekitar lokasi inilah keberadaan “Tanah Kayung” itu, di mana konon apalagi manusia hewan saja mati, begitu dikubur di tanah itu akan bangkit. Manusia yang dikubur disitu, bangkit menjadi hantu, tidak dapat masuk lagi ke kubur dan menjadi hantu permanen disebut “Bangkit Benaun”.
BERASAL DARI DAYUNG PATAH
Adapun ahli patah tulang, dikenal dengan “Tangkal Putung”, keberadaannya berasal di kampung pesisir laut kurang lebih 18 KM dari titik nol Kabupaten Ketapang. Asal muasal “mbah” ahli tangkal putung tersebut sudah lama meninggal, kini tinggal anak cucu keturunannya meneruskan profesi itu, mungkin sudah generasi keempat atau kelima, namun kemanjurannya masih dapat disaksikan, setidaknya ketika saya masih sekolah es em a di kampungku. Kuingat ketika itu aku menjadi ketua panitia perpeloncoan, sekarang dikenal OSPEK. Salah seorang siswa baru disuruh seniornya mengelilingi lidi ditancapkan di tanah, dengan satu tangan memegang ujung lidi dan tangan satunya ditaroh di belakang. Entah berapa putaran lidi dikelilingin si yunior kepalanya pusing, akhirnya terjatuh terjerembab ke tanah dan apesnya satu tangannya patah, antara pergelangan dan siku terlipat. Segera kami larikan ke rumah sakit dan orang tua yang bersangkutanpun dihubungi. Dirumah sakit standar prosedurnya harus dioperasi kemudian di gip, dengan perban setelah itu posisi tangan nantinya digendong. Orang tua si siswa itu tidak setuju operasi, meminta agar dibawa ke ahli patah tulang yang istilah setempat “Tukang Urut”. Kamipun membawa si penderita ke rumah tukang urut dan segera dilayani oleh keturunan si “Tukang Urut”. Benar saja sebelum acara perpeloncoan berakhir, si yunior sudah hadir lagi, walau kami berikan dispensasi tidak mengikuti kegiatan.
Keahlian penyambung tulang patah ini, riwayatnya diperoleh mendiang orang tertua dari keturunan yang sekarang,  dari perguruannya melalui mimpi.  Kebiasaan orang pesisir adalah menggeluti pekerjaan nelayan dan pertanian kelapa dan ladang. Khusus musim laut tidak berombak besar “musim teduh” istilah setempat; ikan GEMBUNG berombongan merapat ke pantai laut dekat pesisir. Kawanan Gembung inilah yang diburu para nelayan, kadang nelayan dadakan. Ahli “tangkal putung” yang pertama rupanya juga nelayan dadakan, memburu kawanan Gembung, mereka  biasanya berangkat Ba’da Isa’ dan merapat ke pantai menjelang subuh. Karena nelayan dadakan maka biasanya peralatan menangkap ikan meminjam dari orang lain, dapat terjadi kebetulan pemilik tidak hendak melaut berhalangan atau sudah kecapean. Atau ada juga orang yang mampu dikampung itu punya beberapa set “pekarangan” (istilah mereka untuk alat-alat penangkap ikan) terdiri dari: perahu, jala dan dayung. Singkat cerita karena nelayan dadakan, maka diapun dengan beberapa orang teman dadakan juga meminjam “pekarangan”  milik orang lain berupa sebuah perahu, tiga buah dayung, dan dua utas jala. Peburuan Ikan Gembung malam itu cukup mengasyikkan dan berhasil lumayan, ribuan ekor Gembung sudah berhasil dimasukkan ke dalam perahu, namun sayangnya salah satu dayung pinjaman itu patah. Kesepakatan tidak tertulis masyarakat setempat, hasil tangkapan dibagi menjadi:  sepertiga untuk pemilik “pekarangan”  dua pertiga dibagi untuk kru yang ikut dalam rombongan. Setelah hasil dibagi, peralatanpun dikembalikan. Ketika mengembalikan terus terang dilaporkan bahwa salah satu dayung patah. Sangat terperanjat (kaget) bukan kepalang cikal bakal ahli “Tangkal Putung” mendengar pernyataan pemilik dayung. Dikatakan pemilik dayung, bahwa dayung tersebut adalah peninggalan almarhum kakek dari kakek buyutnya, dengan memakai dayung itu bila pergi berburu ikan tak pernah meleset, oleh karena itu si pemilik dayung tidak mau tau harus menerima dayung tersebut dalam keadaan utuh tidak bercacat. (punya nilai historis).  Tidak mau diganti dengan dayung lain meskipun model, bentuk yang sama, apalagi kalau dibayar dengan uang. Serta merta kegembiraan atas keberhasilan berburu kawanan Gembung menjadi sirna disapu oleh omongan ketus pemilik dayung.  Agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan dan untuk meredam emosi, menghindari pertengkaran yang tak berujung,  maka si peminjam dengan ucapan mohon maaf yang “beribu-ribu”, disaksikan banyak orang kampung, memilih pulang tersipu membawa “dayung patah” pulang ke rumahnya. Si pemilik dayung tidak puas begitu saja, setengah menjerit mungkin masih terbawa emosi, mengatakan “saya tidak mau kalau disambung”, “saya minta utuh dayung pusaka itu seperti sedia kala”.
Alhasil sedihlah dihati kepala rombongan pemburu Gembung itu, sehinga tak enak makan dan tak enak tidur untuk beberapa hari. Dua hari dia menghabiskan waktu di rumah, karena menanggung malu, kalau keluar khawatir ketemu orang, mungkin akan ditanya bagaimana tentang dayung patah, paling tidak enak lagi kalau ketemu pemilik dayung, maklum kampung tidak begitu luas. Kampung yang kecil itu semakin sempit baginya. Entah bagaimana pada malam yang ketiga ditengah kegalauannya itu dan di suasana yang sulit tidur dan sedikit makan, rupanya sejurus diapun tertidur juga. Dalam tidurnya dia bermimpi diajarkan oleh seorang tua berpakaian serba putih dengan jenggot yang lebat, bagaimana cara menyambung kembali dayung yang patah itu, agar sama sekali tidak terlihat bekas patahnya. Diajarkannya seuntai do’a sambil dayung tersebut disuruh urut, oleh orang tua jelmaan mimpi. Tidak buang kesempatan begitu terbangun langsung instruksi itu dilaksanakan, dan keajaiban terjadi. Dayung patah tersebut tersambung dengan sempurna sama sekali tidak nampak bekas patahan. Keesokan harinya dengan rendah hati ditemani oleh rekan sesama berburu Gembung empat malam lalu, mereka mengantarkan kembali dayung dalam keadaaan seperti sedia kala. Tentu pemilik dayung bolak balik mengamati dayung itu dari berbagai sudut dan arah, sebab rasanya ia tidak percaya dayung itu kembali utuh karena melihat sendiri ketika dayung dalam keadaan patah. Tapi tidak  pula dapat dipungkiri memang benda yang dihadapannya adalah dayung pusaka kesayangan itu, sebab tidak dapat disangkal ciri-ciri dayung itu tak mungkin dapat dipalsu. Cerita dayung tersambung itu menyebar ke seluruh penjuru kampung.
Tibalah suatu hari ada seorang pemuda jatuh dari pohon kelapa, posisi jatuhnya merosot sehingga ketika kaki mendarat ke tanah dalam keadaan mendadak, kakipun salah satunya patah berat. Keluarga penderita coba-coba membawa si patah kaki kerumah “penyambung dayung”. Diapun coba-coba juga mengurut orang yang patah kaki itu dengan do’a yang sama dengan menyambung dayung. Ternyata dalam waktu singkat patah tulang tersebut tersambung. Orang berkomentar, “JANGANKAN TULANG, DAYUNG PATAH SAJA DAPAT DISAMBUNG”. Sejak itulah tersiar kabar sampai keluar kampung dan bahkan keseluruh kerajaan MATAN yang salah satu wilayahnya adalah tanah kayung, keistemewaan ahli “tukang urut” patah tulang tersebut. Karena kebanjiran pasien,  hobinya memburu kawanan Gembung terpaksa dia tidak lakoni lagi. Musim Gembung berlalu berulang-ulang sampai akhir hidup yang bersangkutan  harus melewatkannya sebab waktu banyak tersita melayani pasien patah tulang dari banyak kampung sekitarnya, bahkan sampai merambah dari luar kerajaan MATAN. Kini anak keturunan mereka semuanya masih manjur sebagai ahli “Tangkal Putung”, walau mungkin tidak lagi se ahli beliau pertama, sampai berhasil menyambung dayung patah. Konon hanya anak cucu keturunan langsung kencang ke bawah yang manjur melaksanakan profesi ini. Kalau orang lain, misalnya menantu walaupun misalnya do’anya diajarkan tidak akan manjur.
Diri ini kemudian membuktikan di tahun 2008, pulang kampung, dibonceng saudara menapaki jalan sepanjang kurang lebih 75 km menuju pedalaman, dimana jalannya masih rusak berat. Di sepenggal jalan yang rusak berat, pengemudi motor yang saya tumpangi hilang keseimbangannya, sehingga motor terjatuh dan kami terpental dari sepeda motor. Saya jatuh dengan pososi miring ke kiri dan terasa sakit bukan main rusuk kiri saya. Menurut hasil photo ronsen salah satu tulang rusuk saya patah. Walau anak-anak saya di Jakarta tidak mengizinkan, saya di kampung datangi juga tukang urut keturunan  ahli tangkal putung itu.  Kini rusuk tersebut tidak ada keluhan lagi, sudah nyambung rupanya. Kedua anak saya yang memang mereka adalah dokter, mengomentari bahwa tulang rusuk saya itu nyambung sendiri biar tidak diapa-apakanpun, selama enam sampai sembilan bulan. Walahu alam bisshawab.
Ternyata di dalam kehidupan ini, dalam keadaan yang sangat terpaksa kadang oleh Yang Maha Kuasa diberikan jalan keluar.  Syarat utama untuk mendapatkan jalan keluar itu agaknya adalah berihtiar sekuat kemampuan termasuk berpikir keras untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bila sudah berusaha sekuat tenaga dan berpikir keras, upaya terakhir serahkanlah semua persoalan kepada Pemilik dan Pencipta  alam ini. Yakinlah akan diberikan jalan keluar.

Sunday 2 December 2012

KEHIDUPAN BAGAIKAN MARATHON TIADA BERFINISH


Era internet memang terasa sangat membantu, informasi demikian cepat dapat sampai keseluruh dunia, hanya dengan mengunjungi “dunia maya”. Alhamdulillah angkatanku walau semuanya sudah berada diujung senja usia kepala enam rata-rata, masih mengikuti teknologi dapat mengakses komunikasi canggih ini.  Undangan temu kangen komunitas mantan bebede cukup melalui internet,  seluruh Indonesia bahkan yang kebetulan di luar negeripun dapat segera mengetahuinya. Tidak heran kalau temu kangen 1 Desember 2012 penghadirnya luar bisa.
Seminggu sebelum acara diadakan rekan-rekanku dari Jawa dan  Kalimantan menghubungi pakai SMS, janjian kepengen mematut wajah nanti dipertemuan untuk mengukur sudah seberapa tuanya masing-masing.     
Pukul 10 pagi dalam pengumunan itu, acara akan dimulai. Tapi dasar saya sudah punya acara rutin semenjak bersabat dengan “diabetes” harus jalan cepat setelah matahari terbit selama satu jam setiap pagi, pukul 10 pas baru selesai. Kebiasaan ini selama kulakukan beberapa tahun terakhir ini, kadar gula darah terkendali dalam batas normal pengidap sakit gula type 2.  Eee rupanya kawan lama dari daerah yang pengen ketemu, SMS bahwa dianya sudah berada di “GR Mandiri”. Kontan kutanya dimana “GR Mandiri”. Rupanya yang dimaksud adalah bekas Kantor Pusat BBD. Dulu namanya “Bumi Daya Plaza”.  Kini sudah diganti nama, agaknya meskipun kusudah jadi warga negara Jakarta, “galin” (ketingalan informasi). Dalam hatiku berkata “sampai hati benar orang sekarang, rupanya sudah kurang suka segitunya dengan nama BBD, hanya sekedar namanyapun tidak mau lagi dipakai sebagai nama sebuah bangunan”. Pakai diganti nama Graha Mandiri. Sebenarnya kalau masih pakai “Bumi Daya Plaza” kan tetap keren juga nama itu. Apalagi kalau “gedung Bank Bumi Daya Kantor Pusat”
Singkatnya, cepat aku persiapkan diri dan meluncur ke lokasi yang tidak jauh dari kediaman kami, kurang dari 15 menit sudah tiba. Saya adalah penghadir dengan nomor enam ratus kurang empat.  Setelah mengisi daftar hadir langsung kubermaksud menuju ruang serba guna yang sudah cukup lama kukenal. Beberapa tindak ku berjalan ketemu sederetan Bapak-bapak seniorku dulu, berdiri berbaris bagaikan penyambut tamu dikondangan. Dengan ramah mereka menyapaku dan kusalami satu persatu. mereka menyarankan berdiri-diri saja diluar ini karena di dalam penuh sesak. Betul juga kulihat dilayar besar yang ditayangkan di luar, suasana di dalam begitu penuh para mantan bebede, konon bukan saja dari Jabodetabek dan sekitarnya tetapi juga dari daerah-daerah banyak yang datang. Buktinya teman-temanku dari daerah, ada dari Yogya, Semarang, Kediri.
Untuk sementara kuikuti saran dari salah seorang seniorku itu. Tetapi hati ini ingin ketemu teman-teman lain dan menggelitik ingin  tau bagaimana suasana ruangan serba  guna dulu yang begitu besar dan luas sehingga kalau Jumat berubah fungsi jadi masjid itu. Kumasuki ruangan itu, entah bagaimana menurut pemandanganku itu ruangan sudah menciut, apa karena usia ku bertambah, sehingga sesuatu yang dulunya besar sekarang jadi kecil, tapi yang jelas untuk masuk ke ruang serba guna itu harus melalui tangga, dulu ndak ada tangga.
Di ruangan aku tidak berhasil menemui teman yang janjian melalui SMS. Kontan ku SMS bahwa aku sudah datang tapi memilih berdiri diluar, karena ruangan penuh sesak. Ybs menjawab OK saya akan keluar dan kita ketemu nanti waktu makan. Benar saja setelah teman ini keluar kami dapat bertemu dan sempat banyak berhandai-handai, dikerubungi juga oleh kawan-kawan lainnya, yang seangkatan, setara dan se level. Atau  Bapak_Ibu  yang berada di level lebih atas tapi cukup ramah.
Masih menyoal lay out gedung. Tiba saatnya waktu zuhur masuk, ingin ke ruang sholat yang dulu begitu anggun, sayapun berusaha menuju ke tempat yang dulu biasa saya datangi. Ternyata setelah disapa satpam dan saya kemukakan maksud saya, diberi petunjuk sudah pindah dilantai bawah di ruang parkir. Wah nampaknya ini “atret” pikirku dalam hati. Dulu suasana ritual begitu dibina digedung ini, sekarang malah dikebawahkan. Benar juga setelah kusaksikan, ada perubahan mendasar suasana musholanya, yang jelas diruang parkir. OK lah yang penting masih disediakan, dari pada tidak sama sekali.
Susana temu kangen dalam komunitas suatu instansi, beda jauh dengan temu kangen mantan sekolah. Temu kangen mantan sekolah, betapapun masing-masing jadinya sekarang beda strata, beda pangkat, beda kaya, beda status sosial, tadinya berangkat dan berakhir pada keadaan yang sama. Misalnya mantan tamatan SMP tahun sekian, mantan tamatan SMA tahun sekian. Mereka yang bertemu kangen adalah orang-orang yang masuk dan tamat sekolah dengan keadaan yang sama. Nasib masing-masinglah yang membuat mereka sekarang berbeda. Sementara untuk temu kangen suatu komunitas seperti bebede tidak demikian, ada sebagian, sekali lagi sebagian pribadi yang masih tetap mamasang dirinya sebagai orang yang lebih tinggi. Hal ini saya saksikan ketika temu kangen kali ini dan temu kangen beberapa kali. Makanya banyak juga teman-teman yang ogah hadir, pernah tukar cerita utamanya sahabat di seputar ibukota.
Dengan jarak mungkin hanya empat lima meter, seorang teman yang kulihat dan dulunya kami saling mengenal dengan baik karena pernah berkantor selantai, dibagian yang sama. Tentu saja diri ini memberikan salutasi dari jauh padanya dengan penghormatan maksimal, kusatukan dua telapak tanganku dan kuangkat ke atas muka. Reaksi dari yang bersangkutan melihat kepadaku tapi bukannya membalas tetapi mata hitamnya dilihatkan ke arah lain, sementara wajahnya masih terlihat menghadapku. Maksud ku tadinya kalau ia membalas, penghormatanku itu disela-sela kerumunan banyak orang itu akan kuhampiri beliau untuk salaman dan berbasa basi sejenak. Tapi dengan respond yang hambar itu, aku tidak berani jadinya, kebetulan diapun sedang berdiri bersama kelompok para pembesar pada zamannya. Kuberguman kepada seorang rekan disampingku acuh sekali beliau itu, teman disampingku menjawab: “dia masih terus “bank merjeran” dan sempat mendapat kedudukan tinggi”. Oooh begitu rupanya, sudahlah kalau begitu. Mungkin dia takut kalau kita dekat-dekat dengannya bakal nyusahin. Sayapun maklum kesombongan beliau punya alasan.
Kejadian ini membuat kuingat kembali pada candaanku ketika masih aktif di bebede pada yuniorku. Kukatakan: kalau aku pensiun nanti, suatu saat saya kunjung ke kantor kalian, jangan dicuekin- yaa. Jangan dianggap saya datang untuk minta bantuan. Mungkin saja aku datang akan mengajak kalian makan siang.  Apa yang saya kemukakan ini juga disebabkan ada beberapa diantara orang pensiunan ketika itu, demikian keadaannya sehingga ada mantan kolega datang dengan membawa masalah dan minta bantuan. Lalu saya katakan kepada yuniorku tolong do’akan setelah pensiun nanti agar saya tidak termasuk kelompok yang kalian kurang senangi itu. Alhamdulillah sepertinya do’a semuanya diijabah Allah. Masa pensiun saya belumlah benar-benar pensiun, masih ada instansi/institusi yang mau pakai. Jadi kalau menerima kesombongan seperti teman tadi tentu tidak terlalu amat terpukul. “Biaying” (pinjam istilah cucu tetangga yang baru belajar ngomong) maksudnya “Biarin”. Sebab kita disombongi juga tidak rugi, kitapun mudah-mudahan tidak berkepentingan amat dengannya. Cuma kasihan, mereka lupa  bahwa: setinggi-tingginya jabatan pasti akan turun, sepanjang-panjangnya jalan mesti berujung, sepanjang-panjang kisah pasti berakhir. Kekayaan, Jabatan semuanya hanya sementara. Syukurnya orang seperti itu tidak banyak, yang terbanyak adalah ramah tamah penuh canda dan tawa renyah. Gembira bahagia dan teringat masa lalu penuh kenangan. Yang lebih muda merasa bertemu lagi dengan ayah ibu, sementara yang  tua merasa ketemu dengan anak-anak mereka.
Kadang manusia lupa bahwa “Kehidupan ini bagaikan marathon tidak berfinish”, baru usai permainan dunia ini bila napas sudah lepas dari badan. Pesiun bukan akhir dari perjalanan kehidupan. Tamat sekolah bukan akhir dari suatu kesuksesan. Banyak kasus seorang yang ketika di kelas waktu sekolah dulu, tidak dikenal-kenal amat, karena termasuk siswa rata-rata. Tetapi justru dalam perjalanan kehidupan dia tumbuh menjadi orang sukses, menjadi pejabat tinggi, menjadi pengusaha ternama dan lain sebagainya. Sebaliknya rekan yang selalu rangking di sekolah nasibnya biasa-biasa saja. Itupun belum berakhir, salip menyalip dalam kehidupan itu adalah biasa, makanya jika kita dalam marathon kehidupan kebetulan berada di depan tak perlu menyombongi yang dibelakang, sebab kelak mungkin yang di belakang nanti berposisi di depan. Begitu juga halnya berkarier di instansi. Boleh jadi tadinya semasa  bekerja awak berada sebagai atasan. tapi setelah pensiun rekan yang tadinya di bawah meraih sukses di masyarakat. Nasib menentukan lain sebelum diri ini mencapai gelar almarhum atau almarhumah, segalanya masih mungkin terjadi. Sekali lagi tak usah sombong kalau masih berada di atas. setelah pensiun sama saja semuanya sudah kembali ke orang sipil. Bahkan ada seorang pensiunan bebede sukses dibidang lain dan dihormati dimana-mana, “Prof” orang memanggilnya. Disuatu peresmian sebuah perguruan tinggi dimana hadir  beberapa orang menteri, saya kebetulan ikut terundang. Sang Profesor ketika acara resmi belum dimulai dikeliling koleganya sesama Professor, waktu saya salami si Prof memperkenalkan saya kepada koleganya “ini guru saya”, tentu dia bercanda dia belum pernah jadi murid saya. Saya hampiri beliau karena dari jauh beliau sudah menyapa dengan isyarat angkat tangan.
Banyak kasus teman kita sesudah pensiun sukses jadi pengusaha, sukses bekerja dibidang lain dan pokoknya tidak dapat diremehkan. Agar tidak memandang enteng orang lain sekali lagi ingatlah bahwa “Kehidupan ini bagaikan marathon tiada berfinish”.
Bila temu kangen ini dilangsungkan lagi, jika dimaksudkan untuk dihadiri oleh banyak orang termasuk dari daerah-daerah, sepertinya harus di ruangan yang lebih luas.  Soal bertemunya sesama rekan yang pernah seangkatan, sekantor cabang, sebagian di unit kerja yang lebih kecil, agaknya dalam tata ruang sudah diplot semacam tempat duduk kelompok-kelompok tersebut. Sudah itu masing masing kelompok berbaur dengan kelompok lainnya ketika acara sambutan-sambutan selesai.
Bagaimanapun patut diacungkan jempol buat panitia pelaksana temu kangen ini, telah sukses menghimpun begitu banyak mantan bebede. Terus terang sangat bahagia ketemu kawan lama yang punya kisah-kisah menarik yang dikenang bersama, terungkap kembali disitu, rasanya usia ini masih berasa belum lama dijalani. Kenangan-kenangan lama itu rasanya belum lama berlalu.
Terima kasih panitia, masihkah kita dapat ketemu lagi ditahun mendatang hanya Allah yang mengetahui.
Salam hormatku untuk rekan sesama mantan bebede di daerah yang tak dapat hadir dan menanyakan tentang temu kangen tersebut. begitu yang dapat saya wartakan.