Wednesday 20 April 2016

Serba-Serbi Mancing



Hobby, memang berbiaya mahal, pembaca sepakat. Seorang hobby memilihara burung, bila ada burung yang dijual orang, harga bukan masalah, bagi penghobby burung, berusaha untuk menggantung sangkar berisi burung tersebut di dekat rumah. Begitu juga orang hobby berburu, hobby olahraga tertentu termasuk hobby mincing.
Sebetulnya dapat ditarik perbedaan yang jelas, antara berbagai jenis hobby tersebut. Hobby burung umumnya merasa puas mendengar kicauan burung yang langsung dapat didengar dari burung pemilik suara, mungkin juga senang melihat penampilan si burung. Sebab kalau hanya senang kicauan, mengapa tidak mendengarkan rekaman saja. Hobby berburu, merasa puas bila hasil buruan dapat ditembak/tertangkap, seni menembak atau menangkap buruan adalah yang akan menjadi kisah yang cukup lama menjadi perbincangan. Hobby olahraga, si olahragawan tertentu akan merasa puas bila meraih prestasi dan memenangkan suatu kompetisi.
Kalau hobby mancing, mungkin kegembiraan ketika pancing dimakan ikan dan ikan yang memakan pancing melekat di mata kail, kemudian menarik senar pancing kepermukaan air sampai berhasil kedarat atau kegeladak kapal/perahu dengan ikan yang melekat dimata kail. Ketika ikan masih di dalam air, belum dapat dipastikan ikan apa yang akan didapat, sebesar apa ikan itu. Begitu ikan muncul kepermukaan air, begitu diketahui ikannya besar, maka jeritan kegembiraanpun meletup. Kawan kiri kanan juga ikut melirik hasil pancingan kita itu. Disitulah mungkin sebagian kebahagiaannya. Kalau hitung-hitungan risiko dan biaya, terutama kalau mancing ke laut lepas, sungguh tak imbang antara bahaya dan biaya. Ketika kami mincing 26 Maret 2016 pergi ke laut yang begitu jauhnya sudah tidak nampak lagi tepian. Berlayar tiga jam-an dari muara sungai Pawan Ketapang Kalimantan Barat sejauh lokasi rumpon ter jauh 20 mil laut. Enam rumpon yang kami datangi, membuat kami baru sampai ke darat kembali pukul sepuluhan malam, meninggalkan rumah usai shalat subuh sekitar  pukul 5 pagi. Adapun biaya, untuk awak kapal, bahan bakar tidak termasuk sewa kapal mungkin menghabiskan sekitar 3 jutaan. Perolehan ikan, bila di lelang masih kurang dari biaya yang dikeluarkan, maklum kami hanya menangkap ikan dengan pancing, khusus untuk rekreasi. Saya membawa Istri dan Kakak Istri yang sama sekali belum pernah berlayar dengan kapal nelayan. Risiko tinggi, karena jauh dari pantai tidak nampak tepian, bila ternyata kapal bermasalah, cukup berbahaya. Apalagi kapal nelayan yang kami tumpangi tidak tersedia alat keselamatan seperti pelampung. Karena nelayan setempat punya aturan tidak boleh menyiapkan pelampung, sebab dengan menyediakan pelampung berarti menantang bahaya.
Perolehan masing-masing orang dalam memancing, sangat terpengaruh dari ketrampilan memancing dan ditentukan juga oleh keberuntungan. Kadang kita duduk berdekatan, rekan disebelah terus terusan mengangkat ikan kepermukan air, sementara kita ,masih terus melamun tanpa mendapat apa-apa (bahasa setempat “melangut”). Oleh karena itu, era orang tetua dahulu ketika membuat joran pancing, diajarkan oleh tetua dulu,  joran pancing diukur dulu dengan kepalan orang yang akan menggunakan joran itu. Cara mengukurnya saya bukakan rahasianya. Sebelum bilah joran di potong; panjangnya joran ditentukan kepalan yang akan menggunakan joran dengan menghitung: Cap, Jangking, Mengkiding Melalang, Melangut. Kepalan pertama Cap ……… kepalan terakhir Malangut. Ulangi lagi mengepal joran dengan hitungan pertama sampai seterusnya, sehingga panjang joran yang diinginkan tercapai. Hentikan pada kata Cap, atau Jangking, Mengkiding, Melalang, jangan sampai MELANGUT. Paling bagus kalau diakhiri dengan Cap. Diharapkan apabila pancing dilempar ke air, ikan langsung melahap dengan CAP. Tapi ini cerita jaman dahulu dan memang pernah ada, walau untuk kita yang beriman kepada kuasa Allah tidak boleh meyakini ini. Namun budaya nelayan ini perlu juga diungkap untuk hasanah budaya khususnya orang laut. Buktinya saya pernah memancing tak menggunakan joran, dengan senar pancing gulungan, banyak juga dapat mendaratkan ikan ke kapal. Tapi sekali lagi budaya dan kebiasaan ini jangan dipatahkan. Cukup menarik misalnya mentera memancing yang pernah saya tulis:
MENTERA MEMANCING:

But-but kurajut tali perambut
Umpan kelempar ke air laut
Para ikan segera menyambut
Menelan umpanku sampai keperut

Umpan kau makan aku menjujut
Pancing kutarik engkau mengikut
Jangan coba untuk merenggut
Kalau merenggut koyak kau punya mulut

Orang laut, komunitas nelayan ternyata senang juga berpantun.  Pantun mereka pantun empat baris, kadang aaaa dan kadang ab,ab. Ketika kami berlayar kemarin, istri saya setelah melalui proses mabok laut dalam perjalanan menuju rumpon, kemudian dapat bangun sebentar ketika lego jangkar dan pancing mulai dijatuhkan. Sementara kakak istri saya dapat bertahan tidak mabok laut ketika berlajar menuju rumpon, namun ketika kena goyangan alunan ombak waktu lego jangkar dan pancing siap di tebar, beliau tak dapat menahan mabok. Kakak kami memilih tiduran di kamar kapal. Akhirnya juragan kapal nelayan yang membawa kami melantunkan pantun:

Kapal sampai di rumpon,  melempar sauh
Talinya panjang, sampai ke lumpur
Rombongan tamu dari Jakarta cukup jauh
Nyatanya hanya mobok cume numpang tidur.

Kakak tidak dapat membalas pantun juragan itu, kecuali mengatakan: “Nanti saya akan training di Jakarta, agar tidak mabok laut, nanti saya akan datang lagi dilain waktu”.




Saturday 16 April 2016

Mungkin BANG DARWIN Benar



Buat teman sekelasku esempe tahun 1963 di Ketapang Kalimantan Barat, mungkin masih ingat dengan guru kita Pak Ahdam. Beliau di kelas pernah menuturkan teori evolusi dikenal “teori Darwin” yang berteori bahwa asal muasal manusia adalah dari Monyet (bahasa setempat KERA’). Mengakar pada teori evolusi, si Monyet juga tidak langsung menjelma sebagai Monyet yang kita liat sekarang, tapi si Monyet berasal dari evolusi mahluk sederhana yang bila dirunut semuanya asalnya dari binatang satu sel.
Lebih jauh guru ilmu hayat kami itu, menjelaskan, bahwa sejenis dengan teori itu, binatang juga akan perlahan-lahan berubah bentuk menurut kebiasaan dan Lingkungan sekelilingnya.  Kangguru di Australia, tadinya binatang berkaki empat biasa, tetapi karena binatang tersebut sering merangkul anaknya di dalam kantongnya dengan kaki depannya, kaki depan sering tidak digunakan, bergerak dengan melompat, maka lambat laun kaki depan menciut dan kecil seperti sekarang.  Nenek etnis tertentu (jauh sebelum waktu kami esempe), sedari kecil kakinya diberi sepatu kecil, sehingga nenek nenek itu kakinya kecil-kecil. Begitu tua, nenek-nenek itu berjalan tertatih-tatih menngambil embun nempel diujung daun bambu pagar diwaktu subuh.
Kini ada fenomena yang mengejutkan, beberapa tahun terakhir ini, anak-anak muda kita terutama, dan mungkin juga termasuk kita sendiri, menjadi generasi yang suka menunduk utama ketika duduk. Kadang juga sambil jalanpun menunduk. Mengacu ke penjelasan pak Ahdam guru esempe kami, lambat laun generasi ini lehernya tidak tegak lagi. Yang kita saksikan, orang berjalan di mol, ditangannya sebuah hand phone, sambil jalan menunduk, melayani mobile phone itu. Demikian juga bila duduk menunggu datangnya kereta-api, duduk diperjamuan makan dan sabagainya, bahkan sambil jalan ditrotoarpun semuanya pemilik HP, tunduk. Bila generasi tunduk itu berketerusan sampai demikian lama, bukan mustahil nanti kita semuanya akan berubah menjadi manusia tertunduk, kemudian melahirkan generasi berikutnya langsung lehernya bengkok merunduk kebawah, seperti halnya Kangguru yang  kaki depannya mengecil.
Era enampuluhan itu jangankan HP, TV berwarna saja belum dikenal, guru kami hanya sempat meramalkan masa depan manusia kelak, badannya tumbuh kecil-kecil, karena jarang dipergunakan kerja phisik yang berat. Mulutnya mungkin akan mengecil, karena makanan yang masuk tidak lagi disuap dengan tangan, tapi dengan disendok, jadi akan sebatas masuknya sendok. Lebih ekstrim beliau meramalkan kelak akan ada generasi yang mulutnya begitu kecil, sebab kebiasaannya bukan mengkonsumsi nasi tapi cukup dengan menelan tablet. Mulut akan menciut sebatas masuknya tablet. Beliau belum meramalkan bahwa sekarang pemuda kita suka makanan cepat saji. Beliau juga tak menyangka bahwa bila pemuda-pemuda zaman kini tidak doyan suap, tetapi yang doyan SUAP malah bukan pemuda lagi, tapi orang yang sudah punya jabatan tinggi, bergelar banyak pula, rambutnyapun sebagian sudah berwarna dua.
Menyoal teori bang Darwin bahwa manusia berasal dari Monyet, mungkin benar juga bang Darwin, sebab banyak kita yang berparas manusia dan berkelakuan tetap saja mewarisi perangai nenek moyang menurut Darwin. Perilaku monyet adalah serakah, kalau kawanan monyet menzarah jemuran padi, padi mereka masukkan ke dalam mulut, sementara sebagian ditelan, sebagian lagi disimpan di kiri kanan pipi sehingga terlihat menggelembung pipi mereka. Tak puas disitu, dia berguling-guling di padi jemuran agar padi menempel di bulu-bulunya.
Perilaku itulah yang dipertotonkan para koruptor di negeri ini, sudah bergaji tinggi, untuk makan jelas sudah pasti lebih dari cukup. Namun tetap saja mengambil lagi yang bukan haknya,  untuk disimpan dipipi kiri dan kanan, tak cukup hanya itu, merekapun berguling-guling ke proyek sana-sini apa saja yang bisa digelendingi memperkaya diri dengan  harta untuk persiapan sampai ke anak cucu.
Dari fenomena di atas mungkin benar “bang Darwin” dengan teori evolusinya, kalau dilihat keserakahan sebagian elit kita yang jadi koruptor. Sifat dasar monyet kuat melakat didiri koruptor, dengan serakah menumpuk kekayaaan.
Walau teori evolusi ini banyak sudah yang membantah, kenapa tidak pernah lagi menjelma dari hutan sebangsa manusia setengah Kera’ (monyet). Pada kenyataan yang ada sekarang di kota-kota,  banyak manusia yang menjelma menjadi Kera’.
               

Friday 15 April 2016

REJEKI-SINGA



Singa, adalah binatang sejenis kucing paling doyan tidur, konon hewan ini butuh tidur 19 jam perhari. Meskipun hanya terjaga 5 jam-an sehari dan tentunya bekerja untuk mencari rejeki kurang dari 5 jam, (sebab begitu bangun dari tidurkan perlu penyesuaian beberapa menit baru melangkah), namun rejeki untuk masing-masing Singa di hutan belantara sana tetap tersedia.
Seeokor anak Rusa, lapor sama induknnya: “Raja hutan itu sekarang sudah bukan musuh kita lagi, sebab kemarin saya pipis didekatnya, dia diam saja sama sekali tidak berkeberatan”. Dasar anak Rusa belum banyak pengalaman, dia tidak mengerti bahwa begitulah Singa, kalau lagi tidur, biarpun ada mangsa dia tak akan gubris. Selain itu Singa kalau sudah kenyang, kalaupun ada Menjangan liwat di depan hidungnya sekalipun, dia tidak apa-apakan. Asal jangan dibangunkan; sebab ada pepatah “Jangan Membangunkan Harimau Tidur”, Singa sama buasnya dengan Harimau.
Beda sekali “Raja Hutan” dengan “Raja Kota”. Sebagian Raja kota selagi ada kesempatan, semuanya dilahap, untuk cadangan setelah tidak menjadi “Raja Kota” lagi. Dikumpulkan sagalanya, untuk persiapan sampai tujuh turunan.
Juga berbeda dengan pemburu. Ketika kumasih hidup dekat dengan hutan, masih muda usia, pernah ikutan berburu Menjangan. Suatu ketika setelah masuk hutan beberapa jam, rombongan kami bertemu dengan kawanan Rusa lebih dari setengah lusin. Masing-masing kami yang ditangannya ada bedil, berunding sesaat untuk menentukan bidikan masing-masing. Dor-dor-dor senjata meletus, tiga ekor rusa tumbang, sementara kawanan lainnya lari tunggang langgang, mendengar bunyi letusan. Andaikan semua Rusa tadi dapat tertembak, tentulah tidak satupun rombongan kami membiarkan mereka masih hidup. Kalau Singa, meskipun mereka berburu bersama, maka dari serombongan Rusa, mereka hanya tangkap satu, dagingnya dimakan bersama kadang sekeluarga. Sedangkan kalau pemburu, bila dapat dagin Rusa bukan hanya untuk dimakan saja, tapi sebagian diawetkan  menjadi dendeng.
Itu mungkin semboyan koruptor, kalau dapat kesempatan korupsi ambil sebanyak-banyaknya, bukan hanya untuk dipergunakan saat ini, tapi disimpan bagaikan dendeng untuk dapat dinikmati setelah tidak lagi punya kesempatan berburu.
Itulah sebabnya manusia kalau punya kesempatan jadi pemburu duit, baik melalui usaha legal, maupun usaha tidak legal, misalkan punya kesempatan korupsi, maka akan korupsi sebanyak-banyaknya. Sebab di masa lalu, kadang korupsi yang besar-besaran malah gampang lolos dari jerat hukum. Kalau korupsi yang kecil malah terjerat, kerena besaran korupsinya tak cukup dibagi untuk ongkos untuk melonggarkan jerat hukum.



Tuesday 12 April 2016

REZEKI SEMUT



Semut dalam botol, apalagi botolannya di tutup tentu sudah tak mungkin untuk keluar mencari makan. Makluk sekecil apapun, kuman misalnya untuk kelangsungan hidupnya sudah pasti harus makan. Bila tidak makan tentu dalam jangka waktu tententu akan mati. 
Al- kisah seekor semut pekerja yang sedang gesit mondar mandir di atas sebuah batu, dalam aktifitasnya mencari makan, bertemu dengan Nabi Sulaiman. Dalam dialog singkat, semut menyatakan kepada nabi Sulaiman bahwa dianya yakin bahwa setiap hari pasti ada saja rezeki yang disediakan Allah untuknya asalkan ia berihtiar untuk mencari rezeki itu. Nabi Sulaiman bertanya “seberapa banyak si rezeki yang kau butuhkan setiap bulan hai semut” (ada yang mengisahkan sebulan ada yang mengisahkan setahun). Semut menjawab makanan yang dibutuhkannya sebutir gandum. Oleh karena itu semut tersebut diambil oleh Nabi Sulaiman dan dimasukkan ke dalam sebuah botol. Untuk makan semut itu oleh Nabi Sulaiman dimasukkan sebutir biji gandum.
Ketika masa makanan diperkirakan habis,  Nabi Sulaiman melihat botol semutnya. Ternyata biji gandum hanya habis setengahnya. Nabi Sulaiman mengatakan kepada semut “engkau ternyata berbohong hai semut”, seperti diceritakan di atas bahwa semut mengaku bahwa JADUP nya sebutir biji gandum. Semut menjelaskan: “Kini engkau aku kurung, rezekiku engkau yang mengatur, maka aku makan hanya separo dari kebutuhanku yang biasanya, untuk berjaga-jaga bilamana engkau lupa memberiku butiran  gandum di masa berikutnya ke depan. Beda dengan bila aku berada di alam bebas, Allah tak akan pernah lupa memberiku rezeki setiap hari, karena engkau manusia yang tak luput dari hilaf dan lupa, sedangkan Allah tak akan pernah hilaf dan lupa”.
Kisah ini, memberikan pelajaran kepada kita:
1.       Bahwa bagaimanapun dilengkapi kebutuhan hidup, setiap makluk akan lebih tentram jika hidup di alam bebas.
2.       Bahwa rezeki haruslah diihtiarkan untuk mendapatkannya dengan terus beraktifitas, walaupun belum diketahui dimana tersedia rezeki itu.
3.       Bahwa manusia melaksanakan janjinya masih belum pasti, adakalanya lupa atau sesuatu lain sebab sehingga terlalaikan.
4.       Seekor semutpun cukup bijak untuk menyikapi hidup ini, dalam keadaan tertentu sanggup melakukan tindakan berjaga-jaga untuk hari-hari kedepan.
5.       Tawakkal seekor semut patut diteladani, ia yakin akan rezeki yang tersedia untuknya senantiasa disiapkan oleh Allah. Ketika penyediaan rezeki diambil alih oleh manusia, maka timbul ketidak yakinannya.
6.       Disamping itu bahwa dalam Masyarakat semut, memang melakukan pencadangan makanan diwaktu yang akan datang sudah biasa mereka lakukan karena dalam sarang semut tersedia gudang makanan. Di dalam sarang semut juga ada perkebunan jamur. Dalam Masyarakat semut juga telah tersusun pembagian tugas dan kewajiban masing-masing semut dan tidak pernah mereka saling dengki atas peran masing-masing.
Kisah yang sudah sering dikisahkan, dikisahkan kembali untuk dicoba diambil maknanya, semoga.