Monday 30 June 2014

PENGETAHUAN




Sudah lama  kutidak sempat mengisi blogspotku, lantaran terakhir ini aku tengah sibuk mengerjakan tugas-tugas dari tempatku menambah pengetahuan. Hampir-hampir tidak ada hari tanpa tugas, kebanyakan tugasnya berupa tulis menulis. Diantara tugas tersebut ada juga penggalannya  cocok sebagai pengisi blog seperti kumuat ini.
Pengetahuan (knowlegd)
“Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti seperti seni dan agama. Bahkan seorang anak kecil pun sudah mempunyai berbagai pengetahuan sesuai  dengan tahap pertumbuhan dan kecerdasannya.”[1]  Dengan demikian dapatlah dipahamkan bahwa pengetahuan diketahui dari seseorang anak manusia atas dasar pengalaman yang dialaminya. Oleh sebab itu pengetahuan manusia itu tidak seragam, baik secara individu maupun kelompok. Secara individu pengetahuan seseorang tergantung dari mana asal usulnya, di mana mereka dibesarkan, kemana saja dia pernah mencari pengalaman. Saya pernah menyaksikan bagaimana orang yang dibesarkan dari keluarga nelayan yang berumah dekat pantai. Secara individu orang-orang pantai ini mempunyai pengetahuan untuk mencari kehidupan dan mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan pantai. Demikianpun terbentuklah budaya khusus komonitas kelompok orang yang berdiam ditepi pantai dan menjadi nelayan, sehingga dapat di bedakan dengan komonitas orang-orang yang berdiam dipegunungan yang jauh dari laut.
Suatu ketika semasa muda saya pernah mengikuti salah seorang kerabat dekat yang dianya seorang nelayan, tujuan saya untuk menimba pengalaman bagaimana pergi kelaut menangkap ikan. Sedikit tergeser tangah malam, sekitar pukul tiga dinihari kami berdua bertolak ke laut dengan sampan dayung. Saya ditugaskan memegang kemudi duduk di buritan perahu dengan dayung di tangan. Kami ke laut bukan akan menebar jala, tetapi melihat peralatan penangkap ikan, setempat disebut “Rawai”. Peralatan tersebut berupa seutas tali yang panjang, dimana pada jarak kurang lebih setengah meter dari tali itu digantungkan mata pancing terikat di tali lebih kecil bergelantungan di seutas tali panjang sampai sekitar 500 meter itu. Rawai dipasang jauh dari tepi pantai kira-kira air laut  sedalam enam-tujuh meter dikala air surut. Rawai tersebut dibiarkan beberapa lama disuatu lokasi yang diperkirakan banyak ikan berlalu lalang pada musim tertentu. Sesampainya dilokasi “Rawai” yang sudah jauh dari pantai itu, kerabat saya yang saya kenal sejak dirumah dan dalam pergaulan sehari-hari demikian santun dalam bertutur, sopan dalam bersikap itu telah terjadi perubahan yang sangat drastis, boleh dikatakan 180 derajat. Kata-kata keluar dari mulutnya keras dan kasar, dalam memberikan instruksi kepada saya mengarahkan perahu kami. Demikian juga ketika mengangkat ikan yang dilepaskan dari mata pancing, menyuruh saya mempercepat dan mempertahankan posisi perahu. Pokoknya intruksi-instruksinya tidak menggunakan kata-kata yang sopan bahkan keluar kata-kata “pakai otak”, “matamu kemana” dan lain-lain kata-kata kasar, untunglah tidak ada kata-kata menyangkut nama-nama hewan di zoological garden. Pulang dari laut itu, badan saya serasa teruk, diikuti hati saya juga merasa remuk. Apa mau dikata di laut yang jauh dari pantai kami hanya berdua, suka-tidak suka harus saya jalani.
Dari pengalaman di atas saya dapatkan pengetahuan bahwa:
a.  Bagaimana caranya orang menangkap ikan. Sehingga pernah kutulis dalam blog dengan judul “Di balik sepiring nasi”. Kunasihatkan kepada anak-anakku jangan sombong dan jangan takabur, jangan menyia-nyiakan makanan yang kita nikmati di meja makan. Ketahuilah bahwa disepiring nasi yang kita santap telah terlibat sejumlah orang dengan susah payah menghimpun segala yang tersedia dipiring nasi yang kita santap diantaranya bagaimana sulitnya orang menangkap ikan. Tidak jarang nyawa menjadi taruhannya.
b.  Kenapa orang-orang di pekerjaan sebagai nelayan dan orang-orang pekerja kasar cenderung bertabiat keras. Mereka terbiasa harus mengambil keputusan yang cepat sekaligus tepat, tanpa pikir panjang. Sebab salah mengambil keputusan, terlambat memutuskan harus bertindak apa, peluang akan lewat dan bukan tidak mungkin bahaya akan mengancam jiwa.
c.  Keadaan itu mengajarkan saya tentang bersikap sesuai situasi. Kerabat saya tadi sanggup bertutur teratur, bersikap sopan berbudi luhur, ketika berada di darat. Setelah sampai ke laut dalam pekerjaan yang berlomba dengan waktu, bersaingan dengan cuaca laut tak menentu, diapun sanggup berbuat yang kasar, tegas dan keras tanpa basa-basi sopan santun. Sebab salah artikulasi dalam intruksi akan berakibat vatal untuk keselamatan kami berdua, dapat saja bila saya salah mengarahkan haluan perahu, disebabkan arus air laut dan deburan ombak serta tiupan angin, perahu kami akan terbalik dan selanjutnya akan digulung oleh “Rawai” dengan mata pancingnya yang runcing.
d.  Peristiwa itupun membuat saya setidaknya akan dapat memahami kenapa seseorang bersikap tertentu. Seseorang dapat saja berubah sikap bila dihadapkan siatuasi tertentu, dihadapkan kepada problem tertentu. Oleh karena itu dalam menghadapi hidup ini harus bijak membuat kesimpulan. Dalam artian jangan cepat membuat kesimpulan baik positif ataupun negative terhadap sikap seseorang.  Hendaklah dikaji dengan seksama kalau punya waktu yang cukup. Tetapi dikala harus memutuskan sesuatu kesimpulan terhadap seseorang dalam waktu yang singkat, kembali lagi kita merujuk kepada “pengetahuan” yang pernah kita alami selama berinteraksi dengan orang. Sebagai manusia yang sudah berumur masuk 65 tahun dan sudah berinteraksi dengan ribuan manusia, insya Allah sudah dapat membuat kesimpulan bila bertemu dengan seseorang yang baru di kenal dalam waktu singkat. Itulah sebabnya seseorang mengikuti test penerimaan pegawai misalnya, melalui wawancara tatap muka, karena dengan tatap muka itu, secara garis besar, secara cepat dapat diputuskan mengenai sikap seseorang, walau tentu tidak tepat-tepat seratus persen.
Pengalaman-pengalaman itu merupakan pengetahuan untuk saya. Untuk itu maka saya berpendapat pengalaman-pengalaman itulah yang membuat orang mengetahui. Jadi pengetahuan itu adalah sesuatu diperoleh dari apa yang dialami oleh diri sendiri melalui perasaan, penglihatan, pendengaran dan perbuatan. Juga pengetahuan itu dapat diperoleh melalui orang lain yang telah lebih dahulu mengalami, merasakan, mendengar, melihat tentang sesuatu. Dengan demikian “Pengetahuan” dapat di difinisikan adalah “Sesuatu yang diketahui baik oleh diri sendiri maupun melalui orang lain yang dapat dipercayai tentang sesuatu objek atas dasar indra dan perbuatan  manusia.



[1] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: CV. Muliasari, 2012) p. 104