Friday 1 May 2020

DITENTUKAN YG TERAKHIR

Beberapa saat tengah adzan dzuhur berkumandang, sebuah mobil lumayan mewah masuk di halaman parkir sebuah apotik. Tak berapa lama keluar seorang pria muda sekitar 25an dengan pakaian rapi, kemeja lengan panjang kelihatannya bermerk mahal,  berdasi, tapi di kakinya ketika turun dari mobil memakai sandal jepit.

Rupanya si pemuda, bukan bermaksud mampir ke apotik, ia titipkan mobil ke tukang parkir selanjutnya menyeberang jalan menuju masjid.  Kami suami istri sedang nunggu penebusan obat di sebuah apotik Provider ex
kantorku. Di apotik itu, sepanjang resep berasal dari dokter keluarga, kami tidak perlu merogoh kocek asalkan obat di resep terdaftar obat yang dibolehkan/ditanggung dan plafond tersedia masih meng cover.

Karena mungkin masih lama antri resep kami, diriku juga memilih untuk menyeberang jalan yang dibatasi oleh selokan besar, jalan besar lagi lawan arah  menuju masjid, untuk ikut shalat dzuhur. Istriku harus mengalah menunggu, kalau-kalau nanti giliran dipanggil, kan repot lagi. Lagian istri kan ndak wajib shalat berjamaah di masjid.

Istriku mengisahkan dalam perjalanan kami pulang dari Jakarta Timur ke Jakarta Pusat itu, bahwa sepeninggalku shalat dzuhur tadi ada seorang ibu duduk dekat istriku di ruang tunggu apotik, mengomentari tentang pemuda yang memparkir mobil yang kukisahkan di atas.

Komentarnya begini:

“Bukan main pemuda itu; sudah Muda,  Ganteng, Kaya, Taat ibadah pula. Sangat beda dengan tetangga saya, Udah Tuwek, Jelek, Melarat dan membelakang ke langit lagi” (mungkin maksudnya tidak taat ibadah dan melanggar aturan agama).

Kumulai membahas komentar ibu itu  dengan kajian agama melalui referensi hadits  di bawah ini:

عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِكَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا

Diriwayatkan dari Zaid bin Wahb, dari Abdillah yang berkata: Telah menyampaikan hadits pada kami, Rasul SAW. yang benar dan dibenarkan: sesungguhnya individu kamu dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya empat puluh hari, kemudian menjadi alaqah selama itu juga, kemudian menjadi mudghah selama itu pula, kemudian diutuslah malaikat meniupkan ruh padanya. Diperintahlah untuk menuliskan empat kalimat yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan bahagia atau susah. Demi Dzat yang tiada Tuhan selain-Nya, sesungguhnya seseorang mengamalkan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dia dengan surga itu sehasta, kemudian lewat atasnya ketetapan yang tertulis, maka beramal dengan amalan ahli neraka, masuklah ia ke neraka. Sesungguhnya seseorang yang beramal amalan ahli neraka hingga antara dia dengan neraka jarak sehasta, lewatlah ketetapan yang tertulis itu, kemudian beramal amalan ahli surga, maka masuklah ia ke surga. Hr. Ahmad (164-241H), al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H), al-Tirmidzi (209-279H) al-Bayhaqi (384-458H). Redaksi yang dikutip di sini adalah riwayat Muslim.

Dari hadits di atas dapat kita pahami bahwa tentang sudah ada empat ketentuan nasib seseorang selama menjalani hidup di dunia yaitu:

1.     Tentang rezekinya. Sehingga kalau kita renungkan, kehidupan ini; kita kaya, kita miskin, kita biasa-biasa saja, sudah menjadi ketentuan dan merupakan pilihan yang maha kuasa dan sudah ditentukan sebelumnya. Kata lain kalau anda kebetulan jadi orang kaya, bukan hanya lantaran anda pintar, lantaran  anda rajin, tetapi sesungguhnya sudah dipilih oleh pencipta anda. Begitu pula jika anda miskin, atau biasa-biasa saja. Oleh karena itu, apapun posisi kita hendaklah diterima dengan penuh kesabaran untuk menjalaninya. Dalam posisi apapun anda tergantung bagaimana cara membawa diri. Jadi orang kaya, hendaklah penuhi kewajiban anda sebagai orang kaya. Jadi orang miskin, hendaklah anda menjadi orang miskin yang beriman, berbudi dan beradab, jadilah orang miskin yang sabar dan tahu hak-hak sebagai orang miskin.

2.     Ajalnya. Kalau begitu bahwa takaran umur sudah ditetapkan, tapi tak seorangpun yang mengetahui batasan umurnya dengan pasti, itu rahasia sang pencipta. Oleh karena itu setiap kita tidak boleh membiarkan diri kita untuk menantang segera mengakhiri umur kita. Bila sakit wajib berobat, bila ada bahaya mengancam jiwa yang diketahui di depan mata, wajib kita untuk menghindar. Seperti contoh wabah Korona yg sdg Pandemi ini. Menurut para ahli medis mudah menularkan atau tertular. Ikhtiarnya stay at home, physical distancing dan social distancing. kalau terpaksa keluar hati2 lindungi diri pakai masker. Ulama pun mereferensi sementara sampai keadaan normal, tak berjamaah dulu. dll. Ini salah satu wujud ikhtiar menghindar dari satu taqdir ke taqdir yg diharapkan lbh baik.

3.     Amalnya dan bahagia atau susah. Perbuatan kita, jadikah kita ini seperti pemuda dikisahkan di atas, atau kita jadi orang yang amalnya sebaliknya. Apakah kehidupan kita jadi orang kaya yang sekaligus bahagia.  Apakah anda menjadi orang kaya enak benar menurut orang yang melihatnya, tetapi sesungguhnya anda dalam ketidak bahagiaan, penuh kegelisahan, penuh kecemasan. Apakah anda menjadi orang yang miskin tapi bahagia, atau sudah miskin harta, miskin pula jiwa.

4.     Termasuk tentang apakah calon bayi nantinya, setelah singgah di dunia kembali ke akhirat  akan menjadi penghuni surga atau neraka.

Khusus butir 4, agaknya kehidupan ini akan ditentukan oleh bagaimana akhir dari kehidupan ini. Dapat saja orang yang semasa muda taat, tetapi menjelang tua entah pengaruh apa menjadi terpeleset ke jurang nista.

Kalau kita renung-renung agak mendalam bahwa kehidupan manusia ini dari muda sampai tua dapat termasuk dalam kelompok:

1.     Sejak muda sampai tua terus dalam iman dengan demikian amalnya baik, akhir hayat khusnul khatimah.

2.     Semasa muda beriman dan beramal baik, karena sesuatu sebab masa menjelang tua terpengaruh membuat iman melorot dan akhirnya menutup usia dalam keadaan kemerosotan iman.

3.     Semasa  muda beriman dan beramal baik, semasa pertengahan usia karena pengaruh lingkungan merosot imannya dan tak sempat beramal baik. Untunglah semasa tua sebelum wafat sempat tobat dan kembali menjadi orang shaleh.

4.     Semasa muda belum mengenal iman, belum mengenal ibadah, belum melakukan perbuatan baik. Masa menjelang tutup usia, sempat bertobat dan menjadi orang yang beriman kuat dan beramal shaleh.

Pernah kami mempunyai teman sekantor dulu, semasa awal-awal saya kenal tergolong bukan ahli ibadah, tak jauh dari meja mengadu nasib, tangannya tak jauh dari mencekek botol. Tapi Subhanallah, menjelang tutup usia berubah menjadi orang yang taat ibadah, sama sekali melepaskan diri dari duduk di meja judi dan tidak lagi mengenal leher botol yang biasanya ia cekek. Terakhir kudengar temanku itu sudah tutup usia dan dalam keadaan istiqamah dalam ibadah dan imannya. Inikah yang dimaksud dalam hadits di atas ”Sesungguhnya seseorang yang beramal amalan ahli neraka hingga antara dia dengan neraka jarak sehasta, lewatlah ketetapan yang tertulis itu, kemudian beramal amalan ahli surga, maka masuklah ia ke surga”

Jadi siapapun kita, tidak dapat memastikan nantinya seseorang akan bagaimana nanti, dan yang menentukan adalah kehidupan terakhir. Lebih ekstrim lagi ditentukan pada saat lepasnya roh dari jasmani atau sering disebut dengan sakaratul maut.

Semoga kita semua ditakdirkan Allah menjadi orang-orang yang dapat menjalani hidup ini dengan iman dan amal shaleh sejak sekarang sampai akhir hayat.

آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Barakallahu fikum
وَ الْسَّــــــــــلاَمُ
M. Syarif Arbi.
Jakarta, 9 Ramadhan 1441 H.
2 Mei 2020.

No comments:

Post a Comment