Wednesday 20 April 2022

MATI dan HIDUP setiap hari

Ketika kita diundang teman mantu, teman akrab yang dulunya pernah bertetangga di suatu komplek RUDIN waktu semasa masih aktif bekerja. Mengundang mantu atas putrinya/putranya jadi mempelai. Si mempelai waktu dilahirkan ke dunia awak sempat menjenguknya ke RS. Di walimahan itu banyak teman sekolega semasa dinas, sudah puluhan tahun tidak ketemu. Kitapun melihat bahwa teman-teman (undangan) yang dulunya gagah/muda, sekarang sudah tua, jauh berubah dari yang dulu. Kadang tidak sedikit yang tak sanggup lagi kita mengingat namanya, sebaliknya diapun lupa dengan nama kita. Raut wajahnyalah yang masih mengakrabkan pertemuan singkat itu. Ternyata bahwa manusia itu, sesungguhnya tiap hari berubah. Kita bangun tidur keesokan hari wajah kita sebetulnya tidak sama lagi dengan wajah kita yang kemarin. Kita berkaca setiap hari ketika akan keluar rumah atau ke tempat kegiatan kita. Tetapi kita tidak merasakan berapa sudah berubahnya wajah kita hari ini dibandingkan dengan kemarin, lantaran tipisnya perubahan itu. Jikalah anda orang yang suka membuat dokumentasi foto setiap tahun, maka cobalah bandingkan foto anda dari tahun ke tahun, demikian besar perubahannya. Perubahan tersebut sesungguhnya akumulasi dari perubahan setiap hari yang tidak kita sadari, dalam proses mati dan hidup kita setiap hari. Konsep agama (Islam), bahwa manusia itu setiap hari mati. Sepanjang belum sampai ke mati sungguhan, keesokan harinya oleh Allah kita dihidupkan kembali. Kehidupan kita di esok hari secara phisik sudah bukan phisik kita yang kemarin lagi. Phisik kita yang kemarin sudah mati, kita hidup hari ini dengan phisik baru. Phisik baru kita hari ini sudah berubah dari phisik kita yang kemarin. Sejak bayi kita dilahirkan, tumbuh berkembang, tadinya telapak kaki hanya seukuran dua jari orang dewasa, berangsur hari demi hari membesar memanjang tumbuh hingga menjadi anak-anak, menjadi dewasa dan menjadi tua. Itu semua melalui proses hidup dan mati setiap hari. Hal yang sama dengan momen kondangan kisah di atas, bila kita sudah begitu lama tidak pulang kampung, katakanlah sampai sepuluh-duapuluh tahun. Banyak sudah orang sekampung yang dulu kita kenal sudah tidak dijumpai lagi, dapat saja mereka sudah meninggal dunia atau juga meninggalkan kampung merantau seperti kita. Kalaupun beberapa orang yang masih kita jumpai, kadang ada yang dianya melihat kita ragu-ragu untuk menyapa, biasanya kita yang meninggalkan kampung justru masih ingat dengan mereka, kitapun menyapa mereka dengan ramah dan tentu disambut dengan ramah oleh mereka pula. Di dalam hati kita kebanyakan terbersit, bahwa betapa sudah tuanya teman yang kita tinggalkan sepuluh duapuluh tahun yang lalu itu. Jangan buru-buru nyimpulkan bahwa orang tinggal di kampung cepat tua. Karena ketahuilah diapun/merekapun di dalam hatinya berkesan yang sama dengan kita, dianya melihat kita sudah begitu tua. Dalam hati mereka; “berat sungguh agaknya perjuangan hidup teman SMP ku ini di rantau”. Sementara kita merasa diri ini belum begitu tua seperti yang mereka rasakan dalam hati itu. Proses penuaan itu berjalan tak ada yang sanggup menghentikannya. Proses tersebut berlangsung, karena saban hari diri yang kamarin sudah mati, diri yang hari ini adalah wujud hidup baru. Begitu kita tidur, sebetulnya merupakan mati harian kita, sebelum mati sungguhan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِى لَمْ تَمُتْ فِى مَنَامِهَا  ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِى قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرٰىٓ إِلٰىٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى  ۚ إِنَّ فِى ذٰلِكَ لَءَايٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ "Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir." (QS. 39 = Az-Zumar ayat 42) Oleh karena itu maka Nabi Muhammad S.A.W. ketika kita bangun tidur mengajarkan do’a berbunyi: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْر “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kembali setelah Dia mematikan kami, dan kepada-Nya lah kami dibangkitkan.” Do’a bangun tidur ini memberikan indikasi bahwa sesungguhnya setiap kita tidur, maka kita telah masuk dalam “kematian”. Kematian sementara ini berlangsung terus menerus sepanjang hidup kita. Jadi kehidupan setelah kita bangun tidur, buat phisik kita adalah kehidupan yang baru lagi, sementara Ruh kita adalah tetap Ruh yang semula, sejak pertama kali ditanamkan oleh Allah ketika 120 hari dalam kandungan Ibu. Ruh berangsur bertambah pengetahuan, bertambah ilmu dan pengalaman. Ruh yang mengendalikan sikap dan perbuatan setiap orang ini, akan dipengaruhi oleh kedewasaan, pengalaman, ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya seorang berbeda sikap dan kebijakannya dari orang lain, tergantung kepada usianya di dunia, ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan pengalaman yang dialaminya. Dalam hal tidur, tidak ada perbedaan “tidur” orang melarat dengan seorang “konglomerat”. Begitu pula matinya konglemerat dan orang melarat tidak ada perbeadaannya, hanya berbeda pada upacaranya saja. Begitu pula sama saja tidur seorang hamba sahaya, kaum miskin papa merabda dengan seorang raja yang masih bertahta. Kalaulah ada perbedaan tidur mereka hanya pada wadah tergeletak tidurnya saja. Semoga tamsil tidur ini semakin insyaf-lah kita bahwa setiap hari kita ini tidur adalah mati dan bukan mustahil bahwa kita tidur hari ini tidak terbangun lagi, atau mati sungguhan. Oleh karena itu mumpung masih terjaga, tebar kebaikan selagi bisa, hindari kejahatan sekuat tenaga. Gunakan kesempatan Ramadhan ini semaksimal mungkin untuk menambah bekal mudik menuju kampung akhirat. اَللَّهُمَّ طَوِّلْ عُمُو رَنَا وَصَحِّحْ أَجْسَادَنَا وَثَبِّتْ إِيْمَانَنَا وَأَحْسِنْ أَعْمَالَنَا آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 19 Ramadhan 1443 H. 21 April 2022. (939.04.22).

No comments:

Post a Comment