Friday 31 March 2023

Mem-PUASA-kan HATI

Dari ENAM puasa yang pernah ku kemukakan, LIMA telah kutulis beruntun selama Ramdhan 1444 H ini yaitu mempuasakan: Mata, Telinga, Lidah, Anggota Tubuh, dan Perut. Giliran sekarang yang ke enam “Mem-Puasa-kan Hati” Pada diri setiap manusia, tertanam beragam nafsu. Ada nafsu amarah, nafsu lawwamah yaitu nafsu-nafsu yang seringkali mengajak kita ke hal-hal negatif. Melampiaskan kemarahan, emosi, atau berkeluh kesah, senantiasa menyesali apa yang menimpa dirinya. Selain dua nafsu itu, dalam diri manusia juga ada nafsu muthmainah, nafsu yang selalu mengajak kita kepada hal-hal kebajikan, hal-hal yang positif. Nafsu2 sersebut adalah hasil produk hati manusia, yang memang oleh Allah kepada hati yang mempengaruhi nafsu, diberikan dua potensi yaitu: “condong kepada keinginan berbuat postif” dan “kenederungan berbuat negarif”. فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوٰىهَا "Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya," (Asy-Syams ayat 8) Mempuasakan hati pada hakikatnya agar nafsu yang mengajak kepada keburukan, kepada hal-hal yang negatif itu, bisa dikendalikan dengan cara kita menahan diri; tidak sekedar menahan keinginan perut, tetapi juga menahan tidak bergunjing. tidak membicarakan keburukan orang lain, tidak berbohong, dan hal-hal lain yang oleh ajaran agama harus dihindari. Maka masing-masing kita, ketika mulai berniat puasa, kita juga harus melibatkan pikiran, membulatkan tekad untuk dapat mempuasakan hati agar potensi negatif dari hati tidak muncul kepermukaan. Mengendalikan emosi tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Sehingga, nafsu yang kita miliki nafsu yang muthmainah, yang mengajak kepada kebaikan. Di dalam kehidupan ini, sehubungan dengan ayat 8 surat Asy-Syams di atas manusia dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar: PERTAMA, orang yang sepenuhnya dikuasai oleh hawa nafsunya dan tidak dapat melawannya sama sekali. Dengan begitu, ia sungguh telah memper-Tuhan-kan hawa nafsunya seperti dimaksud ayat ini: أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ ''Maka, pernahkah kamu melihat orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya.'' (Al-Jatsiyah: 23). KEDUA, orang yang senantiasa dalam pertarungan melawan hawa nafsu. Pada suatu kali ia menang dan pada kali yang lain ia kalah. Kalau maut menjemputnya dalam pertarungan ini pas dalam keadaan dia menang melawan nafsu yang jahat, maka ia tergolong mati yang baik. Jika maut datang disaat yang bersangkutan kalah melawan hawa nafsu yang jahat, jadilah yang bersangkutan merugi. Oleh karena itu sambil berjuang melawan hawa nafsu yang jahat, baik juga setiap selesai shalat kita ber do’a untuk minta pertolongan Allah dalam mengendalikan Hawa Nafsu: اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَن زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا “Ya Allah, Anugerahilah nafsu dan jiwa kami ketakwaannya, sucikanlah dan bersihkanlah ia (nafsu dan jiwa kami) karena Engkaulah yang terbaik membersihkan dan menyucikan jiwa. Engkau yang mengusai jiwa dan mampu memperbaiki jiwa kami (menuju kehadirat-Mu) KETIGA, orang yang sepenuhnya dapat menguasai dan mengendalikan hawa nafsunya. Inilah orang yang mendapat rahmat Allah, sehingga terjaga dan terpelihara dari dosa-dosa dan maksiat. Dalam perjuangan melawan hawa nafsu, manusia dituntut ekstra hati-hati dan waspada secara terus-menerus, supaya ia jangan tertipu. Banyak orang merasa telah bekerja dan berjuang untuk agama, nusa, dan bangsa, padahal sesungguhnya ia bekerja hanya untuk kepentingan dirinya sendiri dan untuk memuaskan egonya. Kita berharap jangan sampai apa yang difirmankan Allah dalam surat Al-Kahfi 103 dan 104, justru melekat pada diri kita. قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمٰلًا "Katakanlah (Muhammad), "Apakah perlu Kami beri tahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?"" (ayat 103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا "(Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya." (ayat 104). Untuk menghindari kekhawatiran kalau; kita telah merasa berbuat baik, padahal ternyata di “mata Allah” perbuatan kita adalah sia2 maka berpegang teguhlah dengan firman Allah dan hadist Nabi Muhammad dibawah ini: وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًا مُّبِينًا “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Al-Ahzab: 36) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ “Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik; Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wa Al-Minnah fi Al-Intishar As-Sunnah, hlm. 12-13). Semoga Allah menjadikan kita sanggup mem-PUASA-kan hati kita melawan hawa nafsu negatif di hati kita masing2, sehingga selamat dunia akhirat. آمِيّنْ....... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِي اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 9 Ramadhan 1444 H. Jum’at, 31 Maret 2023. (1.126.03.23)

No comments:

Post a Comment