Saturday 22 June 2019

Siapakah yg paling Berilmu

Alim,  terjemahan bebasnya kira2 berilmu. Di kampungku ada juga mengartikan "alim" = "pendiam". Dlm tulisan ini ALIM qt batasi dlm arti berilmu atau mempunyai bnyk ilmu. Disiplin ilmu kini demikian  spesific, dg berbagai macam bidang ilmu.

Ya Allah:  “manakah mahluk Engkau yang lebih alim” Allah menjawab:”Orang yang sanggup menghubungkan ilmunya dengan ilmu orang lain”, Demikian pertanyaan ke dua diantara 4 pertanyan  nabi Musa kpd Allah.

Hal tsb. seperti apa yang disampaikan oleh Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi,  dikutip oleh Prof.DR.  Hamka dalam Tafsir Al-Azhar.

Dua besaran ilmu kalau boleh qt bedakan:
1. ilmu  Produk MANUSIA dan
2. ilmu produk Illahi (AGAMA)
Ilmu AGAMA juga begitu banyak cabang dan rantingnya.

Khusus ilmu agama saja, sampai habis ini usia tak kan mungkin untuk dikuasai semua.

Sehubungan dg itu agaknya tak seorang Proffesor-pun dpt mengklaim menguasai seluruh ilmu sekalipun dlm bidang keilmuannya.

Demikian juga tak seorangpun ustadz yg dpt menganggap dirinya paling mendalam ilmu agama nya sekalipun hanya ranting dari suatu ilmu agama yg di tekuninya. Walau si ustadz telah lulusan di berbagai  negara, khusus bidang agama dari universitas ternama. 

Seharusnya berangkat dari ketidak sanggupan diri menguasai seluruh ilmu sekalipun sdh khusus bil khususon. Spesialis sub spesialis, tetap saja tak kan dikuasai, tak patutlah qt membanggakan diri.  Barangkali tepatlah bila dikatakan sesungguhnya tak seorang manusiapun benar2  "alim" atau benar "berilmu".

Jadinya qt teringat kisah nabi Musa berguru ke nabi Khaidir, (surat Al-Kahfi 60-82) ternyata nabi Musa tak lulus.

Nabi Muhammad s.a.w. sendiri tak menguasai ilmu "produk manusia", tersebut dlm kisah mengawinkan kurma,  beliau bersabda,
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.”  (HR. Muslim, no. 2363)

Namun qt dianjurkan untuk mengumpulkan ilmu itu sebanyak mungkin karena Allah menjanjikan:
اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ  ۙ  وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ 
"Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat."
(QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11).

Contoh sederhana ttg derajat strata ilmu sejalan ayat di atas. Misalnya dibidang membangun gedung. Seorang yg berilmu sbg tukang batu, sdh lebih tinggi derajatnya dari kernet pengaduk semen. Upah merekapun jadi lain, ternyata kebanyakan ketrampilan merekapun beda. Si kernet kalau disuruh nyusun bata hasilnya tak rapi. Selanjutnya, umumnya mandor lbh ahli dari tukang batu. Lazimnya karier mandor diawali dari kernet, tukang batu.  Berjenjang;  arsitek tentu lbh tinggi derajatnya ketimbang mandor. Walau blm tentu arsitek lbh trampil dari tukang batu ketika marangkai bata, arsitek melalui sekolahan. Tukang batu tak berilmu merancang bangunan, ngitung anggaran seperti arsitek.

Naah disinilah letak sinergi ilmu terhimpun shg terwujud bangunan yg kokoh, rapi, indah dan artistik. Pengaduk semen, tukang batu, mandor dan arsitek; masing2 dg ilmu dan pengalamannya terhimpun, berdirilah gedung dan rumah, terbentanglah jembatan dan jalan layang serta jalan tol.

Rasul juga memberi petunjuk:
مَنْ أَرَا دَالدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِا لْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَالْاآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Artinya: ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi).

Idealnya setiap diri berusaha terus mendalami ilmu dunia dan ilmu akherat. Namun bila ilmu dunia tak bgt didpt, berikhtiarlah mencari dan mencari terus ilmu akherat, sebab semua rangkaian ibadah menghendaki ilmu. Sebab ibadah tanpa ilmu dikhawatir tak sesuai petunjuk YANG Nyuruh ibadah. Ali bin Abi Thalib berpesan "wal amilu bit tanzil" ( beramal seperti yg diturunkan = beribadahlah sesuai petunjuk Allah dan RasulNya).

Kembali kpd jawaban Allah atas pertanyaan nabi Musa, dipetik di atas,  barulah seorang dpt dikatakan  "Alim atau berilmu" bila sanggup menerima ilmu orang lain, tidak merasa paling berilmu sendiri. Menyadari bahwa ilmu yang diturunkan Allah ke dunia ini tak mungkin untuk dikuasai sendiri.
Mampu menggabungkan ilmu yg dia punya dg ilmu2 orang lain.
Ilmu penting untuk kehidupan dunia dan akhirat.

Bila para ilmuan bidang "ilmu pengembangan pengetahuan manusia" maupun "ilmu agama", berhimpun mensinergikan ilmunya, barulah dunia ini akan menjadi aman tentram dan sejahtera. Kalau semua ilmuan saling bantu, saling berkerja sama dengan keahlian masing-masing tentu sinergi tsb melahirkan orang2 ALIM atau BERILMU.

Ketika orang Alim atau Berilmu memimpin dunia ini, jadilah dunia aman dan makmur. Lebih khusus ketika orang2 Alim atau Berilmu memimpin suatu negeri, insya Allah tercapai "baldatun thayyibatun warabbun ghafur" (negeri aman makmur dlm kedamaian dibawah limpahan rahmad Allah).

Smg qt semua para pembaca, dpt terus mencari dan mengembangkan ilmu, menghargai ilmu orang lain, tdk beranggapan diri paling berilmu shg sudi menerima masukan ilmu orang lain.
"Utlubul ilma mahdi ilal lahdi"(belajar ilmu sejak lahir sampai ke kematian)

Maaf bila tdpt kekhilafan tulisan ini lantaran minimnya ilmu penulis. Smg manfaat.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Barakallahu fikum
وَ الْسَّــــــــــلاَمُ
M. Syarif arbi.

No comments:

Post a Comment