Monday 3 June 2019

Shaum vs nafsu UNTUNG

Manusia tak kan luput dari kecenderungan yang tiga yaitu: Prasangka, Takut Risiko dan Ingin Untung.

Kecenderungan manusia ingin untung, kadang karena ingin untung justru malah merugi. Manusia cenderung ingin untung, karena memang manusia terlahir dengan kekurangan. Berapa banyakpun harta kekayaan, manusia tak kunjung puas. Ini dorongan nafsu. Kecenderungan ingin untung ini, belakangan dimanfaatkan oleh para penipu dengan menjanjikan hadiah melalui telepon dan SMS. Investasi bodong. Iming2 penggandaan uang, ingin berduit dg cara instan.

Dalam kaitan ini agar kita sekalian dapat mengendalikan kecenderungan ingin untung yang memang sudah menjadi kodrat manusia, sepertinya shaum mampu mengontrolnya. Sebab menggebunya ingin untung mrpkn dorongan hawa nafsu. Ada petunjuk Allah untuk manusia meraih keuntungan bila berhasil mengkondisikan dari dalam 6 perkara:

a. Beriman.   قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْن
(Q.S. Al-Mu'minun ayat 1)

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman"

Orang yang beriman hidupnya akan senantiasa beruntung sebab seluruh apa saja yang dialaminya, ia akan berserah diri kepada Allah. Ketika ia mendapatkan  kebahagiaan, ia menerimanya dengan penuh rasa syukur. Anugerah Allah diterima dan digunakannya sesuai peruntukan yang diatur oleh Allah dan Rasul. Orang beriman TIDAK menggunakan nikmat Allah, berupa kekayaan, jabatan dan kebahagiaan untuk hal yang justru merusak dan merugikan orang lain. Ketika orang beriman mendapat musibah ia akan bersabar sambil berdoa. Ia berdo’a agar Allah menghindarkan dirinya dari segala macam kerugian, bencana dan bahaya serta memberikan kesabaran baginya menerima cobaan. Kesabaran dan do’a ini membuat orang beriman selalu beruntung karena Allah akan memberikan pahala atas kesabarannya dan akan mengabulkan do’anya walaupun mungkin lambat, misalnya diujung hayatnya atau akan ditemuinya terkabulnya do’a itu setelah di akhirat. Ketika ada berita hadiah misalnya, ia akan mengkaji terlebih dahulu, tidak asal terima, apakah hadiah/keberuntungan ini sesuai dengan kaidah keimanan yang dianutnya.

b. Shalat. (Q.S. Al-Mu'minun ayat 2 dan 9)
الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خَاشِعُوْنَ 
(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya,
وَالَّذِيْنَ هُمْ عَلٰى صَلَوٰتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ
"serta orang yang memelihara shalatnya."

Keberuntungan orang shalat dengan syarat bahwa shalat tersebut dilaksanakan dengan khusyuk/baik dan selalu berusaha untuk melaksanakan shalat berjamaah maka akan menerima banyak sekali keuntungan langsung selama berada di dunia ini, apalagi di akhirat nanti dengan ampunan dan rahmat Allah. Shalat  bila terlaksanakan dengan benar, akan mencegah perbuatan yang keji dan mungkar sejalan dengan janji Allah
اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ
(QS Al-Ankabut 45) "Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar".

Keberuntungan di dunia ini benar-benar dinikmati oleh orang yang jauh dari perbuatan yang keji dan mungkar. Orang yang berbuat keji kalau diketahui masyarakat akan dikucilkan. Orang yang melakukan kemungkaran, misalnya ambil contoh yang gemar dilakukan orang-orang yang punya kesempatan korupsi. Umpamanyalah memungkinkan lari keluar negeri, tapi hidup tetap tidak tenang. Jangankan keluar negeri dengan predikat lari, sedangkan bepergian biasa saja, tidak mengenakkan alias tersiksa, bila dibandingkan dengan berada di rumah sendiri, segala serba terbatas. Itu sebabnya orang dalam perjalanan mendapatkan kemudahan dalam shalat seperti jama’ dan qasar. Bagi orang shalat, dari waktu ke waktu iman diperbaharui, sehingga bila kesempatan korupsi itu muncul menjelang shalat zhuhur, setibanya shalat zhuhur setelah shalat niat itu terurungkan dengan pembaharuan iman ketika shalat (keculai shalatnya tidak benar, tetap saja tidak berbekas), tetap saja perbuatan keji dan mungkar berjalan terus.

c. Memelihara lidah.
وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ
"dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna,"
(QS. Al-Mu'minun ayat 3)

Adalah beberapa malapetaka disebabkan oleh perkataan, orang sulit melupakan kalau tersinggung perasaan karena menerima perkataan yang menusuk perasaan. Oleh karena itu maka Allah memperingatkan jauhilah ngomong yang tidak berguna, karena kalau banyak ngomong yang tidak berguna maka ada banyak kemungkinan salah. Kesalahan akan sangat fatal dan tidak menguntungkan bila menusuk perasaan orang lain, menimbulkan fitnah. Titik berat ngomong ini adalah terutama jangan ngomongi orang atau terkenal di dalam terminologi agama ghibah.

Hanya ada 5 ghibah yang dihalalkan yaitu: 1. Bila terzalimi, 2. Memberi kesaksian, 3. Kasus yang ditanyakan, 4. Contoh dalam dakwah dan 5. Gelar seseorang kalau tidak disebutkan orang tersebut tidak dikenal. Diluar 5 itu ghibah, dilarang dan diancam dengan dosa diantaranya memakan bangkai saudaranya. (QS Al-Hujurat ayat 12)
 وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا   ۗ  اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ
(Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati)?

d. Menunaikan zakat
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِلزَّكٰوةِ فَاعِلُوْنَ
"dan orang yang menunaikan zakat,"
(QS. Al-Mu'minun ayat 4)

Salah satu dampak zakat bagi penerima dan pemberi zakat adalah terjalinnya keharmonisan hubungan antar manusia selanjutnya akan menciptakan tatanan masyarakat yang kondusif sehingga menguntungkan semua pihak.

e. Memelihara kehormatan diri dalam mengendalikan nafsu.
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حٰفِظُوْنَ
"dan orang yang memelihara kehormatannya,(kelamin)"
(QS. Al-Mu'minun ayat 5)

Banyak ketidak beruntungan yang terjadi sebagai akibat mengumbar nafsu sex, untuk diri pelakunya sendiri, terhadap masyarakat dan bangsa.

f. Memelihara amanat
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِاَمٰنٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ 
"Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanah-amanah dan janjinya,"
(QS. Al-Mu'minun ayat 8)

Ketika amanat sudah tidak lagi dipegang, maka keberuntungan tidak lagi akan dapat diraih baik orang yang mencederai amanat dan pihak korban pengkhianatan amanat. Negara kita menjadi begini, besar kemungkinan lantaran banyaknya pemangku amanat yang tidak lagi memegang amanat. Oleh karena itulah keberkatan tidak turun di negeri ini. Walau kita dianugerahi bumi dan air yang kaya raya. Tetapi bangsa ini tetap terpuruk, justru menjadi hamba sahaya di negeri orang yang mestinya miskin akan sumber daya alam. Sementara kekayaan alam di dalam negeri jikapun anak bangsa dapat menikmatinya hanya sebatas sebagai kuli, sedang tuannya masih diserahkan kepada bangsa asing.

Allah menjanjikan:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ  مِّنَ السَّمَآءِ وَالْاَرْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا  كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
(QS: Al-A’raf 96)

Salah satu bentuk pendustaan ayat-ayat Allah adalah mengkhianati amanah seperti korupsi dan tidak menjalankan tugas sesuai amanah. Karena itu perlu pasca Rhamadan kita menen gok sbg individu dan sbg bangsa apakah  .....

Sepertinya bangsa ini sudah mewakili seluruh ummat nabi-nabi terdahulu yang pernah mendapat hukuman langsung dari Allah.

Rasulullah Muhammad pernah berdo’a akan empat azab jangan diturunkan untuk ummatnya. Dua diantaranya
dikabulkan dua hal ditolak.

Dua yang dikabulkan ialah tidak turun azab Allah dari atas dan dari bawah seperti ummat nabi terdahulu, seperti ummat nabi Nuh, Ummat nabi Luth Ummat nabi Sua’ib. Walaupun kini tingkah polah sbgn kecil anak bangsa kita sudah berbuat seperti ummat nabi-nabi terdahulu.

Sedangkan dua yang tidak dikabulkan Allah ialah nabi Muhammad memohon agar ummatnya tidak berpecah belah dan ummatnya tidak benci membenci. Apa yang kita rasakan sekarang, kita terpecah belah dengan berbagai aliran golongan, kadang satu golongan membenci golongan lain.

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Barakallahu fikum
وَ الْسَّــــــــــلاَمُ
M. Syarif arbi.

No comments:

Post a Comment