Saturday 6 July 2019

AKAL mencari KEBENARAN

Akal berkembang seiring dengan pertumbuhan fisik seorang anak manusia, dibentuk oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Faktor pendukung berkembangnya akal antara lain lima faktor y.i. 1. Usia, 2. Lingkungan,  3, Pendidikan, 4. Pengalaman. dan 5. Iman.

1. Faktor Usia.
Manusia ketika keluar dari perut ibunya belum mampu berbuat apapun kecuali menggerakkan raganya sembari menangis. Sejalan dengan bertambahnya usia berangsur angsur tambah kemampuan akalnya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Masalah pertama yg dihadapinya adalah lapar, dengan menangis kelaparan itu teratasi karena beberapa lama kemudian ada yg memberikan makanan entah oleh ibunya langsung atau oleh orang lain, sementara ibunya belum dapat menolongnya. Masalah kedua dihadapi bayi adalah hasil dari penyelesaian masalah lapar, beberapa lama setelah menerima makanan sekaligus minuman berupa susu atau sejenis, sebagian dikeluarkan berupa kencing atau buang air besar. Keadaan ini membuat rasa tidak enak di badan, upaya untuk mengatasinya yg hanya dapat dilakukan dengan menangis. ternyata setelah menangis, juga datang orang membantu membersihkan badan dari lekatnya kencing atau kotoran dan mengganti pembungkus badan. Beberapa lama itu dilakukan dengan pola yang sama, hari demi hari kemampuan fisik dan kecerdasan semakin meningkat, dimulai mengerti keadaan sekeliling, mengenal siapa yang sering mendampingi, memberi minuman yg sekaligus makan (untuk bayi). Berangsur timbul kecerdasan, tetapi akal belum tumbuh. Allah swt memberikan petunjuk tentang proses perkembangan manusia setelah lahir dari perut ibunya di dalam surat An-Nahl 78 sbg berikut:
وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْــئًا  ۙ  وَّ جَعَلَ لَـكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصٰرَ وَالْاَفْئِدَةَ   ۙ  لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْن
(Wallahu akhrajakum min buthuni ummahatikum la ta’lamuu na syaian waja’ala lakumussam’a wal abshara wal afidata la’allakum tasykurun).

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur."

Pertama diberikan Allah pendengaran, dengan pendengaran dapat mengikuti bunyi-bunyi yg ada disekelilingnya, sehingga si bayi dapat menirukan bunyi itu selanjutnya mengerti akan makna bunyi itu.

Kedua diberikan Allah penglihatan, si bayi mulai dapat memantau, siapa yang merawatnya mengenali wajah siapa yang selalu mendekati dirinya selanjutnya ia meletakkan ketergantungan masalahnya kepada orang tersebut.

Ketiga, diberikan Allah hati, untuk menaruh kasih sayang kepada siapa yang mendekat kepadanya, atau kurang senang terhadap sesuatu.

Bertambah usia yg bersangkutan, bertambahlah apa yang dialaminya, baik pengalaman yg menyenangkan dan pengalaman yg menyakitkan. Keseluruhan pengalaman tersebut didapat seiring dengan berjalannya usia akan terakumulasi membentuk akal untuk memilih mana yang baik dan buruk mana yang menguntungkan dan yang merugikan.

Akal terbentuk untuk memilih untung rugi, menyenangkan dan menyusahkan dan kadang kurang terbentuk untuk memilih baik dan buruk.
Disimpulkan demikian karena, diantara manusia tidak segan-segan melakukan sesuatu yg oleh sebagian orang dianggap buruk asalkan baginya menguntungkan, menyenangkan. Pemilihan baik dan buruk adalah wilayah taqwa, wilayah hidayah (petunjuk) Allah, hanya didapat oleh orang-orang yang bertawakal.

2. Faktor Lingkungan.
Seorang anak tinggal dikomplek perumahan yg dijaga satpam dilengkapi dengan portal keluar masuk komplek, tentu akan berbeda perkembangan ketrampilannya dengan anak yg dibesarkan di kampung nelayan di tepi laut. Ada seorang anak komplek setelah dewasa ia tidak trampil menaiki sepeda motor tapi dia sangat mahir mengendarai mobil. Sementara anak yg dibesarkan di tepi pantai, keluarga nelayan, adalah wajar dianya ahli mengemudikan perahu, merajut jaring (alat penangkap ikan), mungkin untuk mengemudikan mobil ia harus lebih dahulu belajar setelah dewasa. Orang pantai umumnya keras dan cepat bertindak dan mengambil keputusan.
Satu saat kupernah ikut menangkap ikan dengan seorang nelayan. Ketika di darat orang yang kuikuti ini tutur bahasanya begitu sopannya kepadaku, sebab mungkin menyesuaikan karena diriku bukan selingkungan dengannya. Setibanya di laut aku diserahi memegang kemudi perahu, beliau bagian menyusuri pancing renteng (rawai=bhs setempat) yg semalam sebelumnya dipasang di laut berjarak beberapa mil dari pantai. Bukan main kasarnya beliau setelah di laut, instruksinya demikian keras lengkap dengan bentakan untuk mengarahkan saya memainkan kemudi. Ternyata keadaan di laut mewajibkan orang segera mengambil keputusan, mewajibkan instruksi yang tidak pakai diplomasi, sebab kalau tidak, bukan mustahil akan berbahaya, digulung ombak misalnya, atau dicederai oleh ikan yang akan dilepas dari mata pancing. Lingkungan ini telah membentuk sikap dan perilaku beliau terbawa juga di kehidupan di darat. Walau ketika ber-audiance dengan saya sebelum ke laut beliau masih dapat membungkus dirinya, mungkin karena faktor pengalaman yang dimilikinya berhubungan dengan orang dari lingkungan lain.

3. Faktor Pendidikan.
Manusia dengan latar belakang keluarga yang berbeda oleh pendidikan akan dapat dibentuk menjadi berperangai yg hampir seragam. Misalkan anak petani asal dari pegunungan, anak nelayan berasal dari tepi pantai, anak orang perkantoran hidup diperkotaan dengan rumah berada di dalam komplek. Setelah melalui pendidikan yang sama misalnya pendidikan militer, mereka akan terbentuk berkepribadian militer yang tegas, disiplin. Walau karakter dasar mungkin masih melekat dimasing-masing individu, tetapi terdapat keseragaman yang dapat dibedakan antara lulusan pendidikan militer dengan lulusan pendidikan pesantren.

4. Faktor Pengalaman.
Manusia dibentuk selanjutnya oleh pengalaman yg bersangkutan dalam menjalani hidup ini. Lulusan perguruan tinggi yg sama, akan berbeda keadaan kehidupan masing-masing. Pengalamanlah yg akan menuntun yg bersangkutan untuk merangkai kehidupan masing-masing. Seorang teman setelah tamat sekolah mamasuki dunia jurnalis. Pengalaman telah membentuknya terus menerus sehingga akhirnya menjadi orang terkenal pada bidangnya dan meraih sukses. Sementara ada teman yang lain memasuki dunia kerja formal di BUMN berakhir dengan pensiun ada di level tinggi ada di level sedangan, bahkan ada level bawahan. Untuk mengisi sisa hidupnya dikaitkan dengan pengalaman masing-masing meneruskan kegiatannya yang tidak jauh dengan kegiatan ketika sebelum pensiun.

5. Faktor Iman.
Menentukan baik dan burukpun adalah NISBI. Baik menurut seseorang, blm tentu baik menurut orang lain. Kadang "baik" diartikan "benar". Benar menurut suatu kelompok atau kaum blm tentu benar menurut kelompok yg lain. Beda ketika menentukan kebenaran inilah, yg sering membuat perselisihan, persengketaan, sering berujung ke pihak yg dianggap adil (di dunia) untuk menetapkan "kebenaran" itu. Yg sedihnya jika penentu kebenaran itu berpihak kpd salah satu kelompok pencari "kebenaran". Kalau sdh yg dipercaya penentu kebenaran tdk netral dmkn, sudahlah......... alamat "kebenaran" itu tidak benar. 

Bagi orang yg beriman acuan kebenarannya jelas; sesuai petunjuk Allah a.l. seperti (QS. Ali 'Imran ayat 60)
اَلْحَـقُّ مِنْ رَّبِّكَ فَلَا  تَكُنْ مِّنَ الْمُمْتَرِيْنَ
"Kebenaran itu dari Tuhanmu, karena itu janganlah engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu."

Orang beriman mengukur kebenaran atas dasar yg dituntunkan Allah dan RasulNya.

Eeeee........masing2 pihak meng-klaim pula beriman, meng klaim juga menentukan/mencari kebenaran tlh sesuai petunjuk Allah dan RasulNya. Makapun kebenaran yg sdh diputus oleh penentu kebenaran (didunia) itu, salah satu pihak merasa tak puas, sebab dirasakan jauh sangat dari kebenaran. Dlm hal seperti ini pulangkanlah kpd hati nurani. Insya Allah, hati nurani orang yg taqwa dan tawakal senantiasa di bimbing Allah, ditunjukkan jalan keluar (yg baik). (QS. At-Talaq ayat 2)
 وَمَنْ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا
"Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya,"

Smg hati nurani kita semua masih hidup shg masih sanggup menetapkan baik dan buruk, benar dan salah, jujur dan curang, setidaknya untuk diri sendiri dan keluarga buat sandaran guna mohon ampun kpd Allah.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Barakallahu fikum
وَ الْسَّــــــــــلاَمُ
M. Syarif arbi.

No comments:

Post a Comment