Saturday, 29 March 2025
PUASA NABI MUSA
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.319.19.03-2025
Guide tour kami menuju Aqsha melalui gurun Sahara berkebangsaan Mesir, tetapi sangat fasih berbahasa Indonesia kecuali kata bangun diucapkannya “ban.. gun”. Kata itu berulang diucapkannya jika dalam perjalanan diantara kami banyak yang tertidur dan ada moment yang perlu dia kemukakan.
Sekitar pukul 3 petang, matahari sudah redup, kembali “Mr Hamdi” guide yang ramah itu berseru “ban…. gun, ban ….. gun, ban ……. gun. sebentar lagi kita sampai di kaki gunung Sinai.
Perjalanan panjang menjelajahi gurun Sahara 21 Juni tahun 2022 itu, lebih dari 13 jam. Rombongan kami sempat singgah menyaksikan maqam Nabi Harun dan Nabi Shalih. Di kaki gunung Sinai terlihat bekas tangan Samiri membuat sesembahan berupa anak lembu. Perjalanan antar benua ini dimulai pkl 7.30 dari Cairo (Africa). Finish pkl 21.30. di Kota Taba perbatasan Mesir - Palestina (Asia).
Dua jam-an sebelum sampai ke kaki gunung Sinai Tour Leader dan Guide setempat, menawarkan untuk mendaki ke puncak gunung Sinai. Saya merupakan anggota rombongan tertua, langsung angkat tangan mendaftarkan diri, diikuti oleh beberapa orang lainnya. Pikirku sekalian “mandi biar basah”, sudah jauh2 perjalanan, sekalian, semua kesempatan harus diambil, untuk tambah pengalaman hidup.
Pihak penyelenggara program akan memfasilitasi, kami2 yang akan naik ke gunung Sinai. Sedangkan rombongan lain akan terus dengan bis semula lanjut ke Taba (perbatasan Mesir dengan Palestina). Kami yang akan naik ke G. Sinai, setelah turun akan disediakan angkutan tersendiri melanjutkan perjalanan ke Taba.
Sampai di kaki gunung diberikan penjelasan; untuk naik ke gunung tempat Nabi Musa menerima 10 perintah Tuhan itu harus menggunakan “Multi Moda Transport” (Pinjam istilah International Trade), yaitu dengan beberapa model angkutan. Mula2 naik sejenis “Angkot” ke stasiun ONTA. Pendaki kemudian akan diangkut dengan Onta entah berapa jarak tempuhnya (tergantung si Onta dan Jokinya). Selanjutnya tersedia tangga ke puncak gunung dengan 750 anak tangga. Untuk mendaki anak tangga itu bagi ku yang sudah 70 keatas ini tentu akan menggunakan model angkutan berikut lagi, yaitu “digendong”, bahasa kampungku “berambin” (nempel dibelakang seseorang dengan tangan kebahu orang yang menggendong, dan kaki melingkari pinggang penggendong).
Akhirnya kuputuskan tidak ikutan naik ke G. Sinai. Lantas anggota rombongan yang juga tadinya angkat tangan, juga mengurungkan niatnya. Mentari sudah agak redup, kami serombongan utuh, naik bis melanjutkan perjalanan ke TABA.
Sebenarnya di hati ini kepengin naik ke Gunung Tursina atau disebut juga Gunung Sinai itu, sebab Nabi Musa AS pernah bermunajad kepada Allah selama 40 hari dan BERPUASA di gunung itu, untuk mendapatkan 10 Perintah Tuhan. Sejatinya kepengin lihat dimana Nabi Musa berdiri menghadap Allah seperti diabadikan dalam Al-Qur’an Al- A’raf 143:
وَلَمَّا جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ قَالَ رَبِّ أَرِنِىٓ أَنظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَن تَرَىٰنِى وَلَٰكِنِ ٱنظُرْ إِلَى ٱلْجَبَلِ فَإِنِ ٱسْتَقَرَّ مَكَانَهُۥ فَسَوْفَ تَرَىٰنِى ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُۥ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُۥ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا ۚ فَلَمَّآ أَفَاقَ قَالَ سُبْحَٰنَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلْمُؤْمِنِينَ
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".
10 Perintah Allah kepada ummat Nabi Musa, termuat dalam surat Al-An’am 151 s/d 153 diterima Nabi Musa di puncak Gunung Tursina (Sinai) itu:
۞ قُلْ تَعَالَوْا۟ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُم مِّنْ إِمْلَٰقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلْفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا۟ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (Al-An’am 151)
وَلَا تَقْرَبُوا۟ مَالَ ٱلْيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُۥ ۖ وَأَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ وَٱلْمِيزَانَ بِٱلْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَإِذَا قُلْتُمْ فَٱعْدِلُوا۟ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ ٱللَّهِ أَوْفُوا۟ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. (Al-An’am 152)
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِى مُسْتَقِيمًا فَٱتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِۦ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Al-An’am 153).
Nabi Musa melakukan RITUAL PUASA ketika bermunajat di Gunung Tursina atau disebut juga Gunung Sinai itu selama 40 hari, tidak makan dan tidak minum. Tujuan puasa Nabi Musa untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam rangka menerima wahyu. Wahyu berupa perintah Allah yang begitu jelas tersurat pada ayat 151 s/d 153 Al-An’am di atas. 10 perintah Allah diterima langsung Nabi Musa di puncak Gunung Sinai bila dirinci sbb:
1. janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan ALLAH,
2. berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa,
3. janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka,
4. janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi,
5. janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar,
6. janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.
7. sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
8. apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu),
9. penuhilah janji Allah.
10. Harus bersatu di Jalan Allah; dengan kalimat: “janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya”.
Selain itu Allah menyatakan “Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya”.
Mengingat beratnya medan menurut informasi guide, serta dari kaki gunung kami dapat melihat dan membayangkan tingginya gunung dan terjalnya Gunung Sinai itu, dengan berat hati keinginan tersebut diredam dalam2. Karena tenaga harus dipersiapkan untuk perjuangan masih panjang menuju Aqsha, bakal menghadapi gerbang masuk ke negeri yang dikuasai Israel, dikabarkan pengawasannya sangat ketat.
Puasa yang kita lakukan saat ini tentu berbeda dengan syariat Nabi Musa, durasi puasa Nabi Musa selama 40 hari, sedangkan kita sekarang hanya sebulan. Ini membuktikan kebenaran surat Al-Baqarah ayat 183 bahwa ummat sebelum kita berpuasa.
“………………. كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ …………………”
“…………. sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu…….”
Semoga puasa kita serta semua ibadah kita diterima Allah dan sesudah Ramadhan kita menjadi lebih baik, lebih bertaqwa.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 29 Ramadhan 1446H, 29 Maret 2025
Friday, 28 March 2025
PUASA dan SHALAT Nabi ISA
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.318.18.03-2025
Allah berfirman kepada Nabi Isa, apakah beliau pernah mengaku Tuhan ? Secara lengkap termuat di dalam surat Al-Maidah ayat 116
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۖ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ ۚ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ ۚ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah? Isa menjawab, "Mahasuci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib.” ( QS Al-Maidah : 116)
Pertanyaan Allah tersebut, ada yang meriwayatkan terjadi pada waktu matahari sedang terbenam (yaitu waktu maghrib). Nabi Isa langsung mendirikan sholat sebanyak 3 rakaat. Tiap rakaat sholat Nabi Isa memiliki maksud yang berbeda:
Rakaat pertama, bersyukur kepada Allah karena memaklumkan akan ketiadaan ke-Tuhanan pada dirinya.
Rakaat kedua, bersyukur kepada Allah karena memaklumkan ketiadaan ke-Tuhanan pada diri ibunya (Maryam).
Rakaat ketiga, untuk menetapkan ke-Tuhanan Allah Yang Maha Esa.
Sehingga dengan peristiwa itu jadilah Nabi Isa adalah orang pertama mendirikan shalat Maghrib. Tentu saja teknik, syarat dan rukun shalatnya tidaklah sama dengan yang dilaksanakan ummat Islam sekarang. Shalat ummat Islam, dilakukan dengan mencontoh Nabi Muhammad saw:
عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي»، رَوَاهُ البُخَارِيُّ.
Dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian (dengan cara) sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 628 dan Ahmad, 34:157-158]
Nabi Isa juga berpuasa, selama 40 hari dan 40 malam di padang gurun sebelum memulai misinya, sebagai bentuk persiapan dan pengabdian kepada Tuhan. Kisah puasa 40 hari ini tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an, Al-Qur’an menyebutkan bahwa puasa dilakukan juga oleh ummat sebelum Islam.
“………………. كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ …………………”
“…………. sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu…….”
(Al-Baqarah 183)
Sampai sekarang ummat Nasrani puasa 40 hari tidak boleh makan yang ada ruhnya.
Berpuasa bagi ummat Islam tidak langsung diperintahkan Allah begitu Islam didakwahkan Rasulullah, akan tetapi pertama kalinya disyariatkan berpuasa pada tahun kedua Hijriah yakni, pada Senin, 10 Sya’ban tahun ke-2 Hijriah atau satu setengah tahun setelah Rasulullah SAW dan umatnya hijrah dari Makkah ke Madinah.
Sebagaimana halnya shalat, berpuasa syariat Nabi Isa dengan apa yang dilakukan oleh ummat Nabi Muhammad saw berbeda syarat dan rukunnya.
Syarat puasa bagi ummat Islam: Beragama Islam, Baligh atau sudah cukup umur, Berakal sehat dan waras, Sehat jasmani dan Rohani, Bukan termasuk musafir yang sedang melakukan perjalanan panjang dan jauh, Dalam keadaan yang suci dari hadas besar, Memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk melaksanakan puasa.
Rukun puasa bagi ummat Islam: Berniat berpuasa, Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Puasa juga harus dijalankan dengan penuh kesadaran ibadah. Artinya, puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari perkataan kasar, kebohongan, serta perbuatan dosa lainnya. Dengan kata lain; mempuasakan “perut”, “lidah”, “mata”, “telinga”, “raga” dan “hati”. Orang yang sakit, lanjut usia, ibu hamil, ibu menyusui, atau musafir (orang yang sedang dalam perjalanan jauh), mereka mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa.
Semoga Shalat kita, Puasa kita, dan seluruh rangkaian kegiatan ibadah Ramadhan kita diterima Allah SWT.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 28 Ramadhan 1446H, 28 Maret 2025
Wednesday, 26 March 2025
PUASA dan SHALAT NABI YUNUS
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.317.17.03-2025
Nabi Yunus diutus Allah pada kaum NAINAWA. Sekarang kota ini ada di Irak, provinsi NINAWA dengan ibukota “Mosul” terletak di tepi Sungai Tigris dan merupakan kota terbesar ketiga di Irak setelah Baghdad dan Basra.
Sekitar 780 Tahun SM, Nabi Yunus berdakwah di negeri Nainawa, ketika itu penduduknya menyembah berhala. Setelah sekian lama Nabi Yunus berdakwah, penduduk Nainawa enggan beriman kepada Allah SWT. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Nabi Yunus a.s. telah berdakwah selama 33 tahun dan hanya 2 orang yang mengikuti ajarannya, yakni bernama Tanuh dan Rubil. Melihat kaum Nainawa tidak pernah berubah, Nabi Yunus a.s. marah, kecewa, dan putus asa sehingga ia meninggalkan kaumnya tersebut.
Nabi Yunus pergi ke sebuah pelabuhan di Palestina, kemudian menumpang kapal laut menuju kota Tasiyisy yang terletak di sebelah barat Palestina. Dalam perjalanan inilah nabi Yunus harus melompat dari kapal ke laut sebab badai yang melanda. (Kisah dipadatkan).
Tiba di laut, Nabi Yunus ditelan oleh ikan paus, namun selamat berkat pertolongan Allah, karena Nabi Yunus berdzikir, berdo’a terus-menerus, seperti diabadikan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 87:
لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبْحَٰنَكَ إِنِّى كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim".
Allah mengabulkan doa Nabi Yunus dan memerintahkan ikan paus untuk mengeluarkan Nabi Yunus ke daratan yang kering dan tandus.
Selama berada dalam perut ikan, Nabi Yunus as berpuasa dari makan dan minum. Tentang berapa lama nabi Yunus berada dalam perut ikan, dengan demikian berpuasa; ada yang meriwayatkan sejak waktu dhuha sampai sore hari. Adapula yang menyebutkan 3 hari, 7 hari dan 40 hari.
Yang jelas selama dalam perut ikan Nabi Yunus berpuasa, beliau berpuasa selama dalam perut ikan itu. Benarlah jadinya apa diinformasikan Allah di surat Al-Baqarah ayat 183:
“………………. كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ …………………”
“…………. sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu…….”
Untuk berbuka, dikisahkan, beliau memakan buah semacam labu yang Allah tumbuhkan untuknya di tepi pantai beliau didamparkan ikan.
Rincian kisah Nabi Yunus ini terdapat pada surat As-Saffat ayat 139-148
{وَإِنَّ يُونُسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ (139) إِذْ أَبَقَ إِلَى الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ (140) فَسَاهَمَ فَكَانَ مِنَ الْمُدْحَضِينَ (141) فَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ (142) فَلَوْلا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ (143) لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (144) فَنَبَذْنَاهُ بِالْعَرَاءِ وَهُوَ سَقِيمٌ (145) وَأَنْبَتْنَا عَلَيْهِ شَجَرَةً مِنْ يَقْطِينٍ (146) وَأَرْسَلْنَاهُ إِلَى مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ (147) فَآمَنُوا فَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ (148) }
Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi, lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedangkan ia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.
Dalam surat Al-Anbiya telah disebutkan bahwa kisah Nabi Yunus a.s.
وَذَا ٱلنُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَٰضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِى ٱلظُّلُمَٰتِ أَن لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبْحَٰنَكَ إِنِّى كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim". (Surat Al-Anbiya Ayat 87)
فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ وَنَجَّيْنَٰهُ مِنَ ٱلْغَمِّ ۚ وَكَذَٰلِكَ نُۨجِى ٱلْمُؤْمِنِينَ
“Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman”. (surat-Al-Anbiya-ayat-88)
Menurut Imam Haqqi, Nabi Yunus AS dimuntahkan ikan paus di pantai, bertepatan pada waktu Ashar (menjelang sore). Kemudian, beliau segera melakukan sholat empat rakaat sebagai rasa syukurnya kepada Allah karena telah mengabulkan do’anya keluar dari empat kegelapan:
1. Kegelapan atas dirinya meninggalkan kaumnya.
2. Kegelapan di dasar lautan lepas.
3. Kegelapan pada kala malam.
4. Kegelapan di dalam perut ikan.
Kisah ini menjelaskan bahwa:
1. Nabi Yunus juga berpuasa, tidak makan tidak minum selama berada dalam perut ikan paus.
2. Nabi Yunus adalah orang pertama yang melaksanakan shalat Ashar 4 rakaat, bersyukur atas dikeluarkan Allah dari 4 kegelapan.
Puasa kita sekarang ini, dengan tujuan untuk menjadi orang beriman yang bertaqwa. Tujuan shalat kita saat ini adalah bukan bersyukur atas terbebas dari 4 kegelapan seperti Nabi Yunus, tetapi agar menjadi orang beriman yang terbebas dari perbuatan keji dan mungkar (lihat surat Al-Ankabut 45)
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”
Semoga Allah menjadikan kita semua orang beriman dan taqwa dan terbebas dari perbuatan keji dan mungkar.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 26 Ramadhan 1446H, 26 Maret 2025
Tuesday, 25 March 2025
SHALAT dan PUASA NABI IBRAHIM
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.316.16.03-2025
Sesungguhnya hidup ini dipenuhi dengan ujian sehingga Allah sampai memberitahukan kepada orang beriman:
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabut ayat 2)
Puasa merupakan salah satu bentuk ujian buat orang beriman, sanggupkah mempuasakan 6 perkara: Perut, Lidah, Mata, Telinga, Raga dan Hati. Bagi yang sanggup jadilah orang yang beriman naik derajat menjadi orang taqwa.
Nabi Ibrahim sejak kecilpun sudah beriman tidak mempercai kepercayaan Raja Namrud dan rakyatnya, kendatipun ayahnya sebagai pembuat patung2 yang disembah mereka.
Al-Qur’an menceritakan tentang keberimanan Nabi Ibrahim bermula dengan mencari Tuhan, yang termaktub dalam Al-Qur'an Surat Al-An'am ayat 74-79,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ ءَازَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا ءَالِهَةً ۖ إِنِّىٓ أَرَىٰكَ وَقَوْمَكَ فِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ
“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". (Al-An’am 74)
وَكَذَٰلِكَ نُرِىٓ إِبْرَٰهِيمَ مَلَكُوتَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ ٱلْمُوقِنِينَ
“ Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. (Al-An’am 75)
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ ٱلَّيْلُ رَءَا كَوْكَبًا ۖ قَالَ هَٰذَا رَبِّى ۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَآ أُحِبُّ ٱلْءَافِلِينَ
“Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Al-An’am 76)
فَلَمَّا رَءَا ٱلْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَٰذَا رَبِّى ۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِى رَبِّى لَأَكُونَنَّ مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلضَّآلِّينَ
“Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat". (Al-An’am 77)
فَلَمَّا رَءَا ٱلشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَٰذَا رَبِّى هَٰذَآ أَكْبَرُ ۖ فَلَمَّآ أَفَلَتْ قَالَ يَٰقَوْمِ إِنِّى بَرِىٓءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ
“Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. (Al-An’am 78)
إِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (Al-An’am 79)
Atas keimanannya itu nabi Ibrahim mengalami beberapa ujian berat dari Allah, dua diantaranya yaitu diuji dengan dibakar hidup2 oleh raja Namrud dan diperintahkan menyembelih anaknya yang ketika itu satu2nya yaitu Ismail.
Ketika menghadapi ujian di bakar oleh raja Namrud, diriwayatkan bahwa nabi Ibrahim dalam keadaan berpuasa dalam rangka penyerahan dirinya kepada Allah. Atas perintah Allah Api tidak mencenderai, bahkan menyelamatkan Nabi Ibrahim:
قُلْنَا يَٰنَارُ كُونِى بَرْدًا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ
“Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", (Al-Anbiya 69)
Ketika menghadapi ujian menyembelih anaknya, dengan keimanan yang kuat, penyerahan diri yang bulat kepada Allah penyembelihan tetap dilaksanakan. Atas kuasa Allah, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail lulus dari ujian tersebut. Allah mengganti pengorbanan kedua Nabi itu dengan sembelihan berupa Qibas yang diturunkan dari Surga. Kisahnya diabadikan dalam surat As-Saffat ayat 102 sampai 108. (agar artikel ini tak terlalu panjang, maaf tidak dikutipkan, silahkan pembaca menyimak ayat2 tersebut dari Alqur’an)
Peristiwa yang mencemaskan itu terjadi setelah tergelincir matahari tanggal 10 Dzulhijjah (kini diabadikan menjadi hari raya kurban = Idul Adha). Saat itu bertepatan dengan waktu zuhur, Nabi Ibrahim mewujudkan syukurnya dengan langsung melaksanakan sholat empat rakaat sebagai tanda syukur kepada Allah:
1. Rakaat pertama sebagai tanda syukur karena Allah telah mengganti kurbannya dengan tebusan (diganti dengan Qibas).
2. Rakaat kedua sebagai tanda syukur karena Allah telah menghilangkan kesedihan mengenai anak yang dicintainya.
3. Rakaat ketiga untuk memohon keridhaan Allah SWT atas dirinya.
4. Rakaat keempat sebagai rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan dengan sembelihan seekor domba Qibas yang diturunkan dari surga.
Dari kisah ini diketahui:
Pertama; bahwa Nabi Ibrahim juga melaksanakan puasa sehingga benarlah apa yang diinformasikan Allah di surat Al-Baqarah ayat 183:
“………………. كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ …………………”
“…………. sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu…….”
Kedua; bahwa orang pertama yang melaksanakan shalat zuhur adalah Nabi Ibrahim. Sedangkan orang pertama melaksanakan shalat Subuh adalah Nabi Adam (seperti telah di tulis di artikel sebelum ini).
Semoga puasa Ramadhan yang kita laksanakan mengantarkan kita menjadi orang beriman yang dinaikkan Allah ke derajat bertaqwa.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 25 Ramadhan 1446H, 25 Maret 2025
Sunday, 23 March 2025
SHALAT dan puasa NABI ADAM AS
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.315.15.03-2025
Semua agama samawi meyakini bahwa manusia pertama yang diciptakan Allah adalah Nabi Adam AS. Kapan tepatnya terciptanya Nabi Adam AS, dari sumber agama manapun tidak diperoleh informasinya. Di dalam agama Islam hanya didapat informasi “hari penciptaan” Nabi Adam AS yaitu hari Jum’at. Rasulullah SAW. dalam sebuah hadits, beliau bersabda:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ فِيهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ
“Sebaik-baik hari adalah hari Jumat, karena pada hari itulah Adam diciptakan. Pada hari itu pula ia dimasukkan ke dalam surga dan pada hari itu pula ia dikeluarkan daripadanya. Dan hari kiamat tidak terjadi kecuali pada hari Jumat.” (HR. Muslim No. 854)
Nabi Adam AS. diturunkan ke bumi terpisah jauh dengan pasangannya Hawa. Agaknya diturunkan pada malam hari waktu bumi (penulis = Kamis malam Jum’at), karena dalam Riwayat yang dipetik ini bahwa; Nabi Adam AS sangat takut dan khawatir karena keadaan di bumi sangat gelap dan tidak ada cahaya sama sekali, berbeda kontras dengan keadaan di Surga. Setelah gelap gulita itu berlalu, terbitlah fajar, bumi berangsur terang menghilangkan kekhawatiran dan rasa takut Nabi Adam AS. Atas fenomena alam yang baru pertama kali dialaminya itu, Nabi Adam AS melakukan shalat dua rakaat sebagai bentuk syukur. Nabi Adam AS mengerjakan sholat dua rakaat menjelang terbit fajar. Rakaat pertama sebagai tanda syukur karena terlepas dari kegelapan malam. Sedangkan rakaat kedua, sebagai tanda syukur atas datangnya siang.
Atas dasar hadits dan Riwayat diatas jadinya diketahui bahwa: Shalat yang dilakukan di bumi yang pertama kali adalah shalat subuh. di Subuh hari Jum’at, jumlah shalatnya dua rakaat. Orang/manusia pertama yang melakukan shalat adalah Nabi Adam AS. Shalat dilakukan merupakan perwujudan syukur.
Beralih ke soal puasa; di dalam ayat perintah puasa untuk kita dimasa kini terdapat ungkapan bahwa “puasa yang kita diperintahkan menjalankannya itu juga seperti yang pernah dijalankan oleh umat sebelum kita ini”.
“………………. كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ …………………”
“…………. sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu…….” (Al- Baqarah 183)
Mengacu pada ungkapan di ayat tersebut, maka berarti sebagai manusia pertama Nabi Adam AS. juga berpuasa. Untuk mengetahui hal tersebut mari kita ikuti salah satu riwayat seperti yang dikutip dari Ibnu Abbas.
Dikisahkan Nabi Adam AS., setelah berada di bumi, begitu datangnya siang tubuh Nabi Adam AS terbakar matahari hingga menghitam. Allah SWT kemudian memerintahkannya untuk berpuasa selama tiga hari (patokan bulan di langit hari ke 13, 14, dan 15) yaitu pada “awal purnama, purnama penuh dan akhir purnama”.
Setiap hari puasanya, sebagian tubuhnya menjadi putih, hingga akhirnya seluruh tubuhnya kembali putih setelah berpuasa tiga hari. Oleh karena itu, hari-hari tersebut dinamakan “Ayyamul Bidh”, merujuk pada pemutihan tubuh Nabi Adam AS.
Membicarakan istilah “Ayyamul Bidh” Versi lain mengaitkan nama tersebut dengan kecerahan bulan purnama yang terjadi pada malam ke-13, 14, dan 15. Dikarenakan kecerahan bulan tersebut, hari-hari ini disebut 'hari-hari putih'. Rasulullah SAW sendiri sering berpuasa pada hari-hari ini, dan beliau senang berpuasa di malam-malam yang cerah.
Akan hal Puasa “Ayyamul Bidh”, Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, berkata:
أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
Artinya: "Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: 1- berpuasa tiga hari setiap bulannya, 2- mengerjakan shalat Dhuha, 3- mengerjakan shalat witir sebelum tidur" (HR. Bukhari no. 1178)
Kembali ke puasa Nabi Adam AS : Menurut Ibnu Katsir, Nabi Adam AS berpuasa selama tiga hari tiap bulan sepanjang tahun. Riwayat lain mengatakan bahwa Nabi Adam AS berpuasa tiap tanggal 10 Muharram sebagai ungkapan syukur lantaran Allah mengizinkannya bertemu dengan istrinya, Hawa, di Arafah.
Nabi nabi lain: seperti nabi NUH AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Daud AS, Nabi Yunus AS, Nabi Musa AS, Nabi Isa AS, Nabi Aiyub AS juga berpuasa. Puasa para nabi tersbut dapat ditelusuri jejak riwayatnya. dengan demikian benarlah apa yang diungkap ayat 183 Al-Baqarah
“………………. كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ …………………”
“…………. sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu…….”
Semoga shaum Ramadhan ini sanggup kita laksanakan sebaik-baiknya sehingga membuahkan “Taqwa”.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 23 Ramadhan 1446H, 23 Maret 2025
Saturday, 22 March 2025
SAHABAT
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.314.14.03-2025
Sebagai makhluk sosial, setiap manusia harus berinteraksi sesama manusia, timbullah pertemanan. Kelompok pertemanan itu muncullah group2, kini sangat marak group WA teman sekampung, group WA teman sekampus, group WA masa sekolah dan seterusnya. Diantara sekian banyak teman tersebut ada yang menjadi “Sahabat”. Pengertian “teman” dan “sahabat” beda2 tipis, tapi tetap dapat dibedakan. “Teman” adalah seseorang yang kita kenal dan sering berinteraksi. Sedangkan “Sahabat” adalah teman yang memiliki hubungan lebih dekat, intim, dan kepercayaan yang mendalam.
Betapa jeleknyapun teman, mesti ada guna. Sekilas kuceritakan empat puluhan tahun yang lalu, seorang pejabat kantor kami pindahan dari kota lain. Sekitar seminggu setelah berdinas di kediamannya yang baru, beliau mengamalkan kebiasaannya “jalan pagi” sebelum ke kantor. Apes bagi pejabat tersebut waktu jalan pagi di hari itu ketemu penodong, dirampas arlojinya. Sampai ke kantor peristiwa itu tersiar. Salah seorang pegawai minta informasi kepada pejabat baru tersebut, tentang tempat dan waktu terjadi penodongan. Sebelum dzuhur arloji kembali, dengan tidak kurang suatu apapun. Agaknya pantas di duga si pegawai punya jaringan pertemanan dengan group penodong, entahlah…….. mekanismenya bagaimana.
Dari pengertian “teman” dan “sahabat”, maka kita boleh beteman dengan siapa saja, tapi hati2lah memilih sahabat. Ada peribahasa “Teman seribu terasa kurang, musuh satu terlalu banyak”. Dalam memilih sahabat Al-Qur’an mengajarkan syarat tertentu:
1. Pilih sahabat yang shaleh dan beriman.
2. Pilih sahabat yang tidak membawa pengaruh buruk.
3. Pilih sahabat yang mendorong untuk beramal baik.
4. Pilih sahabat yang tidak berpotensi berkhianat.
5. Pilih sahabat yang dapat meningkatkan ukhwah.
Pada pokoknya memilih sahabat dalam ajaran Al-Qur'an adalah memilih orang yang dapat membawa ke jalan Allah, yang memiliki akhlak yang baik, yang dapat saling mendukung dalam kebaikan, dan yang dapat menjauhkan kita dari dosa. Sahabat yang baik akan menjadi sumber kebahagiaan, sedangkan sahabat yang buruk dapat membawa kita jauh dari kebenaran.
Penyesalan orang salah memilih sahabat dilukiskan dalam Al-Qur’an:
يٰوَيْلَتٰى لَيْتَنِيْ لَمْ اَتَّخِذْ فُلَا نًا خَلِيْلًا
"Wahai, celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku)," (QS. Al-Furqan ayat 28)
Pengertian dalam bahasan ini bahwa “teman akrab” adalah “sahabat”, bukan teman biasa. Prof. Dr. Hamka dalam tafsir Al-Azhar juzu' 19 hal 10-12. Mengkisahkan tentang bagaimana kesudahan seseorang yang salah memilih sahabat, yaitu Uqbah bin Abu Mu'aith.
Uqbah bin Abu Mu'aith berteman akrab (sahabat) dengan Ubayyu bin Halaf. Uqbah akhirnya murtad karena pengaruh sahabatnya Ubayyu. Selain murtad, juga sampai memaki-maki serta meludahi muka Rasulullah yang ditemuinya usai shalat. Akhir kehidupan Uqbah tertawan dalam perang Badar, Nabi perintahkan Ali untuk membunuhnya. Itulah potret seseorang yang terpengaruh sahabat. Di akhirat nanti menyesal seperti terungkap di ayat 28 Al-Furqan di atas.
Semula Uqbah bin Abu Mu’aith, telah bersyahadat, masuk Islam dihadapan Rasulullah langsung; lebih jauh kisahnya seperti termuat dalam tafsir Al-Azhar juzu' 19 hal 10-12 disarikan berikut:
Uqbah adalah salah seorang pemuka Quraisy di Mekah, dianya berteman baik dengan Nabi Muhammad saw, meskipun dia belum memeluk Islam punya pertemanan yang akrab, sering bertukar pandangan dalam ber-bincang2. Suatu hari Uqbah mengundang Nabi Muhammad saw makan ke rumahnya. Ketika makanan mulai terhidang, Rasulullah menyatakan bahwa dia belum mau memakan makanan yang terhidang itu sebelum Uqbah mengucapkan Dua Kalimah Syahadat.
Salah satu tradisi orang Arab sejak zaman sebelum Islam, dan setelah Islam tradisi itupun tetap dipelihara, ialah memelihara hati tetamu selama tamu berada di rumahnya. Rasulullah mengambil peluang baik itu, karena dia mengetahui dengan baik jiwa Uqbah.
Uqbahpun menuruti permintaan Rasulullah, karena menurut istiadat yang sudah mengakar buat orang Arab, adalah tabu menolak permintaan tamu. Beberapa waktu setelah menjadi Islam Uqbah bertemu dengan sahabatnya Abayyu bin Khalaf. Abayyu sangat mencela sikap Uqbah memeluk Islam dan mengajak keluar dari agama Islam (murtad). Uqbah ditengah kebingungannya, diajari Abayyu; agar kemurtadannya lebih tegas; supaya Uqbah me-maki2 dan meludahi muka Nabi Muhammad saw, usai shalat. Hal itu dilaksanakan oleh Uqbah.
Hidup ini harus pandai2 memilih sahabat termasuk memilih pendamping hidup, betul2 harus ekstra hati2 karena sahabat termasuk istri atau suami pendamping hidup besar sekali perannya untuk keselamatan di dunia dan akhirat.
Sangat baik jika diamalkan do'a yang diajarkan Rasulullah ﷺ untuk terlindung dari sahabat yang jahat:
اَللَّهُـمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ يَوْمِ السُّوْءِ، وَمِنْ لَيْلَةِ السُّوْءِ، وَمِنْ سَاعَةِ السُّوْءِ، وَمِنْ صَاحِبِ السُّوْءِ، وَمِنْ جَارِ السُّوْءِ فِيْ دَارِ الْـمُقَامَةِ
“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hari yang buruk, malam yang buruk, waktu yang buruk, sahabat yang jahat dan tetangga yang jahat di tempat tinggal tetapku.” (HR. At-Thabrani).
Banyak referensi yang didapati dalam Al-Qur’an selain (Al-Furqan ayat 28) yang telah dikutip diatas tentang memilih sabahat a.l. berikut:
لَّقَدْ أَضَلَّنِى عَنِ ٱلذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَآءَنِى ۗ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِلْإِنسَٰنِ خَذُولًا
“Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia”. (Al-Furqan 29) (lanjutan dari Al-Furqan 28).
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ. ………………..”
“………..Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran………………:” (Al-Ma’idah ayat 2)
Semoga kita semua sanggup memilih sahabat yang dapat membawa kebahagiaan keselamatan dunia dan akhirat.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 23 Ramadhan 1446H, 23 Maret 2025
Yang BERJENGGOT Lebih Berhak
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.313.13.03-2025
Di beberapa masjid di perkotaan, penunjukan imam tetap secara resmi di angkat dengan surat keputusan pengurus masjid, diberikan honor. Imam tetap yang ditunjuk, memenuhi syarat2 menjadi imam. Antara pengurus masjid dan imam rawatib yang terpilih, diikat perjanjian berkala (misalnya setahun). Terbuka kemungkinan salah satu pihak mengakhiri perjanjian atau memperpanjang di periode berikutnya.
Namun ada juga masjid yang tidak secara resmi menetapkan imam rawatib, sehingga yang maju menjadi imam atas dasar kebiasaan saja. Misalnya pas adzan sudah berlalu tinggal nunggu iqamah, si muadzin tolah-toleh, kemudian majulah seseorang yang biasanya jadi imam.
Umumnya ada beberapa orang yang biasanya jadi imam, sebutlah misalnya Pak “A” pak “B” dan Pak “C”. Sering kali terjadi ketiga imam yang biasa mengimami satupun tidak hadir, disituasi seperti inilah terjadi saling tunjuk antar Jemaah.
Seorang jamaah senior (sebut saja Pak “D”), terbiasa juga jadi imam, sayangnya terakhir ini sudah udzur (sudah kurang kuat berdiri). Ketika timer iqamah di "running text" sudah kurang beberapa menit lagi, pak “D” mendekati dua orang jamaah yang ditenggarainya memenuhi syarat jadi imam. Dua orang tersebut saling mempersilahkan, salah satu diantaranya menjawab “YANG BERJENGGOT LEBIH BERHAK”.
Jamaah yang berjenggot tak punya pilihan, maju menjadi imam, walau tadinya mempersilahkan bapak yang tidak berjenggot, sebab beliau lebih senior.
Kondisi seperti diatas, dimana masjidnya setiap shalat 5 waktu, selalu berkumandang adzan, jamaah tidak kurang dari tigapuluhan orang diwaktu shalat zuhur dan ashar, shalat maghrib mendekati seratus jamaah, walau shalat isya dan subuh jamaahnya menyusut. Kiranya masjid2 seperti tersebut dalam kisah diatas, pantas disarankan mengangkat imam rawatib secara resmi bila dimungkinkan dengan model seperti disebutkan diawal tulisan.
Bersyukur; bahwa agama Islam telah mengatur secara rinci seluruh sisi kehidupan ummatnya, mulai dari bangun tidur sampai ke tidur lagi, termasuklah persoalan menentukan imam shalat (walau soal jenggot tidak dimuat). Namun boleh dijadikan alasan untuk memilih, seperti halnya yang paling rapi pakaian, yang paling baik fostur tubuhnya pokoknya yang paling ……… (berjenggot mengikuti sunnah Rasulullah).
Sebetulnya telah tersedia aturannya dalam agama islam tentang imam shalat, tinggal mengikuti saja. Beberapa kriteria-kriteria tertentu yang perlu diperhatikan dalam menuntukan imam rawatib di suatu masjid. Sebagai rujukan mari kita perhatikan hadist Rasulullah Saw:
وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَأَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ كِلَاهُمَا، عَنْ أَبِي خَالِدٍ، قَالَ أَبُو بَكْرٍ : حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ رَجَاءٍ، عَنْ أَوْسِ بْنِ ضَمْعَجٍ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ :قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَائَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا، وَ فِي رِوَايَةٍ: سِنًّا، وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلاَ يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ. [رواه مسلم]
Rasulullah SAW bersabda: “Yang mengimami suatu kaum, hendaklah yang paling baik bacaan kitab Allah (Al-Quran) nya. Jika di antara mereka itu sama, maka hendaklah yang paling tahu tentang sunnah, dan apabila di antara mereka sama pengetahuannya dalam Sunnah, hendaklah yang paling dahulu berhijrah, dan apabila di antara mereka sama dalam berhijrah, hendaklah yang paling dahulu memeluk Islam. Dalam riwayat lain disebutkan “Yang paling tua usianya. Janganlah seorang maju menjadi imam shalat di tempat kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya”. (HR.Muslim No: 673).
Semoga masjid2 di negeri kita yang mayoritas pemeluk agama Islam, dimana ummatnya boleh ikutan shalat di masjid mana saja, ketika ikut berjamaah memperoleh imam yang “Kapabel”.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 21 Ramadhan 1446H, 21 Maret 2025
Thursday, 20 March 2025
KIAT BERNIAT
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.312.12.03-2025
Semua amal perbuatan, utamanya terkait dengan ibadah, baik Ibadah “mahdhah”
(ibadah yang tata caranya telah ditentukan) untuk ketaatan kepada Allah maupun ibadah menjalani kehidupan seperti mencari nafkah, ibadah berbuat kebaikan di masyarakat, ibadah berbuat baik kepada makhluk2 ciptaan Allah sering diartikan Ibadah “ghairu mahdhah” barulah bernilai dalam pandangan agama bila didahului oleh niat.
Ada beberapa kiat dalam berniat:
Pertama; Ikhlas karena Allah
Al-Quran menekankan pentingnya ikhlas dalam setiap perbuatan. Niat yang baik harus didasari oleh keinginan untuk mendapatkan keridhaan Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau keuntungan duniawi.
Firman Allah dalam Surah Al-Bayyinah ayat 5.
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ ٥
“Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar)”.
Ayat ini mengajarkan bahwa setiap amal yang kita lakukan harus dilakukan dengan niat yang tulus ikhlas hanya untuk Allah semata.
Kedua; Selalu mengoreksi niat secara rutin.
Dalam kehidupan sehari-hari, niat kita bisa terpengaruh oleh berbagai faktor, sehingga penting untuk selalu memperbaiki dan menyelaraskan niat dengan tujuan akhir kita, yaitu mendapatkan ridha Allah.
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
Firman Allah dalam Surah Al-Mulk ayat 2.
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.
Niat yang baik akan menghasilkan amal yang baik pula. Maka, penting untuk selalu memurnikan niat agar setiap amal yang kita lakukan tidak terpengaruh oleh dunia.
Ketiga; Selalu mengingat tujuan hidup yang hakiki
Salah satu cara untuk menjaga niat agar terjaga keikhlasannya ialah selalu mengingat tujuan hidup kita yang sebenarnya, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Ini mengingatkan kita agar segala hal yang kita lakukan, baik ibadah “mahdhah”, maupun Ibadah “ghairu mahdhah” atau hubungan sosial, selalu terfokus pada tujuan akhir meraih ridha Allah.
Firman Allah dalam Surah Az-Zariyat ayat 56.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ٥٦
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”.
Dengan mengingat tujuan utama kita sebagai hamba Allah, niat kita dalam setiap perbuatan akan selalu terjaga dan tidak menyimpang.
Keempat; Berdoa untuk menjaga niat
Doa adalah salah satu cara yang efektif untuk memohon petunjuk Allah agar niat kita selalu ikhlas dan tidak terganggu oleh kepentingan duniawi. Berdoalah agar Allah memberi kemudahan untuk menjaga niat dan menjauhkan dari godaan dunia.
Salah satu do’a yang dapat diamalkan agar terhindar dari “syirik tercampur kedalam niat”:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ
“Allaahumma innii a’uudzu bika an usyrika bika wa anaa a’lam, wa astagh-firuka limaa laa a’lam.”
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu sedangkan aku mengetahuinya, dan aku memohon ampun terhadap apa yang tidak aku ketahui.”
(HR. Bukhari, no. 716 dalam kitab Adab Al-Mufrad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Kelima; Murnikan niat dalam setiap tindakan
Sebelum melakukan suatu tindakan, baik itu ibadah atau aktivitas lain, pastikan untuk selalu mengingatkan diri sendiri mengenai niat awal kita. Jika kita merasa niat kita terganggu atau tercampur dengan hal-hal yang tidak murni, lebih baik untuk mengoreksi niat kita sebelum melanjutkan.
Dengan menjaga niat, kita bisa mengharapkan bahwa setiap amalan yang kita lakukan akan diterima dan diberkahi oleh Allah.
إِنَّآ أَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ فَٱعْبُدِ ٱللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ ٱلدِّينَ
“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (surat Az-Zumar ayat 2)
Demikian seulas renungan di suasana Ramadhan ini, semoga semua ibadah kita dapat dilaksanakan dengan niat hanya karena Allah.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 20 Ramadhan 1446H, 20 Maret 2025.
Wednesday, 19 March 2025
MENGELOLA PROBLEM HIDUP
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.311.11.03-2025
Problem kehidupan setiap individu berbeda, namun untuk sebagai bahan kajian ada baiknya diinvetarisir problem kehidupan secara umum yaitu:
1. Problem Pribadi: stress , cemas, patah semangat, bingung, tidak focus.
2. Problem keluarga: konflik anak – ortu, mantu – mertua, antar saudara, suami istri.
3. Problem Ekonomi: terlilit hutang, sulit mencari pekerjaan, salah satu pasangan suami istri boros tidak baik dalam mengelola keuangan, penghasilan kurang dari cukup.
4. Problem bagi yang bekerja di instansi formal: karier terhambat, beban kerja yang terlalu berat tidak seimbang dengan penghasilan, persaingan antar pekerja.
5. Problem Kesehatan: Terkena penyakit kronis, penyakit2 lantaran usia lanjut.
6. Problem Sosial: merasa terisolasi dalam lingkungan, merasa diacuhkan masyarakat, tinggal di lingkungan tidak sesuai dengan kondisi ybs.
Problem2 tersebut dimungkinkan dihadapi; dimasa yang sudah berlalu, dimasa sekarang, dan kemungkinan terjadi di masa yang akan datang. Ketika menghadapi, mengalami setiap problem, sikap yang harus diambil adalah: Pertama; bagaimana menghadapinya. Kedua; menjadikan problem yang telah dialami menjadi pelajaran. Ketiga; menyelesaikan problem dengan se-baik2nya, jika perlu cari bantuan. Di ketiga masa tersebut bila terjadinya problem, maka berbeda pula sikap yang harus diambil. Setiap individu berbeda cara mengatasi/menyelesaikan problem, tergantung ilmu yg dimilikinya, pengalaman masing2, serta situasi dan kondisi, ketika problem terjadi.
Problem apapun yang dihadapi, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap jiwa, cenderung mendatangkan stress. Konsep yang ditawarkan oleh Allah untuk mengatasi stress adalah:
Pertama; Shalat.
وَاسۡتَعِيۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَالصَّلٰوةِ ؕ وَاِنَّهَا لَكَبِيۡرَةٌ اِلَّا عَلَى الۡخٰشِعِيۡنَۙ
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”, (Al-Baqarah 45).
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ ١٥٣
Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah 153)
Kedua; Berzikir
اَلَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَتَطۡمَٮِٕنُّ قُلُوۡبُهُمۡ بِذِكۡرِ اللّٰهِ ؕ اَلَا بِذِكۡرِ اللّٰهِ تَطۡمَٮِٕنُّ الۡقُلُوۡبُ
Artinya: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra’d: 28)
Ketiga; Membaca Alqur’an
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاء لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.“ (QS. Yunus: 57)
Dalam ayat yang mulia ini, setidaknya Allah Ta’ala menyebutkan 4 fungsi Al-Qur’an, yaitu: mau’idzah (nasihat) dari Rabb kita, syifa’ (penyembuh) bagi penyakit hati, huda (sumber petunjuk), dan rahmat bagi orang beriman
Keempat; Berdo’a.
Allah memberi petunjuk agar senantisa berdo’a
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Surat Al-Mu’min ayat 60)
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
Allahumma inni a'udzu bika minal 'ajzi, wal kasali, wal jubni, wal haromi, wal bukhl. Wa a'udzu bika min 'adzabil qobri wa min fitnatil mahyaa wal mamaat.
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian."
Setiap diri mesti sekali waktu mengalami problem hidup. Semoga setiap mengalami problem hidup, kita semua sanggup mengikuti petunjuk2 Allah untuk mengatasi sehingga selamat dunia dan akhirat.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 19 Ramadhan 1446H, 19 Maret 2025.
Tuesday, 18 March 2025
MERAWAT - ISTIQAMAH
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.310.10.03-2025
Istiqamah, dapat juga diterjemahkan “tetap pendirian”, “tetap teguh” dan “konsisten” dalam konteks ketaatan terhadap Allah. Taat kepada Allah berarti “istiqamah” ketika menjalankan segala perintah Allah, “istiqamah” pula meninggalkan larangan2 Allah. Bagi siapapun yang sanggup “Istiqamah”, Allah akan menganugerahkan:
1. Ketenangan, kedamaian, dan ketenteraman dalam menjalani kehidupan ini tanpa adanya perasaan khawatir, perasaan takut, perasaan gelisah, atau perasaan cemas terhadap apapun yang sudah terjadi maupun yang akan dialami dimasa yang akan datang.
2. Di akhirat nanti akan kekal menjadi penghuni surga, sebagai balasan atas ke-“Istiqamah”- an selama hidup di dunia.
إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَٰمُوا۟ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita”. (Al-Ahqaf ayat 13)
أُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلْجَنَّةِ خَٰلِدِينَ فِيهَا جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
“Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan”. (Al-Ahqaf ayat 14)
Demikian janji Allah di dua ayat diatas, terhadap manusia yang “Istiqamah”, “tetap pendirian” bahwa “hanya ber-Tuhan kepada Allah” dengan segala konsekwensinya.
Sebagai konsekwensi “hanya ber-Tuhan kepada Allah” intinya adalah mentaati segala petintah2 Allah dan menjauhi semua larangan2 Allah. Selanjutnya selama hidup secara “Istiqamah” atau “Konsisten” melakukan amalan sebagai berikut:
Pertama; Rutin dalam beribadah:
Iman yang kuat adalah dasar dari “istiqamah”. Mereka yang “istiqamah” terus meningkatkan segala jenis ibadah:
1. Shalat; mininal senantiasa dapat menjaga shalat lima waktu. Dalam keadaan normal, dilaksanakan tetap pada waktunya berjamaah. Bila memungkinkan ditambah dengan shalat2 sunnah termasuk shalat tahajud.
2. Berpuasa; minimal dalam keadaan normal melaksanakan shaum Ramadhan. Selalu berusaha dapat puasa2 sunnah, temasuk rutin puasa Senin-Kamis.
3. Berinfak dan bersedekah baik dengan harta, tenaga dan pikiran, ketika dalam keadaan sempit apalagi dalam keadaan lapang.
4. Membaca Al-Qur'an; setiap hari tidak pernah meninggalkan membaca dan mengkaji Al-Qur’an. Bagi yang melaksanakan shalat, sekurangnya setiap hari mendengarkan bacaan atau membaca Al-Qur’an di ayat2 ketika shalat. Kalau memungkinkan ditargetkan saban hari membaca “Mushaf Al-Qur’an” untuk senantiasa memperbaiki bacaan. Mereka yang mengamalkan amalan ini tergolong orang2 yang tidak putus dalam berdzikir.
5. Berzakat; ibadah ini tergandeng erat dengan shalat, sehingga tingkat “wajib” nya sama dengan shalat, sangat berat dosanya bila ditinggalkan. Jenis2 zakat misalnya; Zakat akan harta dibayarkan setelah sampai haul dan cukup nisabnya. Zakat fitrah dibayar sebelum Ramadhan berakhir. Zakat profesi masing2 ada yang membayarnya ketika menerima penghasilan. Zakat pertanian dilunaskan ketika panen.
6. Kecintaan terhadap masjid; Bentuk kecintaan terhadap masjid dapat terlihat dalam berbagai aspek kehidupan. Beberapa diantaranya meliputi:
a. Rutin Beribadah di Masjid: Datang ke masjid untuk beribadah, terutama shalat berjamaah, shalat fardhu, atau kegiatan ibadah lainnya.
b. Merawat dan Menjaga Kebersihan Masjid: ikut berpartisipasi dalam upaya menjaga kebersihan masjid, agar tetap nyaman digunakan untuk beribadah.
c. Menumbuhkan Kegiatan Keagamaan: Melibatkan diri dalam kegiatan yang diadakan oleh masjid, seperti pengajian, kajian ilmu, atau kegiatan sosial lainnya, adalah bentuk kecintaan terhadap masjid. Bahkan jika memungkinkan sebagai pihak yang memberikan kajian atau memotori dari kegiatan2 masjid.
d. Membangun Masjid atau Menyumbang untuk Masjid: Terlibat dalam pembangunan masjid, atau menyumbang baik secara material, tenaga, maupun dana untuk keperluan operasional dan perawatan masjid.
e. Menyebarkan Kebaikan Melalui Masjid: Berperan serta menjadikan masjid sebagai tempat untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya nilai-nilai Islam dan mempererat ukhuwah Islamiyah, kegiatan sosial dan dakwah.
f. Mentaati Adab-Adab di Masjid: Seperti menjaga suara tidak berbicara keras, kasar, perkataan sia2 di dalam masjid, berpakaian sopan, dan berdo’a dengan khusyuk.
Kedua; Menjaga niat. Niat yang tulus, ikhlas karena Allah dalam setiap tindakan akan membuat kita lebih mudah untuk istiqamah. Selalu ingat tujuan hidup kita, yaitu untuk mendapatkan keridhaan Allah.
Ketiga; Berteman dengan orang Baik: Teman yang baik akan saling mengingatkan dalam kebaikan dan membantu kita tetap istiqamah. Berkumpul dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama akan memberi kita motivasi.
Keempat; Bersabar dalam Menghadapi Ujian: Untuk dapat “Istiqamah” senantiasa menemui ujian dan cobaan, menguji sejauh mana kita dapat tetap istiqamah. Dalam menghadapi cobaan, penting untuk selalu sabar, tawakal, dan terus berusaha memperbaiki diri.
Kelima; Menjaga Konsistensi dalam Beramal: Menjaga konsistensi dalam beribadah adalah kunci istiqamah. Meskipun kadang-kadang kita merasa lelah atau malas, tetaplah menjaga amalan-amalan rutin, seperti yang telah disebutkan di butir “1 sampai 6” diatas dan jangan tinggalkan berdoa.
Keenam; Menjauhi larangan2 Allah. Menghindari dosa dan perbuatan yang dapat menggoyahkan iman, dengan selalu menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat mengganggu hubungan kita dengan Allah.
Jika tulisan ini dipandang ada manfaatnya, silahkan share kepada sahabat, kerabat handai taulan. Namun jika tidak ada manfaatnya, abaikan saja segera hapus dari ruang baca anda. Yang baik datangnya dari Allah dan Rasul-Nya. Jika tersisip kekurangan/kekeliruan, karena tipis dan minimnya ilmu dan dangkalnya pengalaman penulis, mohon tolong dimaafkan.
Demikian semoga Latihan yang dilakukan di bulan Ramadhan ini membawa kita menjadi hamba2 Allah yang “ISTIQAMAH”.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 18 Ramadhan 1446H, 18 Maret 2025
Saturday, 15 March 2025
KENAPA KITA BELUM DI AZAB ALLAH
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.309.09.03-2025
Al-Qur’an mengisahkan tentang umat2 terdahulu yang pernah diam di punggung bumi ini, di azab Allah dengan azab yang luar biasa. Disebutkan pula kenapa mereka sampai di azab Allah. Azab2 tersebut langsung ditimpakan ketika umat Nabi2 terdahulu tetap membangkang terhadap seruan Nabi di zaman mereka.
Umat nabi Nuh; diazab Allah dengan ditenggelamkan, karena mereka tak mau berhenti menyembah berhala dan mengejek nabi Nuh. Bahkan berbuat jahat kepada siapa pun yang menjadi pengikut nabi Nuh. Nabi Nuh AS bersama kaumnya berlangsung sangat lama. Dalam surah Al-Ankabut ayat 14 dijelaskan bahwa Nabi Nuh AS berdakwah selama 950 tahun lamanya.
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْن
“Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian mereka dilanda banjir besar, sedangkan mereka adalah orang-orang yang zalim” (Al-Ankabut ayat 14).
Umat nabi HUD; di azab Allah berupa angin topan yang sangat dingin dan dahsyat yang berlangsung selama tujuh malam dan delapan hari. Menghancurkan mereka hingga tidak tersisa. Karena mereka sebagai kelompok yang musyrik dan ingkar kepada Allah SWT. Mereka bahkan menyembah tiga berhala yang dinamai “Shamda”, “Shamud” dan “Hira”.
وَاَنَّهٗٓ اَهْلَكَ عَادًا ࣙالْاُوْلٰىۙ ٥٠
وَثَمُوْدَا۟ فَمَآ اَبْقٰىۙ ٥١
“dan bahwa sesungguhnya Dialah yang telah membinasakan (kaum) ‘Ad yang terdahulu” (An-Najm 50)
“dan (kaum) Samud. Tidak seorang pun ditinggalkan-Nya (hidup)”. (An-Najm 51)
Umat nabi Shaleh; diazab Allah dengan gempa dahsyat karena umat Nabi Shaleh tidak mengambil pelajaran dari reruntuhan kaum 'Âd, mereka mendustakan nabi Shaleh sebagai Rasul dan juga Rasul-Rasul lainnya, mereka ingkar kepada Allah dan sombong serta tidak mau bersyukur yang pada akhirnya diturunkan azab yang mengakibatkan mereka musnah sampai tidak ada yang tersisa.
وَاِلٰى ثَمُوْدَ اَخَاهُمْ صٰلِحًاۘ قَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗۗ قَدْ جَاۤءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْۗ هٰذِهٖ نَاقَةُ اللّٰهِ لَكُمْ اٰيَةً فَذَرُوْهَا تَأْكُلْ فِيْٓ اَرْضِ اللّٰهِ وَلَا تَمَسُّوْهَا بِسُوْۤءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ٧٣
“(Kami telah mengutus) kepada (kaum) Samud saudara mereka, Shaleh. Dia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, tidak ada bagi kamu tuhan selain Dia. Sungguh, telah datang kepada kamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Ini adalah unta betina Allah untuk kamu sebagai mukjizat. Maka, biarkanlah ia makan di bumi Allah dan janganlah kamu mengganggunya dengan keburukan apa pun sehingga kamu ditimpa siksa yang sangat pedih.” (Al-A’raf 73)
Umat nabi LUTH; diazab Allah dengan “suara yang keras” dan “tanah tempat kediaman mereka di jungkir balikkan”. Umat Nabi Luth diazab Allah karena perbuatan buruk yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth AS ini adalah melakukan homoseksual.
فَاَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِيْنَۙ ٧٣
“Maka, mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur ketika matahari” terbit.(Al-Hijr 73)
فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَاَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِّنْ سِجِّيْلٍ ٧٤
“Maka, Kami menjungkirbalikkan (negeri itu) dan Kami menghujani mereka dengan tanah yang membatu”. (Al-Hijr 74)
Umat nabi Syua’ib; Disebabkan kerap berlaku curang, menipu dalam jual-beli dan mengurangi takaran dan timbangan. mereka diazab dengan suara bergemuruh memekakkan telinga, sehingga mati berkelimpangan.
وَلَمَّا جَاۤءَ اَمْرُنَا نَجَّيْنَا شُعَيْبًا وَّالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ بِرَحْمَةٍ مِّنَّاۚ وَاَخَذَتِ الَّذِيْنَ ظَلَمُوا الصَّيْحَةُ فَاَصْبَحُوْا فِيْ دِيَارِهِمْ جٰثِمِيْنَۙ ٩٤
“Ketika keputusan Kami (untuk menghancurkan mereka) datang, Kami selamatkan Syuʻaib dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat Kami. Adapun orang-orang yang zalim, mereka dibinasakan oleh suara yang menggelegar sehingga mati bergelimpangan di rumah-rumah mereka”. (Hud 94)
Fir’aun di zaman nabi Musa; Tidak percaya ada Tuhan dan dia mengaku Tuhan. dan diazab Allah dengan ditenggelamkan di laut Merah.
وَاِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَاَنْجَيْنٰكُمْ وَاَغْرَقْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ ٥٠
“(Ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, lalu Kami menyelamatkanmu dan menenggelamkan (Fir‘aun dan) pengikut-pengikut Fir‘aun, sedangkan kamu menyaksikan(-nya)”. (Al-Baqarah 50).
Dari enam kasus azab yang diturunkan Allah ini, telah pula diketahui penyebab azab itu masing2. Azab Allah untuk kaum terdahulu itu langsung setelah peringatan tidak diindahkan oleh kaum yang bersangkutan.
Adapun kesalahan2 yang mereka lakukan, bila dicermati, semuanya sudah dilakukan oleh manusia yang ada zaman now di bumi ini. Di bumi ini ada yang tidak mempercayai Tuhan (atheis), banyak penyembah berhala, tidak sedikit pelaku curang dari mulai rakyat sampai pejabat. Rakyat umumnya melakukan tindak kriminal seperti menipu mencuri adalah dikarenakan dorongan pemenuhan kebutuhan hidup. Sedang para pejabat meskipun sudah bergaji tinggi, masih juga korupsi, menipu, itu karena memperkaya diri. Demikian juga korporasi juga kini sudah mulai mengikuti perangai umat nabi Syu’aib; Minyak goreng dinyatakan dalam kemasan 1 liter, ternyata kurang dari 1 liter. BBM dioplos. Tersiar di TV bahwa Gas Melon juga dioplos. Demikian juga umat nabi Luth juga sudah banyak dimana-mana di belahan bumi ini, bahkan ada pula negara yang melegalkan nikah sejenis.
Lalu kenapa azab itu belum diturunkan kepada penghuni bumi ini………
Ada dua jawaban yang mungkin didapat. Pertama; penegasan Allah:
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun” (Al-Anfal 33)
Kedua; Rangkum dari dua hadits.
Guna mempersingkat artikel ini hadits2 tsb tidak dikutip secara lengkap.
Hadits pertama riwayat Ahmad nomor 1596 dan Muslim nomor 7442: Nabi Muhammad pernah memohon tentang 3 hal kepada Allah. 2 dikabulkan, 1 tidak dikabulkan. Do’a yang dikabulkan:
1. “tidak dibinasakan dengan kelaparan”.
2. “tidak dibinasakan dengan ditenggelamkan”.
Do’a yang tidak dikabulkan tentang “mohon umat terbebas dari permusuhan”
Hadits kedua; Rasulullah berdo’a akan empat hal. Tetapi Allah hanya mengabulkan setengahnya sebagaimana dikutip oleh Al-Asqalani dalam Badzlul Ma‘un dan Fathul Bari. Do’a yang dikabulkan Allah tentang:
1. Do’a untuk menghilangkan lemparan (batu) dari langit.
2. Do’a agar Allah tdk menurunkan azab penelanan bumi.
Sedangkan do’a yang ditolak:
1. Pencampuran dengan keragaman kelompok sosial yang bertentangan.
2. Penderitaan akibat kekerasan dari sebagian kelompok lainnya.
Pantas kiranya kita bersyukur walau kemaksiatan sudah meraja lela, semua kemaksiatan umat terdahulu telah kita saksikan dilakukan di zaman now, namun Allah masih tidak menurunkan azab-Nya sedahsyat azab kepada umat2 terdahulu, karena jaminan Allah di surat Al-Anfal 33 dan do’a nabi Muhammad terkutip singkat di atas.
Semoga Allah memeliharakan, melindungi para pembaca semua dari ikutan dalam perbuatan maksiat.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 16 Ramadhan 1446H, 16 Maret 2025.
Thursday, 13 March 2025
TUJUH Sikap TAWAKAL
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.308.08.03-2025
Tawakal diartikan sebagai berserah diri dan bersandar sepenuhnya kepada Allah, dengan penuh keyakinan dan ketenangan. Begitu banyak kata2 “tawakal” dalam Al-Qur’an. Di era digital ini dengan mudah pembaca mendapatkan jumlah “kata tawakal” dalam Al-Qur'an, serta dalam konteks apakah kata tawakal itu dimuat dalam Al-Qur’an.
Di kesempatan menjalankan ibadah shaum Ramadhan ini, baik diinventarisir sikap yang harus dilakukan dalam ber “tawakal”, agar kita dapat menilai diri, apakah diri ini sudah termasuk orang yang benar dalam bertawakal:
Pertama; Tawakal dengan KEYAKINAN PENUH kepada Allah.
Meyakini bahwa Allah adalah sebaik-baik perencana dan penyedia segala sesuatu. Kita percaya bahwa apa yang Allah tentukan adalah yang terbaik untuk kita. Meskipun terkadang kita tidak memahaminya, bahkan mungkin tidak menyenangkan.
قُلْ لَّنْ يُّصِيْبَنَآ اِلَّا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَنَاۚ هُوَ مَوْلٰىنَا وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ٥١
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal”. (At-Taubah 51)
Kedua; Tawakal SESUDAH BERIKHTIAR MAKSIMAL.
Tawakal bukan berarti menyerah tanpa usaha. Sebaliknya, tawakal hanya memiliki arti ketika didahului oleh usaha yang sungguh-sungguh. Rasulullah SAW menegaskan hal ini dalam sabdanya:
اعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ
"Ikatlah untamu, kemudian bertawakal kepada Allah." (HR. Tirmidzi)
تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُم مَّا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْـَٔلُونَ عَمَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
“Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan”. (Al-Baqarah 134)
Ketiga; Tawakal dengan MENERIMA TAKDIR SECARA IKHLAS
Tawakal, menerima apapun yang Allah takdirkan, baik itu yang sesuai dengan keinginan kita atau tidak, karena kita tahu bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik.
وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَࣖ ٢١٦ …”
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”. (Al-Baqarah 216)
Keempat; Tawakal, didahului dan diikuti Doa.
Dalam tawakal, tidak hanya berusaha tetapi juga senantiasa berdo’a kepada Allah, meminta petunjuk-Nya dan selalu mengingat bahwa hanya dengan pertolongan-Nya segala sesuatunya bisa berhasil.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُعَلِّمُنَا الاسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ
“Rasulullah saw mengajari kami (para sahabat) untuk salat istikharah ketika menghadapi setiap persoalan, sebagaimana beliau mengajari kami semua surat dari Al-Quran. Beliau bersabda, ‘Jika kalian ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat sunnah dua rakaat ...”’ (HR Imam al-Bukhari). (An-Nawawi, al-Azdkar, 1997: 137)
Kelima; Tawakal dengan Tidak Berputus Asa:
Tawakal mengajarkan, untuk tidak mudah putus asa meskipun hasil yang diinginkan tidak segera datang. Kita yakin bahwa Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya yang berserah diri dan berusaha dengan sungguh-sungguh. Hasil tak kan mengkhianati usaha. Nabi Yacob memerintahkan anak2 mereka tetap berusaha untuk mencari berita tentang Nabi Yusuf:
يَٰبَنِىَّ ٱذْهَبُوا۟ فَتَحَسَّسُوا۟ مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَا۟يْـَٔسُوا۟ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْكَٰفِرُونَ
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (Yusuf 87)
Keenam; Tawakal, Menghargai Proses:
Tawakal berarti menghargai setiap proses dan pembelajaran yang terjadi dalam hidup. Yakin bahwa Allah memberi kita pengalaman berharga di setiap langkah hidup. Segala sesuatu di dunia berjalan logis sesuai sunatullah, tidak dapat ujuk2 segala yang diinginkan langsung terlaksana, butuh waktu dan proses. Alam semesta ini saja diciptakan Allah bukan sekaligus, tetapi dalam enam tahap.
اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ
“Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,……………” (Al =-A’raf 54)
Ketujuh; Berbaik Sangka kepada Allah:
Tawakal juga harus diikuti berbaik sangka kepada Allah, dengan keyakinan bahwa segala keputusan-Nya adalah yang terbaik untuk kita, meskipun kita mungkin tidak langsung memahaminya.
Riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ حُسْنَ الظَّنِّ بِاللهِ مِنْ حُسْنِ الْعِبَادَةِ
“Sungguh, berbaik sangka kepada Allah merupakan ibadah terbaik yang dipersembahkan sang hamba kepada Tuhannya.”
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:
قال اللهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، إِنْ ظَنَّ بِي خَيْرًا فَلَهُ، وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Jika ia bersangka baik kepadaku, maka (kebaikan) itu untuknya dan jika ia bersangka buruk, maka itu untuknya.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya no. 9076 dan Al-Albani menyatakan sahih dalam Shahih Al-Jami’, no. 4315.)
Tawakal itu adalah keseimbangan antara usaha dan kepercayaan penuh kepada Allah, yang akan memberi kedamaian dalam hati kita. Di tengah2 berpuasa Ramadhan ini, mari kita renungkan apakah selama ini kita sudah benar cara bertawakal kepada Allah.
Jika didapat kebaikan dalam artikel ini, ambil dan bagikan kepada sahabat handai taulan dan kerabat. Umpamanya sebaliknya, segera hapus dari ruang baca anda dan abaikan saja.
Semoga, Allah menuntun kita dalam segala hal termasuk bertawakal kepada-Nya.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 14 Ramadhan 1446H, 14 Maret 2025.
Tuesday, 11 March 2025
KEPINGAN HATI
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.307.07.03-2025
Hati Nurani diartikan sesuatu yang abtrak, besar sekali peranannya dalam menentukan perilaku kehidupan seseorang. Begitu lahir manusia dibekali oleh Allah dengan tiga sarana yaitu: Pendengar, Penglihatan, dan hati Nurani.
وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ٧٨
hati Nurani (الْاَفْـِٕدَةَۙ) dikonotasikan menghasilkan perilaku yang baik, dengan hati Nurani, seseorang memiliki welas asih sesama. Dengan hati Nurani orang tidak tega untuk menganiaya, menipu, membunuh orang lain. Pada pokoknya dengan hati Nurani sesorang tidak tega berbuat yang tidak baik kepada orang lain. Sebab sejatinya manusia sejak terlahir adalah “Fitrah”, atau baik. Mungkin itulah sebabnya begitu lahir salah satu anugrah Allah buat manusia الْاَفْـِٕدَةَۙ (hati Nurani).
Selanjutnya seorang anak manusia sejalan dengan bertambahnya usia, diiringi pengalaman hidup, masalah hidup, kebutuhan hidup, keinginan2 dalam hidup maka kepada manusia diberikan ilham dalam jiwanya jalan yang tidak baik (fasik) dan jalan kebaikan (taqwa).
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا (Asy-Syams ayat 8)
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya”
Diibaratkan uang logam maka jiwa manusia itu punya dua sisi yaitu sisi فُجُورَهَا (kedurhakaan) dan sisi تَقْوَىٰهَا (taqwa). Dengan dimilikinya “jalan yang tidak baik (kedurhakaan)” itu maka manusia yang menggunakan jalan tersebut condong melakukan perbuatan dosa, antara lain dosa2 tersebut terdiri dari:
1. Niat buruk: Misalnya, berniat untuk melakukan sesuatu yang salah atau tidak baik terhadap orang lain, meskipun tindakan tersebut belum terlaksana.
2. Hasad atau iri hati: Merasa dengki terhadap keberhasilan atau kebahagiaan orang lain.
3. Takabur (sombong): Merasa lebih baik daripada orang lain, yang muncul dari dalam hati.
4. Riya’ (pamer): Melakukan sesuatu untuk dilihat orang lain, bukan karena niat yang tulus.
Ke empat dosa ini berpangkalan dari “Kepingan hati” dari sisi فُجُورَهَا (kedurhakaan), maka banyak terjadi kekisruhan dalam rumah tangga, dalam masyarakat dan bangsa.
Pengendalian “Kepingan hati” agar tidak cenderung berniat buruk, hasad atau iri hati, takabur (sombong) dan Riya’ (Pamer), dikendalikan melalui puasa, karena puasa akan terancam batal jika gejala dosa hati ini terealisir.
Dari empat dosa di atas “Niat buruk dan hasad atau iri hati”, umumnya masih ada di dalam qalbu belum tercetus, akan tetapi bagi orang yang ingin memelihara puasanya dengan baik berusaha sekuat tekad akan tidak terbesit di dalam hati “niat buruk” mengenai apapun dan “hasad atau iri hati” kepada siapapun.
Sungguh masih beruntung kita semua, Allah masih memberikan karunia-Nya, bahwa bila kita berniat buruk tetapi belum direalisir malah mendapatkan pahala. Mari lihat hadits berikut ini:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم -فِيْمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى-، قَالَ: «إِنَّ اللهَ كَتَبَ الحَسَنَاتِ وَالسَّيئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ: فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ.
وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً» رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam riwayat beliau dari Tuhan beliau Tabaraka wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala mencatat kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan, kemudian dia menjelaskannya;
Barangsiapa yang bertekad untuk berbuat baik tapi dia kemudian tidak mengamalkan kebaikan itu, maka Allah mencatatnya di sisi-Nya sebagai sebuah kebaikan yang sempurna.
Dan jika dia berniat untuk berbuat baik kemudian dia mengamalkan kebaikan itu, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mencatatnya di sisi-Nya dan melipatgandakannya menjadi 10 kebaikan, atau menjadi 700, atau menjadi lebih banyak lagi.
Dan jika dia berniat untuk melakukan keburukan kemudian tidak mengamalkannya, maka Allah mencatatnya sebagai kebaikan yang sempurna. Dan jika dia berniat untuk berbuat keburukan kemudian dia mengamalkan keburukan itu, maka Allah mencatatnya sebagai satu keburukan saja.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Adapun dua dosa hati yang disebut di atas yaitu: Takabur atau sombong dan Riya’ (Pamer) biasanya dosa ini sudah langsung terlaksana. Tentu sebelumnya didahului oleh niat, walaupun jeda dengan pelaksanaannya mepet sekali. Untuk itu harus bertekad selama manjalankan ibadah puasa. Ber-hati2 jangan sampai terlanjur takabur atau sombong, dan Riya’ (pamer). Bagaimana kalau terlanjur, tentu dalam evaluasi diri setiap hari, terasa dan mohon ampun kepada Allah seraya memperbaikinya di hari2 berikut.
Semoga kita dapat memelihara hati ini agar kepingan تَقْوَىٰهَا dapat lebih kita pergunakan, sehingga terhindar dari potensi فُجُورَهَا. Sehingga hati ini dapat terhindar dari dosa2 yang memungkinkan mengurangi nilai puasa kita.
Bila ternyata apa yang kutulis ini bermanfaat silahkan di share ke teman dan kerabat serta sahabat. Umpamanya tidak bermanfaat, segera hapus dari ruang baca anda dan abaikan saja informasinya.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 11 Ramadhan 1446H, 11 Maret 2025.
Monday, 10 March 2025
PUASA TANGAN DAN KAKI
Edisi Ramadhan.
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.306.06.03-2025
Bahwasanya berpuasa dalam pengertian yang sesungguhnya adalah mempuasakan Perut, Lidah, Mata, Telinga (telah kuturunkan tulisan di nomor sebelum ini). Renungan Ramadhan 1446H hari ke 10 ini kita sama2 ungkapkan puasa fisik (tangan dan kaki). Sedangkan “Puasa Hati” insya Allah di kesempatan mendatang.
Guna mengetahui apa saja ruang lingkup puasa “tangan dan kaki”, terlebih dahulu harus diketahui perbuatan tidak baik apa saja yang dapat dilakukan oleh “tangan dan kaki”. Sebab perbuatan yang tidak baik inilah yang harus dicegah dengan puasa.
Berdasarkan pandangan umum dalam banyak agama bahwa perbuatan yang tidak baik dari tangan dan kaki adalah:
1. Tangan:
o Mencuri: Mengambil sesuatu yang bukan milik kita, perbuatan bisa dilakukan dengan tangan. Merugikan orang lain
o Memukul atau menyakiti orang lain: Tindakan kekerasan terhadap orang lain dilakukan dengan tangan, perbuatan ini melanggar hak dan martabat orang lain.
o Menulis atau membuat kebohongan: Menggunakan tangan untuk menulis atau menyebarkan informasi yang salah atau merugikan orang lain juga merupakan perbuatan tidak baik, terutama jika niatnya adalah untuk memfitnah mencemarkan nama baik orang lain, merusak atau menipu.
2. Kaki:
o Melangkah ke tempat yang tidak baik: Pergi ke tempat yang membawa kita berbuat tidak baik (seperti tempat perjudian, pesta dengan perilaku tidak bermoral, atau tempat lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama).
o Melarikan diri dari tanggung jawab: Tindakan lari dari kewajiban atau tanggung jawab, atau menghindari tugas yang baik.
Setelah mengetahui perbuatan2 yang tidak baik yang dimungkinkan dilakukan “tangan dan kaki” maka dalam mempuasakan tangan dan kaki ialah mencegah dari “Mencuri”. Tentu pengertiannya bukan saja hanya mencuri “sandal atau sepatu di masjid”, atau mencuri uang di kotak amal masjid. Sebab dua jenis mencuri ini biasanya dilakukan orang miskin. Orang yang berkedudukan tinggi, bergaji luar biasa besarnya juga ada kecenderungan “Mencuri” yang disebut korupsi. disinilah scope “puasa tangan” harus sanggup dilakukan setiap orang. Sehingga oknum yang telah menerima fasilitas dan gaji besar dari perusahaan masing2, atau dari negara, hendaklah dapat mempuasakan tangan mereka dari mencuri uang perusahaan atau uang negara melalui korupsi. Dampak latihan dalam puasa ini seharusnya berlangsung terus meskipun dalam keadaan tidak berpuasa.
Berbuat kekerasan dengan tangan sudah jelas benar2 harus dapat dikendalikan ketika puasa, dalam keadaan normal saja dapat berujung ke pengadilan dan dihukum atas penganiayaan. Kalau penganiayaan dilakukan oleh suami terhadap istri jadi “kekerasan rumah tangga” merupakan tindakan melawan hukum.
Terbentangnya kesempatan menulis di MEDSOS, memberi peluang kepada tangan untuk menulis konten2 tidak senonoh, konten yang merugikan orang lain seperti hoaks, mencemarkan nama baik orang lain, menipu. Puasa hendaklah sanggup mengendalikan tangan ini agar tidak menulis di medsos hal yang tidak baik, hal2 yang merugikan orang lain.
Kaki juga harus dipuasakan dari melakukan bepergian ke tempat maksiat, tempat2 yang tidak mendatangkan kebaikan, usahakan melangkahkan kaki ke tempat2 ibadah, mempererat silaturahim.
Terutama bagi orang2 yang diberi tanggung jawab, perbuatan yang tidak memenuhi tugas dan kewajiban, tidak menepati janji dapat digolongkan sebagai “melarikan diri dari tangggung jawab”. Puasa melatih diri agar tidak lari dari apa yang menjadi tanggung jawab.
Ketahuilah saudara2 ku yang sedang menjalani puasa, bahwa Allah mengingatkan kita semua mengenai tanggung jawab “tangan dan kaki” di mahkamah Allah nanti:
اَلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلٰٓى اَفۡوَاهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَاۤ اَيۡدِيۡهِمۡ وَتَشۡهَدُ اَرۡجُلُهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (Yasin 65)
يَّوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ اَلْسِنَتُهُمْ وَاَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ٢٤
Pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (An-Nur 24).
Semoga kiranya, di puasa Ramadhan ini kita semua sanggup mempuasakan “tangan dan kaki” kita dari hal2 yang mengurangi nilai puasa kita, apa lagi sampai membatalkan puasa kita.
Bila ternyata apa yang kutulis ini bermanfaat silahkan di share ke teman dan kerabat serta sahabat. Umpamanya tidak bermanfaat, segera hapus dari ruang baca anda dan abaikan saja informasinya.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 10 Ramadhan 1446H, 10 Maret 2025.
Saturday, 8 March 2025
MEMPUASAKAN PENDENGARAN
Edisi Ramadhan, Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.305.05.03-2025
Telinga adalah salah satu anggota tubuh yang diberikan oleh Allah untuk mendengar. Seperti halnya anggota tubuh lainnya, telinga juga memiliki tanggung jawab dan aturan yang harus dipatuhi. Telinga dapat berdosa jika digunakan untuk hal-hal yang dilarang oleh agama. Dalam menjalankan shaum (berpuasa) bilamana telinga terlibat dosa berpotensi membatalkan puasa, setidaknya mengurangi nilai puasa itu. Beberapa dosa dapat dilakukan dengan telinga antara lain:
PERTAMA; Mendengarkan Gosip, Fitnah, Hoak. Apalagi ikut bergosip atau “tukang gosip” mendengarkannya saja adalah dosa, karena berpeluang memperburuk hubungan antar sesama, tak jarang menimbulkan perselisihan.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ ......."
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa…………...”. (Al-Hujurat ayat 12)
KEDUA; Mendengarkan kata2 yang mengandung kejahatan, seperti kata2 kotor, penghinaan, kata2 mengandung kebencian permusuhan. Cukup banyak peringatan Allah tentang hal ini, diantaranya:
وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَۙ ٣
“orang-orang yang meninggalkan (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, (Al Mu’minun ayat 3).
وَاِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ اَعْرَضُوْا عَنْهُ وَقَالُوْا لَنَآ اَعْمَالُنَا وَلَكُمْ اَعْمَالُكُمْۖ سَلٰمٌ عَلَيْكُمْۖ لَا نَبْتَغِى الْجٰهِلِيْنَ ٥٥
"Dan apabila mereka mendengar perkataan yang sia-sia, mereka berpaling darinya dan berkata: 'Bagi kami amal kami dan bagi kamu amal kamu. Salam sejahtera atas kamu, kami tidak menginginkan orang-orang jahil.” (Al-Qasas: 55).
KETIGA; Mendengarkan hal-hal berpeluang menggoyahkan aqidah, merusak iman. Umat Islam harus berhati-hati terhadap apa yang didengarnya agar tidak terpengaruh oleh propaganda aliran2 yang menyesatkan.
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُۗ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah ialah Islam……….. (Ali-Imran ayat 19)
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ٨٥
Siapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali (agamanya) tidak akan diterima darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran 85)
KEEMPAT; Mendengarkan pembicaraan yang tidak adil atau zalim. Telinga juga bisa berdosa jika mendengarkan seseorang yang berbicara dengan zalim atau tidak adil, terutama jika mendukung atau menyetujui ketidakadilan tersebut. Dalam Islam, mendukung kezaliman dengan kata-kata atau tindakan adalah dosa besar.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌۗ اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا ٣٦
“Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kauketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”. (Al-Isra ayat 36)
Secara keseluruhan, Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga anggota tubuh, termasuk telinga, agar tidak digunakan untuk mendengarkan hal-hal yang dapat mendatangkan dosa. Sebaliknya, telinga harus digunakan untuk mendengarkan yang bermanfaat, seperti nasihat yang baik, ajaran agama, dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah.
Telinga diberikan Allah kepada manusia, sebagai alat untuk mengindera bunyi. Sama dengan MATA, telinga juga terdapat dua; disebelah kiri dan sebelah kanan dibatasi oleh kepala yang isinya otak sebagai pengendali sikap dan perbuatan manusia. Ahli hikmah mengandaikan bahwa; manusia tidak bijak kalau menerima sesuatu berita dari dua pihak yang berselisih paham, hanya mendengar dari sepihak, seharusnya “dengar dengan telinga kiri dan telinga kanan”, jadi harus didengar dari kedua belah pihak. Itu antara lain makna ada dua telinga.
Bila dikaji lebih dalam mengenai telinga ini, betapa takjub dan bersyukurnya kita, karena Allah menciptakan daun telinga dari “tulang rawan”. Umpamanya saja diciptakan Allah dari tulang yang keras, bagaimanalah bila kita tidur miring ke kiri atau ke kanan. Dipasang Allah daun telinga mengarah agak kedepan tetapi sama sekali tidak mengabaikan ke samping. Posisi itu memudahkan menangkap sumber bunyi dari depan dan juga samping. Mengkaji ayat kauniyah berupa sesuatu yang ada dalam tubuh diri kita, sungguh seharusnya membuat kita bersyukur, seperti ayat yang kita petik di artikel mengenai “Mata” sebelum artikel ini; ayat 78 An-Nahl, Allah memberi Telinga, Mata dan Hati Nurani, ditutup Alah ayat itu dengan:
" لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ " = “agar kamu bersyukur”.
Dalam konteks “puasa telinga” shaimin-shaimat hendaknya harus mampu mempuasakan telinga dari mendengarkan hal2 yang tidak diperkenankan oleh Allah untuk didengarkan diantaranya disebutkan di atas.
Naaah suadaraku mari puasa ini kita tingkatkan mutunya dengan mempuasakan juga telinga kita, dengan hanya mendengar hal2 yang baik. Sebagai pilihannya untuk mengalihkan telinga kita dari mendengar yang tidak baik itu. Marilah dalam suasana shaum Ramadhan ini kita isi dengan banyak mengikuti pengajian2, mendengar ceramah2 agama dan membaca serta mentadaburi Al-Qur’an, agar kita tidak terkena sindiran/ancaman Allah dalam ayat yang dikutip dibawah ini:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَآ ۚ أُولٰٓئِكَ كَالْأَنْعٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولٰٓئِكَ هُمُ الْغٰفِلُونَ
"Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah."
(Al-A'raf ayat 179)
Semoga Allah memeliharakan telinga kita, sehingga yang masuk keruang dengar kita, hanya hal2 yang membawa kemaslahatan dunia dan akhirat, terutama ketika sedang berpuasa. Tentunya diharapkan usai puasa Ramadhan hasil latihan ini menjadi sikap hidup kita, memelihara telinga agar hanya mendengar yang baik2, menghindar dari mendengar yang tidak baik.
Apabila artikelku ini dipandang bermanfaat, silahkan teruskan kepada kerabat, handai taulan. Jika tidak ada faedahnya segera hapus dari ruang baca anda dan abaikan saja.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 9 Ramadhan 1446, 9 Maret 2025.
Friday, 7 March 2025
PUASA MATA
Edisi Ramadhan, Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.304.04.03-2025
Mata salah satu indera yang sangat penting buat mahluk hidup, termasuk manusia. Dengan mata, alam ini dapat dilihat, dengan mata ilmu berkembang, namun dengan mata pula bila salah memanfaatkannya akan menjadi pintu dosa. Potensi dosa yang dapat terjadi lantaran mata a.l. adalah:
1. Bila mata digunakan untuk menatap aurat lawan jenis dengan nafsu.
2. Bila mata digunakan untuk menonton konten2 tidak senonoh, seperti vidio porno, atau melihat hal2 yang memotivasi untuk perbuatan maksiat.
3. Bila mata melihat seseorang dengan perasaan iri dan dengki, atas sesuatu yang dimiliki atau diperoleh seseorang.
4. Bila mata melihat dengan takabur dan sombong, dimana diri merasa lebih tinggi dari orang yang dilihatnya itu, atau memandang dengan merendahkan orang lain.
5. Mata memandang seseorang, dengan mengagumi fisiknya, sehingga menimbulkan gairah.
Dalam Islam, menjaga pandangan sangat dianjurkan. Allah berfirman dalam Al-Qur'an, surat An-Nur (24:30-31), yang mengingatkan kaum pria dan wanita untuk menundukkan pandangan mereka dan menjaga kehormatan diri.
قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ ٣٠
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang mereka perbuat. (An-Nur 30)
وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ ........................."
“Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya,…………………………”
Ketika manusia dilahirkan, Allah memberikan 3 anugerah, berupa pendengaran, penglihatan dan hati Nurani. Anugerah kedua adalah penglihatan dengan sarana Mata.
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصٰرَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur." (QS. An-Nahl 16: Ayat 78).
Begitu hebatnya nikmat mata yang diberikan Allah kepada manusia, sehingga Rasulullah Muhammad s.a.w. pernah menceritakan salah seorang 'abid (atau ahli ibadah) yang atas izin Allah s.w.t. hidup hingga berusia 500 tahun. Ia menghabiskan hidupnya dengan beribadah hingga sesaat sebelum meninggal, 'abid tersebut berdo’a kepada Allah agar diwafatkan dalam keadaan tengah sujud.
Kaum muslimin-muslimat, sangat familier dengan kisah ini dibawakan oleh para penceramah dinukil dari Al Hafiz Al Munziri dalam Kitab At Targhib wa At Tarhib yang mengutip salah satu hadits dari perawi Imam Al Hakim. Berdasarkan keterangan hadits tersebut, Rasulullah s.a.w. mendengar kisah tentang seorang 'abid ini dari Malaikat Jibril.
Inti pokok riwayat tersebut bahwa:
Seorang Ahli Ibadah dengan ijin Allah berusia panjang sampai 500 tahun, tinggal di atas sebuah gunung di pulau yang dikelilingi laut, tersedia mata air untuk berwudhu, dianya keseharian selama 500 tahun itu hanya beribadah dalam pengertian shalat menyembah Allah. Sedang keperluan makannya atas ijin Allah tersedia buah Delima yang setiap hari matang. Secara normal buah Delima itu setahun sekali matang buahnya. Do’a si ahli ibadah untuk mati dalam keadaan sujud juga dikabulkan Allah.
Eee ketika dimasukkan ke dalam surga oleh Allah dengan predikat “Masuk surga dengan Rahmat Allah” yang bersangkutan tidak terima, maunya predikat masuk surganya “Karena Amal Ibadahnya menyembah Allah selama 500 tahun”.
Singkat cerita, dikisahkan setelah ditimbang amal ibadah selama 500 tahun itu hanya sebanding dengan nikmat “Mata” yang diberikan Allah. Belum lagi nikmat Delima yang tiap hari matang, nikmat ada air tawar untuk berwudhu di atas gunung yang dikelilingi laut.
Pantas agaknya menjadi renungan kita sebelum berbuka puasa hari ini, bahwa begitu besar nikmat Mata yang dikaruniakan Allah. Sebagai wujud syukur terhadap nikmat Mata, mari kita pergunakan mata se-baik2nya untuk menyimak ayat2 kauliyah dan kauniyah Allah. Khususnya di bulan ini perbanyak membaca dan mentadaburi Al-Qur’an. Mari kita puasakan mata kita, jangan sampai mata digunakan untuk hal2 seperti diungkapkan diawal tulisan ini.
Sebagai ilustrasi boleh juga direnungkan betapa banyak saudara2 kita di usia senja, ketika berusaha memperbaiki penglihatannya, gagal ketika operasi Mata, berujung tidak dapat melihat lagi. Bersyukur sangat para pembaca yang masih dapat membaca artikel ini. Dengan menjaga pandangan mata, seseorang dapat menghindari banyak dosa dan menjaga keharmonisan hubungan dengan Allah dan sesama manusia.
Jika tulisanku ini dipandang bermanfaat, silahkan share ke handai taulan dan kerabat, jika tidak silahkan diabaikan dan dihapus dari ruang baca anda.
Semoga Allah memeliharakan Mata kita dari dipergunakan untuk hal-hal yang tidak diridhai Allah.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 8 Ramadhan 1446, 8 Maret 2025.
Wednesday, 5 March 2025
Kunci NERAKA mungkin saja di LIDAHMU
Edisi Ramadhan, Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.303.03.03-2025
Cukup populer kisah Luqman al-Hakim menerima seekor kambing dari tuannya. Sang tuan meminta Luqman menyembelih kambing tersebut dan mengantarkan bagian paling buruk, paling kotor, dari tubuh kambing itu. Ia pun secara khusus mengambil bagian lidah dan hati kambing lalu mengantarkannya kepada sang tuan.
Tuannya memberinya seekor kambing lagi. Tugasnya sama: kambing harus disembelih. Namun kali ini sang tuan menginginkan Luqman membawakannya bagian yang paling bagus, paling menyehatkan. Luqman menjalankan tugasnya lagi dengan baik. Kambing disembelih, lantas dibawakannya lagi bagian lidah dan hati.
Luqman menyodorkan hal yang sama untuk dua permintaan yang saling berlawanan.
Tuannya pun bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan Luqman. Jawab Luqman, “Wahai tuanku, tak ada yang lebih buruk ketimbang lidah dan hati bila keduanya buruk, dan tidak ada yang lebih bagus dari lidah dan hati bila keduanya bagus.”
Kisah ini mengungkap pesan bahwa hal paling krusial dalam hidup ini adalah terjaganya hati dan lidah. Produk dari lidah adalah hasil olah pikir merupakan cerminan hati. Betapapun jeleknya apa yang terbesit di hati belumlah menimbulkan masalah jika belum disalurkan menjadi ucapan di lidah. Kata2 yang menusuk perasaan, terasa pedih bersangatan bagi penerima kata2 yang tidak baik itu, akan teringat seumur hidup. Bilalah tidak mendapat keredhaan berupa pemberian maaf dari pihak yang hatinya terluka karena ucapan menusuk perasaan tsb. maka di mahkamah Allah nanti berpotensi menyeret si empunya lidah ke neraka.
Begitu pula menyebarkan berita kebohongan, atau berbicara tidak mempunyai pengetahuan dan kebenaran (orang sekarang bilang: “tidak berdasarkan fakta dan data”). Menyebarkan informasi yang tidak benar atau berbicara tanpa ilmu dapat membawa akibat negatif, harus bertanggung jawab atas ucapan lidahnya di hadapan Allah di yaumil akhir nanti.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”. (Al-Isyra 36)
Selain itu, terdapat hadits yang menyatakan bahwa lidah dapat menjadi sumber penderitaan atau kebahagiaan di akhirat.
أَكْثَـرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ مِنْ لِسَانِهِ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)
“Sebagian besar dosa dan kesalahan manusia itu bersumber dari lidahnya, (HR ath-Thabarani).
Sahabat Nabi yang lain, Mu’adz bin Jabal ra suatu ketika bertanya kepada Baginda Rasulullah saw: “Apakah kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kita bicarakan?” Rasulullah saw lalu bertanya balik:
وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِيْ النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟ (رَوَاهُ التِّـرْمِذِيُّ)
“Adakah sesuatu yang menjerumuskan manusia ke neraka lebih banyak daripada perkataan yang diucapkan lidah-lidah mereka?, (HR at-Tirmidzi).
Oleh karena itu, menjaga lidah dan ucapan menjadi suatu kewajiban bagi umat Islam. Kesadaran akan dampak dari setiap perkataan harus menjadi motivasi untuk berbicara dengan bijak, menjauhi segala bentuk perkataan yang dapat membawa siksa neraka di kehidupan akhirat. Kesempatan shaum Ramadhan ini merupakan ajang bagi kita semua berlatih memelihara lidah, agar dari lidah kita tidak meluncur kata2 yang tidak baik, membuat penerima ucapan lidah kita tersinggung, terluka perasaannya, terfitnah, terhina, tercemarkan nama baiknya.
Demikian saudaraku semua, mudah2an tulisanku ini dapat membuat kita saling mengingatkan, sebagai renungan dalam melaksanakan ibadah shaum Ramadhan. Memelihara lidah kita agar lidah tidak menjadi “Kunci pembuka pintu neraka”.
Jika tulisanku ini dikira ada manfaatnya, silahkan bagikan juga kepada sahabat handai taulan. Jika kurang berfaedah, silahkan hapus dari ruang baca anda.
Semogalah shaimin – shaimat, dapat memelihara lidah setiap hari sepanjang hayat tidak saja hanya ketika berpuasa Ramadhan. Sebab hasil pelatihan Ramadhan justru akan terlihat sesudah Ramadhan.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 6 Ramadhan 1446, 6 Maret 2025.
Boleh Jadi DI LIDAH SURGAMU
Edisi Ramadhan, Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.302.02.03-2025
Bahaya yang ditimbulkan oleh lidah sangat besar, petaka yang bermula dari lidah juga luar biasa. Lidah memiliki banyak “penyakit” yang bisa membawa pemiliknya mendapatkan malapetaka. Dari lidah dapat meluncur: Perkataan dusta, gosip, adu domba, bertutur kasar, mencela, ngomong kotor, kesaksian palsu, kata-kata laknat, cemoohan, merendahkan orang lain, dan sebagainya.
Belakangan ini dengan teknologi canggih, pernyataan seseorang dapat diunggah di medsos, tersebar luas seantero jagad. Kalaulah isi statement itu terselip kata2 yang menghina, merendahkan, mencela seseorang atau kelompok akan menimbulkan permasalahan bagi pihak yang direndahkan, dihina, dicela, tidak sedikit berujung ke meja hijau.
Produk lidah kadang menjadikan pemilik lidah tidak disenangi manusia, juga sekaligus dimurkai Allah, jika sipemilik lidah tidak bisa mengontrol lidahnya dari perkataan2 yang tidak baik. Allah memerintahkan kepada semua orang beriman agar mengucapkan perkataan yang baik (benar). Pada surat “Al-Ahzab 70 dan 71…...”, Allah menegaskan bagi siapa saja yang sanggup memelihara lidah akan diperbaiki amal2nya dan diampuni dosa2nya serta mendapatkan kemenangan yang agung.
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
"Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar," (Al-Ahzab 70).
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمٰلَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا "
"Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang agung." (Al-Ahzab 71).
Atas dasar penegasan Allah di ayat2 diatas, lidah mengantarkan pemiliknya ke pintu surga. Oleh karena itulah salah satu yang HARUS DI PUASAKAN di bulan Ramadhan ini adalah LIDAH. Hindari yang meluncur dari lidah hal2 yang tidak baik seperti dicontohkan di atas. Untuk itu pergunakanlah lidah senantiasa berdzikir, memohon ampun, memuji Allah, bertasbih, bersyukur, dan bertaubat kepada Allah.
Agar lidah membawa ke Surga, kesempatan terbaik melatih lidah dengan “Puasa lidah” di bulan Ramadhan ini. Hasil latihan “puasa lidah” hendaklah menjadi kebiasaan secara terus-menerus, baik di bulan Ramadhan maupun di bulan yang lain. Kiat untuk menghindari keluar dari lidah perkataan yang tidak baik seperti di kemukakan diatas yaitu; basahilah lidah dengan dzikir, pelihara lidah dari perkataan tidak baik. Hendaklah selama hidup; menghaluskan tutur katanya, dan menimbang-nimbang dahulu apa yang akan diucapkan. Kata2 bijak, baik untuk diamalkan:
“Berkatalah setelah dipikirkan” JANGAN “Berpikir setelah dikatakan”:
Dari besi ditempa parang.
Tempaan rata, bila di kikir.
Kata terucap sdh punya orang.
Masih punya kita, bila di pikir.
Sesungguhnya tidak ada satu ucapanpun yang hilang menguap begitu saja;
مَّا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ "
“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)." (QS. Qaf 50: Ayat 18)
Menjaga lisan dari perkataan sia-sia, dusta, umpatan, fitnah, perkataan keji serta kasar, dan kata-kata permusuhan (pertentangan dan kontroversi). Dan menggantinya dengan lebih banyak berdiam diri, memperbanyak dzikir dan membaca al-Qur’an. Inilah wujud mempuasakan lidah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang berpuasa” (H.R. Bukhari dan Muslim)
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ باللهِ وَاليَومِ الآخِرِ، فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ
لِيَسْكُتْ. مُتَّفَقٌ عَلَيه “
“Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah bertutur kata yang baik atau diam.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Demikian saudaraku semua, mudah2an tulisanku ini dapat membuat kita saling mengingatkan, sebagai renungan dalam melaksanakan ibadah shaum Ramadhan. Jika dikira ada manfaatnya, silahkan bagikan juga kepada sahabat handai taulan. Jika kurang berfaedah, silahkan hapus dari ruang baca anda. Semogalah shaimin – shaimat, dapat memeliharakan lidah setiap hari sepanjang hayat tidak saja hanya ketika berpuasa Ramadhan. Sebab hasil pelatihan Ramadhan justru penampakannya sesudah Ramadhan.
للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ
.سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون
وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 5 Ramadhan 1446, 5 Maret 2025.
Subscribe to:
Posts (Atom)