Thursday 13 April 2023

PAHALA MUDIK

Hari ini jadual aku dan nenek dari cucu2ku kontrol mata di RS. Pasien kelihatan sepi tidak seperti biasanya, banter seperempat dari kalau bukan bulan Ramadhan. Pikirku bahwa pasien yang biasa bareng dengan kami mungkin sudah pada mudik, maklum sekarang sudah H min 8 dari Idul fitri. Istiadat mudik lebaran, sepertinya bukan hanya budaya kita, di negeri lainpun agaknya ketika hari besar agama, juga mereka pulang kampung. Umumnya di kampung adalah rumah ORTU, tempat awak dilahirkan. Pulang kampung niat utamanya ingin bertemu Orang tua (jika beliau2 masih hidup). Jikapun sudah meninggal dunia, ziarah ke pusara mereka. Mudik dengan niat menemui orang tua begini, adalah sesuatu perbuatan yang berpahala. Sebab merupakan salah satu dari lima object yang "memandangnya berpahala" salah satunya adalah "memandang wajah orang tua", jika disertai dengan perasaan rendah hati, perasaan kasih sayang, perasaan belum dapat membalas kebaikan mereka, hanya satu2nya jalan membahagiakan mereka dengan mengunjungi paling kurang setahun sekali di saat lebaran. Hal ini juga termasuk dalam "birrul walidain", salah satu amal yang dicintai oleh Allah. Kuteringat ketika ayah dan bundaku masih hidup, terakhir dari rantau tidak saban tahun dapat mudik, dengan berbagai kendala, diantaranya masa itu transportasi belum semudah sekarang, komunikasi belum secanggih sekarang. Seingatku selama di rantau waktu almarhum dan almarhumah masih ada, kalau lebaran akan mudik, sudah kirim telegram dulu beberapa hari sebelumnya. Pada hari perkiraan kedatanganku, saudara2 ku yang ada dikampung lumayan dibuat sibuk oleh terutama ayahku. Sebentar2 ia tanya abangmu kira2 sudah dimana,…… coba lihat kepelabuhan sana ……. Beliau sudah lama menunggu di depan pintu, tanda kebahagiaan beliau anaknya datang pulang. Sementara bundaku telah sibuk meramu makanan kesenanganku yang biasa dihidangkannya khususnya beliau tau betul makanan kesukaanku. Demikian sekilas ilustrasi bahagaianya ayah bunda bila anaknya mudik, padahal diriku 8 bersaudara, juga sebagian besar setelah dewasa tidak lagi tinggal sekampung dengan kedua orang tua. Perlakuan yang sama juga untuk suadaraku yang lain, kadang datangnya tidak bersamaan. Benar2 terpancar wajah riang dari kedua orang tua kita bila kita mudik. Jelas PAHALA MUDIK insya Allah akan kita peroleh, makanya “memandang wajah orang tua” ditempatkan sebagai salah satu object yang dipandang mendatangkan pahala disamping 4 object lainnya, yaitu: melihat huruf2 Al-Qur’an, melihat Qa’bah, melihat wajah orang alim, dan melihat Air Zam-Zam. Khusus air Zam2 kami yang berhaji tahun 1990 an dapat langsung melihat ke sumur air Zam-Zam. Namun belakangan lokasi bawah tanah ke sumur Zam-Zam sudah ditutup. Adapun empat object lainnnya, semoga dapat disusun pada artikel2 berikutnya. Sekurangnya 6 ayat dalam Al-Qur'an memerintahkan berbuat baik kepada ORTU. Satu diantaranya: وَقَضٰى رَبُّكَ اَ لَّا تَعْبُدُوْۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ وَبِا لْوَا لِدَيْنِ اِحْسَا نًا ۗ اِمَّا يَـبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَاۤ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَاۤ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 23) Tentunya perjalanan mudik dengan niat "memandang wajah orang tua", atau ziarah ke pusara mereka itu akan berpahala apabila tidak sampai meninggalkan ibadah2 yg diwajibkan syar'ie. Misalnya sampai tertinggal shalat wajib. Mudik biasanya H min... dimana masih dalam bulan Ramadhan. Memang ada keringanan bagi orang dalam perjalanan untuk tidak berpuasa seperti termaktub dalam Al-Baqarah 184. اَيَّا مًا مَّعْدُوْدٰتٍ ۗ فَمَنْ كَا نَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّا مٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَا مُ مِسْكِيْنٍ ۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَ نْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّـکُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ "(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." Namun baik juga jika dicermati penggalan kalimat terakhir dari ayat di atas agaknya patut jadi bahan pertimbangan untuk, tetap berpuasa, apalagi perjalanan mudik kita di tanah air ini umumnya hanya beda satu sampai dua jam. Lagian sekarang dengan mudahnya transportasi kadang jarak tempuh hanya bilangan jam. Jikapun mudik dengan mobil sendiri, juga masih mudah melaksanakan puasa. Tapi kalau perjalanan jauh dari Jakarta ke Jedah misalnya, sepertinya tepat mengamalkan untuk tidak berpuasa. Pernah kami alami pada Bulan Ramadhan hari pertama; kami sahur di Jakarta, sampai di Jedah sudah pukul 6 waktu Jakarta, Matahari di Jedah masih terang benderang. Adzan maghrib di bandara Jedah sudah hampir pukul 10 malam. Bukan main rasanya menahan lapar dan dahaga karena sudah terpola pukul enaman waktu Jakarta sudah berbuka. Decak kagum kembali diucapkan “maha benar Allah dengan segala firmannya” disini rupanya makna boleh berbuka dalam perjalanan itu. Disini maksud Allah di Al-Baqarah 185: " ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ………..” “……...”Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur." Sadarlah diri bahwa pengetahuan awak baru global, Allah sudah mengatur tentang bagaimana perjalanan internasional. Selamat melaksanakan MUDIK bagi yang masih memiliki kampung halaman tempat anda dilahirkan, dimana ada ayah dan bunda atau pusara mereka, semoga perjalanan anda bernilai ibadah dengan “memandang wajah orang tua” atau berziarah ke pusara mereka. آمِيّنْ....... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِي اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 22 Ramadhan 1444 H. Kamis, 13 April 2023. (1.135.04.23)

No comments:

Post a Comment