Monday 22 August 2022

PENYESUAIAN MENU

Perjalanan rombongan kami menuju masjidil Aqsha melalui Mesir-Palestina-Jordan, selama di tiga negara tersebut, sekurangnya kami sarapan pagi, makan siang dan makan malam sebanyak 24 kali. Sudah diinformasikan sebelum berangkat agar membawa bumbu2 makanan penunjang selera makan. Harus diakui bahwa terutama sarapan pagi dan makan malam yang umumnya di hotel, menu makanan tersaji; mewah dan lengkap, buah, roti sayur mayur dan lauk pauk, aneka juice. Kemewahan dan kelengkapan itu, sebagian tidak cocok dengan lidah umumnya dari rombongan kami. Hal ini menurutku wajar, karena apalagi antar bangsa, sedangkan antar daerah di negeri kita saja berbeda meracik bumbu masakan. Atas dasar apa yang dialami, pada giliran makan yang kedua dst, bila melihat suatu hidangan yang menarik dilihat mata, belum pernah diketahui sebelumnya, maka diambil sedikit terlebih dahulu, bila tak sesuai, tidak dimakan bila sesuai baru ambil lagi. Diriku pernah mengambil beberapa lonjor makanan sejenis sayuran warnanya kemerahan, menarik. Ternyata rasanya kecut menggetarkan lidah, lalu tidak dimakan. Lain lagi seorang semeja makan dengan kami, menyirami makanan di piringnya dengan cairan yang dikira “kecap”, ternyata adalah “coklat cair”. Tak sempat semua menu tersaji di meja untuk ku foto, ada sedikit kekhawitaran jika memfoto pihak restoran keberatan. Namun ada juga sempat tersimpan foto makanan setelah ada di meja seperti kuiringkan di artikel ini. Menu makanan yang begitu lengkap di restoran hotel, jelas tidak ditemukan di tiga kota yang kami kunjungi adalah: “Krupuk”, “Tempe” dan “Tahu”. Berbeda jauh dengan suasana makanan jika kita berhaji atau berumrah. Pernah di salah satu kesempatan umrah, kami disajikan menu makanan “Tahu” dan “Tempe”. Kupertanyakan kepada katering yang menghidangkan; ternyata “Tahu” dan “Tempe” nya “made in Japan”. Rasanya miriiip tapi juga ada bedanya. Kembali ke kisah tiga negara yang kami lalui (Mesir-Palestina-Jordan) dalam rangka memenuhi seruan Rasulullah ke masjidil Aqsha, agaknya tersedia peluang pasar untuk “Tahu”, “Tempe” dan juga “Krupuk”. Karena pengunjung tiga kota tersebut lumayan banyak berasal dari Indonesia. Bahkan ketika di Jerusalem rombongan kami suatu ketika bertemu di sebuah restoran ketika makan siang dengan serombongan yang mungkin sama besarnya dengan rombongan kami, mereka berasal dari Amerika, tetapi semua anggota rombongan mereka orang berasal dari Indonesia. Pimpinan rombongan memperkenalkan diri “saya adalah Pendeta dari Philadelphia”. Alangkah senangnya mereka bila tersedia menu Krupuk, Tahu dan Tempe, mereka akan ingat kembali dengan tanah kelahiran. Rombongan yang bukan muslim di kota tiga agama ini juga kami berjumpa di maqam nabi Daud a.s., di Bukit Zaitun (terdapat beberapa Gereja), di Bukit Golgota. Ketika di Jordan, Mr. Adnan Rawasydeh menjawab pertanyaanku mengatakan “dianya sering menjadi guide rombonngan non muslim, mengunjungi situs2 agama bersejarah di Jordan termasuk Petra” Demikian serba-serbi menu makanan dalam perjalanan kami, semoga ini semua menambah cakrawala pemahaman kita, bahwa ternyata sesuatu yang menurut bangsa lain enak, rupanya buat kita belum tentu enak. Sebaliknya tentu saja apa yang menurut kita enak belum tentu dirasakan enak oleh bangsa lain. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 18 Muharram 1444 H. 16 Agustus 2022. (1.015. 08.22)

No comments:

Post a Comment