Monday 22 May 2023

BIASAKAN yang BENAR

Ketika agama-agama yang kini dianut di Indonesia masuk di bumi Nusantara, nenek moyang kita sudah menganut kepercayaan kepada Sang Pencipta, penguasa jagat raya alam semesta. Mereka; nenek moyang kita sudah memiliki kepercayaan kepada pencipta alam, seiring dengan itu sudah terbentuk “kebiasaan” dianggap sebagai wujud mengabdi kepada Sang pencipta. Sudah terbentuk kesepakatan nilai-nilai; baik – buruk, juga sudah terbentuk akhlak standar yang diakui merupakan suatu kebenaran dalam masyarakat. Bicara soal akhlak, nenek moyang kita berakhlak sudah tergolong baik, tidak separah di negeri dimana Islam mula diturunkan, yaitu kaum Qurais di Mekkah. Dimana saat itu diriwayatkan; perjudian, mabok2 an pelanggaran HAM lumrah terjadi, bahkan anak2 perempuan dikubur hidup2. Antar kelompok suku2 mudah sekali berperang. Mengenai permusuhan antar suku ini sampai diabadikan dalam Al-Qur’an: وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا  ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوٰنًا وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا  ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ "Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk." (Ali 'Imran ayat 103) Kini sebagian terbesar penduduk bumi Nusantara memeluk agama, seharusnya tidak ada warga negara yang tidak beragama. Dalam melaksanakan ritual agama masing2, ada beberapa “versi tradisi” nenek moyang kita yang tidak sejalan dengan ajaran agama, masih dilakukan. Kebiasaan yang tak sejalan dengan ajaran agama itu bukan hanya terjadi dalam hal ibadah, namun juga dalam wilayah pergaulan hidup (interaksi di masyarakat). Kebiasaan yang tak sejalan dengan ajaran agama meluruskannya adalah tugas para pemuka agama. Sedangkan kebiasaan dalam interaksi di masyarakat, dari masa ke masa disesuaikan melalui peraturan, perundangan, dan ketentuan yang disepakati keberlakuannya oleh suatu bangsa, harus dipatuhi siapapun yang berada di suatu negera. Dalam melaksanakan ketentuan agama, apabila masih saja berpegang teguh dengan kebiasaan nenek moyang yang tidak sejalan dengan ajaran agama; itu merupakan “membenarkan kebiasaan”. Seharusnya para pemeluk agama “membiasakan yang benar”, bukan “membenarkan yang biasa” . Risiko “membenarkan kebiasaan” dan tidak mau berubah menjadi “membiasakan yang benar”, dalam beragama, amal yang dilakukan berpotensi menjadi sia-sia. Dalam pergaulan antar manusia, apabila bertahan dengan kebiasaan, padahal telah terjadi perubahan , maka akan terkena sanksi. Contoh: ketika sebelum covid 19, suatu saat abis jalan pagi ku mampir ke bank untuk sekedar mem print buku tabungan. Satpam dengan tegas di depan pintu “buka maskernya pak”, kebiasaan ku tiap jalan pagi sejak sebelum Covid 19 pun, aku memakai masker menghindari debu jalanan, karena aku mulai jalan pagi di atas pukul 8, guna menyerap matahari pagi, dimana lalu lintas mulai ramai. Belum lama ini, sebetulnya keadaan sudah dinyatakan normal kembali, pas aku sedang duduk nunggu giliran antrian ke CSO bank, seorang ibu masuk ke bank tanpa masker untuk berurusan dengan CSO, ditolak oleh Satpam “masuk bank harus pakai masker” ujar si Satpam. Ibu membawa anak dibawah sepuluh tahun itu menjawab “kan waspada covidnya sudah dicabut”. Satpam nimpali “di bank ini belum dicabut ketentuan harus pakai masker”. Naaah kan kebiasaan berbeda cuma selang berapa tahun saja. Sebelum covid masuk bank bermasker tidak boleh, karena wajah tidak dapat terlihat jelas. Giliran semasa covid dan bahkan sampai kini entah sampai kapan, masuk bank harus pakai masker. Dari uraian dan peristiwa di atas diketahui bahwa masalah kebenaran ini “tergantung” kaidah yang dipergunakan untuk menentukan kebenaran tersebut. Ada beberapa kaidah kebenaran secara singkat; kendati tak benar2 tepat, sebagai berikut: 1) Kaidah kebenaran "Koheren" mengacu kepada bukti, misalnya seorang berkedudukan tinggi, itu terbukti dia mampu dan dipercaya. Apa yang diucapkannya benar terjadi, apa yang dijanjikannya benar ditepati. 2) Kaidah kebenaran "koresponden", Kebenaran dengan membandingkan hal2 yang benar sebelumnya. Misalnya; biasanya kalau dia yang ngomong benar, sebab dari dulu2 ndak pernah meleset. 3) Kaidah kebenaran "pragmatis" Kebenaran disuatu saat belum tentu benar di saat yang lain, contoh soal masker dikisahkan di atas. 4) Kaidah kebenaran “ILLAHI” Kebenaran mengacu kepada ketentuan dari kitab2 suci dan petunjuk nabi dan rasul2 utusan Allah. Ketentuan2 kebenaran ILLAHI tidak akan berubah selamanya. Kebenaran ILLAHI dalam agama Islam diantaranya dapat dijumpai dalam Al-Qur’an: الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَ  ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ "Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu." (Al-Baqarah ayat 147) الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَ فَلَا تَكُنْ مِّنَ الْمُمْتَرِينَ "Kebenaran itu dari Tuhanmu, karena itu janganlah engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu." (Ali 'Imran ayat 60). Semoga kita semua dapat melaksanakan kebenaran, baik menurut agama maupun yang berkaitan kebenaran yang berlaku di masyarakat, agar menjadi hamba Allah yang taqwa dan menjadi anggota masyarakat yang taat peraturan. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Senin, 2 Dzulkaidah 1444 H. 22 Mei 2023 (1.155.05.23).

No comments:

Post a Comment