Tuesday 14 April 2020

Dialog imajiner ROH dan JASAD

Sejak ndak boleh keluar rumah, stay at home terkait korona,  jalan pagi setiap hari sejaman jadinya terhenti. Hanya berjemur di pelantaran tempat jemuran di lt 3. Tempatnya ndak luas, ndak kena buat jalan2, praktis hanya buat berjemur.

Beberapa tahun ini amalan jalan di bawah sinar matahari sblm pukul 10 an cukup menyegarkan. Nampaknya dpt ngendalikan diabet yg hinggap 20 thn lalu.

Pintu kereta resmi berpalang pintu sekitar 300 mtr dari rumah. Guna menapaki sejaman jalan pagi supaya ndak bosan, melewati pintu kereta lanjut ke jalan protokol. Menyusuri trotoar keliling, sampai lagi ke rumah sdh 45 menit, tinggal nambah 15 menit mutar di kompleks.

Nyebrang ke rumah  selain di pintu berpalang resmi, ada juga pintu tak resmi yg biasa digunakan penyeberang pejalan kaki. Pintu ini k.l. 20 mtr dari rumah. ....
Singkat memang, tapi cukup berbahaya karena rel ganda. Satu dari arah Utara ke Selatan dan satunya dari arah sebaliknya. Tanpa bunyi lonceng tanda kereta akan lewat.

Sbg ilustrasi keberbahayaannya nyebrang pintu tak resmi, saya pernah mengalami. Toleh kiri-toleh kanan,  yakin hanya satu rangkaian kereta yg lewat, dari utara...... Awakpun bgt rangkaian kereta lewat melangkah nyebrang........
Baru saja melewati jalur yg barusan dilewati kereta, tau2nya rangkai kereta dari selatan sdh hampir lewat. Entah bgmn tadi ketika toleh kiri toleh kanan kereta dari selatan ndak terlihat dari kejauhan.....

Isi dada rasanya hilang, jantung berdetak kencang. Untung reflek masih ada, tarik langkah dan tertegun berdiri tak jauh dari badan kereta api berlari kencang. Terpaan anginnya, refleks mata di pejamkan hidung ditutup.

Sampai dirumah, tinggal lemas, lunglai sambil minum air untuk pengurang stres, hampir jadi almarhum. .......

Dalam renunganku stlh nafas normal:

Pertama; bahwa kalaulah sampai ku ketabrak kereta, mungkin Roh ku akan menyesali diriku; "kurang ikhtiar". Wong ada pintu kereta resmi berpalang pintu, dijaga petugas, didahului tanda bunyi sblm palang pintu di tutup. Kenapa tidak lewat pintu itu saja, lbh aman. Biar agak repot sedikit lantaran jauh 300 berbanding 20 mtr.

Kedua; Mungkin Roh ku akan mengatakan; "itu sudah taqdir". Sblm nyebrang kau kan sdh ikhtiar, toleh kiri toleh kanan, kau kan tak lihat ada dari kejauhan kereta dari selatan ndak terlihat olehmu. Itu kan tak senganya namanya.

Ketiga; atas dialog Roh yg kedua aku mungkin dpt katakan kpd Roh;
Ku akui bahwa aku kurang ikhtiar, seperti anda (Roh), katakan,..... tetapi begini saja untuk menilai diriku matiku bunuh diri atau bukan bunuh diri:

a. Kalau ketika kereta pertama dari utara itu lewat kmdn aku sengaja membenturkan diriku ke badan kereta, atau ketika beberapa detik kereta akan lewat sengaja ku nyebrang, itu aku tergolong bunuh diri. Karena aku tau, tlh melihat kereta itu akan lewat.

b. Umpamanya aku tertabrak kereta yg kedua dari selatan, Roh dan Jasadku terpisah mrpkn  taqdir. Karena benar2 tidak melihat.

Kejadian bbrp tahun y.l. di pintu kereta tdk berpalang itu menginspirasi ku,...... dg merebaknya wabah virus yg di namai Korona.

Jakarta menerapkan PSBB sejak Jum'at 10 April 2020. Jasadku sudah terbangun 70 tahun dimana didalamnya ada Roh. Kusadari bahwa di jasadku ada pula penyakit kronis seperti kukemukakan di atas. Kata ahli kesehatan, orang yg seusiaku dan punya penyakit kronis diabet, rentan thdp virus ini dan daya tahan tubuhnya lemah. Banyak case bila tertular Korona,  tak tertolong kelompok ini.

Oleh karena itu sdh sejak 20 Maret 2020 sblm diterapkannya PSBB  di Jakarta aku sdh berikhtiar tdk lagi keluar rumah.

Langkah itu kulakukan justru menyadari bahwa, Jasadku adalah Allah yg membangun, jadi milik Allah. Roh juga Allah yg memberikan ke jasadku diusiaku 120 hari dlm kandungan Ibuku, jadi Roh ku Allah juga yg empunya.

Namun aku harus pelihara sebisa mungkin Jasad milik Allah ini, agar tidak ditegur Roh ku seperti dalam DIALOG IMAJINER dg Jasad ku nanti, seperti yg ku coba mengibaratkannya.

Umpamanya ku bersikap tetap aktif keluar, tdk mengindahkan ketentuan stay at home sbg ikhtiar ikut berpartisipasi memutus mata rantai penyebaran virus Korona. Boleh jadi bila sampai tertular, aku oleh Roh ku dlm dialog dikelompokkan seperti "ketiga a".

Memang maut pasti datang tak ada yg dpt mengelak. Musibah adlh taqdir Allah. Namun sbg manusia hrs berikhtiar untuk menuju taqdir Allah yg lbh baik.

Sikap berdiam diri dirumah dlm ikhtiar memutus mata rantai penyebaran virus, inipun cukup berdalil seperti banyak diungkap oleh para ustadz2 di TV dan Medsos.

Petunjuk umum ttg wabah dari Rasulullah menurut hadits Buhkari dari Abdurahman bin Auf. Barangkali hadist ini dpt dijabarkan untuk physical/social distancing.

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)

Menarik sikap  Amru bin Al-Ash, menyikapi wabah Tho'un Amwas di Syam. Wabah sedang berjangkit didlm kota. Untuk memutus penyebaran wabah  Amru bin Al-Ash sbg pengganti 2 orang gubernur pendahulunya wafat kena wabah itu, dg mengajak rakyat berpencar ke atas gunung2. Dlm kisah itu dua orang pemimpin pendahulunya yg wafat terkena wabah yaitu Abu Ubaidah bin Jarrah dan Muadz bin Jabal.

Dmkn sekedar renungan dlm ikhtiar menyikapi wabah virus yg dijuluki Korona ini.  Mari tak henti2nya selain ikhtiar, kita berdo'a smg Allah sgr hilangkan virus ini dari muka bumi agar kita dpt lbh banyak beramal kebajikan dan lebih aman dlm beribadah.

Aamiin.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Barakallahu fikum
وَ الْسَّــــــــــلاَمُ
M. Syarif Arbi.
21 Sya'ban 1440.H.
14 April 2020.

No comments:

Post a Comment