Saturday 17 August 2019

KeBEBASan BERBICARA

Disuatu kondangan, bocah 4 tahunan digandeng ibunya antrian barisan memberikan ucapan selamat dan do'a kpd mempelai.

"Bunda, penganten nya kok jelek ya, cam ondel2". Celoteh si bocah dlm langkah perlahan di antrian hampir naik tangga balkon. "Suutt ndak boleh ngomong gitu" tegor ibunya singkat sambil sedikit menarik kejut tangan anaknya.

Dilain keadaan, seorang ibu malu ati pada kerabat yg dikunjunginya. Anak balitanya ketika minum teh dihidangkan sahibul bait, dengan lantang mengatakan teh yg dihidangkan tidak manis.

Seorang om jadi ndak nyaman rasa, ketika membawa mampir temannya ke rumahnya, seorang kemenakannya (balita) bertanya dihadapan si teman. "Om2 kenapa mata teman om cuma melek satu". Tamu matanya cacat permanen, padahal kecacatan itu tak sopan untuk diungkap.

Ini suatu KEBEBASAN BERBICARA, dimiliki oleh anak2 dibawah umur.
Ucapan anak2 di atas banyak orang menyangka Ortu salah asuh, ndak pandai mendidik anak. Padahal blm tentu dmkn, memang ada anak yg terlahir membawa bakat pengomong, pengomentar.
Bakat tangannya tak mau diam.

Perilaku anak selain bebas bicara:
Anak balita ketika dibawa ortunya ketoko, dia minta belikan sesuatu kpd ortunya dg paksa, kalau ortunya tak bersedia membelikan, si bocah menangis meronta-ronta kadang duduk di lantai sambil kakinya di gerak2kan maju mundur. Akhirnya ortu terpaksa membeli agar tak malu diliat orang.

Sementara itu ada anak ketika dibawa ortunya ke toko, jika dia ingin sesuatu berbisik lembut ke telinga ortunya "saya boleh minta dibelikan.......:. Ortunya punya opsi untuk katakan boleh atau tidak. Tentu dg berbagai pertimbangan.

Nah ini bukti bahwa blm tentu balita yg kurang terkendali ngomong, karena ortu salah asuh.

Dampak kebebasan berbicara, dari balita dicontohkan di atas, bila kurang baik; maksimum anggapan orang bahwa ortunya tak pandai mendidik anak.

Bila yg bebas berbicara itu orang dewasa, ucapannya menyinggung/menghujat seseorang atau kelompok, ucapan hrs dipertanggung jawabkan. Apalagi dg telah diundangkan sanksi pidana bagi ujaran kebencian baik verbal maupun tulisan. Di dunia nyata maupun dunia maya.

Kebebasan berbicara, kebebasan berpendapat terbuka kesempatan seluas-luasnya oleh siapa saja melalui DUMAY, tetapi perlu diingat
kebebasan bicara, kebebasan berpendapat tak layak digunakan untuk menghujat. Tak layak digunakan untuk menyinggung seseorang atau kelompok.

Agama memberikan petunjuk dlm hal ini, mari dilihat Al Qur'an surat Al-Hujurat ayat 11-12:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُوْنُوْا
خَيْرًا مِّنْهُمْ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok......."

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ ۖ; اِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا; ا
يُحِبُّ اَحَدُكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.

Selanjutnya lihat (Alqur'an surat Al-Qalam ayat 10-11)
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِيْنٍ
هَمَّازٍ مَّشَّآءٍۢ بِنَمِيْمٍ
"Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, suka mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah.

Soal mengemukakan pendapat (untuk publik), Rasulullah pesan:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَــــيْرًا أَوْ لِيَـصـــمُــتْ

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” [HR Bukhari]

Demikian, smg kita diberikan kekuatan Allah untuk menggunakan kebebasan berbicara/berpendapat sesuai petunjuk agama, sehingga tidak berbicara, tidak berpendapat berupa memfitnah, berbentuk menghujat, berkonten mencela yg berpotensi mencelakakan diri dan orang lain. Aamiin.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Barakallahu fikum
وَ الْسَّــــــــــلاَمُ
M. Syarif arbi.

No comments:

Post a Comment