Friday 28 January 2022

DAKWAH bil HAL

Nilai indah itu ternyata tidak sama antargenerasi. Bila anda masih punya photo angkatan orang tua kita dulu, mereka berpose disamping sepeda ontel dengan topi lebar baju lengan panjang yang digulung di atas siku sementara celananya bagian atas kelihatan besar karena banyak lisu (wiru/ploi). Ada lagi photo dengan pose tangan kiri atau tangan kanan telapak tangan menempel di bahu kanan, rupanya yang bersangkutan ingin memperlihatkan arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Itulah nilai keindahan di era mereka. Sejurus ada rasa keindahan itu dilambangkan dengan gigi emas, kadang penuh gigi berselaput emas. Pemilik gigi jadi murah senyum, berbicara senang berdesis, seperti mengucapkan Lada “Pedas”, Kopi “Panas” semua urusan alhamdulillah “tuntas” dan lain-lain, agar gigi emas dapat terlihat jelas. Patut diduga bahwa nilai keindahan kita sekarang ini yang terekam photo, nun duapuluh, tigapuluh tahun yang akan datang mungkin memancing senyum generasi yang akan datang, begitu melihat foto-foto kita berpose. Sekitar tahun enam puluh lima, diriku masih di kota kelahiranku, seorang anak teman saya baru pulang dari kota (ibu kota provinsi). Kala itu hanya anak-anak orang berduit saja ketika libur sekolahan dapat ke Ibu kota Provinsi. Biayanya mahal, jarak tempuh kurang lebih 40 jam naik kapal dagang. Begitu si anak pulang, terlihat orang tuanya ada keanehan asesoris dandanan anak lelakinya itu. Di lehernya menggelantung kalung rantai kecil dengan buah kalung semacam lingkaran dari logam. Sebagai orang tua, teman saya tadi menanyakan kepada anaknya: “Kenapa kau pakai kalung model perempuan”. Dengan cepat si anak menjawab “Di kota orang semua pakai gini ayah ”. Si ayah minta kepada anaknya, kalau kau mau pakai di rumah aja, jangan dibawa ke sekolah atau ke pasar “malulah ayah”. Anaknya menangkis: “tidak ayah ini lagi mode, nanti kita dibilang ndak nge trend”. Dua hari lagi liburan sekolah selesai, tugas rutin ayah mengantar anaknya ke sekolah berjarak kurang lebih 4 km dari kediaman mereka dengan sepeda ontel. Kemarin ayah si anak, diam-diam membuat bandulan kalung dengan memanfaatkan bekas tutup botol kecap yang ada di dapur. Tutup botol kecap dipukuli hati-hati dengan Palu dilandasi belakang kampak. Berhasil juga, tutup botol kecap jadi bulat dan lumayan lebar dan indah, pinggirnya ada gerigi2 beraturan pula. Pekerjaan selanjutnya di pinggir lingkaran tutup botol dilobangi untuk memasukkan tali buat dikalungkan ke leher. Tali sepatu bekas, rupanya cocok juga buat pelengkap liontin tutup botol kecap tersebut. Ketika akan mengantar anak keesokan harinya, tak lupa si ayah mengenakan kalung tersebut, dengan setelan kancing baju dibuka satu, agar jelas kalung terlihat. Betapa kagetnya si anak ketika akan berangkat ke sekolah, melihat ayahnya memakai kalung. “Ayah, kenapa pakai kalung seperti itu”. Pekik si anak. Ayah menjawab: “ayah juga pengen ikut mode sekarang, katamu semua orang di kota pakai kalung”. “Jangan begitulah yah, malulah saya dilihat teman-teman”. Akh, Ayah ndak malu dengan teman-teman ayah, anaknya pakai kalung, kenapa pula kau malu. Ayah menimpali. Udah kalau begitu saya buka kalung saya, biar ayah yakin saya ndak memakainya, ini saya serahkan Mamah. tegas si anak. Ayahnyapun tanpa diminta si anak langsung mencopot kalungnya dan memasukkan kalung ke dalam saku. Berangkatlah mereka kesekolah sebagaimana biasanya. Si ayah diilhami Hadits Sahih Riwayat al-Bukhari: 5435 عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ. Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah ﷺ melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki- laki. Sedangkan di kampung kami orang yang mengenakan “KONGKONG” bahasa setempat = KALUNG, adalah perhiasan yang biasa dikenakan di leher PEREMPUAN. Sedangkan pesan hadits di kutip diatas: 1. Haram bagi seorang laki-laki untuk bergaya, berdandan atau berpakaian menyerupai wanita, begitu pula sebaliknya. 2. Rasulullah ﷺ melaknat orang yang menyerupai lawan jenisnya dalam penampilan. Teknik yang dilakukan ayah si Azhar (bukan nama sebenarnya), dengan lisan rupanya tidak mempan, disangggah dengan alasan trend orang-orang di kota. Maka Pak Azhari (bukan nama sebenarnya) ayah nya si Azhar menempuh jalan mencegah anaknya menyalahi hadits Rasulullah di atas, dengan pencegahan (semacam teknik berdakwah = Dahwah bil Hal) melalui perbuatan. Terbukti bahwa Dakwah Bil Hal itu lebih mengena ketimbang Dakwah bil Lisan. Contoh lain: Saya pernah alami di suatu cabang institusi saya berdinas dulu, ada pemimpin yang hanya pakai mobil dinas untuk keperluan dinas. Selesai jam kantor kalau mobil-mobil milik kantor tidak dipakai urusan dinas di parkir di kantor. Bila ada arisan pejabat institusi saya itu, yang bersangkutan membawa mobil pribadi, kadang nyetir sendiri, kalau bawa sopir kantor di beri honor dari saku pribadi. Dampak Dakwah bil Hal Pemimpin saya itu; semua pejabat bawahannya tidak ada lagi yang menggunakan mobil dinas untuk urusan diluar urusan kantor. Beberapa pejabat senior yang dulunya sebelum kepemimpinan beliau yang satu ini, sering membawa pulang mobil dinas, kini ikut memarkir mobil dinas di kantor, mereka ke kantor dengan mobil pribadi. Penghematan BBM dan perawatan mobil banyak sekali……. Jangan dikira semua orang suka dengan pemimpin ini. Ada yang komentar sok suci dan pokoknya banyak juga yang benci, terutama bagi pejabat yang sebelumnya sering menggunakan mobil dinas untuk keperluan pribadi. Itulah salah satu tantangan menyampaikan kebaikan. Juga ini menjadi bukti lagi bahwa Dakwah Bil Hal lebih mengena. Pemimpin tersebut agaknya telah berhasil MENUNJUKKAN KEBAIKAN, kepada para pejabat di bawahnya dengan dasar keyakinan beliau terinspirasi oleh hadits: عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم : مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ, فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ Dari Abu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” [HR. Muslim] Demikian sepenggal kisah ini, semoga menginspriasi kita semua untuk terus-menerus di sisa usia ini melakukan hal-hal menuju kepada kabaikan dengan teknik yang bijak, diantaranya dengan Dakwah Bil Hal. والله عالم بشواب .سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن M. Syarif Arbi. Jakarta, 24 Jumadil Akhir 1443 H. 28 Januari 2022. (893.01.22).

No comments:

Post a Comment