Wednesday 19 January 2022

Bagaikan dikelilingi Cermin

Warga sebuah dusun di pinggir sungai, ketika itu shalat berjemaah hanya shalat maghrib saja dengan penerangan lampu Teplok, di langgar pak long Aji Redi (bukan nama sebenarnya). Peruntukkan Langgar pak long Aji Redi sebenarnya hanya buat keluarga sendiri dan tetangga, kecil sekali ukuran 3 x 6 meter berlokasi dempet dengan rumah beliau. Waktu itu listrik belum masuk dusun, penerangan jalan belum ada. Jalan dusun hanya tanah tak beraspal, bila musim hujan, becek. Itu mungkin alasan warga dusun itu tidak berjamaah isya dan subuh ke langgar pak long Aji Redi, karena malam gelap gulita dan kalau musim hujan licin. Shalat 5 waktu di langgar, diisi pak long Redi dengan 3 anaknya lelaki, 2 anaknya perempuan bersama ibunya anak2. Ketika itu anak pak long Aji Redi yang tertua 15 tahun. Warga dusun bila ikutan jamaah tak ada kesulitan masalah air wudhu, karena letak langgar dekat sungai, air sungai 70 tahun lalu itu belum tercemar seperti sekarang. Sungai juga merupakan jalur lalu lintas perekonomian dan sumber air minum. Sejak 20 tahunan lalu di dusun pak long Aji Redi, mulai ramai pendatang seiring dibukanya lahan hutan jadi perkebunan. Listrikpun mulai masuk dusun. 70 tahun lalu, warga dusun pak long Aji Redi, tiap hari Jum'at untuk shalat Jum'at. pagi2 sudah nyebrang pakai perahu menuju ke kampung seberang. Kini di dusun pak Haji Redi, sudah terbangun sebuah masjid besar di tanah wakaf pak Long Aji Redi sekitar 750 meteran dari kediaman pak long Aji Redi. Atas musyawarah penduduk dusun (yg kini sdh 77 KK pemeluk Islam), disepakati dibangun masjid, agar dapat menampung warga yang sudah mulai banyak, sekaligus buat shalat Jum’at. Masjidpun terbangun dapat menampung kurang lebih 300 jamaah, perlu dikelola oleh pengurus masjid. Terpilih ketua seorang anak muda pendatang baru bernama Akbar (bukan nama sebenarnya), sudah beranak 2 masih kecil2, dengan rekam jejak pernah mondok di sebuah pesantren, kini bekerja di perusahaan perkebunan. Sedangkan imam utama shalat jamaah di masjid tetap pak long Aji Redi, karena yang bersangkutan tetua dusun, guru ngaji dusun, sudah haji pula, torgolong banyak hafalan al-Qur’an-nya. Sedangkan Akbar sebagai ketua masjid dan dua orang lagi, juga bergilir disiapkan sebagai imam. Sebagai risiko menjadi ketua masjid, bila semula sebelum menjadi Ketua, belum jadi pusat perhatian dari 70 han KK penduduk dusun. Kini Akbar setelah jadi Ketua, segala tingkah lakunya seharian sudah jadi pantauan. Bagaimana Akbar berpakaian, bagaimana Akbar berjalan ke masjid ada saja warga yang nguntit apa dia sambil berdo'a, bagaimana dia ketika masuk masjid apakah dengan kaki kakan atau kaki kiri, apakah masuk pintu masjid dianya berdo'a. Begitu pula waktu keluar masjid, ada yang memantau pake kaki kiri atau kanan, masang sandal kaki yang mana dulu, apakah tangannya diangkat untuk berdo'a keluar masjid. Sekali waktu pak Ketua ke masjid jamaah ashar pakai baju kaos oblong, sudah jadi buah bibir jamaah, dikaitkan jamaah dengan surat Al-A’raf ayat 31: يٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ. "Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, ……...." Begitu pula hampir setiap waktu2 shalat sepertinya si Ketua diinginkan harus terlihat oleh warga. Setelah jadi Ketua, jamaah juga mulai memperhatikan apakah Ketua mereka hadir di shalat subuh?. Ternyata jamaah tidak melihat Ketua masjid shalat berjamaah dikala subuh. Selama sebulanan jadi perbincangan beberapa jamaah, karena masjid satu satunya di dusun “Long Redi”, hanya masjid “Al-Musyawwir” itulah, jadi tak mungkin shalat ke masjid lain. Untuk menghilangkan prasangka, beberapa pemuda seizin ibu2 mereka (juga jamaah) untuk memantau pak Ketua ke kediamannya satu setengah jam-an sebelum waktu subuh, mencari tau apakah pak ketua shalat tahajud, atau membuat jamaah shalat dirumahnya bersama keluarga……. Sebelum jadi ketua hal ini belum jadi perhatian. Sempat lebih sepekan pemuda2 bergiliran memantau kediaman pak Ketua sebelum subuh, ternyata disimpulkan yang bersangkutan tidak shalat tahajud, bahkan setelah adzan subuhpun pak Ketua tak nampak keluar rumah menuju masjid. Rupanya selama ini sudah jadi kebiasaan sang Ketua bangunnya kesiangan, jadi shalat subuh berjamaah bukan kebiasaan beliau, sampai sudah jadi ketua masjidpun tak dapat diubah, ada pepatah “kalah bisa karena biasa”. Meskipun bila di kesempatan sesekali jadi imam shalat maghrib atau isya, do'a nya panjang2. Berita tentang pak Ketua selalu kesiangan dan tak berjamaah subuh di masjid ini, dari mulut ke mulut tersiar. Beberapa jamaah, bila sang Ketua sesekali jadi imam dzuhur, ashar, maghrib atau isya banyak orang yang tua2 mufaraqah. Dalil yang mereka gunakan mufaraqah adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang “orang munafik”, salah satu tanda munafik “berat melaksanakan shalat subuh”. Makanya sebagian jamaah yang tua2 ogah menjadi makmum sang Ketua yang tidak shalat subuh itu, atas dasar hadits berikut: إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا “Sesungguhnya shalat yang paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari no. 657 dan Muslim no. 651) Inilah konsekwensinya bila telah jadi seorang Ketua, “BAGAIKAN BERDIRI DIKELILINGI CERMIN”, dari semua arah terlihat: dari depan; tampak muka dan seluruh penampang tubuh bagian depan sampai ke jari kaki. Dari belakang; nampak kepala bagian belakang serta punggung sampai ke tumit, dari samping kiri-kanan, bahkan dari atas dan dari bawah, dari ujung rambut sampai ujung kaki dipantau, dilihat oleh masyarakat. Demikian, alur cerita seorang Ketua sebuah masjid baru di suatu dusun, mudah-mudahan dapat jadi acuan ketika mengangkat Ketua suatu masjid. Hendaklah mengangkat Ketua suatu masjid, paling kurang yang bersangkutan Hati nya terpaut ke masjid dalam artian shalat berjamaah ke masjid setiap waktu sepanjang tidak berhalangan. Walaupun mungkin yang bersangkutan bukan seorang ahli dalam bidang agama (bilamana tidak ada), yang penting punya kemampuan managerial (memimpin). Ketua masjid sebagai pemimpin yang sukses adalah yang sanggup memberikan tauladan dan mampu mensinergikan potensi2 yang ada dilingkungan dia menjadi ketua masjid serta anggota2 pengurus lainnya. Salah satu yang paling penting adalah perilaku, sebab sebagai ketua dinilai oleh jamaah perilakunya secara keseluruhan. والله عالم بشواب إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْأَاخِرِ وَأَقَامَ الصَّلٰوةَ وَءَاتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ  ۖ فَعَسٰىٓ أُولٰٓئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ "Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. 9 At-Taubah ayat 18). Semoga kita, hati dan phisik kita digerakkan dan dikuatkan Allah menjadi hamba-Nya yang memakmurkan masjid, sebagaimana dimaksud ayat di atas. سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن M. Syarif Arbi. Jakarta, 16 Jumadil Akhir 1443 H. 20 Januari 2022. (889.01.22).

No comments:

Post a Comment