Monday 14 June 2021

LILLAHI TA'ALA.

 

Olah raga jalan pagiku hari itu, bertemu dg seorang teman yg lbh senior dariku. Beliau ku kenal sbg Ketua sebuah masjid di bilangan jangkauan jalan pagiku. Setelah beramah ramah sejenak kubertanya:  Pak Haji beberapa kali saya ikut jamaah ke masjid pak haji, Pak Haji ndak kelihatan.

Dijawab: Saya sdh ndak ngurusi masjid itu lagi.... , mereka mangganti dg yg lbh muda. Saya ndak mau ikutan lagi terserah merekalah.........


Aku ndak ingin memperpanjang pembicaraan perihal masjid si Pak Haji itu lagi, suara bliau ngegas gelagatnya bermasalah. Ku tak ingin tau lbh jauh permasalahan orang.


Sepulang di rumah ingatanku melayang ke kisah panglima perang umat Islam yang dijuluki Rasulullah sebagai “Pedang Allah”, Khalid bin Walid.


Saat Khalid sedang menyusun strategi untuk menggempur Byzantium atau Romawi Timur, datanglah surat perintah agar Khalid menyerahkan jabatannya kepada Abdullah bin Ubaid.


Namun, Khalid yang sedang memimpin rapat tidak langsung membacakan surat perintah dari Khalifah Umar itu. Dengan perhitungan bahwa kalau ia menyerahkan jabatan tersebut saat sedang rapat untuk menyerang Byzantium, maka akan terjadi kekacauan.


Karena itu, ia menyelesaikan rapat tersebut terlebih dahulu. Setelah usul-usulnya diterima dan menjelaskan cara menyerang Byzantium, barulah Khalid menyerahkan jabatannya sebagai panglima perang kepada Abdullah bin Ubaid.


Setelah mundur dari jabatannya, Khalid kemudian  ke Madinah untuk melapor kepada Khalifah Umar bahwa perintahnya sudah dilaksanakan. Khalid meminta penjelasan lbh jauh kepada Umar terkait pemecatan dirinya tersebut. Karena, ia khawatir ada kekeliuran yang diperbuatnya selama memimpin perang.


Khalid memang mempunyai kelemahan di bidang tata administrasi dan pembukuan. Kendati demikian, Khalid sendiri meyakini bahwa tidak pernah keliru dalam perhitungan-perhitungan keuangan dari dana perjuangan itu.


Namun, Umar menegaskan bahwa masalahnya bukan karena administrasi dan pembukuan. “Itu soal yang bisa dimaafkan,” kata Umar menjelaskan kepada Khalid.  “Tetapi sebagai khalifah aku bertanggung jawab atas AKIDAH umat. Engkau adalah pahlawan perkasa yang tak dapat dikalahkan di setiap medan pertempuran. Tapi, akibatnya rakyat mulai menyanyikan lagu pujian untukmu, dan tidak lagi hanya memuji dan memuja Allah semata. Aku khawatir mereka menjadi syirik. Sebagai penanggung jawab aku harus membuktikan kepada seluruh umat, bahwa sebagai hamba Allah aku mampu memecat Khalid bin Walid sebagai panglima perang yang masyhur,” jelas Umar panjang lebar.


Setelah mendengar penjelaskan Khalifah Umar, Khalid tersadar dan menerima keputusan Umar yang bijaksana itu dengan keikhlasan yang sungguh-sungguh. Khalid pun mundur dari hadapan Khalifah Umar seraya melompat lagi ke medan pertempuran dan maju menyerang musuh, tidak lagi sebagai penglima perang tetapi sebagai prajurit biasa.


Orang-orang lain terheran-heran melihatnya, mengapa setelah dipecat Khalid masih mau terjun ke medan perang. Khalid pun berseru, “Aku bertempur dan berjuang tidak karena Khalifah Umar, akan tetapi aku berjuang karena  Allah semata!.” 


Panglima yg dipecat namun tetap berjuang menegakkan agama Allah walau berperan sbg prajurit biasa itu, menutup hayat bukan dimedan perang, tapi di tempat tidur, dg  tanda2 dikulit bekas sayatan pedang,  panah dan tombak disekujur tubuhnya.


Seperti itulah ekspresi dan manifestasi dari ruh tauhid sejati yang ditunjukkan Khalid bin Walid. Jadi, Khalifah Umar memecat Khalid bukan karena ia tak mampu lagi memimpin medan perang, melainkan untuk menjaga akidah umat yang saat itu mulai berpaling dari Allah karena sosok kepahlawanan Khalid.


Pelajaran yg dpt dipetik dari kisah ini, khusus untuk yg ngurusi masjid, tak usahlah ngambeg seperti ketua masjid yg ketemu di olah raga pagi ku diawal tulisanku ini. 


Hendaklah tanamkan niat ngurus masjid karena Allah semata. Sebagai apapun kita tak soal. Contoh Khalid bin Walid, walau sdh tdk jadi panglimapun dia ttp berjuang sbg prajurit. Karena perjuangannya hanya untuk Allah semata.


Bahwa orang2 memakmurkan masjid, sbg fasilitatornya pengurus masjid dan juga jamaahnya adlh seperti dimaksud (QS. 9 = At-Taubah ayat 18). 


اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَوْمِ الْاٰ خِرِ وَاَ قَا مَ الصَّلٰوةَ وَاٰ تَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ فَعَسٰۤى اُولٰٓئِكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ

"Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk."


Semoga Allah menjadikan kita dlm berjuang LILLAHI TA'ALA (hanya karena Allah), termasuk berperan di masjid tak perduli sbg apapun fungsi dan kemampuan.


آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

بارك الله فيكم

 وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

M. Syarif Arbi.

Jakarta, 29  Syawal 1442 H.

10 Juni 2021.

(806.06.21).

No comments:

Post a Comment