Monday 12 July 2021

Nilai Kebenaran.

Teringat ketika ku masih bertugas sbg wartawan di ibu kota era tahun 70 an. Ku pernah ditugaskan mengcover berita bidang hukum dan kriminal. Terkait tugas tsb bahan beritaku di Pengadilan dan Kepolisian. 


Mengasyikkan juga mengikuti persidangan, dimana menyaksikan  orang mencari keadilan di meja hijau........ 


Ketika mendengarkan tuntutan Jaksa, si terdakwa benar2 tampak se-jelas2nya kesalahannya. 


Kesempatan berikutnya mendengarkan tangkisan pembela. Dalam tangkisan pembela terdengar bahwa si terdakwa benar2 tidak bersalah........ 


Hakimlah nanti setelah proses persidangan berlangsung beberapa kali lalu memutuskan "kebenaran" tsb berupa vonis.


Berbicara soal kebenaran dan keadilan, kadang adil blm tentu benar, bgt juga benar blm tentu adil. Dmkn sulit menyelaraskan keadilan dan kebenaran.


Contoh ekstrim adil yg tidak benar:


Dikisahkan dalam suatu kebijakan, seorang memutus perkara: “perihal dua orang ibu bersengketa atas seorang bayi”. Masing-masing ibu mengaku bahwa bayi itu miliknya. 


Singkat kisah ketika dibawa ke Pemutus Perkara, diputuskan si bayi dibelah dua. Salah seorang ibu dengan spontan menerima keputusan itu, dia merasa keputusan itu adil, dia tega melihat kenyataan sibayi dibelah dua. 


Sementara ibu yang satunya lagi, tidak tega melihat kenyataan sibayi dibelah dua dan menyatakan rela bayi itu diserahkan saja ke ibu yang tega bayi di belah dua itu. 


Pemutus perkara  justru memutuskan bahwa ibu yang tidak tega itulah yang berhak atas bayi yang disengketakan itu. 


Agaknya pembuat keputusan memutuskan bayi dibelah dua itu hanya sbg sarana buat mencari keadilan. Pemutus perkara ingin tau siapa ibu yg sebenarnya, sebab ibu yg sebenarnya tak akan tega anaknya terbunuh lantaran di belah dua.


Meskipun kisah ini mungkin fiktif, sekedar dongeng, tampak dalam kasus ini “berani karena salah”, “takut karena benar”.  Sekaligus membuktikan bahwa tak selamanya benar  pepatah yg berbunyi  "Berani karena benar, takut karena salah".


Contoh benar tapi tidak adil.


Keluarga punya 3 orang anak. Anak yg tertua sdh di perguruan tinggi, anak nomor dua siswa sltp dan si bungsu masih di TK.


Dari anggaran tersedia buat anak2, di distribusikan buat si sulung 60%, buat si tengah 25% dan si bungsu hanya 15%. Tindakan Ortu ini tidak adil bila adil itu diartikan sama rata, masing2 anak atas dasar adil sama rata, berhak 33%. Walau TIDAK ADIL tindakan Ortu ini BENAR, pendekatannya atas kebutuhan si anak.  Mahasiswa lbh banyak keperluan ketimbang masih di sltp dan di TK. Jadi benar blm tentu adil.


Berbicara ttg keadilan antara manusia,  petunjuk umum Allah;


"............. ۙ وَاِ ذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّا سِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِا لْعَدْلِ ۗ ............."

"...........dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. ........."

(QS. 4 = An-Nisa' ayat 58).


Sedangkan kebenaran:


اَلْحَـقُّ مِنْ رَّبِّكَ فَلَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِيْنَ

"Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu."

(QS. 2 = Al-Baqarah ayat 147).


Oleh karena itu apabila terjadi selisih paham ttg menilai, menetapkan keadilan dan kebenaran merujuklah kpd petunjuk Allah dan RasulNya (An-Nisa 59).


يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْـعُوا اللّٰهَ وَاَ طِيْـعُوا الرَّسُوْلَ وَاُ ولِى الْاَ مْرِ مِنْكُمْ ۚ فَاِ نْ تَنَا زَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَا لرَّسُوْلِ اِنْ كُنْـتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَـوْمِ الْاٰ خِرِ ۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا


"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."


Akhir2 ini di pendemi covid 19, berseliweran berita beda pendapat. Ambil satu sisi beda pendapat tentang ibadah di rumah ibadah. 


Masing2 yg beda pendapat bukannya tdk merujuk/kembali spt dimaksud An-Nisa 59. Tetapi perbedaan tsb muncul karena beda menafsirkan dan beda memberikan nilai dari kualitas hadits2 acuan. 

Penulis tidak dlm kapasitas dpt menilai yg mana pihak yg paling benar. Agaknya tak cukup ilmu untuk itu. Namun mhn ijin sekedar ingin sharing; bahwa faktor yg mampu menengahi beda pendapat ini adlh:

1. Petunjuk Allah dlm Al-Qur'an.

(اَطِيْـعُوا اللّٰهَ)

2. Petunjuk Rasulullah, melalui sunnah, hadits2. (وَاَ طِيْـعُوا الرَّسُوْلَ )

dan hal ini letaknya pada kualitas dari hadits2 yg dirujuk. Para ulama yg kompetenlah yg patut diikuti dlm memahami, bila cukup dalil2 yg shahih atas fatwa mereka.

3. Putusan pemegang kekuasaan yg dipercaya memimpin ummat  (وَاُ ولِى الْاَ مْرِ مِنْكُمْ ).


Semoga Allah menunjuki yg benar itu benar dan diberikan kemampuan mengikutinya. Semoga Allah menunjukkan yg salah itu salah serta diberi kekuatan menjauhinya.


اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا، وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ. ،وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً، وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ

وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

M. Syarif Arbi

30 Dzulkaidah 1442H

(819.07.21).

No comments:

Post a Comment