Thursday 11 April 2024

Shalat Ied Mbludag

Disusun : M. Syarif Arbi No: 1.238.04-4.2024 Ramadhan 1445 H baru saja berlalu, kemarin shalat Idul Fitri digelar dimana-mana, ada dilapangan, ada di masjid sampai luber ke halaman sehingga dibuat garis untuk menyamakan baris arah qiblat. Di Jakarta banyak masjid sampai harus menutup jalan raya. Kalau pas di prosesi shalat Idul Fitri itu awak bertugas shalat di masjid yang jauh dari kediaman, misalnya beda kecamatan saja, maka harus berangkat dari rumah usai shalat subuh, bila tidak mau terlambat sampai di lokasi. Jalan yang biasa ditempuh ditutup tak boleh dilintasi. Untuk ke tujuan jadinya melalui gang2 sempit. Anak yang mengantarkanku menuju ke suatu lokasi, di hari biasa berjarak tempuh 20 menit, bertanya: ”apa sebenarnya sebab di saat Idul Fitri orang shalat jadi mbludag” padahal sambung anak itu: “kan hampir separoh penduduk Jakarta sudah mudik sejak H min 5”. Sambil menyusuri gang sempit (kadang hanya muat sebuah sepeda motor) kujawab pertanyaan, untuk meredakan kecemasan khawatir tidak sampai tujuan: “di shalat Idul Fitri, orang yang tak biasa shalatpun ikutan shalat”. Belum ada sih data resmi tentang prosentase umat Islam YANG SHALAT dari yang muda sampai yang tua. Mengutip hasil survey LSI tahun 2010 bersama Goethe Institute hanya terdapat “data shalat” pemuda Islam: 1. Pemuda yang SELALU shalat 5 waktu (28,7 persen), 2. Pemuda yang SERING salat 5 waktu (30,2 persen), 3. Pemuda yang KADANG-KADANG salat 5 waktu (39,7 persen), 4. Pemuda yang TIDAK PERNAH salat 5 waktu (1,2 persen). Dari data di atas, agaknya boleh dikomentari bahwa: Pemuda kelompok “1” kurang dari sepertiga dari populasi pemuda Islam Indonesia, yang shalat. Umumnya kelompok ini berusaha untuk shalat berjamaah di masjid2. Mereka pantas disebut “ahli shalat” Pemuda kelompok “2” lebih dari sepertiga, biasanya mereka masih shalat tapi tidak 5 kali sehari semalam, kadang rutin ikutan shalat Jum’at. Terindikasi pada saban shalat Jum’at banyak masjid2 yang penuh. Alhamdulillah, banyak diantara kelompok “2” ini, kalau pas sekali waktu khatib berkhutbah materinya menyentuh qalbu ybs, bisa bergeser ke kelompok “1”. Diriku punya saksi yang pernah hidup menjadi taat shalat, semulanya hanya ikutan Jum’atan saja. Pemuda kelompok “3”, mendekati 40%, shalatnya “belang-bonteng”, kelompok ini condong mengabaikan shalat. Banyak diantaranya cenderung akan masuk ke kelompok “4” Bersyukur kita bahwa kelompok “4” populasinya hanya sedikit yaitu 1,2%. Akan tetapi bila kelompok “3” pindah ke kelompok “4”, maka yang terjadi kelompok 4 akan berjumlah 40,9% (39,7% + 1,2%) dibulatkan 41%. Mereka ini antara lain yang meramaikan shalat Idul Fitri, wajar jadinya “mbludag”, sampai masjid2 dan lapangan hampir tak muat, walau sudah lebih separoh penduduk Jakarta mudik. Mereka yang 41% inilah yang disebut “shalat tahunan” Sehingga dalam hal perilaku shalat jadinya terbagi menjadi 4 model: Pertama; “shalat harian”, diwakili oleh kelompok “1”. Mereka mengimani betul bahwa shalat bermanfaat dunia akhirat seperti tertuang dalam Al-Qur’an, surat Al-Ankabut ayat 45: إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Juga mendasarkan diri pada hadits: Dari Mu'adz bin Jabal, Nabi SAW bersabda: رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ. Artinya: "Inti segala perkara adalah Islam dan tiangnya yang merupakan shalat." (HR. Tirmidzi no. 2616 dan Ibnu Majah no, 3973.) Dengan demikian kalau meninggalkan shalat akan merapuhkan tiangnya agama. Kedua; “Shalat Pekanan”, yaitu sekali sepekan diwakili oleh kelompok “2”, yaitu yang saban shalat Jum’at berusaha untuk hadir, setidaknya berusaha untuk jangan sampai tidak hadir di Jum’atan 3 kali berturut-turut. Agaknya untuk kelompok ini salah satu tauziah ustadz berhasil yaitu membawakan hadits: . من ترك ثلاث جمعات من غير عذر كتب من المنافقين “ Siapa saja yang meninggalkan tiga kali ibadah shalat Jumat tanpa uzur, niscaya ia ditulis sebagai orang kafir nifaq/munafiq” (HR At-Thabarani). Ketiga; “Shalat belang-bonteng”, yaitu tempo2 shalat, tempo2 tidak shalat, diwakili kelompok 3. Kolompok ini, ada yang mengatakan, “aku mengakui bahwa shalat itu penting, tapi hati ini masih belum tenang, percuma nanti shalat tidak khusuk”. Kelompok ini, bila kesibukan reda, waktu luang diapun shalat. Keempat; “Shalat tahunan”, yaitu 2 kali setahun pada saat Idul Fitri dan Idul Adha, biasa yang condong menjadi model ke empat ini adalah kelompok “3” dan “4” yang populasinya tidak kurang dari 41%. Khusus kelompok empat, dari hasil penelitian yang kita petik tak pernah shalat 5 waktu. Sebetulnya kolompok yang meninggalkan shalat ini sudah dapat digolongkan “murtad”. Cuma “murtad” masih terbagi pula dua type: Pertama “Murtad beralasan”, dalam hal dia tidak mendirikan shalat beralasan, sekarang masih terlalu sibuk pekerjaan, badan tidak bersih termasuk alasan hati belum tenang, tapi ybs tidak menolak bahwa shalat itu wajib. Kedua “Murtad sungguhan”, kalau diingatkan shalat, diajak shalat malah marah: “shalat saja situ, biar saya siap masuk neraka, orang shalat yang keadaannya ya begitu2 aja” dsbnya yang menunjukkan penolakan akan kewajiban shalat. Oleh karena itulah mungkin sekali lagi mungkin; shalat Idul Fitri dan Idul Adha bertambah kurang lebih 41% jumlah orang yang shalat (dari kelompok 3 & 4) sehingga “mbludag”, contoh di Jakarta walau sudah separoh penduduk mudik. Kalau di daerah “mludag”, lantaran orang mudik ikutan shalat, mungkin semua kelompok diatas ikutan shalat. Wallahu ‘alam bishawab. Semoga kita termasuk ahli shalat, selanjutnya shalat serta seluruh amal ibadah kita diterima Allah. آميّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــال اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 2 Syawal 1445 H. 11 April 2024.

No comments:

Post a Comment