Sunday 6 August 2023

Mem-BUANG TUAH

Istilah kampungku "TUAH" adalah satu anugerah Allah berupa kebahagiaan yang melekat pada diri, kadang sementara, kadang berkekalan sampai akhir hidup. Tuah dapat terjadi terbawa sejak lahir, terlahir menjadi anak orang kaya, anak orang berpangkat. Tuah kaya, tuah orang berpangkat itu melekat pada dirinya bertahan sampai dia meninggal, atau berakhir di tengah perjalanan hidup. Bukan tidak ada anak orang kaya, tidak bertuah, tak pandai mengelola warisan ortu mereka jadi jatuh miskin. Tidak sedikit anak orang berpangkat, walau ortunya mati2an menerapkan sytem dinasti, jaman berubah musim beralih anaknya kehilangan tuah, tak berkedudukan terhormat lagi. Ada juga tuah yang datangnya tak disangka tak diduga, sama sekali ketika lahir. Terlahir sebagai anak orang miskin, setelah besar tak diduga tak dinyana ketiban "tuah" menjadi orang perpendidikan tinggi, terhormat, terpandang serta kayanya jangan ditanya, mengikutinya. Rezeki bukan dicari lagi, tetapi malah rezekilah yang mencari dia. Contoh bertuah seperti tergores dalam pantun berikut: Sangat lebat nangka berbuah. Buah berganda sampai kedahan, Sangat hebat perjaka bertuah. Dapat janda kaya masih perawan. Contoh membuang tuah. Seorang anak gadis bawah 20 tahun datang ke kota. Bekerja jadi Asisten rumah tangga (ART), berbekal ijazah formal SMP, putus sekolah di kls 2 SMA. Baru beberapa bulan bekerja "tuah pertamanya datang" oleh majikan ybs disekolahkan setara SMA, lulus tepat waktu berijazah, Majikan melihat potensi si anak akan maju, tahun berikutnya sigadis dianggap anak, hendak ditingkatkan pendidikannya. Padahal tidak ada hubungan karib kerabat, berbeda pula asal daerah. Oleh orang tua asuhnya telah berhasil memberikan warisan berupa ilmu, semula hanya berpendidikan sltp, ditingkatkan jadi setara slta. Selanjutnya tuah berikut majikan yang sudah menganggapnya anak sendiri ini akan menyekolahkannya ke jenjang perguruan tinggi, dengan segala biaya akan ditanggung. Begitu bertuahnya ni anak, selama ini sekolah yang diminatinya belum pernah menerima lulusan “setera SMA” seperti si gadis, tetapi setelah melalui pembicaraan pimpinan perguruan tinggi tsb, baru pertama kali tahun ini menerima ijazah seperti dimiliki si gadis. Saringan masuk perguruan tinggi berupa 5 saringan test, dilaluinya dengan rangking hampir sempurna, didalam dirinya ada “tuah” dari Allah berupa kecerdasan. Tuah ini dibuang, keesokan harinya saat seluruh calon mahasiswa harus mengikuti “pengarahan terakhir”, ybs berubah fikiran tidak mau lagi melanjutkan sekolah. Padahal baru dua hari lalu dianya ketika wawancara dengan didampingi “orang tua asuhnya” dihadapan team pewawancara sekolah yang diminati, bahwa prodi yang dia pilih adalah merupakan cita2 semenjak masih anak2. Betapa kecewanya orang tua asuhnya, karena ketika proses pendaftaran, diikuti serangkaian test, orang tua asuhnya begitu serius membantu, memfasilitasi, menyiapkan laptop, mengecek kuota HP, mengantar kesana kemari, diikuti memberikan biaya2 yang diperlukan. Bahkan sudah menyiapkan beberapa buah Lap Top, silahkan pilih, jika diperlukan untuk kuliah nanti. Kenapa detik2 terakhir jadi berubah, padahal semua kemungkinan yang diperkirakan sebagai hambatan telah dimintakan penegasan kepada ybs. Kemungkinan hambatan dari Orang tua. Majikannya, menyarankan agar si anak menghubungi Ortu mereka setidaknya melalui telepon, kalau perlu difasilitasi didatangkan ke Jakarta, untuk minta persetujuan melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Si anak menyatakan bahwa sebaiknya nanti setelah betul2 diterima, membuat foto dengan seragam sekolah berlatar belakang kampus. Sebab menurut si anak; jika dimintakan ijin lebih dahulu dipastikan tidak diijinkan, karena mereka berpendapat anak perempuan tak usah sekolah tinggi2, harus segera berumah tangga. Selain itu, selama dua tahun gadis ini ikut dirumah majikannya yang sekarang sudah menganggapnya anak itu, saban bulan si gadis mengirim uang ke ortunya sejumlah tertentu. Sehubungan rencana akan dikuliahkan itu, majikan memberikan persyaratan bahwa si gadis tidak lagi diberikan gaji, tetapi semua biaya kuliah selama 8 semester, meliputi jumlah perkiraan lebih dari 200 juta, berikut transport, uang saku segala keperluan pakaian sampai ke perlengkapan pernik2 perempuan ekstrimnya sampai ke lipstick dan parfum akan dibiayai oleh majikannya. Sehubungan dengan itu tidak dapat lagi mengirimi Ortu sebagaimana biasa. Hal ini disanggupi oleh si gadis, dibuktikan dengan keseriusan mengikuti proses segala macam test. Kesanggupan orang tua asuh membiayai kuliah, bukan hanya dengan ngomong, tetapi membuat pernyataan ditanda tangani di atas meterai dihadapan team pewawancara. Bahkan jika pihak institusi pendidikan memerlukan orang tua asuh bersedia memberikan jaminan berupa bilyet deposito. Kemungkinan hambatan pacar. Bapak yang menjadi kepala keluarga dirumah majikannya, menyinggung soal pacar si gadis seorang pria kenal ketika sesama sekolah setingkat SMA itu. Si bapak anjurkan beritahukan rencana kuliah kepada sang pacar, dengan demikian bila si pacar setuju dan bersedia nunda nikah sampai selesai pendidikan, dia akan ikut mendukung paling tidak dapat ikutan mengantar jemput rumah-kampus, yang jaraknya cukup dekat waktu tempuh naik sepeda motor sekitar 10 menit. Gadis ini menegaskan bahwa dia dengan pacar sering putus-sambung. Bahkan dengan diberitahukan rencana kuliah, si pacar langsung (menurut cerita si gadis) nelpon ibunya dikampung memutuskan, seraya si pacar minta maaf tidak dapat memenuhi janji untuk menikah (dikabarkan oleh si gadis bahwa ibunya nangis2 tapi telah dapat diyakinkannya). “Waaah kalau begitu kan nanti akan ada harapan nyambung lagi (CLBK)”, timpal si Bapak. Si Gadis menegaskan “tidak mungkin” karena sudah putus-sambung enam kali. Si Bapak melanjutkan; “usah kecewa, kamu masih muda, insya Allah nanti dalam pergaulan kuliah kamu akan dapat ganti lebih bagus, kau juga supel dalam pergaulan”. Sementara itu si bapak asuh didalam hati ber-kata2 “ini tidak mungkin sambung lagi; ibaratkan orang suami istri sudah talak tiga saja takkan dapat kembali lagi, apalagi sudah enam kali putus” Hambatan dari diri sendiri. Bapak dan Ibu majikan, memberitahukan perilaku yang harus dirubah, jika benar2 ingin mewujudkan cita2 menjadi sarjana prodi bidang kesehatan yang akan ditempuhnya nanti. Begitu detil persyaratan itu disampaikan, yang sedikit banyak ada yang berbenturan ekstrim dengan perilakunya bawaan gadis tersebut. Semuanya disanggupi, termasuk siap untuk tidak menikah selama belum selesai pendidikan. Sebagian sudah mulai penyesuaian. Sehari sebelum “pengarahan terkhir” dari rangkaian proses masuk sebagai mahasiswa, si gadis mohon ijin untuk datang ke tempat kursus komputer, dimana ybs pernah dikursuskan majikannya. Usai kursus setahun lalu, ybs diminta guru kursusnya menjadi asisten membantu menangani peserta kursus yang baru masuk (juga menurut keterangan si anak). Sebagai asisten kursus ini sudah setahun terakhir, sengaja diijinkan si majikan, agar yang bersangkutan dapat refreshing. Kedatangan ke tempat kursus sekali ini, dengan maksud untuk memberitahukan bahwa ybs akan masuk kuliah dan menata kembali jadual ikut sebagai asisten pengajar kursus, yang semula 3 kali seminggu, (Ahad, Rabu dan Jum’at) terjadual mulai pukul 15.00 sampai sebelum maghrib, untuk dapat dinegosiasikan hanya pada hari2 tidak kuliah saja. Kepergian ke tempat kursus sekali ini, mengingat esok hari akan ada rangkaian proses masuk perguruan tinggi yang terakhir yaitu “Pengarahan terakhir”, agar ybs tidak kecapean, Bapak asuh anak ini mengantar sendiri dengan kendaraan sepeda motor pukul 14.50, biasanya ybs naik angkot. Sekitar pukul 4 petang, masuk WA ybs kepada ibu asuh bahwa dianya lulus pada ujian test wawancara terakhir yang didampingi orang tua asuhnya kemarin, dalam urutan kelulusan 20 besar dari 120 mahasiswa yang diterima. Betapa bangganya Ibu dan Bapak asuh anak ini, ingin rasanya si anak asuh lekas pulang, untuk mengucapkan selamat langsung. WA langsung dibalas si Ibu dengan pesan cepat pulang, untuk jaga2 kondisi mengikuti acara “pengarahan terakhir” dimana harus sudah berangkat dari rumah paling lambat pukul 6 esok pagi, karena acara akan dimulai pukul 6.30. Sayangnya WA tidak direspond bahkan tidak ada tanda telah dibaca. Si Bapak berinisiatif menelpon, untuk ngingatkan agar segera pulang. Enam kali telepon dicoba tetapi tidak diangkat. Karena sudah sampai pukul 22.00 malam belum juga datang, si bapak khawatir terjadi yang tidak diinginkan atas anak ini, segera si bapak meluncur ketempat kursus. Ternyata pemilik kursus menegaskan, tempat kursus sudah tutup sejak sebelum maghrib. Pas si Bapak pulang, si anak barusan datang 5 menitan lalu, diantar oleh seorang remaja dengan sepeda motor. Terlihat oleh ibu asuh yang nunggu bapak di pintu gerbang rumah. Penjelasan yang diberikan oleh ybs tidak sesuai dengan penjelasan pemilik kursus. Ketika di konfirmasi, si gadis tidak dapat menghindar, bahwa dianya telah mengatakan tidak sebenarnya. Diujung pembicaraannya malam itu, ditegaskannya bahwa ayahandanya di kampung tadi malam menelpon, bahwa si ayah mendapat telepon dari pacarnya yang dia kabarkan sudah putus yang keenam kalinya itu. Si ayah akan menikahkan dengan pacarnya yang sudah kenal dengan ayah dan ibunya di kampung, karena di libur lebaran idulfitri yang lalu, sudah pernah diajaknya ke kampungnya. Keesokan harinya, sebagaimana biasa sekitar pukul 3 dinihari bapak asuh membangunkannya, selama ini untuk membiasakan shalat malam. Kali ini untuk siap2 berangkat mengikuti acara “pengarahan terakhir”. Ybs menyatakan “saya cukup sampai disini”, dalam artian dia tidak mau lagi ikut kuliah. Bapak asuh mengingatkan, jerih payah yang sudah dijalani, bayangan kesuksesan masa yad. Si gadis tidak bergeming tetap dengan keputusannya untuk pulang. Bapak dan ibu asuh memberikan kesempatan berfikir ulang, sampai detik2 tarkhir, namun sia2. Sekitar pukul 8 pagi itu sang pacar sudah menunggu di depan rumah Bapak/Ibu asuhnya untuk menjemput anak gadis ini degan sepeda motor. Demikian yang terjadi, untuk sementara ini peristiwa ini dapat dikelompokkan bahwa gadis ini telah “MEMBUANG TUAH”. Namun kita tidak tau masa yang akan datang, mungkin saja keputusan yang diambil ybs, akan membawa kebaikan yang jauh lebih baik dimasa yang akan datang daripada kalau dia menjadi seorang Bidan strata S1, setamatnya kuliah nanti. Sebab kita semua tidak ada yang mengetahui nasib dimasa mendatang, seperti firman Allah di surat Luqman ayat 34 “ ……………………... وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا …………………….” “…………...Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok………………….” Semoga, keadaan terbaiklah yang terjadi buat orang tua asuh dan anak asuh ini dimasa yang akan datang. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. 19 Muharram 1445H. 5 Agustus 2023. (1.175.08.23)

No comments:

Post a Comment