Sunday 9 July 2023

BERANI karena TIDAK TAU

Isi tulisanku ini pernah kumuat 4 tahun yang lalu, secara lengkap 5 faktor keberanian. Kumuat lagi, smg ada manfaatnya baik bagi yang sudah membaca maupun bagi yang belum sempat membaca. Agar artikel tidak terlalu panjang penyajian kali dengan menampilkan per faktor pemicu keberanian. Menyoal BERANI, ada 5 faktor pemicu ialah: 1. Orang berani karena tidak tau. 2. Orang TIDAK berani karena taunya hanya sedikit. 3. Orang akan lebih berani kalau betul-betul mengetahui. 4. Orang berani karena sebagai puncak rasa takut. 5. Orang berani karena terpaksa. BERANI karena TIDAK TAU Tahun 1988, saya sekeluarga (isteri dan dua anak) beserta ibuku dan ayahku bepergian ke pedalaman Kalimantan Barat bagian selatan, menyusuri sungai Pawan menumpang sampan bermesin, milik kerabat kami yang tinggal di anak sungai Pawan. Ketika itu bulum ada jalan darat. Kru sampan itu tiga orang jadi jumlah rombongan kami 9 (sembilan) orang termasuk anak saya masih usia 5 tahun dan 6 tahun. Perjalanan lancar menyusuri sungai Pawan, melawan arus sepanjang siang dan malam hari sekitar 20 jam, sebab sungai Pawan cukup lebar dan dalam. Keesokan harinya kami mulai masuk ke anak sungai, setempat dikenal sungai Pemahan. Kini atap sampan bermesin itu harus dibuka, lantaran sungai begitu kecil dan berkelok-kelok, kadang ada dahan-dahan pohon yang menjuntai ke sungai, jika atap tidak dibuka akan mengganggu lajunya perjalanan. Kurang lebih setengah hari perjalanan masuk ke hulu anak sungai, ternyata ada bagian alur anak sungai yang dangkal, membuat perahu kami kandas di atas dasar sungai yang mendangkal. Dasar sungai pasir bercampur lumpur, dikiri kanan sungai terlihat semak belukar. Kru sampan berusaha meloloskan perahu kami dengan menekan galah (terbuat dari bambu panjang, salah satu ujungnya ada kaitnya). Kait sangat berguna membantu lajunya perahu untuk dikaitkan ke dahan pohon, ditarik mempercepat jalan perahu. Di lokasi kami kandas kebetulan tidak ada pohon yang dekat. Satu-satunya fungsi galah hanya ditekankan ke dasar anak sungai. Sudah dicoba beberapa kali dengan galah di kiri kanan sampan, namun perahu tidak bergeser. Sementara satupun kru sampan tidak ada yang berupaya turun ke air yang dalamnya tidak sampai sepaha orang dewasa itu. Akhirnya dengan spontan saya mencebur ke sungai, mendorong perahu kami, dari buritan. Alhamdulillah perahupun bergeser. Perjalanan kamipun berlanjut. Kupikir ada dua penyebab perahu dapat bergerak maju. Pertama muatan perahu berkurang sekitar 84 kg (bobot badanku waktu itu). Kedua daya dorong dari buritan cukup kuat dibanding tekanan galah dari atas sampan. Perahupun berjalan normal, petang harinya kami sampai di tempat tujuan, sebuah desa setempat di kenal “Semayok” kelurahan Pebihingan Kecamatan Tumbang Titi (sehubungan pemekaran kecamatan, kini sudah berubah jadi wilayah kecamatan Pemahan). Di dalam perahu setelah melewati kandas itu, saya penasaran ingin mengetahui kenapa kru perahu tidak satupun mau turun ke anak sungai, ditempat kami kandas. Hal itu kutanyakan setelah kami bersantai dirumah tujuan. Kru perahu menjelaskan bahwa mereka takut untuk turun ke sungai di daerah itu, sebab terkenal di situ bersarang buaya dikiri kanan sungai, di semak-semak mereka bergerombol, sambil mengobrol nunggu mangsa yang nongol. Saya satu-satunya orang yang berani turun ke sungai. Keberanian ku itu disebabkan diriku tidak mengetahui bahwa tempat kami kandas adalah sarang buaya. Kuteringat ketika tugas di bank setelah berdinas kurang lebih 10 tahun dimutasikan oleh atasan ke bagian Ekspor-Impor sebagai pejabat, kewenangan saya antara lain diberi hak menanda tangani schedule of remittance (SR). Sarana menagih hasil ekspor ke bank koresponden di luar negeri. Terus terang saya tidak mempunyai latar belakang bidang ekspor-impor dan ketika masih jadi pegawai TU juga belum pernah bertugas di bidang ekspor-impor. Apa boleh buat ini tugas, walau dengan pengetahuan hampir nol, tugas saya jalankan. Saya rasakan bahwa keberanian saya sangat tinggi. Begitu berkas-berkas negosiasi hasil ekspor diserahkan anak buah ke meja saya, dengan membaca sekedarnya dengan segera penuh keberanian saya tanda tangani. Sebab hasil cair dari nilai lawan rupiah hasil ekspor itu sudah ditunggu nasabah diantaranya ditarik melalui kliring (waktu itu di daerah, kliring sehari harus selesai), betul-betul saya bekerja di bawah tekanan. Sekali lagi karena saya tidak begitu mengatahui seluk beluk dokumen negosisi ekspor waktu itu, maka segera saja saya tanda tangani dimana tempat saya harus membubuhkan tanda tangan. Akibatnya lumayan, sebagian oleh koresponden bank luar negeri pembayaran ditolak karena ternyata terdapat discrepancy (penyimpangan dokumen). Disinilah saya simpulkan bahwa orang akan berani kalau ia tidak tau. Penolakan pembayaran di luar negeri atas beberapa dokumen lampiran SR yang saya tanda tangani, membuat saya sedikit demi sedikit mempelajari lika-liku dokumen ekspor mengenai syarat dan kondisi dokumen yang “complying presentation”, tidak akan ditunda atau ditolak pembayarannya. Kisah selanjutnya insya Allah akan diteruskan artikel berikut dibawah judul "TIDAK berani karena taunya hanya sedikit". Semoga sekelumit kenangan ini bermanfaat. Aamiin. M. Syarif Arbi Jakarta 22 DzulHijjah 1444 H 10 Juli 2023 (1.167,07.23)

No comments:

Post a Comment