Monday 20 February 2023

UANG tak dibawa mati, tapi ke kematian perlu UANG

Seorang teman akrab saya puluhan tahun, sudah tergolong kaya. Keseharian hidup sohib saya ini, sibuk siang dan malam mencari uang dengan bekerja keras. Maaf cerita, sampai-sampai agaknya melupakan ibadah kepada agama yang dianutnya. Apa saja yang diusahakannya membuahkan hasil, alias mendatangkan uang, barang kali kalau orang lain dengan usaha seperti sohib saya ini ndak akan berhasil, setidaknya hasilnya tidak sebernas sahabat saya yang satu ini. Sampai ada kawan saya yang lain berkomentar bernada bercanda “kalau dia yang olah, pasirpun akan bernilai bagaikan permata” Suatu hari, sebab dianya kawan akrab begitu lama, saya berani urun rembug memberitahukan yang bersangkutan agar dalam mencari uang tetap harus ingat waktu-waktu untuk ibadah, saya bilang itu kepadanya, harta benda tak akan dibawa mati. Saya harus akui bahwa sohib saya ini usahanya mencari harta, sepanjang pengetahuan saya dengan jalan yang legal, tidak merugikan pihak lain. Dalam hal ini agaknya bekal landasan berpikir spiritual beliau cukup tinggi, minus “ibadah mahdah”, tetapi lumayan rajin beribadah sosial. Sepanjang penilaianku sohib saya ini, sepertinya disisi mencari uang dianya sangat mengamalkan ayat 188 Al-Baqarah: وَلَا تَأْكُلُوٓا أَمْوٰلَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبٰطِل “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang bathil…...” Walau, ketika dalam suatu kerja sama diriku dengannya menangani suatu proyek misalnya; dianya yang paling besar dapat bagian. Hal ini juga wajar, kebanyakan proyek dialah yang mendapatkan, dan bagusnya sebelum proyek dimulai sudah dibicarakan lebih dahulu tentang pembagian hasil, jika ada diantara teman yang diajak kerja sama tak berkenan sejak awal dengan pembagian, dapat quit secara baik. Boleh dibilang teman ini dalam hal bagi hasil bersemboyan “lebih baik cek-cok didepan, ketimbang cek cok dibelakang”, kendati ada juga partner yang ngedumel. Tapi si partner akhirnya terima ikutan proyek teman saya ini, apalagi kalau pas lagi sedang sepi proyek di tempat lain. Bagusnya karena sudah dibicarakan diawal, peroyek demi proyek kerjasama team berjalan lancar. Saran urun rembug saya tentang harus ada perimbangan “Berfikir materialis”, yang dimiliki kawan ini, dengan “Berfikir spiritual” khususnya “ibadah mahdah”, persiapan menuju mati, dia jawab: ”Memang harta benda dan uang tidak dibawa mati, tapi kan untuk menuju mati itu perlu uang”, jawab sohib saya ini. Sejak itu saya tak pernah ulangi lagi mengemukakan pendapat itu kepada yang bersangkutan. Beberapa lama kemudian sekitar pukul 2 dinihari, sohib saya ini menelpon, bahwa dianya ada di ruang UGD, dari (suatu rumah sakit kelas VIP). Sohib ini mengatakan melalui telepon: “Sangat mengejutkan saya dikatakan dokter, saya terkena cancer harus segera dioperasi. Padahal saya ini, tidak merokok, tidak peminum alkohol, makan-minum teratur dan bergizi”. Keesokan harinya saya kunjungi yang bersangkutan, kemudian atas pertimbangan banyak teman dan keluarga beliau, dianjurkan untuk mendapatkan second opinion ke dokter lain, rumah sakit lain. Ternyata dokter kedua juga berpendapat sama dan menyarankan segera diambil tindakan operasi. Dasar sohib ini banyak uang, maka diambil langkah untuk berobat keluar negeri. Singkat cerita lebih enam bulan dilakukan pengobatan keluar negeri, memang tidak dioperasi, tetapi dilakukan pengobatan yang serius. Pulang dari luar negeri, ternyata penyakit semakin berat. Dengan alasan ikhtiar untuk penyembuhan, yang bersangkutan sepulang dari luar negeri tidak langsung pulang ke rumah sendiri. Sohib saya ini saya antar terus ke rumah sakit, dipilih rumah sakit yang paling VIP, dengan biaya yang begitu mahal. Baberapa bulan lagi di rumah sakit sampai akhirnya sohib saya ini menutup mata, tanpa dapat pulang lagi kerumah beliau yang mewah itu, langsung diantar ke “rumah masa depan”. Begitu Sohibku ini meninggal ku teringat kembali akan ucapan almarhum ”Memang harta benda dan uang tidak dibawa mati, tapi kan untuk menuju mati itu perlu uang” Benar juga bahwa harta benda dan uang yang dikumpulkan almarhum cukup membiayai yang bersangkutan menuju kematian, dengan ikhtiar pengobatan yang maksimal dan berbiaya tinggi. Alhamdulillah masih banyak lebihnya, untuk waris yang ditinggalkan. Berobat enam bulan lebih ke luar negeri bukan sedikit biayanya. Sepulang dari luar negeri harus dirawat di rumah sakit kelas paling utama, ku beberapa kali menjenguk ruang rawatnya bagaikan sebuah rumah. Tersedia ruang sendiri berikut tempat tidur bagi keluarga penunggu, ada semacam dapur, ada ruang tamu. Tentu biayanya tak sedikit, cocok sekali dengan ucapan almarhum. Benar juga ucapannya tentang "menuju kematian perlu banyak uang ternyata rupanya menjadi do’a yang di ijabah Allah". Ketahuilah pembaca yang bijak. kata2 yang kita ucapkan akan berpengaruh besar pada masa depan diri kita. Ketika kita berucap dengan seuntai kata, se-olah2 diri kita membuat cita-cita kita sendiri di masa yang akan datang. Hal tersebut kita rujuk hadist berikut ini: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رُضْوَانِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ Dari Abi Hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba yang berbicara dengan kata-kata yang diridhai Allah ’Azza wa Jalla tanpa berpikir panjang, Allah akan mengangkatnya beberapa derajat dengan kata-katanya itu. Dan seorang hamba yang berbicara dengan kata-kata yang dimurkai Allah tanpa berpikir panjang, Allah akan menjerumuskannya ke neraka Jahanam dengan kata-katanya itu”. (HR Bukhari, Ahmad, dan Malik). Manusia normal memang secara kodrati dibekali 3 "landasan berfikir" yaitu: 1. Landasan berfikir material. 2. Landasan berfikir intelektual. 3. Landasan berfikir spiritual. Akan amanlah masyarakat ini bila setiap orang menerapkan sekaligus tiga landasan berfikir tersebut secara harmonis tanpa diambil sebagian2. Insya Allah pengamal 3 landasan berfikir itu akan bahagia dunia akhirat Juga bila ke tiga2nya landasan berfikir ini diamalkan secara proporsional, menyeluruh, akan disegani pesaing dan jadi panutan orang banyak. LANDASAN BERFIKIR MATERIAL. Yaitu tidak diharamkan mengagungkan hal yang bersifat material dan harta benda. Yang diburu dalam hidup menghimpun sebanyak-banyaknya uang, benda, harta. materi. Akan tidak baik jadinya jika mengabaikan Landasan berfikir intelektual (LBI) dan Landasan Berfikir spritual (LBS). LANDASAN BERFIKIR INTELEKTUAL. Landasan berpikir Intelektual, memberikan arah berfikir secara rasional, di dalam nya ada tata nilai kewajaran di masyarakat, mengacu pada norma ilmu pengetahuan, dstnya. Kata kuncinya "legal-illegal", "etis-tak etis", "wajar-tak wajar". LANDASAN BERFIKIR SPIRITUAL, Landasan berpikir spiritual sebagai alat ukur, apakah aktivitas memburu benda denga “LBM” tidak bertentangan dengan norma agama, dstnya. Serta tidak bertentangan dengan landasan berfikir intelektual. Kata kunci landasan berfikir spiritual "halal-haram". Sebagai acuan 3 landasan berfikir tersebut di atas, baik kita simak petunjuk Allah dalam surat Al-Qasas 77 berikut ini: وَابْتَغِ فِيمَآ ءَاتٰىكَ اللَّهُ الدَّارَ الْأَاخِرَةَ  ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا  ۖ وَأَحْسِنْ كَمَآ أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ  ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْأَرْضِ  ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ "Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." Begitu antara lain salah satu contoh proses menuju mati yang dialami sahabatku dalam paparan kisah di atas, sesuai sekali dengan ucapannya. Apakah ucapannya itu tercatat sebagai do'a. Wallahu 'alam bishawab. Mungkin pantas dicermati (QS. Al-Isra' ayat 53). وَقُلْ لِّعِبَا دِيْ يَقُوْلُوا الَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ "(Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik)". Mudah2an kisah teman ini dapat menjadi bahan masukan buat kita yang masih menjalani hidup dan nunggu antrian dipanggil menghadap Ilahi. Semoga maut menjemput kita sesuai doa kebanyakan kita yang selalu dilantunkan sesudah shalat. "............... وَ رَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ. اَللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِىْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ ...............". ".............taubat sebelum datangnya maut, rahmat pada saat datangnya maut, dan ampunan setelah datangnya maut........." والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ آمِيّ.... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 30 Rajab 1444 H. 21 February 2023. (1.106.23).

No comments:

Post a Comment