Thursday 29 September 2022

BERSYUKUR melalui sepiring N A S I

Salah satu syarat agar hidup ini dijalani dengan ikhlas, adalah melihat segala sesuatu secara cerdas. Suatu keadaan, kenyataan, kehadiran apa saja dihadapan kita jika dilihat secara cerdas sampai ke hakikatnya akan didapat nilai yang terkandung didalamnya begitu dalam. Contoh, sepiring nasi, kadang ada orang yang sehari menikmatinya 3 kali, ada yang 2 kali dan juga ada diantaranya untuk mendapatkan 1 kali saja sehari setelah dengan berikhtiar begitu susah payah. Makan bagi manusia, adalah keharusan sebagaimana seluruh makhluk hidup lainnya, baik hewan, tumbuh2an. Tanpa makan semua makhluk hidup akan mati. Bila disimak ayat 31 dari surat Al-A’raf, bagi manusia makan termasuk diperintahkan oleh Allah. يٰبَنِىٓ ءَادَمَ "……………………... وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوٓا  ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِين "Wahai anak cucu Adam!………………... makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." Manusia diperintahkan makan dan minum, tetapi tidak berlebihan. Makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan. Bagi orang berkecukupan di negeri kita umumnya mengkonsumsi nasi 2 sampai 3 kali sehari, semoga frekuensi itu tidak termasuk berlebihan. Dalam kenyataan terdapat juga orang yang berkecukupan tidak mengkonsumsi makan nasi 3 kali sehari, memilih aneka makanan lain tak jarang orang yang mampu, makan dalam artian makan nasi hanya 2 kali atau sekali sehari. Kebutuhan nutrisi dipenuhi dengan makanan lain. Tulisan ini hendak membaca secara hakiki fenomena tentang keberadaan sepiring nasi untuk mengkaitkannya dengan renungan untuk bersyukur: Pertama, bahwa kita bersyukur diberi Allah rezeki yang cukup, sehingga sanggup mendapatkan 2 atau 3 kali sepiring nasi dalam sehari. Karena ada orang lain yang tidak mendapatkan sepiringpun seperti isi piring kita walau sudah membanting tulang memeras keringat. Kedua, perlengkapan nasi sepiring itupun tiap orang berbeda-beda sesuai tingkat kekuatan ekonominya, tergantung kondisi kesehatannya. Bedanya mulai dari kualitas nasinya sampai keanekaan lauk pauknya. Sementara ada kelompok orang kualitas dan lauk pauk tidak begitu penting, pokoknya kenyang. Ada kelompok orang yang jumlah nasinya sedikit, sedangkan lauk pauknya memenuhi kandungan gizi dengan perhitungan yang cermat guna menjaga kebugaran. Kelompok terakhir umumnya hidup di atas berkecukupan atau oleh dokter dianjurkan mengurangi mengkonsumsi nasi karena sakit tertentu. Ketiga, di dalam seperangkat nasi sepiring berikut lauk pauk dan perlengkapannya yang hadir kehadapan kita, baik mewah maupun sederhana, semuanya itu tidak akan hadir dengan sendirinya. Banyak pihak yang terlibat sehingga terkemas separangkat nasi sepiring tersebut. Mari kita lihat secara hakiki yaitu: Materi nasi, terbuat dari beras, beras dari padi, padi ditanam di sawah, sawah diolah petani, diberi pupuk. Setelah padi menguning dituai dan diolah menjadi beras di penggilingan gabah, beras diangkut ke pengecer, dibeli oleh ibu rumah tangga, di tanak oleh ibu rumah tangga atau pembantu rumah tangga, barulah dihidangkan ke dalam piring. Dari materi nasi ini bila kita lihat begitu banyak pihak yang terlibat yaitu: Petani, Buruh ,pabrik, pupuk, Buruh penggilingan gabah, Buruh angkutan, Pedagang pengecer, Juru masak. Buruh pembuat pabrik pupuk, Buruh pembuat pabrik penggilingan gabah, Buruh pembuat sarana pengangkut, Buruh pembuat karung dan seterusnya, demikian banyak manusia ciptaan Allah yang berperan serta dalam pengadaan “nasi” yang kita konsumsi setiap hari itu. Materi lauk pauk, seperti ikan, daging, sayur, buah-buahan. Semuanya hadir mengiringi nasi adalah hasil dari aktivitas manusia ciptaan Allah yang berpropfesi sebagai nelayan, peternak, petani sayur dan buah-buahan, pedagang ikan dan sayur, tukang pembuat perahu, insinyur pembuat mesin kapal, buruh pabrik alat-alat penangkap ikan dan seterusnya. Materi perlengkapan pendukung, seperti peralatan makan. mulai dari piringnya, sendok garpu, meja makan dan segala perlengkapannya, pengadaan material itu semuanya melibatkan banyak pihak hamba ciptaan Allah ditaqdirkan dengan masing-masing peran. Keempat, bahwa segala upaya itu semua adalah dapat terlaksana dengan izin Allah semata, walau kadang tidak kita sadari bahkan sering ada yang berpendapat itu terjadi secara alami. Ketahuilah bahwa tidak ada yang terjadi secara kebetulan di alam ini kecuali dengan izin Allah swt. Banyak petani gagal panen, walau padi sudah hampir siap dituai, karena tiba-tiba terjadi bencana alam, kadang banyak sawah yang sudah gagal sejak awal karena terserang hama. Bukan hanya padi yang kadang tidak menjadi bila oleh Allah izin tidak diberi, begitu pula nelayan penangkap ikan kadang pulang dengan kosong lantaran laut sedang bergolak, peternak bukan sedikit yang gagal karena hewan terserang penyakit. Sayur dan buah tidak dapat dipanen karena terkena berbagai musibah. Dari renungan siapa dibalik sepiring nasi inilah maka seyogyanya kita semakin insyaf bahwa nasi yang kita konsumsi setiap hari itu tidak akan terjelma dengan sendirinya tanpa kehendak Allah swt, melalui tangan-tangan hamba ciptaan_Nya yaitu manusia. Belum lagi jika direnung bahwa siapa yang menumbuhkan bibit tumbuhan padi dan buah-buahan serta sayur-sayuran yang tadinya mati. Siapa yang menciptakan ikan yang sekali bertelur jutaan butir, ada yang hidup terus sampai bertelur lagi, ada ikan yang belum sempat besar disantap ikan lainnya untuk meneruskan hidup ikan penyantap dan sebagian ada yg hidup cukup besar disediakan untuk manusia. Oleh karena itulah sangat layak sebelum menyantap hidangan makan untuk membaca do’a: اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّار “Allahuma Bariqlana fima razaqtana wakina adzaban naar”. Seperangkat nasi itupun setelah kita konsumsi, berikutnya diproses mulai dari rongga mulut masuk pencernaan dan akhirnya menjadi energy dan sisa-sisanya dikeluarkan melalui pembuangan. Pencernaan bekerja sepenuhnya atas kuasa Allah, tidak seorangpun yang dapat memerintah pencernaannya sebagaimana halnya tidak seorangpun dapat menentukan jantungnya berdenyut. Kedua organ tubuh ini yaitu pencernaan dan jantung mutlak atas kuasa Allah. Ibn Samak seorang da’i kondang di era Harun Al Rasyid memerintah Bagdad. Pernah berceramah dihadapan pembesar istana, ketika itu musim panas. Sultan kehausan kemudian minta segelas air. Syang da’i, menyela ceramahnya untuk bertanya kepada sultan. “Bagaimana kalau ketika tuan dalam keadaan haus seperti ini, pelayan tuan melaporkan bahwa diseluruh kerajaan tuan tidak tersedia segelas air yang tuan berhajad atas air itu” Sultan menjawab: “Akan kukerahkan seluruh aparatku untuk mendapatkannya walau harus dengan risiko habisnya separoh kekayaanku”. Selanjutnya Ibn Samak bertanya lagi: “Bagaimana kalau segelas air yang tuan minum yang seharusnya sebagian dikeluarkan menjadi kencing ternyata tidak dapat dikeluarkan”. Jawab Sultan: “Akan kuundang tabib untuk mengobatiku, sampai sembuh penyakit itu (dapat kencing) walau harus dengan biaya separoh dari hartaku”. Disimpulkan bahwa harta kekayaan Sultan seluruhnya hanya senilai dengan segelas air. (riwayat ini dikutip dan disarikan dari tafsir Al-Azhar ditulis Prof. Dr. HAMKA). Jadi bila dikaji secara hakiki, apalagi seperangkat sepiring nasi dengan aneka lauk pauknya, lebih bernilai dari segelas air. Jika tidak tercerna dengan baik dan pada saatnya tidak dapat dikeluarkan sisa-sisanya, maka akan menimbulkan mara bahaya buat kesehatan tubuh. Belasan tahun lalu saya pernah mengalami sakit, diantaranya susah BAB kadang sampai 2 hari. Menurut dokter yang merawat saya, toleransi untuk tidak BAB adalah 3 hari. Bila hari ke tiga yang ditunggu itu tidak datang juga, segera ke Unit Gawat Darurat (UGD) untuk dibantu mengeluarkannya. Bukan kepalang pentingnya BAB itu. Makanya ada suku bangsa di negeri tercinta ini bersemboyan bahwa hidup bahagia apabila sekurangnya terpenuhi 3 keadaan yaitu: Pertama, makan batambuah. Kedua, laluk bakaruah, Ketiga, taciri’ lasuah. Ketiga keadaan ini bila dikaji mendalam, sangat dalam kebenarannya. Orang sehat tidak terganggu makannya, biar bertambah juga tidak masalah, karena tidak akan menimbulkan penyakit bahkan dalam kadar kenyang tertentu menjadikan ia sehat dapat bekerja dengan kuat dan bersemangat, sehingga berprestasi tinggi. Sebaliknya orang sakit diabet misalnya, makan sudah dengan sukatan, badan tidak bisa bugar karena terbatas asupan gizi yang diperolehnya. Orang sehat dan tidak banyak pemikiran, akan tidur nyenyak. Tidur nyenyak atau pulas akan membuat yang bersangkutan sehat, sehingga berpikir jernih dan dapat menyelesaikan setiap permasalahan hidup dengan baik. Sedangkan orang, bagaimanapun kayanya jika kekayaan itu diperoleh dengan jalan yang bathil misalnya, nurani tidak tenang akan mengganggu ketika tidur dimalam hari, bawaannya resah dan gelisah, berujung kepada mudahnya datang beberapa macam penyakit. Keresahan tidur bukan hanya disebabkan oleh perolehan harta dari jalan bathil saja, kadang ada juga yang karena kurang mensyukuri nikmat Allah, sering memandang ke atas sehingga hidupnya tanpa batas dan selalu tidak puas. Bahagialah orang yang selalu bersyukur, paling kurang ia akan enak tidur. Urusan BAB tadi sudah dibahas, bahwa bagaimanpun nikmatnya makanan yang disantap bila tidak berhasil dikeluarkan kembali akan bermuara timbulnya aneka macam penyakit, sehingga harus ditolong oleh para medis bila sudah melewati batas waktu toleransi seperti diungkap di atas. Kesimpulan kita bahwa “siapa yang berada dibalik sepiring nasi” tiada lain adalah Allah swt. Karena itu ketika memulai memakannya hendaklah ingat Allah dengan sekurang-kurang membaca do’a seperti dikutip di atas. Kitapun paham bahwa nasi itu dicerna dan seterusnya, kemudian sisanya harus dikeluarkan kalau tidak; akan membawa mudharat untuk tubuh kita dan proses itu sepenuhnya atas kuasa Allah swt, sehingga wajar kiranya sesudah makan kita berdo’a: اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ اَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مُسْلِمِي “Alhamdulillahillazi ata’mu wasyaka’ wasyauwarahu wajaa’la lahu makharaja” sekurang-kurangnya Alhamdulillah atau do’a lainnya yang diajarkan oleh Rasulullah. Semoga melalui renungan sepiring nasi ini, tingkat kesyukuran kita semakin bertambah, memahami betapa banyak pihak yang terlibat mengantarkan sepiring nasi ke meja makan kita. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. 4 Rabiul Awal 1444 H. 30 September 2022. (1.040. 09.22)

No comments:

Post a Comment