Saturday 24 September 2022

KARUNIA dan ISTIDRAJ

Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang memerintahkan kita untuk mencari karunia Allah. diantaranya ternukil dalam surat 62 Al-Jumu’ah ayat ayat 10: فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوا فِى الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ "Apabila sholat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung." Perlu diingat bahwa karunia Allah dapat berwujud dua jenis; yaitu: 1. Karunia berupa nikmat, bermuara kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. 2. Berupa istidraj, berujung laknat yang membawa bencana di dunia dan malapetaka di akhirat nanti. KARUNIA berupa NIKMAT Adalah karunia yang dapat membahagiakan untuk kehidupan di dunia ini dan juga nanti akan membuat penerima karunia untuk kebahagiaannya setelah di akhirat nanti. Wujud dari karunia itu adalah berupa kenikmatan, kemudahan dalam hidup, mempunyai rezeki yang luas, serba berkecukupan, terpandang dalam masyarakat, anak-anak keturunan tidak mengecewakan. Aman dan sejahtera lahir dan bathin. Indikasi bahwa karunia itu adalah berupa nikmat dapat diketahui dari: a) Bagaimana proses Karunia didapatkan, yaitu dengan tata cara yang halal dan baik, tidak menzalimi orang lain, dengan cara yang sah menurut hukum yang berlaku dalam masyarakat dilingkungannya. Termasuk tentunya bukan dengan jalan korupsi, bukan dengan mengambil hak orang lain dengan ilegal, tidak mengambil hak orang lain dengan kekerasan (merampok/mencuri/merampas), atau bukan mengambil hak orang lain dengan cara halus (menipu, mungkin juga cara halus ini termasuk korupsi). b) Bentuk “Karunia Nikmat” diperoleh, tidak akan melarutkan diri si memperoleh karunia, sehingga menjauhkan dari hakikat kehidupan ini. Hakikat hidup ini adalah untuk mengabdi kepada Pencipta manusia dan kehidupan. Misalnya lantaran mendapatkan sesuatu benda hasil karunia, sehingga yang bersangkutan disibukkan merawat/mengagumi benda itu. Karunia yang menjadikan penerima karunia menjauh dari hakikat hidup itu, dapat berupa harta, berupa pangkat dan jabatan, kehormatan dan dapat pula berupa anak dan keturunan. c) Untuk maksud apa “Karunia Nikmat” itu dicari, sidang pembaca sudah paham benar bahwa setiap amal itu dinilai dari niatnya. Begitu juga orang mencari karunia itu niatnya apa. Segala macam karunia itu baru merupakan kenikmatan bila diniatkan mencarinya bukan untuk jor-joran, bukan untuk megah-megahan, bukan untuk persaingan agar lebih dari orang lain. Banyak orang terjebak oleh kecendrungan hawa nafsu termotivasi persaingan kegidupan orang lain. Untuk memenangkan persaingan itu, kadang menempuh segala macam cara, tidak lagi memperdulikan sagala macam norma. Padahal yang namanya persaingan tak akan habis-habisnya. Boleh saja menang bersaing tingkat RT, tapi bila ditanding di tingkat RW mungkin sudah kalah, selanjutnya boleh saja terkaya di tingkat RW, belum tentu terkaya di tingkat Kelurahan dan seterusnya sampai se Kecamatan, se Kabupaten, Provinsi dan se Indonesia, seluruh dunia. KARUNIA berupa ISTIDRAJ Adalah juga karunia yang dapat membahagiakan untuk kehidupan di dunia, tetapi belum tentu akan membuat penerima karunia berbahagia di akhirat nanti, menurut acuan/petunjuk agama. Wujud karunia berupa kenikmatan, kemudahan hidup, rezeki yang luas, serba berkecukupan, terpandang dalam masyarakat, mempunyai anak-anak keturunan sukses dan tidak mengecewakan, tetapi karunia itu belum tentu membuat ketenangan bathin walau mensejahterakan secara lahir. Juga karunia berupa istidraj terindikasi sama dengan indikasi karunia berupa nikmat yaitu: a) Bagaimana proses “Karunia Istidraj” didapatkan. Karunia diperoleh dengan jalan tidak halal, dengan jalan merugikan dan menzalimi orang lain, karunia diperoleh dengan melanggar ketentuan hukum yang berlaku, termasuklah menipu, mencurri, merampok dan korupsi. b) Apa bentuk “Karunia Istidraj” diperoleh. Karunia yang diperoleh kalaulah dia berupa benda, berupa harta atau anak-anak cucu keturunan, pangkat dan jabatan serta penghargaan dan penghormatan masyarakat, yang bersangkutan saking cintanya kepada karunia itu membuat ia melupakan Allah. c) Untuk maksud apa Karunia itu dicari. Sejak semula pencari karunia Allah berupa istidraj, telah berniat untuk mencari karunia demi bermegah-megah, demi kejayaan didunia. Allah memperturutkan niat yang bersangkutan, sehingga diapun akan sukses dan hartanya akan makin bertambah, kemuliaan dan penghargaan masyarakatpun semakin menyanjung. Karunia berupa istidraj walau pada awalnya seolah-olah tak akan berakhir, tetapi kita banyak melihat contoh orang-orang yang mendapatkan kejayaan dengan istidraj itu, berujung laknat belum lagi di akhirat nanti, di dunia ini saja sadah banyak ditampakkan Allah. Contohnya orang yang memperoleh harta dengan jalan korupsi, diapun mendapatkan karunia berupa harta yang banyak, yang diperhitungkan secara logika tak akan terhabiskan sampai tujuh turunan. Akan tetapi kalau korupsi tersebut terbongkar, maka diri yang bersangkutan akan menghabiskan sisa hidup di dalam besi berjeruji, sementara harta yang terkumpul tersebut tidak begitu banyak lagi gunanya untuk menyenangkan diri. Keluarga diluar bui akan dipandang rendah dalam masyarakat. Adapun karunia yang berupa istidraj, dapat dijadikan rujukan hadits dari Ubah bin Amir radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ “Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain). Juga sebagai referensi mari disimak ayat 44 surat Al-An’am: فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” Boleh dikata, Allah sengaja “merajuk”, agar semakin senang, sehingga mereka samakin “besar kepala”, merasa bahwa segala apa didunia ini dapat diperoleh dengan kemampuannya dan lupalah bahwa segala usaha tak akan berhasil tanpa bantuan Allah. Dari secercah paparan di atas kiranya dapat menjadi renungan kita bahwa: 1. Carilah karunia Allah itu, sekuat tenaga dan pikiran dengan ilmu dan perbuatan yang dimiliki tetapi harus dalam koridor pentunjuk Allah dan Rasul-Nya. 2. Jangan terpesona apalagi lantas ikut-ikutan kepada orang yang mencari karunia Allah itu dengan jalan yang tidak sesuai koridor agama dan hukum yang berlaku. Karena kadang banyak semboyan yang muncul “Sekarang ini untuk mencari yang haram saja susah, apalagi yang halal”. 3. Kuatkan iman, bahwa Allah menciptakan kita tanpa kita mengisi formulir pendaftaran, jadi bukan atas permintaan kita, semata-mata hak dan kehendak Allah. Oleh karena itu tanamkan keyakinan bahwa Allah sudah pasti bertanggung jawab dengan ciptaan-Nya. Semoga Allah memberikan rejeki yang halalan thayyiban dan berkah kepada kita semua. اَللهُمَّ اِنِّىْ اَسْأَلُكَ اَنْ تَرْزُقَنِىْ رِزْقًا حَلاَلاً وَاسِعًا طَيِّبًا مِنْ غَيْرِ تَعَبٍ وَلاَمَشَقَّةٍ وَلاَضَيْرٍ وَلاَنَصَبٍ اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيْرٌ آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 28 Shafar 1444 H. 25 September 2022. (1.036. 09.22)

No comments:

Post a Comment