Monday 7 February 2022

USUT sebelum IKUT

Kritis adalah kodrat manusia, sedari kecil sifat ini melekat di diri, begitu terlahir bayi mulai menangis, suatu ekpresi ybs tidak menerima begitu saja suasana baru yang dialami. Baru setelah dianya merasa nyaman setelah dimandikan, dibalut dengan pakaian penghangat diri ybs diam dan tertidur pulas. Bila ada lagi kondisi yang tidak nyaman misalnya pakaian pembalutnya terasa basah terkena kencing dia tidak terima dan menangis lagi. Begitu pula bila sudah merasakan lapar, diri si bayi berbekal insting untuk tidak menerima begitu saja keadaan2 pakaian terkena kencing dan perut terasa lapar diapun mengekspresikan ketidak nyamanan itu dengan menangis. Begitulah selanjutnya, sifat kritis itu terbawa sampai menjadi balita. Ketika mulai boleh makan diluar ASI, masing2 anak akan menunjukkan kesukaan atau ketidak sukaan terhadap jenis2 makanan tertentu. Kadang karena tidak suka protes tidak mau makan. Ada bayi yang belum pandai bicara, belum genap setahun, punya perangai; tidak mau makan bila makanan dengan menu yang sama di jadual makan berikutnya. Misalnya pagi disuapi makanan dengan menu “A”, siang hari bila ibunya menyuapi lagi dengan menu “A”, mulutnya dikuncinya rapat tidak mau dia buka. Jalan beberapa hari keadaan ini, ibunya akhirnya paham. Pagi2 si anak disuapi makanan dengan menu bernuansa “ayam”, siang hari disediakan makanan dengan menu “ikan laut”, sorenya nanti disiapkan makanan dengan menu “daging sapi/atau kambing”. Terlihat si bocah lahap menerima suapan mamahnya. Naaah bigitulah sifat yang melekat di diri manusia sejak kecil, adalah kritis, tidak mau menerima atau menelan begitu saja apa yang disuguhkan. Kodrat kritis inilah agaknya membuat orang menggunakan akal pikirannya, sampailah kepada keingin tahuan siapakah pencipta diri ini, siapakah pencipta alam ini. Nabi Ibrahim melihat keadaan di zamannya dimana masyarakat pada waktu itu menganut keyakinan bahwa kekuatan yang menguasai diri dan alam semesta ini adalah sesuatu yang dilambangkan dengan patung-patung. Nabi Ibrahim dengan nalar dan meggunakan kodrat kritisnya, tidak menerima begitu saja kepercayaan manusia se zaman dengannya itu. Nabi Ibrahim mulai mencari Tuhan yang menguasai alam ini, dikisahkan dalam Al-Qur’an surat Al-’An’am ayat 74 s/d 79. وَإِذْ قَالَ إِبْرٰهِيمُ لِأَبِيهِ ءَازَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا ءَالِهَةً  ۖ إِنِّىٓ أَرٰىكَ وَقَوْمَكَ فِى ضَلٰلٍ مُّبِينٍ "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, "Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata." (ayat 74) وَكَذٰلِكَ نُرِىٓ إِبْرٰهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ "Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin." (ayat 75) فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ الَّيْلُ رَءَا كَوْكَبًا  ۖ قَالَ هٰذَا رَبِّى  ۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَآ أُحِبُّ الْأَافِلِينَ "Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, "Inilah tuhanku." Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, "Aku tidak suka kepada yang terbenam."" (ayat 76) فَلَمَّا رَءَا الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هٰذَا رَبِّى  ۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَّمْ يَهْدِنِى رَبِّى لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّآلِّينَ "Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, "Inilah tuhanku." Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, "Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat."" (ayat 77) فَلَمَّا رَءَا الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هٰذَا رَبِّى هٰذَآ أَكْبَرُ  ۖ فَلَمَّآ أَفَلَتْ قَالَ يٰقَوْمِ إِنِّى بَرِىٓءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ "Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, "Inilah tuhanku, ini lebih besar." Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, "Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan."" (ayat 78) Demikian upaya yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim, menggunakan akal sehat yang kritis tidak dapat menerima yang dipertuhankan oleh kaumnya sejak turun temurun. Upaya mencari Tuhan dilakukan begitu rupa; mulai menyangka Tuhan adalah Bintang, menduga Tuhan adalah Bulan dan mengira Tuhan adalah Matahari. ………... Ternyata dengan mengandalkan akal saja, tidak akan menemukan Tuhan. Di penggalan ayat 77 Al-An’am, Allah memberi petunjuk kepada Ibrahim siapa Tuhan itu :  فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَّمْ يَهْدِنِى رَبِّى لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّآلِّينَ "Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”. Setelah dengan akal saja Nabi Ibrahim tidak berhasil menemukan Tuhan, Allah memberikan petunjuk kepada Nabi Ibrahim (seperti tersurat di ayat 77 Al An’am). Bahwa Tuhan adalah Tuhan yang menciptakan alam semesta ini, sehingga keluarlah pernyataan dengan penuh keyakinan dari nabi Ibrahim termuat dalam ayat ke 79 Al An’an: إِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى  فَطَرَ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِينَ “Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik." (ayat 79). Generasi2 anak cucu Ibrahim meneruskan keyakinan akan ke esaan Tuhan itu, berpesanlah Ibrahim kepada anak cucu dan keturunannya termuat di QS Al-Baqarah 132 dan 133: وَوَصّٰى بِهَآ إِبْرٰهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يٰبَنِىَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفٰى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُونَ "Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. "Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim."" (Al-Baqarah ayat 132) أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِى قَالُوا نَعْبُدُ إِلٰهَكَ وَإِلٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرٰهِـۧمَ وَإِسْمٰعِيلَ وَإِسْحٰقَ إِلٰهًا وٰحِدًا وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ "Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya'qub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, yaitu Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya."" (Al-Baqarah ayat 133) Lalu kenapa lambat laun anak cucu keturunan Ibrahim, mulai berubah penyembahan Tuhan yang ESA ke menyembah banyak berhala………………. Ambil contoh di kota Makkah, bermula dari membuat patung sebagai penghormatan terhadap seorang tukang roti yang baik hati. Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhu, beliau menafsirkan makna ayat 19 An-Najm اللَّاتَ وَالْعُزَّى bahwa Latta adalah seorang lelaki yang membuat adonan roti untuk para jama’ah haji” (HR. Bukhari no. 4859) Singkat kata, Latta adalah sebutan untuk seorang sholeh yang sering membuatkan roti kepada jamaah haji secara gratis. Saat ia meninggal, orang-orang dari Quraisy mengenang dengan mendatangi kuburannya dan beribadah di sana. Lama-kelamaan, orang-orang Quraisy membangun berhala untuknya sebagai bentuk keagungan dan sesembahan. Dari kisah tersebut, bisa diambil pelajaran bahwa memuji secara berlebihan bukanlah hal yang baik. Sebab memuji dengan berlebihan adalah awal mula seseorang menyembah selain Allah SWT. Hal ini sangatlah diketahui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau juga mewanti-wantikan kepada seluruh umatnya agar tidak menjadikan makam beliau menjadi tempat ibadah hingga disembah. Anak cucu cicit pemuja berhala “Tukang Roti” tersebut tanpa USUT langsung IKUT berkembanglah jadi budaya dan selanjutnya jadi keyakinan, Mengikuti orang secara membabi buta atau taklid atau tanpa USUT langsung IKUT merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kemunduran dalam manusia beragama. Seharusnya persoalan jangan MENGIKUT tanpa USUT suatu perkara harus lah diusut asal masalahnya, baik soal Ibadah maupun muamalah termasuk mendengar sesuatu berita. Dalam hal ibadah; dicari tahu dalilnya kenapa harus melaksanakan sesuatu bentuk ritual ibadah. Dalam hal muamalahpun demikian harus genah apakah hal tersebut termasuk dalam larangan, diikuti dicari dalil2nya. Termasuk dalam menerima berita dan meneruskan berita, benar2 harus di USUT kebenaran berita itu sebelum IKUT membenarkan berita tersebut atau meneruskannya, siapa tau berita itu adalah hoaks, jangan sampai awak ikut menyebarkan berita hoaks. Allah memberi petunjuk kepada kita perihal JANGAN IKUT sebelum DIUSUT ini, melalui Al-Qur’an surat Al-Baqarah 170. وَاِ ذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ قَا لُوْا بَلْ نَـتَّبِعُ مَاۤ اَلْفَيْنَا عَلَيْهِ اٰبَآءَنَا ۗ اَوَلَوْ كَا نَ اٰبَآ ؤُهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ شَيْئًـا وَّلَا يَهْتَدُوْنَ "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab, "(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya)." Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun dan tidak mendapat petunjuk." Demikian, semoga dalam hidup ini kita sanggup menggunakan potensi kritis yang melekat di diri, agar dalam kegiatan beragama, kegiatan berinteraksi dalam masyarakat senantiasa berhati-hati tidak asal IKUT sebelum DIUSUT. والله عالم بشواب اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَب وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ (Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan). .سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن M. Syarif Arbi. Jakarta, 5 Rajab 1443 H. 7 Februari 2022. (896.02.22).

No comments:

Post a Comment