Saturday 16 August 2014

TOLAK TAMU



Seusai shalat ied, sambil bersalaman dengan para jemaaah dan mengucapkan taqaballahu minna wamin kum, menerima jawaban taqabbal ya kariim. Ketika bersalaman, dengan salah seorang ustadz, kukatakan “saya kebetulan hadir dengan istri, ….. rencana kami sekalian sekarang ke rumah Ustadz”. Kaget juga saya mendapat jawaban dari beliau; “lain kali saja Insya Allah”. Artinya beliau tidak berkenan dikunjungi kerumahnya. Rumah beliau dari lapangan tempat kami shalat ied kurang lebih 500 meter masuk gang, layak untuk jalan kaki saja.  Ditambahkan oleh beliau, “nanti Insya Allah saya akan kerumah bapak”. Dengan pernyataan ini saya berkesimpulan, beliau tidak berkenan di kunjungi, karena secara tegas ustadz ini akan ke rumah saya. Beliau beberapa kali sudah berkunjung kerumah kami, yang lebih jauh jaraknya dari halaman masjid tempat kami shalat ied, dibanding dengan rumah si ustadz.
Ide ingin berkunjung kerumah si ustadz, kerena tahun lalu ada ucapan beliau, ketika beberapa hari sesudah lebaran berjumpa di masjid, beliau katakan: “kenapa tidak kerumah”. Kebetulan kami sudah akrab sekali, pernah dalam perjalanan ibadah selama lebih sebulan dengan beliau kami suami istri. Itu sebabnya sepantasnyalah kami yang lebih muda berkunjung ke rumah beliau. Beberapa waktu yang lalu di musim bukan lebaran, kami juga pernah berkunjung ke kediaman beliau ini.
Sudahlah hal itu tidak mengusik pikiran kami, dianggap hal yang biasa saja dan sampai sekarang belum juga ada sang ustadz bertandang ke rumah. Persoalan ini jadi pembicaraan kami lagi dengan isteri, setelah suatu hari separuh bulan syawal, saya ketemu dengan ustadz lainnya. Setelah salaman dan saya katakan “O ya ustadz kami ingin kunjung ke kediaman ustadz”. Jawab beliau bukan dengan nada ahlan wa sahlan, atau well come tapi “Telpon saja kalau pas saya ada silahkan”. Mendengar jawaban ini saya jadi ingat kembali dengan keengganan ustadz yang pertama untuk saya kunjungi. Ustadz yang kedua inipun nampaknya tak berkenan dikunjungi. Ustadz yang kedua ini, sudah beberapa kali kunjung kerumah kami bersama istrinya. Keinginan saya dengan istri membalas kunjungan ini, juga disebabkan beberapa waktu yang lalu ada tawaran beliau nanti berkunjung kerumah kami.
Kearifan local
Diri ini kebetulan terlahir dengan budaya etnis Melayu, orang Melayu sangat senang jika dikunjungi orang ke rumah. terkenal ada beberapa pepetah populer di tanah Melayu, dalam kaitan menerima tamu antara lain: “Kecil telapak tangan nyiru kami tadahkan”. Maksudnya demikian senang menerima kehadiran tamu kalau penerimaan dengan telapak tangan dirasa kecil, maka nyiru (alat penampi padi/beras terbuat dari anyaman rotan atau bambu bentuknya lingkaran diameter kurang lebih 100 cm) kami tadahkan. “Rumah kecil tapi hati kami besar”. Artinya, bila kedatangan tamu, atau orang ingin berkunjung kerumah kita, walau rumah kita kecil, tapi hati kami besar dan akan menerima dengan dada lapang, tamu yang akan datang.  Piring boleh pecah tapi muka jangan berubah”. Pengertiannya, kalau ada tamu yang akan datang, atau sudah di rumah, meskipun si empunya rumah punya masalah, katakanlah; suami isteri sedang berselisih paham, maka dihadapan tamu itu harus ditutup rapat, untuk menyenangkan tamu.
Isteri saya kebetulan terlahir di Jawa Timur, kearifan local di sana cukup terbuka dan terus terang. Mungkin kalau ada yang ingin bertamu ke rumahnya dapat saja ditolak, dengan mengemukakan alasan.  Bahkan tamu yang sudah sampai di rumah, jika si empunya rumah ada keperluan lain yang lebih penting, tanpa tedeng aling-aling, tanpa ragu-ragu si tamu di beri tahu bahwa ianya ada keperluan yang sangat penting, sebaiknya si tamu “pulang”, nanti lain kali persilahkan datang dan ngobrol lagi. Tamu dan tuan rumah sudah sama mengerti dan tak bermasalah, lain kali si tamu bisa datang lagi, tidak kapok dan seperti tidak pernah terjadi pengusiran yang lalu itu. Keterbukaan ini dianut oleh banyak orang di Jawa Timur khususnya Surabaya.
Pertama kali ku masuk Surabaya  Juli 1973, teman baru kukenal di kantor, ketika kutanya, di mana tempat makan siang yang dekat. Teman baruku orang asli Surabaya itu, langsung membertahukan kepada ku; “Nanti kita sama-sama, tak jauh dari sini ada restoran Laksana Jaya, nanti kita bayar sendiri-sendiri”. Kata-kata terakhir  kita bayar sendiri-sendiri  sungguh mengagetkan saya sebagai pendatang baru. Beberapa tafsir yang ada dalam pikiranku antara lain; pertama, teman ini menganggap aku tak punya uang untuk sekedar membayar makan dua orang. Kedua, rupanya restoran itu mahal, barangkali. Ketiga, teman ini kasar sekali dengan teman baru kenal sudah menganggap remeh.  Namun hal itu setelah aku menjadi warga Surabaya selama 12 tahun, keadaan keterus terangan seperti ini ternyata terasa enak. Dari pada nanti setelah makan di restoran timbul masalah uang tidak cukup, kalau si teman tadi yang traktir begitu juga kalau saya yang traktir uang saya juga dapat saja ndak cukup.
Ketentuan agama.
Pulang ke persoalan rencana bertamu kerumah sesorang, dalam kaedah agamaku Islam, sikap ustadz di kisahkan di atas adalah benar. Jangankan baru rencana akan berkunjung, sedangkan seseorang yang sudah berada di depan pintu rumah seseorang, bila tuan rumah menyatakan tidak mau menerima tamu, maka tuan rumah tidak dapat dipersalahkan dalam kaedah agama. Calon tamu harus berebesar hati pulang, tidak perlu mengerutu karena begitulah ketentuan yang - diatur di dalam surat An-Nur dari Al-Qur’an, ayat 27 dan 28.

27. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.
28. Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Titik berat perintah ayat-ayat di atas adalah: Pertama; jika hendak masuk kerumah orang lain hendaklah memberi salam. Kedua;  harus meminta izin, karena minta izin, maka ada dua kemungkinan, diberi izin atau tidak diizinkan. Di tegaskan lagi di ayat berikut, jangan masuk sebelum diizinkan. Secara tegas dalam ayat ke 28, bahwa kalau si empunya rumah, menyuruh kita kembali, haruslah kita kembali dan tak jadi menjadi tamu dirumah orang tersebut.
Sementara itu tuntunan adab menerima tamupun juga ada guide yang ditetapkan olah agamaku Islam diantaranya hendaklah memuliakan tamu sampai ada hadist:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
Jika tamu menginap ada pula aturan ditetapkan oleh Islam yaitu batas tuan rumah menjamu tamunya  adalah tiga hari:
الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”
Ketentuan ini bila dipamahi dan dilaksanakan, baik pihak yang bertamu dan pihak yang menjadi tuan rumah, tentu akan menjadi jalinan hubungan persahabatan akan tetap terbuhul kuat, sebab tak sempat si tuan rumah merasa terlalu diberatkan oleh tamu. Karena dengan adanya tamu dirumah tentu akan membuat suasana rumah menjadi berubah dari biasanya.
Dengan mengimani ajaran agama, maka persoalan penolakan dua ustadz tadi untuk saya bertamu, tidaklah  menjadikan kesal di hati, lain kali bisa saja diatur kembali untuk kunjung kerumah beliau-beliau itu. Mungkin pada saat kami berniat berkunjung kerumah si ustadz,  beliau-beliau itu sedang ada kepentingan lain yang lebih penting dari sekedar menerima kami berkunjung ke rumah mereka.

No comments:

Post a Comment