Saturday 30 August 2014

POTENSI DOSA DI KOTA ATAU DI DESA



“Mudah-mudahan ndak macet, pukul 9 nan sudah sampai di rumah”, begitu do’a seorang ibu-ibu setengah baya setelah sejak malam tadi jadi penumpang bis malam sepulang mudik untuk berlebaran. Do’a itu digumamkan oleh beliau sekitar pukul 7 han pagi ketika mulai masuk tol Cikampek. Si Ibu duduk di deretan kursi persis di belakang sopir.
“Maaf ibu, sebetulnya kalau berdo’a, sebaiknya jangan sudah dekat Jakarta”, si sopir menyambar do’a si Ibu. Tentu si Ibu ingin tau mengapa do’a jangan dekat Jakarta. Pak supir menjelaskan singkat “di kota, banyak dosa bu do’a ndak mandi”. Jadi rupanya menurut pendapat si supir, kalau di suatu tempat yang manusianya banyak berbuat dosa, maka segala do’a akan percuma, tidak akan terkabul.
Benarkah potensi berbuat dosa itu lebih banyak  di kota atau lebih banyak di di desa, atau sama saja, atau justru banyak di desa. Selanjutnya apakah orang berdosa sama sekali do’anya tidak terkabul. Untuk itu mari kita telusuri sejenak fakta berikut ini:
Fakta potensi dosa di kota besar
Adzan Ashar berkumandang, saya melangkah menuju masjid yang hanya puluhan meter dari rumah. Tiba-tiba sebuah mobil minibus berhenti di seberang jalan yang se arah denganku, aku sedang berjalan di trotoar di kanan jalan. Si pengemudi setengah berteriak, “mohon maaf tanya pak”, sapanya dengan sopan. “Jl. A kemana pak”.  “O ya terus saja, ntar sampai pintu kereta, belok kiri, kemudian ada jalan di sebelah kiri, anda masuk”. Jawabku dengan pasti. Setelah shalat Ashar, aku baru ingat bahwa petunjuk yang kuberikan adalah salah. Sebenarnya Jl. A, lurus saja ketika sampai di perempatan pintu kereta (pintu kereta kurang lebih 200 meteran dari tempat dia bertanya itu). Sedangkan petunjuk yang kuberikan adalah Jl. B. Jadi petunjukku adalah petunjuk yang menyesatkan. Tentu ini dosa, kapan mau minta maaf, orangnya ndak dikenal. Pikirku di kota besar ini mau menuju masjid aja ada peluang membuat dosa. Semoga orang tadi tidak mencaci makiku tidak menyumpahiku serta tidak mendo’akan yang jelek buatku.
Kebiasaanku setelah purnakarya ini, olah raga jalan pagi. Kurasakan sehat dan dapat mengendalikan gula darah type dua yang mulai singgah didiriku umur 50an. Jalan pagi yang cocok buatku di bawah pukul 10 pagi, mulai pukul 08.30 atau selambatnya pukul 09.00, selama satu jam, enak disinari sinar matahari pagi. Pagi itu kujalan pagi sambil ingin mengunjungi sahabat di bilangan Jl. C. Sahabat ini ngantor berangkatnya sesudah dzuhur. Jadi pas pikirku, namun tetap saja kutelepon ke HP beliau. Dua kali kutelpon tidak diangkat, sahutan dalam HP, agar meninggalkan pesan. Sudah kadung jalan, perjalanan kuteruskan mengarah alamat. Tiba-tiba ada sebuah mobil meluncur perlahan keluar dari muara jalan alamat sahabatku itu membelok ke kiri ke jalan yang sedang kulalui. Mobil tersebut sama jenisnya dengan mobil sahabatku itu dan orang yang memegang kemudi, tak salah lagi dia sahabat saya itu. Langsung saya angkat tangan dan beri isyarat untuk minta ybs menghentikan mobilnya. Mobil sudah terlanjur melewatiku tetapi selanjutnya karena aku berbalik dan terus mengangkat tangan dan bertepuk, mobil itupun minggir. Akupun segera berlari menghampirinya, kaca sebelah kiri dibukanya lebar-lebar. Ternyata setelah kulihat orang tersebut bukan sahabatku, dia orang lain, cuma mirip. Tentu aku mohon maaf kepada Bapak yang mau menghentikan mobilnya itu. Tidak sembarang orang berani menghentikan mobilnya dikota besar seperti Jakarta, atas permintaan orang tak di kenal di jalan yang lancar dan agak sepi. Ini tentu aku berdosa telah menghambat perjalanan ybs. Pikirku belum lama membuat dosa salah memberi alamat timbul dosa baru lagi menghambat orang dalam perjalanan. Ketika ku minta maaf, terlihat dari raut wajah yang bersangkutan belum ikhlas member maaf, semoga dia tidak mencaci maki dan mendo’akan ku yang jelek.
Setelah sampai di rumah sahabatku itu, ternyata dianya sedang tidak di rumah, HPnya ditinggalkan di atas meja. Pas aku tiba di depan pintu pagar rumahnya menunggu agak sebentar, diapun datang juga dengan pakaian olahraga.
Fakta potensi dosa di desa
Almarhumah Ibundaku pernah memberikan sebuah ungkapan kepadaku, mungkin maksudnya dalam kaitan hubungan muda-mudi. “Ditempat sepi iman berpindah”, begitu kata beliau. Dihubungkan dengan sepi dan keramaian, maka “tempat sepi” identik dengan pedesaan, sedangkan “tempat ramai: identik dengan kota besar. Benarkan bahwa potensi berbuat dosa itu juga besar pada tempat yang sepi. Fakta menunjukkan dari tayangan TV, bahwa tidak sedikit terjadinya kejahatan di desa-desa, bukan hanya di kota besar saja. Di Riau, ada sekolompok orang yang dengan sadis membunuh anak-anak remaja dengan mutilasi dan bahkan dagingnya dijual di warung-warung. Ada lagi di tempat lain di bilangan Jawa Timur seorang ibu membunuh anak kandungnya memasukkan dalam septiktank. Pencabulan, perampokan dan aneka kejahatan banyak juga terjadi ditempat yang sepi.  Ini mungkin makna dari ungkapan bijak Ibuku “Ditempat sepi iman berpindah”. Karena yang mamanya iman, didalamnya ada malu, ditempat yang ramai setidaknya malu diliat orang akan mendongkrak menguatnya iman.
Fakta do’a pendosa terkabul
Ada jenis penjahat yang dianya jadi penjahat, tetapi anak keturunannya, dia tidak inginkan jadi penjahat seperti dirinya. Penjahat seperti ini dalam melakukan aksinyapun selalu dengan melakukan ritual tertentu sebelum beroperasi. Ritual tersebut termasuk berdo’a agar oparesinya berjalan sukses tidak terjadi hambatan. Termasuk do’a seorang copet misalnya, “mudah-mudahan hari ini ada yang lagi apes”. Ya jika doa itu terkabul, pas ada orang yang lagi apes dan berhasillah si pencopet memindahkan dompet orang yang apes itu. Makanya ketika di Masjidil Haram, ada jamaah yang kecopetan. Patut kita informasikan kepada siapa saja yang akan menunaikan ibadah haji dan umrah. Bahwa di Masjidil Haram ini do’a di ijabah, termasuk do’a pencopet. Antisipasinya kita juga berdo’a “semoga tidak kecopetan” dan dibarengi hati-hati.
Sepertinya para koruptorpun berdoa juga ketika melakukan korupsi, tentu do’a mereka agar tidak diketahui kalau dia korupsi. Kalau sampai diketahui, mungkin do’a nya semoga pengadilan tidak dapat membuktikan. Kalau sampai dapat dibuktikan mungkin do’anya semoga dapat cincai dengan penegak hukum. Kalau tidak dapat cincai dengan penegak hukum, mungkin do’anya semoga dapat hukuman yang seringan-ringannya. Kalau dihukum berat juga, do’anya mungkin semoga hasil korupsinya tidak diambil negara, jadi nanti keluar masih dapat dinikmati. Kalau disita juga semoga masih ada yang tidak ketahuan, dan seterusnya. Bisa saja sejak awal do’a koruptor sudah terkabul. Buktinya banyak koruptor di negeri ini yang belum tersentuh, karena tidak ketangkap tangan, ini do’anya terkabul. Beruntunglah koruptor yang tak ketangkap dan malang koruptor yang apes.

No comments:

Post a Comment