Thursday 28 August 2014

SAKTI DOELOE DAN SAKTI SEKARANG




Kisah terangkum di zaman dahoeloe, bahwa seseorang ingin mendapatkan kesaktian harus pergi bertapa, ketempat sunyi, menyendiri menjauhkan diri dari masyarakat dan keramaian umum. Hakikat bertapa adalah untuk mensucikan diri dan menjauhkan berbuat dosa sekecil apapun. Dengan kesucian diri itu akan diperoleh derajat kemampuan spiritual, di zamannya disebut dengan kesaktian.
Kesaktian kira-kira dapat didefinisikan, seseorang mempunyai kemampuan lebih dibanding manusia pada umumnya. Contoh, konon ketika membuat jalan dari kota kelahiranku ke daerah perhuluan masih zaman “Kerajaan Matan”, disatu lokasi team pembuat jalan terhalang sebuah batu besar. Begitu besarnya batu itu, lingkarannya 40 orang bergandeng tangan. Tinggi batu sepenggalah (setinggi sebatang bambu yang paling panjang).
Alur jalan jika dialihkan mengelilingi batu itu adalah tidak mungkin, disisi yang satu dipinggir sungai dikhawatirkan nantinya jalan mengecil dan rawan erosi. Disisi berikutnya bukit yang terjal dengan batu cadas sama kerasnya dengan batu besar yang tergolek menghalangi alur rintisan jalan. Satu-satunya upaya adalah minta bantuan orang sakti di kerajaan tersebut.
Orang sakti tersebut perawakannya tak ngawa’i, kurus kecil. Dia instruksikan, agar team meneruskan mengerjakan jalan lanjutan disebelah batu besar tersebut, sesuai dengan peta rintisan. “Jangan hiraukan batu itu, nanti kita ikhtiarkan menggesernya”, kata orang sakti itu. Singkat cerita para pekerjapun mengikuti instruksi itu dan meneruskan pembuatan jalan selanjutnya. Betapa tercengangnya seluruh team setelah tujuh hari sesudah itu, dimana jalan lanjutan sudah dapat diteruskan berpal-pal meninggalkan batu itu, ternyata batu itu hilang dari alur jalan. Yang lebih menakjubkan lagi, itu batu pindah ke atas bukit batu terjal cadas disisi rintisan jalan. Ini contoh kesaktian.
Orang sakti seperti ini, dianya sudah menjauhkan dari perilaku yang membuat dosa dan biasanya ndak doyanan duit. Tidak ada upah yang diminta untuk menggeser batu itu. Itulah sebabnya dizaman dahoeloe orang mencari kesaktian bertapa, bersunyi-sunyi seperti saya kemukakan di atas. Beda dengan zaman modern ini orang untuk mencari kesaktian bukan lagi ketempat yang sunyi sepi, tapi justru harus ke kota-kota besar, dengan mencari kesaktian berupa ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau sekolah sudah tidak cukup di kampung sendiri, maka pindah ke kota yang lebih besar, tidak jarang harus keluar negeri. Jadi jelas bedanya bahwa konsep kesaktian/ilmu diperoleh di tempat sepi sudah berubah menjadi sebaliknya di tempat ramai.
Perbedaan berikut orang sakti doeloe tidak doyan duit, berkata selalu benar apa yang diucapkannya dapat dipegang. Orang sakti zaman kini dalam wujud mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi, mampu meyakinkan orang. Orang dengan ilmu yang tinggi juga sanggup mengalihkan batu besar sebesar apapun dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Ilmuan zaman kini tujuannya umumnya duit. Orang yang berpendidikan tinggi punya kesempatan lebih, untuk menempati jabatan tinggi. Kalau sudah jadi pejabat, beda dengan orang sakti doeloe, apa yang dikatakannya adalah benar tidak mau bohong. kalau bohong kesaktiannya akan luntur.  Sedangkan pejabat,  kata-katanya susah dipegang biar diputarkan videonyapun masih disangkalnya. Kalau sudah kepojok jawaban mereka “itukan dulu sekarang keadaannya sudah lain”. Kalau dulu orang sakti bohong kesaktiannya luntur, sementara orang sakti zaman sekarang kalau tak berbohong tidak menjadi sakti. Begitulah…..

No comments:

Post a Comment