Monday 11 August 2014

PEPESAN BHAKTI



Kesal juga Pak Haji Kimin dengan anak lelakinya yang satu-satunya itu, ndak berubah-berubah tabiatnya udah umur 20an. Kurang apa lagi ajakan pak Aji agar ikut Ibadah, dengan lembut sering,  dengan agak keraspun sudah. Kasihan dia Almarhummah Hj. Selimah isterinya sampai wafat belum sempat liat anaknya taat. Pada hal do’a anak yang shaleh sangat diharap oleh orang tua di alam kubur. Si Juned kerjaannya hanya ngurusin burung dara ndak ngerti ashar dan tau magrib. Kalau subuh baru bangun tatkala matahari undah mencorong, jika isya ketimbang ke masjid mendingan di depan ti vi dianya nongkrong.
Seperti dikatakan di atas kurang apa lagi orang tuanya bukan sekedar ngomong ngajak ke masjid, justru abah haji Kimin sering mengimami shalat jamaah. Kurang apa lagi peringatan, lokasi rumah dikelilingi masjid, bilang waktu azan sahut-sahutan, setiap lepas magrib sampai isya ada ceramah ustadz dapat didengar dari rumah melalui loudspeaker. Hampir tiap hari ada satu sampai tiga orang yang dipikul menuju kuburan yang tak jauh dengan lokasi rumah.
Saking kesalnya, beberapa hari terakhir pak haji jarang keluar kamar, Kalau keluar hanya shalat ke masjid, dan pada waktu makan, masih kelihatan di meja makan dia duduk dengan melipat satu kaki di kursi meja makan sambil bersantap. Keadaan ini menarik perhatian Juned untuk melongok kekamar ayahnya yang sudah duda itu. Ternyata si ayah sedang sakit, suhu badannya tinggi. Terjadilah dialog antara bapak dan anak. Singkatnya dalam dialog itu, sengaja Pak haji mendramatisir sakitnya dan menjelaskan, sepertinya mendekati tanda-tanda almarhumah istrinya mau meninggal. Bagaimana juga bandelnya si Uned (panggilan manis Juned), khawatir akan keadaan ayahnya. Dalam kekhawatiran itu ia penngen rasanya mengubah peri lakunya yang tidak perdulian terhadap orang tuanya. Melihat gelagat itu pak haji ingin menguji seberapa berubah sudah anaknya,  seberapa bhati anaknya terhadap dirinya.
Keesokan harinya sekitar waktu dhuha, pak haji menyuruh pembantu rumah tangga mencari si Uned, yang biasanya sedang bermain burung dara. Burung dara dimasukkan sangkar beberapa ekor, kemudian dibawa naik sepeda motor dengan jarak cukup jauh dan kemudian dilepaskan. Beruntung tak lama kemudian Uned menghadap ayahnya. Ayahnya dengan nafas dihela panjang sekali sekali, minta kepada Uned sesuatu makanan. Makanan yang diminta “Pepes”. Uned bertanya “pepesan apa Abah”, ia sanggup segala macam Pepes, dan Uned menawarkan “Pepesan Burung Dara”, “Pepesan Lele”, “Pepesan Ikan Mas”, “Pepesan Ayam”. “Itu mah Abah udah biasa makan sejak muda” jawab pak haji. “lalu pepesan apa abah” sela Uned. Begitu mengagetkan Juned, ayahandanya minta pepesan yang tidak biasanya yaitu “Pepesan Eeknya Burung Dara”.
Walaupun ini permintaan cukup sulit, tapi demi memenuhi permintaan orang sakit, demi menunjukkan bhakti, Uned menyanggupi. Segera dicarinya bata merah, genteng, daun pisang dan aneka bumbu pepes. Bata merah bakal dudukan tunggu membakar pepes di halaman belakang. Genteng bakal tempat meletakkan bungkusan pepesan agar tidak terkena api langsung, supaya pepes mateng daun tidak hangus.
Al-hasil selagi angat-angatnya pepes Uned membawa hasil olahannya ke kamar ayahanda.” Abah, ini pepesannya sudah jadi”.   “Ya, toroklah di meja kan lagi panas”  jawab pak haji. “Baik, abah, tapi ini ndak panas, sudah angat” tegas Jened. “Kalau begitu bukalah”,  dengan sigap Juned langsung membuka pepesan eek burung dara itu dan memasukkan sendok kecil ke pepesan.
Pak Haji bilang: “Ned;  coba cicipi dulu sebelum kau suapkan ke  abah”.
Jawab Juned: “Kenapa begitu abah, kan yang pengen abah, Uned si ngak pengen”.
Jawab Pak Haji : “Cicipi dulu siapa tau bumbunya ndak pas Ned”, sambil menghela nafas sesekali, seperti orang sesak nafas.
Juned demi memenuhi permintaan ayahandanya mungkin yang terakhir, untuk menunjukkan bhaktinya kepada orang tua, dicicipinya juga pepesan itu seujung sendok.
Pak haji melirik kelakuan anaknya dengan sudut matanya, terlihat kerut wajah si anak mungkin karena menahan rasa ndak enak, kemudian tidak ditelan di lepeh di wastapel di dalam kamar pak haji.
Pak Haji : “Bagaimana rasanya Ned”
Juned : “Getir, baunya ndak enak abah”
Pak Haji : “Kalau gitu abah ndak jadi pengen”
Juned : “Kenpa gitu abah, Uned udah usaha buatkan pengenan abah”
Pak Haji : “Kamu yang sehat aja bilang ndak enak, apa lagi abah yang sakit, lidahnya aja terasa pait, undah buang sana”.
Dari kejadiaan ini, pak haji menyimpulkan ada ketaatan tumbuh didiri anaknya. momen ini tidak disia-siakannya untuk berwasiat.
Pak Haji : “Kalau abah sudah meninggal nanti, Uned mau megang amanah abah?”
Juned : “Jangan khawatir abah, Uned akan pegang amanah abah, permintaan abah yang sulit ini aja Uned penuhi apa lagi yang lain. Emangnya apa amanah abah?”
Pak Haji : “Mulai sekarang Uned harus rajin Shalat, rajin jamaah ke masjid, jangan cuma main-main. Urus yang baik rumah kontrakan dan kebun-kebun  abah dan jangan lupa sisihkan buat inpaq dan sadaqah. Tiap taun keluarkan zakatnya. Abah udah tua dan mati sewaktu-waktu tiba. Jangan lupa tiap waktu kau sholat do’akan abah”
Sambil menangis Juned merangkul dan memeluk abahnya. Sebagai tanda akan memegang amanah orang tuanya. Bagaimana realisasinya, mudah-mudahan berlangsung dengan baik dan istiqamah.

No comments:

Post a Comment