Wednesday 13 March 2024

RIYA’ & SUM’AH

Disusun: M. Syarif Arbi No: 1.230.03.24 Riya’ dan sum'ah sebenarnya beda tipis; “riya’” artinya melakukan ibadah dengan niat agar dipuji dan mendapat penghargaan dari orang lain, dengan cara memperlihatkan. Sedangkan “sum’ah” berarti memberitahukan atau memperdengarkan amal ibadah yang dilakukan, kepada orang lain dengan tujuan mendapat pujian dan sanjungan. Perbedaan Riya’ dan Sum'ah adalah dari caranya, yakni sum'ah dengan “memberitahukan”, riya’ “menampakkan atau memperlihatkan” ibadah, di mana tujuan keduanya sama-sama ingin mendapat pujian dari orang lain. Riya’ asal katanya adalah رَأَى (ra’aa) yang maknanya melihat, artinya pelaku riya’ tersebut bermaksud memperlihatkan amalannya ketika dia melakukannya. Sedangkan sum’ah asal katanya adalanya سَمِعَ (sami’a) yang maknanya mendengar, artinya pelaku sum’ah tersebut bermaksud memperdengarkan amalannya setelah dia melakukannya. “Barang siapa yang berdiri karena riya’ dan sum’ah, maka Allah akan memperlihatkan aibnya." (HR. Ahmad) Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda: مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ Terjemahan kurang lebih: “Siapa yang memperdengarkan amalanya (kepada orang lain), Allah akan memperdengarkan (bahwa amal tersebut bukan untuk Allah). Dan siapa saja yang ingin mempertontonkan amalnya, maka Allah akan mempertontonkan aibnya (bahwa amalan tersebut bukan untuk Allah). (HR. Bukhari) Menyoal “Riya” dan “Sum'ah”, Allah SWT berfirman: يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تُبۡطِلُوۡا صَدَقٰتِكُمۡ بِالۡمَنِّ وَالۡاَذٰىۙ كَالَّذِىۡ يُنۡفِقُ مَالَهٗ رِئَآءَ النَّاسِ وَلَا يُؤۡمِنُ بِاللّٰهِ وَالۡيَوۡمِ الۡاٰخِرِ‌ؕ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفۡوَانٍ عَلَيۡهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلۡدًا ؕ لَا يَقۡدِرُوۡنَ عَلٰى شَىۡءٍ مِّمَّا كَسَبُوۡا ؕ وَاللّٰهُ لَا يَهۡدِى الۡقَوۡمَ الۡـكٰفِرِيۡنَ "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." (Al-Baqarah 264). Di bulan Ramadhan selain shaum, ada beberapa amalan sunah yang dianjurkan diantaranya meningkatkan tadarus Al-Qur’an, shalat malam, memperbanyak sedekah. Dua penyakit bathin berupa “riya’ ” dan “sum’ah”, rawan menghinggapi diri, berkenaan dengan ibadah2 tersebut. Misalnya seseorang yang demikian tekun membaca Al-Qur’an sehingga dapat menghatamkan beberapa kali selama bulan Ramadhan. Bilamana orang tersebut terpancing mempermaklumkan kepada orang lain bahwa dirinya sudah hatam sekian kali baru saja Ramadhan berjalan sekian hari. Maka pertanda bahwa dianya sudah terkena “sum’ah”, jika pengumuman itu dimaksudkan untuk memperoleh apresiasi dari pihak yang diberi tau. Atau adapula orang yang rajin bersedekah misalnya kepada panti asuhan atau Lembaga sosial lainnya selama Ramadhan ini. Umpamanya ybs mengabarkan kepada orang lain misalnya dengan redaksi “Alhamdulillah di Ramadhan ini saya sudah menyantuni panti asuhan ….. sekian juta, semoga santunan saya itu diterima Allah”. Walau pengumuman itu diawali dengan “Alhamdulillah” dan ditutup dengan “do’a”, pernyataan itu sudah masuk dalam kategori “sum’ah”. Adapun sum’ah dapat digolongkan menjadi dua model. Model pertama “sum’ah berfakta”, yaitu apa yang diumumkannya itu, betul2 telah dilaksanakan. Contoh diatas bahwa benar dianya membaca Al-Qur’an seperti dikatakannya, begitu pula sedekahnya bahkan ada kwitansinya. Model kedua adalah “sum’ah yang hoaks”, yaitu apa yang diumumkannya itu sebetulnya belum terjadi. Sum’ah model kedua ini sangat fatal. Sementara itu “Riya’ ”, seperti definisi diatas, mempertontonkan perilaku beribadah untuk mendapat sanjungan manusia dapat berupa: Riya’ penampilan, berpenampilan ahli ibadah dengan niat ingin dinilai sebagai orang alim. Riya’ ucapan, misalnya dalam melantunkan ayat2 Al-Qur’an didalam hati terbetik keinginan dinilai bacaannya paling baik. Riya’ kegiatan ibadah, misalnya mempublish kegiatan ibadah dirinya boleh jadi berupa foto sedang beribadah, dengan ini ingin mendapatkan penilaian sebagai ahli ibadah. Baik “riya’ ” maupun “sum’ah”, tergantung niat yang terkandung di dalam hati, “pengumuman” tentang ibadahnya apakah untuk memotitasi orang lain, “menampakkan” ibadah apakah untuk memberikan contoh, insya Allah akan beda dengan bila diniatkan untuk mendapat apresiasi manusia. Masalah niat adalah masalah hati, soal hati kita masing2 Allah-lah yang paling tau. Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita, terbebas dari unsur “riya’ ” dan “sum’ah” آمِيّنْ… آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 3 Ramadhan 1445 H. 13 Maret 2024.

No comments:

Post a Comment