Sunday 19 December 2021

Dengan hikmah

Pengurus suatu masjid mengumumkan bahwa mulai Sabtu depan ba'da maghrib akan ada pengajajian topik .....…….(baru) oleh ustadz.……..(disebutkan namanya), bakal mengisi pengajian setiap Sabtu. Benar saja, maghrib Sabtu ketika pengajian dimulai jamaah bertambah dari biasanya, terlebih jamaah ibu2. Satu dan lain mendengar nama calon pengajar sudah sering didengar, punya “nama besar”, juga mengiringi namanya tercantum gelar akademik. Jumlah audience di Sabtu2 berikutnya berangsur menurun, sampai akhirnya tak genap 10 orang. Jamaah berjamaah maghrib lumayan rata2 hampir seratus, usai shalat maghrib memilih kembali ke rumah masing2, kemudian melangkah ke masjid lagi ketika muadzin mengumandangkan adzan, untuk ikut berjamaah shalat isya. Atas kecendrungan itu tahun berikutnya ustadz tersebut tidak lagi ada jadual di masjid itu. Rupanya isi ceramah sang ustadz sering menyinggung adat kebiasaan yang dilakukan masyarakat setempat dalam ibadah yang menurut si ustadz tidak berdalil, tidak ada rujukan. Jamaah yang umumnya masih awan dalam ilmu agama, mereka tidak berkemampuan adu argumen dengan ustadz, kemampuan mereka mengambil sikap tidak mengikuti lagi pengajian sang ustadz. Sebetulnya teknik berdakwah sudah diberikan petunjuk oleh Allah: ادْعُ إِلٰى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجٰدِلْهُمْ بِالَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk." (QS. 16 = An-Nahl ayat 125). Mengacu dari ayat di atas: 1. Di komunitas di wilayah dakwah baru, seharusnya si ustadz sebelumnya mengumpulkan informasi yang cukup mengenai adat istiadat dan kebiasaan setempat. 2. Andaikan diketahui terdapat hal2 yang tidak merujuk kepada dalil2, tekniknya tidaklah harus secara frontal langsung di "luruskan", niscaya "patah". Mestinya dengan hikmah. 3. Kalaulah terjadi perdebatan, layani mereka dengan cara yang baik. menggunakan bahasa yang santun. 4. Ditutup ayat di atas "Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya"......... ' إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِۦ Dengan demikian hendaklah ustadz yang berdakwah di komunitas yang baru tersebut di atas dalam ungkapan2, baik ketika menyampaikan materi, maupun ketika menanggapi (sanggahan jamaah) tidak memposisikan diri ""paling benar". Dari ayat di kutip di atas terdapat 3 (tiga) petunjuk Al Qur'an ketika menyebarkan kebenaran Islam ini: Pertama: بِالْحِكْمَةِ Dengan "hikmat", menarik orang dari strata pendidikan, kecerdasan apapun; melalui ucapan2 bijak yang mengena dan sikap yang patut diteladani. Karena "hikmat", bukan hanya berarti ucapan mulut, melainkan termasuk juga dengan tindakan dan sikap hidup. Kadang2 lebih berhikmat "sikap hidup" daripada "berkata". Contoh; seseorang sebelum jadi Takmir masjid, belum jadi perhatian tetangganya kalau dianya tidak ke masjid shalat subuh. Tapi setelah diangkat jadi Takmir masjid, tetangga memperhatikan pola hidup yang bersangkutan, maka jadi perbincanganlah kalau "Takmir masjid yang baru diangkat, bangunnya siang". Ini contoh hikmat itu bukan saja "ucapan", tapi juga "perilaku". Naah kalau si "Takmir kesiangan" shalat subuh ini, bertausyiah, nasihat2nya akan berkurang nilainya. Disini terbukti bahwa "sikap hidup" lebih bernilai dari "berkata". Bahkan ada jamaah yang mengambil sikap agak ekstrim; bila si “Takmir Kesiangan shalat subuh” jadi imam: shalat Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya, jamaah tersebut mufaraqah (tidak ikut jadi makmum). Kedua: وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ "Pengajaran yang baik". Dengan penuh kasih sayang, bukan dengan mencela. Misalnya mengatakan: "sebelum ini kalian belum tau kan, baru dari saya kan?? makanya ngaji "……... Contoh lain: ibu2 di suatu masjid merekrut ustadzah untuk memperbaiki bacaan al-Qur'an. Hari pertama dua hal blunder si ustadzah: 1. Ketika si ibu2 di suruhnya membaca Al-Qur'an, dia bertanya: "dengan siapa belajar membaca al-Qur'an seperti itu??". 2. Giliran seorang ibu yang STW, membaca al-Qur'an ditanyakannya "Ibu kok sekarang baru belajar, selama ini kemana aja?? ". Pengajian pekan depan kontan yg hadir tinggal 3 orang yakni pengurus majelis Taklim ibu2, karena melalui surat merekalah si ustadzah mengajar di masjid itu. Ketiga: وَجٰدِلْهُمْ بِالَّتِى هِىَ أَحْسَنُ "Bantahlah dengan cara yg baik". Cari kausa kata yg tidak menyinggung baik lawan bicara maupun mungkin guru rujukan lawan bicara, atau nilai rujukan yang mereka ungkapkan. Harus diingat bahwa di era digital sekarang ini; sumber ilmu, media belajar, pihak yang memberikan pelajaran bukan hanya melalui tatap muka. Demikian banyak ilmu pengetahuan dapat dipelajari orang melalui electronic books, dari You Tube, artikel-artikel dengan rujukan akurat. Siapa tau apa yang diketahui oleh jamaah awak belum mengetahui, karena begitu luasnya lautan ilmu ini. Jamaah seharusnya dirangkul. Jangan sampai mereka merasa malah di pukul. Jamaah seharusnya dikondisikan bersimpati. Jangan sampai mereka berubah jadi antipati. Ingatlah bahwa sudah merupakan sifat umum manusia, akan selalu mempertahankan sesuatu kebiasaan yang sudah lama dilaksanakan turun temurun. Jika dakwah tidak dilaksanakan بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ (dengan hikmah dan pengajaran yg baik), maka mereka tak akan mau lagi "belajar", karena mereka merasa "dihajar". Kiranya bila ketemu keadaan seperti ini, dapat jadi acuan baik buat ustadz/ustadzah yang membagi ilmu, maupun jamaah sebagai audience. Semoga dapat menempatkan diri se baik2nya. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن بارك الله فيكم M. Syarif Arbi. Jakarta, 13 Jumadil Awal 1443 H. 18 Desember 2021. (875.12.21).

No comments:

Post a Comment